LavCo 1
"Jual semua saham milik kakek dan punyaku," ucap Lavinia Xerses pada asisten kakeknya.
"Anda tak melanjutkan kuliah anda, Nona Lavia?" tanya Fred.
"Tidak, aku akan pergi ke Amerika," jawab gadis cantik itu dengan wajah datarnya.
"Dalam seminggu ini paman harus menjual semuanya agar aku bisa secepatnya pergi ke Amerika," lanjut Lavia.
"Aku tak menemukan Becca di mana pun dan dia sepertinya sudah kabur ke luar negeri," ucap Fred.
"Aku tak peduli lagi padanya," jawab Lavia dan beranjak dari kursi kebesaran kakeknya.
"Cepat urus saham itu dan jual semua aset kakek yang tersisa. Semoga Paman Fred bisa menjalankan perusahaan ini dengan baik," kata Lavinia.
"Aku ikut sedih dengan semua apa yang terjadi," ucap Fred.
Wanita cantik berambut panjang itu tampak tesenyum saja dan keluar dari ruangan kantor sang kakek.
Tampak beberapa pegawai menunduk hormat padanya. Lavia pun menyunggingkan senyumnya pada para pegawai.
Sesampainya di dalam lift, senyumnya menghilang dan matanya menerawang tajam.
"Kalian pikir bisa lepas dariku? Aku akan mencari kalian hingga ke ujung dunia sekalipun," gumamnya pelan.
*
Tiga hari kemudian ...
"Ini tiket anda dan alamat Samuel," ucap Fred memberikan amplop pada Lavia.
"Apakah anda yakin dengan hal ini, Nona?" tanya Fred.
"Hmm, Paman jangan khawatir. Aku bisa menjaga diriku di sana," jawab Lavi tersenyum.
"Dia tak ada di sana dan anda tahu hal itu," kata Fred.
"Justru itulah aku harus ke sana untuk mencari ke mana dia pergi," jawab Lavia.
"Hubungi aku jika butuh bantuan apa pun," ucap Fred.
"Ya, tapi selama uangku masih melimpah maka aku akan baik-baik saja, Paman," jawab Lavia.
"Apakah kau akan menetap di sana setelah menemukannya?" tanya Fred.
"Mungkin saja," jawab Lavia.
Fred tersenyum dan memegang tangan Lavia sebelum gadis itu pergi ke bandara.
*
New York, Amerika.
TING TONG ...
Terdengar bunyi bel di pintu apartemen mewah milik Rocco Robert.
Rocco beranjak dari sofanya dan menuju ke arah pintu depan.
CEKLEK ...
Rocco membuka pintu dan melihat seorang wanita dengan penampilan kuno dan kaca mata besarnya yang hampir memenuhi wajah kecilnya. Rambut coklatnya di kepang dua dan pakaiannya hanya menggunakan dress panjang sebetis dengan dipadukan sweater besar berwarna coklat.
Wanita itu membawa sebuah koper besar berwarna hitam.
Mata biru di balik kacamata itu melihat ke arah Rocco.
"Siapa kau?" tanya Rocco yang merasa tak mengenal wanita yang ada di depannya itu.
Wanita itu tersenyum lebar dan mengulurkan tangannya pada Rocco.
"Halo, aku Lavia, adik Samuel. Dia tinggal di sini, kan?" tanya Lavia.
"Dia sudah pulang ke Inggris beberapa minggu yang lalu," jawab Rocco.
"Dia tak pulang ke rumah, maka dari itu aku mencarinya kemari. Sudah sebulan dia tak memberiku kabar, jadi aku merasa sangat khawatir dan terbang ke New York untuk menemuinya," jawab Lavia.
Rocco mengerutkan keningnya.
"Dia hanya sementara tinggal di sini karena apartemennya sudah dijual tiga bulan yang lalu dan dia akan kembali ke Inggris serta menetap di sana. Jadi selama beberapa bulan dia tinggal di sini sampai akhirnya pulang ke Inggris beberapa minggu yang lalu," jawab Rocco.
"B-begitukah? Aku tak mengenal siapa pun di kota ini dan dia hanya memberiku alamat ini saja," ucap Lavia dengan wajah lugunya yang tampak panik.
"Tinggallah di sini untuk sementara dan kamarnya masih belum kubereskan sejak dia pergi dari sini," jawab Rocco.
Rocco tak tega mengusir gadis culun itu meskipun sebenarnya dia cukup enggan mengizinkan orang asing untuk tinggal bersama di apartemennya.
"Apakah itu tak masalah?" tanya Lavia dengan mata lebarnya.
"Tentu saja tidak. Kau adik temanku dan tak mungkin aku membiarkanmu pergi seorang diri di kota yang tak kau kenal ini," jawab Rocco tersenyum tipis.
"Masuklah," ucap Rocco.
"Terima kasih," sahut Lavia dengan menunduk berkali-kali pada Rocco.
"Santai saja. Aku antar kau ke kamarnya dulu. Mungkin kau butuh istirahat," kata Rocco.
"Terima kasih, Tuan," jawab Lavia tersenyum.
Lalu Rocco mengantarkan Lavia ke kamar yang kemarin sempat ditempati oleh Samuel.
"Istirahatlah," ucap Rocco ketika membuka kamar itu.
"Terima kasih," ucap Lavia lagi.
"Hmm, aku tinggal dulu. Aku ada di ruang tengah jika kau butuh sesuatu," kata Rocco.
"Siapa nama anda, Tuan?" tanya Lavia.
"Aku Rocco. Tak perlu memanggilku tuan," jawab Rocco dan berbalik pergi menuju ruang tengah lagi untuk melanjutkan pekerjaannya.
Lavia menyunggingkan senyumnya dan menutup pintu kamar lalu menguncinya.
Mata wanita itu tampak mengamati kamar yang berukuran 10x10 meter persegi.
"Apartemen yang sangat mewah," gumam Lavia berbisik.
Lavia menaruh kopernya di dekat sofa dan mulai membuka lemari satu persatu.
Tak menemukan apa pun, Lavia beralih ke walk in closet dan tak ada satu pun barang di sana.
Dalam hati Lavia mengumpat kesal dan kembali menuju ke arah ranjang. Dia memeriksa meja nakas dan hasilnya pun nihil.
"Dia tak akan menyembunyikannya di sini dan dia juga pasti akan membawanya," gumam Lavia berbisik.
Wanita itu kemudian duduk di atas ranjang dan membuka kaca mata besarnya.
Dia membuka kepangan rambutnya dan memijat kepalanya yang gatal dan pegal akibat kepangan itu.
Rambut panjangnya terurai indah dan dia merebahkan tubuhnya di atas ranjang itu.
Tangan kanannya membuka kaos kaki putih yang dipakainya dan membuangnya ke atas karpet.
"Sembunyi di mana kau, Kakakku tersayang?" gumam Lavia.
"Aku akan mencari tahu ke kantornya," Lavia bermonolog.
Tak lama kemudian matanya menutup karena merasa lelah dengan perjalanan jauh yang baru saja di lewatinya.
*
*
TOK TOK TOK ...
Ketukan di pintu kamar membuat Lavia terbangun dan membuka matanya.
Kamar terlihat sangat gelap dan dia baru menyadari bahwa ini sudah masuk waktu malam.
Lavia beranjak duduk dan menggelung rambutnya asal-asalan lalu memakai kaca mata dan berjalan cepat menuju ke arah pintu.
CEKLEK ...
"Ini sudah waktunya makan malam. Ayo kita makan malam bersama," ucap Rocco.
Lavia yang baru bangun tidur mengusap-usap matanya di balik kaca mata besar itu.
"Terima kasih, tunggu aku akan mencuci wajahku dulu," jawab Lavia tersenyum.
Rocco mengangguk. "Aku tunggu di meja makan," ucap Rocco.
Lavia mengangguk dan kemudian Rocco pergi dari sana.
Lavia menutup kembali pintunya dan menuju ke kamar mandi.
Wanita itu merapikan rambutnya dengan mengikatnya membentuk ekor kuda.
Setelah itu, Lavia mencari kaos kakinya dan memasangnya kembali karena kuku kakinya terlihat mencolok dengan hiasan manik-manik dan cat kuku berwarna merah menyala.
Kemudian wanita itu pun keluar dari kamar dan menuju ke area ruang makan yang ada di dekat ruang tengah dan dapur.
LAVCO 2
Lavia keluar dari kamarnya dan berjalan pelan menuju ruang makan.
Dia berjalan sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan di dalam apartemen mewah itu.
Lavia membenarkan letak kacamatanya dan kemudian duduk di depan Rocco.
"Berapa umurmu?" tanya Rocco.
"23 tahun," jawab Lavia sedikit menunduk dan kembali membenarkan letak kacamatanya yang membuat hidung mancungnya terasa tak nyaman.
"Makanlah," ucap Rocco.
Lavia mengangguk dan tersenyum.
Lavia yang memang sedang sangat lapar, langsung mengambil makanan itu dan memakannya dengan sangat lahap.
Tak ada obrolan di antara mereka dan Rocco hanya mengawasi gadis culun yang sedang lahap menyantap makan malamnya.
Setelah makan malam selesai, Lavia membereskan semua piring kotor dan memasukkannya ke dalam mesin cuci piring.
"Biar aku saja," ucap Lavia pada Rocco ketika Rocco akan membersihkan meja makannya.
"Kau tak punya pelayan?" tanya Lavia sembari mengelap meja makan minimalis itu.
"Punya, hanya saja dia datang seminggu tiga kali saja," jawab Rocco.
Lavia mengangguk dan kerja dengan cekatan.
"Sammy tak pernah menceritakan tentangmu," ucap Rocco.
Ucapan Rocco membuat Lavia berhenti melakukan pekerjaannya.
"Kami tinggal terpisah dan aku tinggal bersama kakek, jadi hubungan kami tak terlalu dekat," jawab Lavia.
"Maksudku, dia tak pernah mengatakan nama adik perempuannya. Dia hanya menceritakan bahwa meskipun kalian tak berhubungan dekat tapi dia selalu mengirimimu uang bulanan untuk berbelanja," ucap Rocco.
Lavia masih melihat ke arah Rocco.
"Dia bekerja di mana? Dia tak pernah mengatakan padaku di mana dia bekerja," kata Lavia.
"Di perusahaanku," jawab Rocco.
"Lalu dia mengundurkan diri?" tanya Lavia.
"Ya, dia berhenti dan mengatakan ingin pulang ke Inggris karena tak mau meninggalkan kau sendirian lagi," jawab Rocco.
"Dia tak pulang ke Inggris," ucap Lavia.
"Kau yakin?" tanya Rocco.
Lavia mengangguk.
"Sejak kapan kalian berteman?" tanya Lavia.
"Setahun yang lalu," jawab Rocco.
"Kalian berteman dekat?" tanya Lavia lagi.
"Tak terlalu. Tapi dia pegawai yang cukup cekatan, itulah alasanku menerimanya bekerja di perusahaanku. Aku cukup mengenalnya dan dia tak terlalu banyak bicara," sahut Rocco.
Lavia mengangguk dan melanjutkan lagi pekerjaannya.
"Aku akan ke kamarku dulu," ucap Rocco.
Lavia mengangguk dan tersenyum.
Rocco kembali ke kamarnya, sedangkan Lavia masih berada di dapur.
Kini pandangannya mulai menerawang seakan sedang memikirkan sesuatu.
Hingga bunyi bel membuat lamunannya buyar.
Lavia menuju ke arah pintu dan membukanya.
Seorang wanita dress mininya tampak terlihat di depan pintu.
"Kau siapa?" tanya wanita muda itu.
"Aku Lavia," jawab Lavia.
"Maksudku kau siapa? Apakah kau pelayan baru di apartemen Rocco?" tanya wanita itu lagi.
Lavia hanya menggeleng.
"Lalu siapa kau? Kau penyusup?" tanya wanita itu dengan mengerutkan keningnya.
"Dia adik Sammy," sahut Rocco yang sudah ada di belakang Lavia.
Lavia meminggirkan tubuhnya dan agak mundur.
"Adik Sammy? Wanita culun ini?" kata wanita itu dengan tatapan merendahkan.
Lavia mundur dan berbalik masuk kembali ke dalam apertemen.
"Ada apa kau ke sini?" tanya Rocco.
"Teman-teman kita akan ke club. Kau tak ikut?" tanya wanita yang ada di depan Rocco.
"Tidak, besok daddy akan datang, jadi aku harus mempersiapkan semua laporan perusahaan," jawab Rocco tanpa mempersilahkan wanita itu masuk.
"Kau tak menyuruhku masuk, Rocco?" tanya wanita itu lagi.
"Tidak, Kim. Aku sangat sibuk malam ini jadi pergilah," jawab Rocco dan menutup pintu itu.
"Hei, kau mengusirku?" sahut Kim dari luar.
Rocco tak mempedulikannya dan masuk kembali ke apartemennya.
Rocco tak melihat Lavia dan mungkin sudah masuk ke dalam kamarnya.
*
Lavia membuka semua pakaian longgarnya itu dan merebahkan dirinya di atas ranjang.
"Aku harus mencarinya," gumam wanita bermata biru itu.
"Aku akan tinggal di sini sampai aku menemukannya. Cukup mudah mengelabui pria itu sepertinya." Lavia bermonolog.
Lavia beranjak dari ranjang dan mennggelung rambut panjangnya yang indah kemudian menuju kamar mandi yang terlihat mewah itu.
Dia membuka semua pakaiannya dan mengisi bath tubnya dengan air penuh sabun. Lavia ingin berendam di air hangat agar rasa lelahnya berkurang.
Setelah bath tub terisi penuh, Lavia pun masuk ke dalamnya.
"Aaaahhh ... nyaman sekali," gumam Lavia sembari memejamkan matanya.
"Pintar sekali dia mencari teman yang kaya raya. Aku yakin dia pasti memanfaatkan semua teman konglomerat-nya untuk mendapatkan keuntungan dan pastinya uang," gumam Lavia lagi.
"Kali ini kau memilih musuh yang salah, Sammy," bisik Lavia menyunggingkan senyumnya.
*
Sinar matahari pagi belum terlihat, tapi Lavia sudah bangun dan membersihkan semua sudut apartemen Rocco.
Lavia bahkan memasak makan pagi untuk Rocco. Jus buah pun sudah tersedia di atas meja.
Rocco yang baru keluar dari kamarnya, melihat apartemennya sudah sangat bersih dan meja makannya sudah penuh makanan.
Rocco mengambil jus buah di atas meja dan meminumnya.
Pria itu tak melihat Lavia di sana dan mendengar suara di ruangan loundry.
Rocco berjalan menuju ruangan itu dan melihat Lavia sedang mencuci semua pakaian kotor milik Rocco.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Rocco.
"Kau sudah mengizinkanku tinggal di sini, jadi aku akan membantumu membereskan apartemen ini karena aku tak punya uang untuk membayarmu," jawab Lavia sembari membenarkan kacamatanya yang tampak selalu mengganggunya.
Rocco tertawa mendengar itu.
"Aku sudah punya pelayan, jadi keluarlah dari sana. Aku tak akan menarik bayaran darimu karena menumpang di sini," jawab Rocco.
"A-aku merasa tak enak jika tak melakukan apa pun," kata Lavia.
Rocco tersenyum dan menarik tangan Lavia.
"Ayo kita makan pagi bersama," ucap Rocco.
Lavia mengangguk dan mengikuti langkah Rocco kemudian melepas tangan Rocco yang memegang pergelangan tangannya.
"Apakah kau kedinginan?" tanya Rocco.
"Tidak," jawab Lavia.
"Kau selalu menggunakan kaos kaki sejak kemarin," kata Rocco.
"I-ini karena aku sudah terbiasa memakainya. Aku suka jika kakiku terasa hangat," jawab Lavia.
"Kebiasaan di Inggris?" tanya Rocco.
"Ya, aku tinggal di peternakan jadi aku terbiasa memakai kaos kaki," jawab Lavia seadanya.
Rocco hanya mengangguk dan berjalan ke arah meja makan.
Lalu mereka berdua pun makan pagi bersama.
"Nanti aku akan ke perusahaan, kau tak masalah kutinggal sendirian di sini, kan?" tanya Rocco.
"Bolehkah aku ikut ke perusahaan?" tanya Lavia.
Rocco melihat ke arah Lavia.
"Aku ingin bertanya pada teman-teman Sammy dan mencari tahu tentang dia," lanjut Lavia.
"Aku yang akan mencarinya nanti," jawab Rocco.
"Kau bisa mencarinya?" tanya Lavia.
"Ya, itu hal yang mudah bagiku," jawab Rocco.
"Jika kau sudah menemukannya, langsung beritahukan padaku dan jangan mengatakan apa pun pada Sammy tentang diriku. Dia akan menghindariku jika kau mengatakannya terlebih dulu. Aku hanya ingin menyampaikan pesan dari kakek sebelum kakek meninggal kemarin," kata Lavia.
"Kakekmu baru meninggal?" tanya Rocco.
Lavia mengangguk. "Dan Sammy sama sekali tak menghubungi kami meskipun tahu kabar itu," jawab Lavia.
Rocco hanya mengangguk seakan mengerti apa yang terjadi pada keluarga mereka.
LavCo 3
Lavia seharian berada di apartemen karena Rocco menjanjikan bahwa dia yang akan mencari keberadaan Sammy.
Hari itu pelayan datang setelah Rocco pergi ke perusahaan.
"Halo, Nona," ucap pelayan itu.
Lavia tersenyum dan mengulurkan tangannya.
"Namaku Lavia," sahut Lavia.
"Namaku Rosa," jawab pelayan paruh baya itu.
"Anda adik Sammy?" tanya Rosa.
Lavia hanya mengangguk.
"Kalian tampak berbeda dan sama sekali tak mirip," jawab Rosa.
"Banyak yang bilang begitu. Aku mirip ibuku dan dia mirip ayahku," sahut Lavia.
Lalu Lavia menuju ke arah dapur dan membereskan beberapa piring kotor.
"Biar aku saja yang membereskannya, Nona," ucap Rosa.
"Tak apa-apa, Bibi Rosa. Aku sudah terbiasa seperti ini. Aku tak ada kegiatan apa pun, jadi aku akan membantumu sembari mengobrol denganmu," jawab Lavia dengan ramah.
Rosa tersenyum melihat sikap humble Lavia, yang sangat berbeda dengan Sammy.
"Kakakmu sangat pendiam dan tak banyak bicara," ucap Rosa sambil menuju ke arah tempat vacuum cleaner.
Lavia menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah Rosa.
"Aku tak terlalu dekat dengan kakakku karena kami tinggal terpisah sejak kecil. Aku bersama kakekku dan dia bersama ayahku," kata Lavia.
"Oh begitu ya. Pantas saja kepribadian kalian sangat berbeda," sahut Rosa.
"Ceritakan bagaimana kesehariannya di sini," kata Lavia tersenyum.
Rosa lalu mengingat-ingat apa yang bisa diceritakannya tentang Sammy pada Lavia.
"Dia pendiam dan jarang keluar kamar. Tuan Rocco dan Sammy juga tak terlalu dekat meskipun Tuan Sammy tinggal di sini selama beberapa bulan saja," jawab Rosa.
"Mereka atasan dan karyawan, kan? Mengapa Tuan Rocco begitu mudah membawa karyawannya untuk tinggal di apartemennya?" tanya Lavia.
"Entahlah, mungkin karena Tuan Sammy tak terlalu banyak bicara dan membuat Tuan Rocco tak terlalu terganggu dengan kehadirannya di sini," jawab Rosa.
Lavia hanya mengangguk.
"Apakah dia pernah menerima tamu wanita selama dia tinggal di sini?" tanya Lavia lagi.
"Tidak, seingatku dia tak pernah menerima tamu, baik laki-laki atau pun perempuan," ucap Rosa sambil membersihkan karpet ruang tengah.
Lavia mengikuti Rosa dan berdiri di dekatnya.
Lalu Rosa berjalan melewati kamar Lavia dan menuju kamar Rocco.
Kemudian Rosa berhenti dan menoleh ke arah Lavia.
"Kau ingin kamarmu dibersihkan?" tanya Rosa.
"Ya, karpetnya sedikit berdebu kurasa," jawab Lavia.
"Maaf, karena sebelumnya Tuan Sammy tak membolehkanku untuk membersihkan kamarnya. Dia bilang dia akan membersihkannya sendiri," ucap Rosa.
"Jadi bibi tak pernah masuk ke kamarnya?" tanya Lavia.
Rosa mengangguk dan masuk ke kamar yang ditempati oleh Lavia.
Lalu Lavia tak bertanya apa pun lagi pada Rosa. Dia masuk ke dalam kamar mandi.
Lavia membuka sweater putihnya dan juga dress panjangnya yang seperti nenek-nenek itu.
Kemudian ia juga membuka kaos kakinya lalu keluar dari kamar mandi.
Ketika keluar dari kamar mandi, Lavia tak melihat bibi Rosa lagi.
Lavia mengurai rambutnya dan menaruh kacamatanya di atas meja nakas.
Lavia mengambil ponselnya dan menelepon seseorang.
"Paman meneleponku tadi pagi?" tanya Lavia Fred.
"Apa yang kau lakukan, Lavia?" Fred bertanya balik.
"Apa maksud, Paman?" sahut Lavia dengan santainya.
"Ini tentang Becca," kata Fred.
"Becca? Apakah paman sudah menemukannya?" tanya Lavia tersenyum miring.
"Lavia, kau gila?" tanya Fred tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Lavia.
"Tidak, aku sangat waras. Itu lah sebabnya aku mencari Sammy selagi aku masih baik-baik saja," jawab Lavia.
"Aku melakukannya dengan sangat terencana dan tak ada siapa pun yang terlibat kecuali aku dan Becca saja," lanjut Lavia.
Fred terdiam dan tak menanggapi ucapan Lavia.
"Kakek tak akan suka kau seperti ini," ucap Fred.
"Tidak mungkin. Kakek adalah pendukungku nomer satu," sahut Lavia.
"Seharusnya kau melanjutkan keinginan kakek untuk menyelesaikan kuliahmu di Australia," kata Fred.
"Aku tak butuh itu saat ini. Otakku akan terganggu jika Sammy belum kutemukan," jawab Lavia.
"Apa yang akan kau lakukan padanya jika kau menemukannya?" tanya Fred khawatir.
"Entahlah, belum kupikirkan," jawab Lavia.
TOK TOK TOK...
Terdengar ketukan dari pintu kamar Lavia.
"Aku akhiri obrolan ini, Paman. Bye," kata Lavia dan menutup teleponnya.
Lavia mengambil kacamatanya dan menggelung rambutnya lalu beranjak dari ranjang dan berjalan menuju pintu.
CEKLEK ...
"Ada apa, Bibi?" tanya Lavia melihat ke arah Bibi Rosa.
"Ada teman Tuan Rocco dan ingin menemui anda," ucap Rosa.
"Siapa?" tanya Lavia berharap bahwa itu adalah Sammy.
"Entahlah, dia seorang wanita dan aku belum pernah melihatnya," jawab Rosa.
"Baiklah, aku akan mengambil sweaterku dulu," sahut Lavia dan mengambil jaket rajunya yang disampirkan di kursi sofa.
Lavia berjalan ke arah ruang tamu dan melihat ke arah wanita yang ingin menemuinya.
"Ya, ada apa?" tanya Lavia melihat wanita dengan penampilan elegan itu.
Wanita itu melihat ke arah Lavia dan memandanginya dari ujung kaki ke ujung rambutnya.
"Kau melihat sesuatu yang aneh dariku?" tanya Lavia melipat tangannya di depan dada.
"Apakah kau adik Sammy?" tanya wanita itu.
"Ya, ada masalah?" Lavia bertanya balik.
Wanita itu mengerutkan keningnya.
"Kau Becca?" tanya wanita itu lagi.
Lavia melihat tajam ke arah wanita itu.
"Siapa kau?" tanya Lavia.
"Aku Maryla -- teman Sammy dan kami cukup dekat di perusahaan. Aku, Rocco dan Sammy berteman. Aku tanya sekali lagi, apakah kau Becca?" tanya wanita serius.
"Aku Lavia. Apa saja yang kau tahu tentang Sammy? Kau pasti tak tahu tentang aku, kan? Karena kami berasal dari ibu yang berbeda," dalih Lavia dengan sikap tenangnya.
"Kau pikir aku akan percaya begitu saja?" tanya Maryla.
Lavia tertawa pelan.
"Bawa Sammy menemuiku jika kau bisa. Dia yang akan menjelaskan semuanya nanti," ucap Lavia.
"Kau kemari karena ingin mendekati Rocco, bukan? Dan kau memakai nama Sammy untuk tinggal di sini," jawab Maryla.
Lavia tertawa mendengar ucapan Maryla yang sangat di luar ekspektasinya.
"Ya Tuhan, jadi kau cemburu aku tinggal di sini dan menuduhku ingin menggoda Rocco, begitu?" sahut Lavia dengan tawanya.
"Kau menyukai, Rocco? Oh my ..." lanjut Lavia yang masih tertawa karena hal ini.
Sama sekali tak terlintas di benaknya untuk menggoda pemilik apartemen ini. Target utamanya hanya Sammy dan dia akan pergi dari apartemen ini setelah menemukan Sammy.
"Kau pikir ini lucu? Aku akan mengatakan pada Rocco tentang semua ini. Kau bukanlah adik Rocco dan kau menyamar hanya untuk mendekati Rocco. Aku sangat hafal otak matrealistismu itu. Kau mengincar harta keluarga Robert, kan?" sahut Maryla.
"Robert? Siapa Robert?" tanya Lavia dengan mengerutkan keningnya karena memang tak mengerti apa maksud Maryla mengatakan tentang keluarga Robert dalam pembicaraan mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!