Waktu sudah menunjukkan pukul 7:33 pagi, di rumah besar dan terlihat asri itu. Seorang gadis cantik yg masih betah dengan kasur empuknya tanpa berniat sedikit pun untuk bangun, hingga sang ibu mencoba membangunkannya berkali kali, karena hari ini ia harus ke sekolah tapi tak kunjung bangun.
"Mel ...Melda bangun Nak! Udah siang sayang, kamu udah telat tu ke sekolah, bentar lagi udah jam delapan," ujar sang ibu.
"Bentar lagi ibu... aku masih ngantuk nhi, lagian aku malas buat ke sekolah," ujarnya dengan mata yang masih terpejam.
"Izin sehari aja boleh ya buk?..." sahutnya lagi.
"Ee ee.... pokonya ibu nggak mau tau ya, kamu harus ke sekolah sekarang!" ujar sang ibu dengan suara keras dan tak mau di bantah.
"Walaupun kamu terlambat tetap kamu harus ke sekolah, kalau nggak uang jajan kamu ibu potong," mendengar penuturan ibunya seketika Melda langsung membuka matanya, dan langsung bergegas ke kamar mandi.
"Iyah buk, iyh Melda mau mandi ke sekolah nhi," ujarnya dengan berlari menuju kamar mandi.
"Ibu mah nggak seru deh, pake acara ngancam kalau uang jajan aku mau di potong segala lagi, kalau kaya gitu aku bisa apa hah," ujarnya dengan nada pasrah di dalam kamar mandi. ia terus menggerutu kesal di dalam sana.
Satu jam kemudian.
"Bu aku berangkat!" ujarnya sambil membenarkan tas nya.
"Kamu nggak sarapan dulu sebelum berangkat?" tanya mama Imel. "Ibu udah siapin tu sarapan kamu dimeja ujarnya lagi."
"Nggak ah, nanti aja di kantin sarapannya, lagian udah kenyang dengar ancaman ibu, kalau uang aku bakal di potong," Ujarnya dengan nada meledek sambil meminum sedikit susunya yang ada di atas meja.
Mendengar hal itu Ibu Imelda lantas mendelik,
"Biar kamu kapok dan nggak coba coba lagi, buat nggak sekolah," ujar Ibu Imel.
"Iyah buk janji deh... nggak bakalan coba coba lagi, ya udah aku berangkat ya bu!" ujar Imelda sambil mencium tangan ibu nya, "Assalamualaikum ibu."
"Wa'alaikumsalam, iyh hati hati Nak!, bawah motor nya jangan ngebut ya!" ujar sang ibu.
"Siap ibu" balas Melda sambil mengangkat jari jempol nya.
Di Sekolah. "Ha... untung aja aku belum terlalu telat sampainya, kalau nggak bisa bisa Pak Abi bakalan buat hukuman baru lagi nhi buat gue," katanya sambil berjalan dengan sedikit berlari.
tiba tiba.... Melda menubruk seseorang karena berjalan tidak hati hati.
"Aow!, jidat gue s*tan.." Meringis sambil menyeka jidatnya, tanpa melihat orang yang sedang ada dihadapannya.
"Lagian lo kalau jalan tu pake mata dong! Dan jangan lari lari kayak tadi, kayak bocil aja, pake mengumpat gue s*tan lagi," katanya dengan nada marah.
Mendengar ada yang berbicara seketika Imelda menoleh ke arah pria tersebut.
"Heh! Disini bukan cuman gue doang yang lo salahkan, tapi lo juga yang salah dan satu lagi jalan itu pake kaki bukan pake mata. Mata itu gunanya untuk melihat be*go," ujarnya dengan mengumpat kesal pria didepannya.
"Dan mana sempat gue fokus, kalau gue lagi lari buru buru kayak gitu." Lanjut Imelda.
"Lagian lo ngapain pake lari lari segala bocil, lo jalan maupun lo merayap sekalipun. Tu sekolah gak bakalan ninggalin lu," ujar Syafiruddin sambil menunjuk gedung sekolah itu. "Pokoknya lo yang harus di sala_h." perkataan Syaf dipotong mendadak oleh Imelda.
"Ala... bac*t bangat sih kamu," ujar Imel.
Perkataan Imel bertepatan dengan bunyi bel masuk.
"Ah pas banget waktunya masuk kelas," sambil berhadapan kearah Syaf dengan senyum menjengkelkan.
"Udah dulu ya pidatonya! Nanti di lanjutin lagi, tapi kapan? Aku nggak tau," ujarnya dengan nada meledek dan tertawa sambil berjalan pergi begitu saja.
"Woe bocil! Gue belum selesai ngomong," teriak syaf dengan nada kesal. "Sial baru kali ini gue di injak injak awas aja lo kalau ketemu, ga bakalan bisa kabur lagi dari gue." Ujarnya sambil mengepalkan tangannya kuat.
"Awas aja tu bocil! Kalau gue ketemu lagi tu cewe, bakalan gue balas." Ujarnya lagi sambil mendengus kesal.
Di kediaman Imelda.
Ibu Imel menerima telfon dari Ibu Nindi.
"Iyah jeng dipercepat pertemuannya juga lebih bagus kok, saya nggak keberatan, terus kira kira kapan kita atur waktunya?..." ujar Ibu Imel antusias.
"Kalau jeng mau sebentar malam gimana?" tanya Ibu Nindi.
"Ya udah saya juga sebentar nggak sibuk, jadi pas waktunya," ujar Ibu Imel.
"Ya udah jeng sampai ketemu nanti malam," sahut Ibu Nindi.
"Ya udah Assalamualaikum..." Ibu Imel.
"Wa'alaikumsalam" Ibu Nindi membalasnya.
Sementara di sebuah kelas seseorang pria duduk termenung di dalam kelas nya sambil memikirkan seorang wanita yang tak sengaja ia tabrak di depan sekolah tadi.
Yap dia adalah Syaf. saat pertemuan mereka yang tak sengaja tadi membuat dia memikirkan wanita yang Ia sebut bocil, siapa lagi kalau bukan Imelda. Dia jadi termenung sambil mengingat kejadian tadi dengan tersenyum kecil.
"Woe diam diam bae loh," ujar Aldo sambil menepuk bahu Syaf hingga mengagetkan pria tersebut dari lamunannya.
"Kebiasaan banget ya loh, suka banget kaget-in gue," ujar Syaf melirik kesal.
"Ya abisnya lo kayak orang gila aja tahu nggak, lo ngelamun sambil senyum senyum kayak gitu," imbuh Aldo tersenyum geli.
Pasal nya saat Aldo masuk ke kelas ia sudah merasa aneh dengan tingkah Syaf yang tersenyum sendiri.
"Nggak... gue lagi mikirin cewek yang nggak sengaja gue temu di depan sekolah tadi," ujar Syaf melirik ke arah Aldo.
Nino mengerutkan keningnya bingung.
"Cewek yang mana yang lo maksud?," tanya Aldo penasaran.
"Gue juga baru pertama kali ketemu sama dia, apa dia anak baru yah di sini? Soalnya gue baru pertama kali lihat tu cewek," balas Syaf penasaran.
"Mungkin juga iyah mungkin juga tidak," jawab Aldo dengan jawaban yang ambigu.
Mendengar itu Syaf lantas melirik kearah Aldo dengan tatapan kesal. Pasalnya jawaban yang Aldo katakan terdengar seperti bergurau dan Syaf tidak menyukai hal itu, jika Ia sedang berbicara serius seperti ini.
Aldo yang melihat tatapan itu tertawa sambil berkata. "Santai brother, gitu amat tatapan nya, gue emang nggak yakin aja kalau dia murid baru di sekolah ini. ujar Aldo.
"Kenapa loh bisa yakin kalau dia bukan anak baru?... tanya Syaf sambil menaikkan sebelah alisnya dengan rasa penasaran.
"Yeah karena gue tahu lo tu jarang banget bergaul dan kenal sama anak anak di sini apalagi siswi, sejarah lo kan emang kaku orang nya jadi susah buat lo begitu mengenal siswi kita di sekolah ini," kata Aldo. Lantas hal itupun dibenarkan Syafruddin.
"Assalamualaikum Ibu, Melda pulang," ucap Melda dengan berjalan ke dalam rumah memanggil ibunya.
"Wa'alaikumsalam, ibu di dapur sayang," sahut ibunya. Melda yang mendengar sahutan dari ibunya, lantas Melda berjalan menuju dapur.
"Ibu lagi masak apa bu? Kok banyak banget menunya" ujar Imel dengan mengarahkan pandangannya ke arah menu yang dimasak mama Imel dan juga pembantu mereka. Ia melihat dengan wajah yang bertanya-tanya.
Karena ia berpikir tidak biasanya ibunya memasak makanan sebanyak ini. Karena di rumah mereka hanya mereka berdua. Saudaranya dan juga papinya ada di luar kota karena tuntutan pekerjaan.
"Iyah menunya banyak karena kita bakalan kedatangan tamu malam ini!" ujar sang ibu dengan senyum merekah, sambil menyajikan makanan di-atas meja dengan telaten.
"Ko ibu nggak bilang sih sama Melda, memangnya tamu siapa dan dari mana?" Imelda mencecar pertanyaan kepada ibunya.
"Iyah! Ibu mana sempat mau ngomong ke kamu, kalau kamu aja buru buru kayak tadi," ujar ibunya lagi.
"Hehe iyah juga sih," balas Melda tertawa kikuk sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Memangnya tamu siapa sih bu?" tanya Melda sambil mencicipi salah satu hidangan di-atas meja.
"Melda! Kok dimakan duluan sih makanan nya, tamu juga belum datang kamu udah santap duluan," tegur sang ibu. dan yang ditegur malah senyum tak bersalah.
"Maaf ibu," katanya sambil mengangkat kedua telapak tangannya didepan. "Abisnya enak sih kue buatan ibu," ujarnya lagi.
"Udah sana! Kamu lebih baik mandi dan juga dandan yang cantik, karena sebentar lagi teman lama mama mau ke sini sama anaknya," ujar sang ibu.
"Ih ibu ma aneh... masa aku yang disuruh dandan, yang mau temu kangen kan ibu sama teman lama ibu, kenapa jadi Melda yang harus dandan," ujarnya dengan bingung.
"Ini bukan hanya temu kangen doang tapi....." Mama Imel menghentikan perkataannya. "Udah deh pokoknya tugas kamu cuman satu! siap siap dan dandan yg cantik. Pokoknya ini rahasia oke," ujar sang ibu.
"Terserah ibu deh! Ya udah Melda ke kamar dulu mau siap siap," ujar Imelda dengan nada pasrah dan berjalan lunglai ke arah kamarnya. Sedangkan ibunya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku imelda.
"Ada aja tingkahnya," Ibu Imel bergumam dalam hati.
"Jangan lama ya sayang! Cepat kebawah buat bantu ibu," teriak sang ibu lagi.
Di kediaman Syafruddin.
Di rumah besar yg ukurannya bak istana tersebut tampak pemilik rumahnya sudah selesai dengan tugasnya masing-masing.
Tok tok tok...
"Syaf?" Panggil sang ibunda di depan pintu kamar anaknya. "Kamu udah selesai apa belum? bentar lagi udah mau berangkat nhi," imbuh sang bunda.
"Iyah bunda... masuk aja syaf nggak kunci pintunya ujarnya sambil melirik ke arah pintu. mendengar hal itu ibunda Syaf langsung masuk ke dalam kamar anaknya.
"Ya Allah, ganteng banget ......anak siapa sih ini?" ujar sang bunda sambil mendekati sang putra dan merapikan dasinya sambil tersenyum.
"Yang pastinya anak bunda dong," ujar Syaf.
"Kamu beneran ikhlas kan kabulkan permintaan bunda?" tanya sang bunda.
"Apapun itu akan Syaf lakukan demi bunda bahagia," balas Syaf. mendengar hal itu membuat sang bunda terharu dan meneteskan air mata.
"Kok nangis sih bunda, harusnya bunda bahagia dong! Karena permintaan bunda udah Syaf turutin," sambil satu tangannya menyeka air mata sang bunda dan memeluk bundanya.
Syaf dan bundanya sudah sampai di kediaman mama Imel setelah satu jam perjalanan mereka.
Tok tok tok..
"Assalamualaikum jeng Nindi?," ucap bunda Nindi saat sudah didepan pintu rumah mama Imel sambil mengetuk pintu itu.
"Wa'alaikumsalam, eh Jeng," sambil memeluk satu sama lain.
Mereka pun masuk ke dalam rumah.
"Ayo masuk! Gimana kabarnya?," tanya mama Imel tersenyum.
"Alhamdulillah baik Jeng, terus kabar jeng imel gimana?" bunda Nindi balik bertanya.
"Alhamdulillah, kabar saya juga baik," balas mama Imel.
"Jadi ini anak laki-laki nya?" tanya mama Imel melihat ke arah syaf dengan tersenyum lebar. Syaf pun tersenyum ramah kearah mama Imel.
"Iyah ini anak cowok saya satu satunya, yang mau sya kenalin ke-anak gadis nya jeng Imel itu loh!" ujar bunda Nindi sambil tersenyum bahagia.
"Syaf kenalin ini ibu nindi! Yang anaknya mau dikenalin ke kamu," ujar bunda sambil tersenyum.
"Nama saya Syafiruddin tante," ucapnya sambil menyalami tangan mama Imel dengan sopan.
"Oh iyah... dimana anaknya Jeng Imel? dari tadi ko nggak kelihatan ya?," Ujar bunda Nindi sambil mata nya melirik kesan kemari mencari sosok yang dicari. Pasalnya saat perbincangan mereka ia tidak melihat anak gadis temannya.
"Ya ampun saya sampai lupa jeng," ujar ibu imel sambil menepuk jidatnya. "Sebentar ya jeng! saya panggilkan dulu anaknya," ucap mama Imel.
"Kamu gugup?" tanya bunda Nindi kepada Syaf.
"Nggak juga sih bunda, cuman penasaran aja orang nya kaya apa, sampai buat kita nunggu kaya gini," ujar Syaf dengan nada sedikit kesal.
"Jangan gitu dong ngomong nya!... katanya ikhlas buat bunda,"ujar bunda Nindi dengan menampilkan wajah sedihnya, melihat itu Syaf tidak tega.
"Iyh iyh apapun untuk bunda tersayang dan aku ikhlas ko bunda," ujar Syaf pasrah.
"Ayo sayang cepat dikit! udah di tunggu tu," ujar mama Imel.
"Iyh bu sabar napa sih," sambil berjalan tergesa-gesa mengikuti langkah ibunya.
Sampai di ruang tamu yang terlihat hanyalah bunda Nindi yang tersenyum kearah Imelda. Dan Imelda pun membalas nya dengan senyum canggung.
"Mmaf ya jeng agak lama," ujar ibu Imel, "Loh den Syaf nya mana?." Tanya ibu imel karena ia tidak melihat anak itu.
"Owh itu!... Lagi dapat telfon dari teman nya, makanya ijin sebentar buat angkat panggilan," jawab bunda Nindi.
Disaat Imelda ingin duduk terdengar suara yang tak asing ia dengar. Ia pun mengarahkan pandangannya ke asal suara tersebut.
"Anak kecil! Ngapain lo nyasar di rumah orang?," Ujar Syaf dengan ekspresi kagetnya.
"Astaga lo kan yang waktu itu? Seharusnya gue yg nanya lo ngapain di rumah gue," balas Melda dengan ekspresi sama terkejutnya.
"Apa!... Jadi ini rumah lo," ujar Syaf terkejut.
"Ya ampun!... Jangan jangan yang dimaksud mau kenalin sama aku itu kamu!?" ujar mereka barangan dengan intonasi tinggi dan terkejut.
Lain halnya dengan kedua ibu mereka yang malah senang karena anak mereka sudah kenal duluan. tapi sekaligus bingung dengan kedua anaknya yang kelihatan tidak begitu akur. mereka terlihat bingung.
"Jadi kalian udah saling kenal?" tanya Bunda Nindi.
"Berarti nggak susah lagi dong, untuk jodohkan kalian berdua," ujar Bunda Nindi lagi dengan senyum bahagia.
"Iyah benar Jeng, udah nggak susah payah lagi to ini... " ujar Ibu Imel sambil senyum.
"Nggak!... Aku nggak mau sama bocah kayak dia!," sambar Syaf dengan menunjuk kearah Imelda.
"Enak aja... Emang loh pikir gue juga mau gitu sama lo?.... Ogah..." ujarnya dengan sebal lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut menuju kamarnya.
"Cih!... Gue juga nggak bakal mau," ucap Syaf memandangi kesal punggung Melda yang sudah berlalu pergi.
"Aku mau pulang bunda. Lama lama di sini aku bisa pusing. Syaf tunggu di luar!," ujar Syaf dengan wajah datar.
Sementara kedua wanita paru baya itu sama sama memandangi kepergian anak anak mereka. Mereka pun kembali saling memandang, lalu kemudian menghembuskan nafasnya pasrah.
"Ibu ko nggak ngomong sih! Kalau yang mau dikenalin sama aku adalah cowok rese tadi." Ujar melda dengan nada marah sambil duduk di atas ranjangnya.
"Ya mana ibu tau sayang ... kalau kalian udah kenal duluan, lagian dia baik anaknya nggak seperti anak lainnya," Ujar sang ibu sambil duduk mendekati anaknya di tepi ranjang.
Mendengar ucapan ibunya. Imel hanya bisa menghela napas nya dengan berat dalam hati Imel berkata, "kayak ibu tau aja cowok rese itu baik atau nggak, orang dia nyebelin kayak gitu."
"Pokoknya ibu mau kamu harus dikenalin sama syaf titik ... nggak pake koma," Ujar ibu Imel tidak mau dibantah.
"Ibu kenapa sih? Niat banget mau kenalin aku sama tuh cowok," ujar Imel sambil melirik ibunya.
"Ibu udh kenal baik sama keluarganya, dan Syaf juga baik ko anaknya," ujar ibunya.
"Lagian kamu kan belum kenal lebih dekat sama Syaf, makanya itu coba untuk lebih dekat lagi sama Syaf nya. Jangan terlalu benci loh! Nanti jadi cinta," ibunya dengan tersenyum menggoda putrinya.
Kediaman bunda Nindi. Syaf terlihat mengeluarkan segala protesnya.
"Bunda yang benar aja ... masa aku di jodoh-in sih sama tu Bocil," Syafiruddin begitu kesal.
"Katanya ikhlas sama permintaannya bunda ... kenapa sekarang jadi berubah pikiran hmm?" tanya bunda dengan wajah terlihat sedih.
"Ya tapi kenapa harus dia sih ma? Kan bisa yang lain selain tu cewek," ujar Syaf sambil membujuk bundanya.
"Dia anaknya baik sayang, apalagi bunda udah kenal juga kan sama keluarga," ujar bunda memberikan pengertian pada anaknya.
"Ya tapi kan aku_" ucapan Syarif terhenti saat melihat ibunya dengan wajah tampak sedih.
Ia kemudian membuang nafasnya kasar lalu berkata.
"Okay fine ... Syarif mau, demi bunda deh," ucapnya pasrah sambil menghela napasnya dengan berat.
"Beneran kamu mau sayang?" tanya Bundanya dengan tersenyum bahagia.
"Iyh apapun untuk bunda," ujarnya dengan senyum dipaksakan.
"Alhamdulillah ibu senang dengarnya ... jadi kapan kalian mau ketemu lagi?..." tanya Bundanya semangat sambil menaik turunkan keningnya.
"Ya salam sebenarnya yang menjalankan hubungan ini, aku apa bunda sih?" gumamnya dengan mendengus kesal.
Merencanakan pertemuan? Pertemuan pertama saja sudah sial. Ditambah lagi dengan pertemuan tadi yang juga sama kacaunya, dan tidak ada kesan baiknya. Dan sekarang bundanya sudah menanyakan kapan mengajaknya bertemu lagi? Oh astaga kepala Syaf rasanya ingin pecah.
Ia merasa jika akan susah mengajak wanita keras kepala itu untuk bertemu. Melihat bagaimana tingkahnya tadi. Mungkin ia akan sedikit memaksa bocil itu untuk mau bertemu lagi.
"Nanti aja ... aku pikirin dulu waktu yang tepat. Soalnya aku banyak event Minggu ini, jadi nggak bakalan sempat," ujar Syaf kemudian.
Dua Minggu kemudian di sebuah kafe. "Jadi tujuan lo mau ajak aku kesini buat apa?" tanya Imelda saat menduduki bokongnya di tempat duduk itu."
"Bukanya lo sendiri kan yang ngomong, kalau lo nggak mau dikenalin sama gue sih bocil ini!" lanjutnya dengan mengingatkan kata bocil yang pernah dikatakan Syaf, sambil tersenyum mengejek pada Syaf.
"Lo jangan kepedean dulu! Gue terpaksa terima permintaan nyokap gue karena nggak mau buat beliau sedih," ujar Syaf dengan raut sebal kearah Melda.
"Ya terus lo mau nya gimana?" tanya Imelda sambil meminum jusnya.
"Gue mau kita pacaran bohongan," ucap Syaf lantang.
"Uhuk What! Pacaran bohongan?" tanya Melda dengan tersedak. Dia begitu terkejut atas penuturan Syaf yang sangat tiba tiba tersebut.
"Lo gila kali ya, nggak! Gue nggak mau ya sama ide gila lo, untungnya apa coba pacaran bohongan," lanjut Melda.
"Ini demi nyokap kita Mel ... kamu tega liat mereka sedih?..." Ujar Syaf degan ekspresi dan nada memohon.
"Pokoknya apapun alasannya, aku nggak mau ..." ujar Melda.
"Dan gue tetap maksa lo buat mau sama permintaan gue!" Ujar Syaf dengan nada penuh penekanan dan tidak mau di bantah.
"Lo nggak bisa maksa gitu dong," ujar Melda dengan nada sebal.
Syaf terdiam sebentar lalu berucap.
"Oke... Kalau itu mau kamu, tapi gue nggak yakin sama satu hal," kata Syaf menghentikan ucapannya. lalu kemudian meminum kembali jusnya dengan wajah yang terlihat menyeringai.
Imelda melirik curiga dengan tingkahnya Syaf, ia jadi waspada dengan omongan Syafiruddin barusan. Ucapannya seperti mengisyaratkan sesuatu.
Melda meminum jusnya dengan mata yang menelisik pada Syafiruddin.
"Apalagi nhi rencananya? perasaan gue jadi nggak enak ya," gumam melda bertanya tanya dalam hatinya.
"Jadi gimana? ... lo udah putuskan keputusan lo buat terima atau nggak?" tanya Syafiruddin setelah meminum jusnya. Menatap wajah Melda dengan menaik turunkan kedua alisnya.
"Gue tetep sama keputusan gue. kalau gue nggak mau," jawab melda dengan lantang. Ia masih bersikukuh dengan keputusannya yang ia pegang.
Syaf yang mendengar jawaban Melda membulatkan matanya. Ia tidak habis pikir dengan wanita keras kepala didepannya itu. Ia merasa sangat susah membujuk dengan cara seperti ini.
Apalagi dengan cara yang lembut, itu akan membuatnya semakin besar kepala dan tidak akan mau menuruti perkataannya.
"Jadi kamu masih mau mempertahankan keputusan itu?," tanya Syaf begitu kesal menahan emosinya.
"Iyah dan selamanya akan tetap seperti ini, jadi mau sampai berapa kali pun lo bujuk, gue nggak akan setuju," jawab Melda dengan nada sombongnya.
"Gue rasa percuma juga bujuk lo dengan cara halus. Dengan cara seperti ini, kayaknya nggak mempan dan ampuh buat lo kali yah? ..." ucap Syaf sambil menyeringai.
"Maksud loh apa ngomong gitu? ..." tanya melda dengan wajah curiga.
"Gue nggak tahu sikap licik gue bakal gue pakai, atau nggak buat bujuk lo," katanya dengan ambigu.
"Maksud loh apa sih? Bicara yang jelas! Jangan bertele-tele kayak gitu," ucapnya yang sudah terlihat emosi.
Bagaimana tidak emosi, jika Syaf yang sedari tadi terus berbicara dengan perkataan yang terdengar ambigu.
"Gue nggak yakin setelah dari sini, nyokap lo bakalan baik baik aja! ..." ucap Syaf dengan tersenyum menyeringai.
"Maksud loh apa ngomong gitu?" tanya Melda dengan berdiri dari tempat duduknya.
"Lo tahu kan! Kalau lo banyak buat masalah di sekolah. Kayaknya menarik juga buat nyokap lo tahu berita yang sangat menyenangkan ini!" kata Syaf tersenyum kearah melda sambil memangku kakinya dengan angkuh.
"So? ... setuju dengan hal itu?" tanya Syaf tersenyum nakal. Melda hanya bisa terdiam mengepalkan tangannya kuat menahan emosinya.
Sekarang ia sudah tidak bisa berbuat apa apa lagi jika sudah diancam seperti itu. Ia tidak ingin ibunya tahu akan hal itu apalagi membuat ibunya sedih.
"Oke gue mau terima keputusan lo," ucap Melda pasrah menahan kesal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!