NovelToon NovelToon

Singa Jantanku

Ledakan

"Untuk apa kamu pulang, Meyra?" tanya Alexander Darthdion, seorang ayah yang selalu menantikan kepulangan sang putri setelah lima tahun tidak pulang.

Lelaki paruh baya itu nampak berdiri seraya menyilangkan kedua tangannya di belakang pinggangnya, matanya tertuju pada gadis muda berusia dua puluh tiga tahun di hadapannya.

"Aku, aku rindu pada Ayah. Lagi pula besok tepat lima tahun ibu menghilang di bukit bunga, aku ingin ke sana," jawab Meyra.

Meyra menundukkan wajahnya, dia tidak berani menatap netra sang ayah. Dia sangat rindu, tapi dia takut ayahnya akan menolaknya.

"Rindu? Kenapa hanya diam saja kalau rindu?" tanya Alexander dengan wajah datarnya.

Tanpa banyak berkata lagi Meyra langsung menubrukan tubuhnya kepada tubuh lelaki paruh baya yang berada di hadapannya, dia sebenarnya benar-benar sangat rindu terhadap lelaki paruh baya itu.

Sayangnya, setelah kehilangan ibunya lima tahun yang lalu membuat dirinya enggan untuk pulang.

Dia begitu betah tinggal di luar negeri untuk melanjutkan kuliahnya, bahkan setelah lulus S2 pun dia malah bekerja di perusahaan orang lain dari pada pulang untuk menemui sang ayah.

Bukannya tidak sayang atau tidak rindu, hanya saja dia merasa sangat terpukul karena tiba-tiba saja ibunya hilang ketika mereka sedang berpiknik di bukit bunga.

Bukit yang terlihat begitu indah, tapi membuat dia merasa sakit karena ibunya hilang di sana. Tidak ada petunjuk sama sekali ke mana ibunya pergi.

"Maaf, maafkan Mey, Ayah!"

Meyra menangis tersedu-sedu di dalam pelukan sang ayah, lelaki paruh baya itu pun akhirnya luluh. Dia membalas pelukan Meyra lalu mengecupi puncak kepala putrinya tersebut.

Bibirnya bisa saja berkata pedas kepada putri semata wayangnya itu, tapi hatinya tetap saja bergetar melihat tangisan dari putri tersayangnya itu.

Ingin sekali dia memaksa putrinya pulang ketika berjauhan dengan dirinya, tapi dia sangat paham jika putrinya begitu terluka sama seperti dirinya saat ibunda Meyra hilang di bukit bunga.

"Ayah juga rindu, Ayah sangat rindu. Bahkan setiap waktu Ayah selalu merindukanmu, kenapa kamu malah menghindari Ayah? Kenapa kamu seolah tidak mau berada dekat bersama dengan ayah?" protes Alexander.

Selama lima tahun ini Alexander benar-benar merasa kesepian, setidaknya setelah istrinya menghilang ada putrinya yang selalu berada di sampingnya.

Namun, semua itu seakan hanya mimpi. Karena Meyra tidak pernah mau pulang ke rumah mereka, baru kali ini dia datang dan berkata jika dia begitu merindukan dirinya.

Tentu saja dia juga merindukan putrinya tersebut, walaupun hatinya terluka karena di saat sang istri menghilang, putrinya malah ikut meninggalkan dirinya bersama dengan kesendirian, kesepian dan juga kesedihan yang mendalam.

"Maaf, Ayah. Maaf, aku hanya merasa terluka jika terus berada di rumah ini. Karena aku selalu mengingat kepergian ibu," kata Meyra.

"Ayah juga sama, Sayang. Ayah selalu mengingat Ibumu, dia pergi dan menghilang begitu saja," kata Alexander.

Alexander dan juga Meyra terlihat melerai pelukannya, kemudian Alexander menuntun putrinya untuk duduk di atas sofa.

"Besok adalah lima tahun ibumu menghilang di bukit bunga, Ayah ingin pergi ke bukit bunga. Apakah kamu mau ikut?" tanya Alexander penuh harap.

Mendapatkan ajakan dari sang ayah, tentu saja Meyra sangat mau. Dia ingin pergi bersama dengan ayahnya setelah sekian lama mereka berpisah.

"Tentu saja, Ayah. Setidaknya aku bisa mengenang kebersamaan kita sebelum ibu menghilangkan," kata Meyra.

"Ya, kita akan pergi ke bukit bunga besok pagi-pagi sekali. Setelah sarapan kita akan berangkat," kata Alexander.

Meyra terlihat tersenyum, lalu dia kembali memeluk ayahnya yang begitu dia rindukan. Lelaki pertama yang selalu membuat dia jatuh cinta.

"Aku setuju," jawab Meyra.

"Sekarang beristirahatlah, kamu baru saja pulang dari perjalanan jauh. Pasti kamu sangat lelah," kata Alexander.

Alexander mengelus lembut punggung putrinya dengan penuh kasih sayang, dia masih ingin mengobrol dengan putrinya tersebut.

Dia ingin mencurahkan rasa kasih sayangnya, mencurahkan kerinduannya. Namun, dia merasa kasihan jika mengingat

Meyra yang baru saja datang.

"Ayah benar, aku sangat-sangat lelah," jawab Meyra.

"Ayah tahu," jawab Alexander.

Setelah berpamitan kepada sang ayah,

Meyra langsung melangkahkan kakinya ke dalam kamar yang sudah lima tahun ini dia tinggalkan.

Saat dia masuk ke dalam kamar tersebut, dia tersenyum karena tidak ada yang berubah sedikit pun dari kamar miliknya itu.

Tetap seperti itu dan terlihat sangat rapi, kamar itu juga terlihat sangat terawat. Sepertinya sang asisten rumah tangganya bekerja dengan sangat baik.

"Aku merindukan kamar ini, aku merindukan Ibu," kata Meyra dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Meyra terlihat mengambil foto di atas nakas, di sana ada foto yang menunjukkan dirinya bersama ibu dan juga ayahnya sedang berpelukan.

Dia tersenyum lalu dia duduk di tepian tempat tidur dan memeluk foto itu dengan erat, air matanya luruh tak tertahankan. Dia benar-benar merasa rindu dengan ibunya tersebut.

Satu hal yang dia anehkan, kenapa ibunya bisa hilang begitu saja? Ke mana perginya wanita yang sangat dia kagumi itu?

Padahal mereka hanya piknik di bukit bunga, kenapa dia bisa menghilang begitu saja tanpa jejak? Ibunya menghilang seperti ditelan bumi.

Dia dan juga sang ayah pernah mengecek cctv, sayangnya tidak ada cctv yang mengarah ke bukit bunga.

Hal itu mempersulit mereka untuk mencari Ibu dari Meyra, bahkan mereka juga pernah menyewa seorang detektif untuk mencari ibu dari Meyra. Sayangnya tidak berhasil, tidak ada jejak sedikit pun atau petunjuk yang didapatkan.

"Oh Tuhan, semoga suatu saat nanti kami bisa bertemu kembali. Aku sangat merindukan ibu, semoga ibu selalu sehat di mana pun dia berada," kata Meyra.

Setelah mengatakan hal itu, Meyra terlihat merebahkan tubuhnya. Dia juga memejamkan matanya, lalu dia tertidur dengan lelap seraya memeluk foto ibunya.

***

Keesokan paginya Meyra bangun dengan sangat bersemangat, wajahnya terlihat riang. Dia bahkan menyiapkan beberapa makanan dan juga camilan kesukaan sang ibu, lalu dimasukkan ke dalam keranjang piknik.

Dia sengaja melakukan hal itu untuk mengenang ibunya ketika dia berada di bukit bunga bersama dengan sang ayah, Alexander yang melihat semangat yang begitu menggelora di wajah putrinya begitu merasa senang.

Dia tersenyum lalu memeluk putrinya dan mengecup puncak kepalanya, dia merasa senang kala melihat wajah ceria putrinya mulai kembali.

"Sepertinya kamu terlihat bersemangat sekali, Sayang," kata Alexander.

"Ya, Ayah. Aku sangat bersemangat, setidaknya aku akan datang ke bukit bunga untuk mengenang ibu di sana," jawab Meyra.

"Ya, sekarang kita sarapan dulu. Setelah itu kita pergi ke bukit bunga," kata Alexander.

"Ya, Ayah," jawab Meyra.

Akhirnya Meyra dan juga Alexander terlihat sarapan bersama, setelah itu mereka pun langsung melangkahkan kaki mereka untuk pergi ke bukit bunga.

Namun, baru saja mereka akan masuk ke dalam mobil, tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti tepat di samping mobil milik Alexander.

Dari dalam mobil tersebut keluarlah seorang wanita berparas cantik walaupun usianya tidak lagi muda, dia datang bersama dengan seorang remaja pria sekitar berusia tujuh belas tahun.

"Oh, ya ampun Meyra, Sayang. Kemarin malam Tante mendengar kepulangamu, Tante ke sini ingin mengajakmu untuk memakan kue yang sudah Tante buatkan untukmu," kata wanita itu. "Benarkan Roy?" tanya perempuan itu seraya melirik ke arah putranya yang bernama Roy.

"Ya, tentu saja. Kak Meyra pasti akan sangat senang karena kue yang dibuatkan oleh ibu sangat enak," kata remaja pria tersebut.

"Maaf, Tante. Maaf banget loh, Tante. Aku mau pergi ke bukit bunga," kata

Meyra tidak enak hati.

"Oh, ini hanya sebentar saja, Sayang. Ini sebagai acara penyambutan karena kamu baru saja datang, ayo," ajak wanita tersebut.

"Ya ampun Lolita, kamu itu selalu saja memaksa," kata Alexander.

"Oh, ayolah Alex. Hanya sebentar saja," kata Lolita seraya tersenyum.

Walaupun Alexander terlihat kesal karena acaranya harus diundur, tapi dia menurut. Dia mengikuti langkah Lolita yang menggandeng tangan putrinya untuk masuk ke dalam rumahnya sendiri.

Tiba di dalam rumahnya, Lolita langsung masuk ke dapur dan mengambil piring untuk menempatkan kue yang sudah dia bawa. Kue tersebut dia tempatkan di atas piring lalu diberikan kepada Meyra dan juga Alexander untuk mereka cicipi.

"Makanlah kuenya, ini buatanku sendiri," kata Lolita.

"Ya, aku tahu kamu suka membuat kue," kata Alexander seraya terkekeh.

"Jangan lupakan satu hal, kue buatanku selalu enak," kata Lolita lagi.

"Ya," jawab Alexander.

Alexander dan juga Meyra akhirnya memakan kue tersebut, walaupun hanya sepotong kecil. Karena mereka tidak mau Lolita akan tersinggung, karena walau bagaimanapun juga Lolita adalah teman dari ibunda Meyra.

"Oh kalian sangat baik, kalian begitu menghargaiku, terima kasih sudah memakan kue buatanku," kata Lolita dengan berlebihan.

"Sama-sama, aku yang terima kasih karena kamu sudah repot-repot membuatkan kue untuk kami, kalau begitu aku akan pergi. Apa kamu mau ikut?" tanya Alexander.

"Oh, tidak usah. Kalian pergilah, kalian pasti merindukan Bianca. Nanti aku kapan-kapan akan mengunjungi tempat tersebut jika aku rindu dengan sahabatku itu," kata Lolita.

"Baiklah, kalau begitu kami pergi dulu," kata Alexander.

Alexander dan juga Meyra terlihat melangkahkan kakinya menuju halaman rumah. Mereka sempat berpapasan dengan

Roy ketika hendak masuk kedalam mobilnya.

"Kamu tidak mau ikut?" tanya Meyra.

"Tidak," jawab Roy.

"Baiklah, kalau begitu kami pergi," kata Meyra.

Setelah mengatakan hal itu Meyra dan juga Alexander terlihat pergi dari rumahnya, mereka ingin sekali segera sampai di bukit bunga.

Saat di pertengahan jalan Meyra merasa sangat haus, tapi ternyata dia lupa membawa air minumnya.

"Ya ampun, Ayah. Aku lupa membawa air minum, berhentilah sebentar di swalayan. Aku ingin membeli air," ucap Meyra.

Alexander tersenyum, dia sangat hapal jika kebiasaan Meyra dan juga istrinya, Bianca sangatlah sama, yaitu mereka pelupa.

"Ya, Sayang," kata Alexander.

Tidak lama kemudian Alexander terlihat menepikan mobilnya, karena dia melihat sebuah swalayan tepat di seberang jalan.

"Tunggulah sebentar, Ayah. Aku akan segera kembali, hanya membeli beberapa minuman saja," kata Meyra seraya terkekeh. Kemudian dia memeluk Alexander dan mengecup keningnya

"Kamu itu kaya mau pergi jauh saja, cuma mau membeli minuman saja seperti akan pergi kemana," kata Alexander.

"Aku masih rindu dengan ayah, jangan protes!" kata Meyra.

"Ya ya ya, terserah kamu saja," jawab Alexander.

Setelah berpamitan kepada sang ayah, Meyra terlihat menyebrangi jalan dan masuk ke dalam swalayan tersebut.

Dia memilih beberapa minuman lalu segera membawanya ke kasir untuk dibayar, tapi, baru saja dia merogoh tasnya untuk mengambil dompet, dia dikagetkan dengan suara ledakan yang begitu dahsyat dari seberang jalan.

Duaar!

Mobil milik Alexander yang berada di sebrang jalan terlihat meledak, apinya terlihat sangat besar. Asap hitam terlihat mengepul dan membumbung tinggi ke angkasa.

***

Selamat datang di dunia romance fantasi karya Othor Cucu Suliani, semoga kalian suka. Jangan lupa untuk tinggalkan jejak like dan komentnya, sayang kalian selalu.

Di Mana Aku?

Duar!

Ledakan yang begitu dahsyat membuat mobil milik Alexander hancur sampai tak terbentuk, hanya terlihat api dan juga asap hitam tebal yang membumbung tinggi.

Melihat mobil sang ayah meledak di depan matanya membuat jantung Meyra terasa terlepas dari tempatnya, lututnya terasa lemas.

Bahkan, tubuhnya terlihat bergetar hebat. Meyra terlihat meluruhkan tubuhnya ke atas lantai, kedua kakinya tidak mampu menopang berat tubuhnya.

Dia benar-benar tidak menyangka jika dirinya akan menyaksikan hal yang mengerikan seperti itu, hal yang membuat dirinya sangat syok.

Terdengar derap langkah orang-orang yang begitu ribut berlarian, ada yang pergi untuk menjauh karena takut, ada juga yang mendekat untuk melihat karena penasaran.

"A--ayah," ucap Meyra lirih.

Setelah mengatakan hal itu, Meyra merasa jika pandangannya terlihat kabur. Tidak lama kemudian dia tidak terlihat tidak sadarkan diri.

****

"Engh!"

Terdengar lenguhan dari bibir mungil Meyra, setelah tidak sadarkan diri selama satu hari satu malam akhirnya Meyra mampu membuka matanya.

"Di--di mana aku?" tanya Meyra seraya memijat pelipisnya yang terasa sakit.

"Oh Meyra, Sayang. Akhirnya kamu bangun juga, Tante sangat khawatir," ucap Lolita seraya mengelus lembut pundak Meyra.

Meyra terlihat berusaha untuk membukakan matanya dengan sempurna, setelah matanya terbuka dengan sempurna, dia melihat Lolita yang sedang tersenyum hangat kepada dirinya.

Meyra lalu mengedarkan pandangannya, ternyata dia berada di sebuah ruangan yang bernuansa serba putih dengan bau khas yang menyengat.

Itu artinya kini dia sedang berada di Rumah Sakit, seketika ingatannya beralih kepada ledakan mobil yang begitu hebat yang dialami oleh sang ayah.

"Ayah!" teriak Meyra.

Dia terlihat ingin bangun, tapi tubuhnya yang begitu lemah membuat dia susah untuk bergerak dengan bebas.

Lolita terlihat menahan kedua pundak dari Meyra, dia seolah sedang berusaha untuk menenangkan hati dari Meyra.

"Bersabarlah Meyra, Tante tahu ini sangat berat untuk kamu," kata Lolita.

Untuk sesaat Meyra terdiam, dia sedang mengingat-ingat bagaimana awalnya bisa terjadi ledakan mobil hebat yang dialami oleh ayahnya.

Pada saat mereka akan pergi tidak ada satu hal pun yang mencurigakan, mereka merasa biasa saja. Lalu, kenapa tiba-tiba ledakan itu bisa terjadi? Apa penyebabnya?

Setahunya ayahnya adalah orang yang sangat apik, dia tidak pernah ceroboh dalam perawatan mobil atau hal apa pun itu.

"Tante, apakah aku sedang bermimpi?" tanya Meyra dengan tatapan mata sendunya.

Dia sungguh berharap jika apa yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri itu hanyalah sebuah mimpi, dia berharap itu tidak nyata.

Lolita tersenyum, kembali dia mengelus lembut lengan dari putri sahabatnya tersebut. Kemudian, dia mulai bersuara kembali.

"Semuanya nyata, Sayang. Mobil ayahmu mengalami ledakan yang hebat," jawab Lolita.

Mendengar apa yang dikatakan oleh Lolita,

Meyra terlihat menangis tanpa suara. Tubuhnya terlihat bergetar dengan hebat, air matanya luruh tanpa henti.

"Lalu, bagaimana kondisi ayah saat ini Tante?" tanya Meyra.

Meyra sangat sadar jika ledakan yang terjadi sangatlah dahsyat, tidak akan mungkin jika ayahnya akan selamat.

Namun, dia berdoa dalam hati. Semoga ada keajaiban dari Tuhan, tiba-tiba ayahnya selamat dan sedang menunggunya untuk segera pulang.

Akan tetapi, jika memang ayahnya menjadi korban dari ledakan mobil itu, dia ingin melihat jenazah sang ayah untuk yang terakhir kalinya.

Dia ingin meminta maaf karena selama lima tahun ini dia tidak pernah mengunjungi ayahnya sama sekali, mengunjungi lelaki yang menjadi cinta pertamanya.

"Ayah kamu tidak ditemukan di sana. Polisi juga mengatakan jika memang ayah kamu ikut meledak bersama dengan mobil tersebut, pasti ada sisa-sisa ledakan dari tubuh ayah kamu. Namun, di sana sama sekali tidak ada tanda-tanda yang menunjukan jika ayah kamu ikut meledak di sana," jelas Lolita.

Meyra terdiam, dia merasa aneh dengan apa yang dikatakan oleh Lolita. Jika jasad sang ayah tidak ditemukan, berarti ada harapan untuk ayahnya masih hidup bukan.

Seketika senyuman terbit di bibir Meyra, dia sudah tidak sabar untuk mencari keberadaan sang ayah, siapa tahu saat terjadi ledakan tubuh sang ayah terpental.

"Tante, jika seperti itu ada kemungkinan ayah masih hidup, bukan?" tanya Meyra.

"Entahlah, Sayang. Tante tidak mengerti, Tante sangat heran. Di mana pun tidak ditemukan jasad ayahmu, setidaknya polisi akan menemukan sisa ledakan tubuh ayahmu," jelas Lolita.

Meyra benar-benar merasa sangat sedih, lima tahun dia meninggalkan ayahnya hanya untuk berusaha melupakan kesedihannya setelah kehilangan sang ibu.

Namun, baru saja dia bertemu dengan sang ayah, dia malah harus menyaksikan menghilangnya sang ayah di depan matanya sendiri.

Kini dia harus bisa menerima kenyataan jika sang ayah menghilang entah ke mana, Dia sangat sedih jika mengingat akan hal itu.

"Aku mau pergi, Tante. Aku mau melihat ke sana. Aku ingin mencari ayah," pinta Meyra.

Lolita menggelengkan kepalanya dengan cepat, dia tahu jika Meyra sangat mengkhawatirkan ayahnya. Namun, kondisinya saja tidak memungkinkan untuk pergi.

"Tidak Meyra, Sayang. Kamu masih sakit, badan kamu saja masih lemah, lagi pula ini sudah sangat sore. Beristirahatlah, besok kita ke sana," kata Lolita menyarankan.

Meyra merasa jika kondisinya sudah sangat baik, dia ingin segera pergi ke tempat di mana ledakan mobil tersebut terjadi. Dia ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Tidak, Tante. Pokoknya aku mau ke sana sekarang juga, kalau Tante tidak mau mengantar aku akan berangkat sendiri!" jerit Meyra.

Lolita terlihat menghela napas berat, lalu dia berusaha untuk menenangkan putri dari sahabatnya tersebut.

"Baiklah-baiklah, Meyra, Sayang. Tante akan mengantarkan kamu sekarang, tunggulah di sini sebentar. Tante akan menemui dokter," kata Lolita.

Tidak mungkin bukan, jika dia langsung mengajak Meyra untuk pergi sedangkan Meyra masih dalam perawatan. Bahkan, di tangannya saja masih tertancap jarum infus.

"Ya, cepatlah Tante! Aku sudah sangat tidak sabar," pinta Meyra.

"Iya, Sayang. Iya," jawab Lolita.

Lolita terlihat keluar dari kamar pasien yang dihuni oleh Meyra, dia ingin meminta izin kepada dokter agar Meyra bisa segera pulang.

Beruntung keadaan Meyra memang sudah sangat baik, badannya saja yang terlihat lemas. Mungkin karena masih syock atas kejadian yang dia lihat, kejadian yang tidak pernah dia duga.

"Terima kasih, Tante," ucap Meyra.

"Sama-sama, Sayang," jawab Lolita.

Akhirnya Lolita dan juga Meyra pergi ke tempat yang Meyra sangat inginkan, tempat di mana terjadinya ledakan dahsyat yang menimpa Alexander.

Tiba di sana Meyra terlihat mengedarkan pandangannya, di seberang jalan di dekat tempat ayahnya memarkirkan mobil terdapat sebuah jurang.

Dia jadi berpikir, mungkin saja ayahnya terpental ke sana. Walaupun ayahnya tidak ditemukan dalam keadaan hidup, setidaknya ada jasadnya di sana, pikir Meyra.

"Tante, coba lihat di sana. Ada jurang, Tante. Bisa saja saat ledakan mobil terjadi ayah jatuh ke jurang sana," kata Meyra yang mengira ada kemungkinan seperti itu.

"Polisi pun sudah mengeceknya dan ternyata tidak ada jasad ayahmu di sana, tubuh ayahmu benar-benar tidak ditemukan. Bahkan sobekan bajunya saja tidak ditemukan," kata Lolita.

"Ini aneh, Tante. Ini sangat aneh, tidak mungkin ini bisa terjadi," kata Meyra.

Meyra merasakan tubuhnya kambali sangat lemas, dia terlihat menjatuhkan tubuhnya di pinggir jalan.

Air matanya kembali berurai, dia benar-benar sedih, bingung dan juga kalut karena sampai saat ini ayahnya belum ditemukan.

Dia jadi bertanya-tanya di dalam hatinya, kemanakah perginya sang ayah? Kenapa sobekan bajunya saja bahkan tidak ditemukan?

Sebuah pikiran konyol bahkan terlintas di pikirannya, mungkinkah ayahnya terpental ke dunia lain?

Maka dari itu ayahnya tidak ditemukan di dunia ini, jujur saja dalam hati dia sangat yakin jika sang ayah masih hidup. Tidak ada firasat yang mengatakan jika ayahnya telah tiada.

"Sudahlah Meyra, Sayang. Keadaanmu masih sangat lemah, kita pulang ke rumah kamu. Tante akan mengantarkan kamu, kamu butuh istirahat, butuh makan dan butuh tenaga. Besok kita ke sini lagi jika kamu mau," kata Lolita membujuk.

"Tapi, Tante--"

"Sudahlah, Sayang. Tante tahu kamu sedang terluka, Tante tahu kamu sedang bersedih. Namun, jangan seperti ini. Kalau kamu sakit kita malah tidak akan bisa mencari ayahmu," terang Lolita lagi.

"Ya, Tante benar. Mari kita pulang," kata Meyra pada akhirnya.

Akhirnya Meyra pulang ke kediaman Darthdion di temani oleh Lolita, tiba di dalam kamarnya dia langsung mandi agar tubuhnya terasa lebih segar.

Tidak lupa dia juga melakukan ritual makan malamnya, walaupun hanya sedikit saja makanan yang masuk ke dalam perutnya.

Hal itu dia lakukan agar dia tidak sakit, agar besok dia bisa menyelidiki kembali apa yang sebenarnya terjadi kepada ayahnya.

Apa penyebab ledakan yang begitu dahsyat yang menimpa mobil ayahnya tersebut dan kemanakah ayahnya sebenarnya. Karena dia sangat yakin jika sang ayah masih hidup.

Setelah selesai makan malam, dia terlihat mengambil foto sang ayah. Lalu, dia duduk di kursi malas yang berada di balkon kamarnya. Dia memejamkan matanya seraya memeluk foto sang ayah.

Dia terlihat begitu tenang, tapi ketenangannya itu berubah menjadi sebuah ketegangan ketika kilat menyambar dengan begitu dahsyatnya.

Jeder!

Terdengar sambaran petir yang begitu menggelegar, Meyra ketakutan. Dia langsung bangun dan hendak masuk ke dalam kamarnya.

Jeder!

Kembali terdengar sambaran petir yang menggelegar, bahkan kali ini terlihat begitu berkilat. Cahaya kilatan itu seakan memecah belah bumi menjadi dua, Meyra bahkan langsung menutup matanya dengan kedua tangannya karena dia merasa sangat silau.

Foto sang ayah yang sedang dia peluk sampai terjatuh tepat di sebelah kakinya, kacanya bahkan sampai pecah.

Tidak lama kemudian, dia tidak mendengar suara petir menyambar lagi. Meyra berusaha untuk menurunkan kedua tangannya, lalu dia berusaha membuka matanya.

Saat mata Meyra terbuka dengan sempurna, Meyra terlihat begitu kaget karena kini dia tidak berada di rumahnya lagi. Namun, dia kini berada di sebuah pulau yang terasa sangat sepi dan juga gelap. Hanya ada cahaya rembulan yang menerangi.

"Di--di mana aku?" tanya Meyra lirih.

****

Selamat sore Bestie, selamat beristirahat. Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan juga likenya. Terima kasih untuk dukungannya, sayang kalian semua.

Dunia Lain

Meyra terlihat kebingungan, dia benar-benar tidak paham kenapa dalam sekejap mata saja kini dia sudah berpindah tempat.

Padahal, dia hanya melihat kilatan cahaya yang begitu menyilaukan mata seakan membelah bumi.

Lalu, kenapa kini dia seakan berada di belahan duania lain? Mungkinkah kilatan cahaya itu adalah pintu untuk masuk ke dalam dunia lain?

Meyra terlihat ketakutan, dia mulai memeluk tubuhnya sendiri seraya mengedarkan pandangannya.

Sejauh matanya memandang hanya ada pohon-pohon yang terlihat rimbun dengan batang yang sangat besar dan juga kokoh, dia langsung bergidig ngeri.

"Tolong! Tolong aku, di mana aku? Tolong! Siapa pun tolong aku!" teriak Meyra.

Hening, tidak ada sahutan. Dia terlihat begitu ketakutan. Kembali dia mencoba keberuntungannya untuk berteriak, siapa tahu ada orang yang mau menolong dirinya, pikir Meyra.

"Help me please!" jerit Meyra.

Hanya ada hempasan angin yang terasa sangat kencang menerpa tubuhnya, bahkan tubuhnya seakan limbung saat terkena hempaskan angin tersebut.

"Tolong! Ayah! Ibu! Tolong Meyra!" jerit Meyra sekuat tenaganya.

Di saat seperti ini, dia hanya teringat kepada kedua orang tuanya. Dia benar-benar ketakutan, dia merasa kehidupannya seakan hendak berhanti saat ini juga

Jika boleh memilih, jika memang benar kedua orang tuanya sudah tiada, dia ingin mati saja dan berkumpul dengan kedua orang tuanya.

Sayangnya tidak ada yang peduli dan menyahuti teriakannya, hanya ada suara milik Meyra sendiri yang terdengar melengking dan bergema.

Pantulan suaranya seakan terdengar mengerikan di telinganya, seperti sebuah lolongan panjang yang membuat nyalinya menciut.

Meyra terdiam dengan tubuh yang mulai bergetar, dia kembali memperhatikan sekelilingnya. Tempat yang dia hinggapi terasa sangat gelap dan mengerikan.

"Oh Tuhan, jika ini hanya sebuah mimpi, tolong segera bangunkan aku dari mimpi buruk ini," do'a Meyra.

Tidak lama kemudian dia mendengar suara burung gagak yang bersahutan, terdengar sangat mengerikan. Hal itu kembali membuat Meyra ketakutan.

"Ya Tuhan, tolong aku. Aku sekarang berada di mana?" kata Meyra dengan air mata yang mulai berderai di pipinya.

Dia tidak menyangka jika hari ini dia akan mengalami hal yang benar-benar di luar nalarnya, walaupun dia ketakutan, walaupun kakinya terasa lemas, dia berusaha untuk berlari.

Sungguh dia sangat berharap untuk segera bisa keluar dari sana, dia sangat berharap bisa kembali ke kediaman sang ayah yang sudah dia tinggalkan selama lima tahun lamanya.

Saat dia sedang berlari, dia seperti melihat ada pantulan sinar rembulan tidak jauh dari sana. Meyra terlihat tersenyum senang, dia semakin kuat berlari, dia ingin tahu apa yang terlihat bersinar itu.

"Oh Tuhan, semoga saja itu adalah jalan keluar dari tempat terkutuk ini," pinta Meyra.

Kembali Meyra berlari untuk segera menggapai pantulan cahaya yang terlihat berkilau itu, dia sungguh berharap jika itu adalah pintu menuju alam dia bisa kembali.

"Hah! hah! hah!"

Meyra terlihat menghentikan langkahnya karena dia sudah merasa sangat lelah, kakinya terasa sangat sakit. Napasnya bahkan terlihat tersenggal.

"Laut, ada laut!" pekik Meyra.

Saat melihat lautan yang terbentang luas di hadapannya, dia berharap akan ada kapal yang lewat dan menyelamatkan dirinya dari sana.

Dia berdo'a dalam hatinya, semoga ada yang menemukan dirinya walaupun itu terasa sangat mustahil. Karena dia merasa jika kini dirinya terdampar di sebuah pulau yang tidak berpenghuni.

Kembali dia memperhatikan sekelilingnya, hanya ada hamparan air laut yang berwarna hitam. Semuanya terlihat hitam dan gelap, hanya ada pantulan cahaya bulan yang terlihat memberikan cahayanya.

Kembali Meyra mengedarkan pandangannya, bahkan dia sampai memutarkan tubuhnya agar bisa melihat ke sekelilingnya.

Ternyata hanya ada hutan belantara dan juga lautan di sekelilingnya, dia merasa mulai sesak napas. Udaranya seakan menipis di rongga dadanya, padahal angin berhembus dengan sangat kencang.

"Ya Tuhan, aku sangat takut. Talong aku Tuhan, aku harus bagaimana ini?" tanya Meyra lirih.

Meyra terlihat meluruhkan tubuhnya ke atas pasir, dia menangis seraya menggenggam pasir yang ada di hadapannya.

Sungguh dia benar-benar bingung dengan semua yang terjadi, semuanya terasa tidak mulai masuk akal.

Mulai dari menghilang ibunya, kecelakaan yang menimpa ayahnya, sampai ayahnya menghilang dan sekarang dirinya seperti terdampar di sebuah pulau yang tidak berpenghuni.

"Ayah, Ibu. Tolong Meyra!"

Meyra berteriak dengan sekuat tenaga, hal itu membuat burung-burung yang sedang tertidur di pulau tersebut nampak berterbangan dengan liar. Meyra terlihat sangat ketakutan menyaksikan akan hal itu, dia duduk dan memeluk lututnya sendiri.

Hanya terdengar suara tangisan dari bibirnya, dia benar-benar tidak tahu harus apa. Ini sudah malam, dia tidak bisa melihat apa pun dengan jarak pandang yang sulit dijangkau dalam kegelapan.

"Ayah, ibu. Tolong aku, aku takut," kata Meyra seraya terisak.

Beberapa kali dia mencoba untuk menenangkan dirinya, dia menghela napas panjang lalu mengeluarkannya dengan perlahan. Namun, tetap saja dia tidak bisa tenang.

"Ya Tuhan, tolong aku, Tuhan. Tolonglah aku, kasihanilah aku. Aku ingin kembali, aku ingin pulang. Kenapa aku bisa berada di sini? Di mana ini? Kenapa semuanya terlihat lain? Kenapa semuanya terlihat berbeda dengan bumi yang selalu kupijaki?"

Meyra terus saja menangis seraya memanggil nama ayah dan juga ibunya, tidak lama kemudian dia mendengar suara yang menurutnya sangat mengerikan.

Suaranya seperti hewan buas, hal itu membuat dia takut. Dia benar-benar ketakutan, dia takut jika malam ini adalah akhir dari hidupnya. Di mana dia akan mati karena dimakan binatang buas.

"Geeerrr!"

Meyra merasa jika hewan buas itu benar-benar semakin mendekat ke arahnya, napasnya terasa benar-benar sesak. Bahkan, kepalanya terasa berdenyut sakit.

"Geeerrr!"

Kembali dia mendengar suara mengerikan itu, antara takut dan juga ingin berlari yang Meyra rasakan saat ini. Namun, kakinya serasa tidak bisa untuk digerakkan.

Bahkan, mulutnya terasa tertutup rapat. Semua kata-kata yang ingin dilontarkan terasa tercekat di dalam tenggorokan, dia ketakutan.

Apalagi saat dia melihat sosok binatang buas yang sangat dia takuti, dia melihat Singa jantan yang terlihat begitu besar dengan bulu bulu indah yang menghiasi wajahnya.

Tubuh Meyra bergetar hebat, apalagi ketika Singa jantan itu mulai mendekatinya dan mengelilingi tubuhnya. Detik itu juga dia merasa tulang-tulangnya seakan mencelos dari tubuhnya.

Matanya yang hitam kecoklatan terlihat begitu indah terkena pantulan cahaya bulan, tapi tetap saja dia terlihat mengerikan.

"Me--menjauhlah dariku," kata Meyra terbata.

Hawa dingin seakan menusuk sampai ke tulang, pasokan oksigen seakan menghilang dari paru-parunya.

Meyra terlihat sesak napas, kepalanya semakin berdenyut dan tidak lama kemudian dia nampak tidak sadarkan diri. Tubuh Meyra ambruk di atas pasir putih yang terlihat buram karena tidak adanya cahaya.

Melihat Meyra yang tidak sadarkan diri, singa jantan itu terlihat menghampiri Meyra. Lalu dia mencium bibir mungil Meyra dengan sangat lembut.

Tidak lama kemudian, Singa jantan itu berubah menjadi sosok pria tampan, muda dan juga gagah.

Sayangnya dia kini dalam keadaan polos, tapi walaupun seperti itu, tanpa ragu dia menunduk dan mengecup kembali bibirnya yang terasa sangat manis.

"Akhirnya kamu datang, Meyra. Terima kasih karena sudah membuat aku bisa berubah kembali menjadi manusia walaupun hanya sementara," kata Singa jantan yang sudah berubah menjadi pria tampan itu.

***

Selamat sore Bestie, selamat membaca. Semoga kalian sehat selalu dan murah rezeky, terima kasih sudah mampir dan memberikan Like juga Komentnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!