Memiliki kehidupan yang tenang dan damai tentu adalah impian semua orang. Tak terkecuali bagi seorang gadis kecil bernama Rachelia Edward. Lahir dari keluarga kaya raya, hidup bergelimang harta dan penuh cinta dari kedua orang tua. Bukankah itu terdengar sangat sempurna?
Namun, beribu-ribu sayang, di dunia ini tidak ada yang sempurna, sebab kesempurnaan hanyalah milik Sang Pencipta. Kesempurnaan yang dulu dimiliki oleh Rachel kini tinggal kenangan belaka.
2002
"Happy birthday to you.. happy birthday to you.." suara nyanyian penuh kebahagiaan terdengar malam itu dari dalam sebuah rumah mewah milik sang ketua mafia Red Sword yang sekaligus merupakan CEO dari perusahaan besar bernama Edward Group. Malam itu merupakan malam perayaan ulang tahun yang pertama untuk Rachelia Edward, putri semata wayang Edward Davidson dan Vera M. Ramsey.
"Happy birthday my little angel," ucap Vera pada sang putri sembari mencium pipi kiri Rachel.
"Happy birthday my beauty girl," ucap Edward sembari mencium pipi kanan Rachel.
Semua orang dalam rumah itu bertepuk tangan ria, seolah mereka ikut merasakan kebahagiaan dari keluarga kecil tersebut.
Meski acara tersebut hanya dirayakan oleh kedua orang tua beserta para pelayan dan bodyguard dirumah itu, acara tetap berlangsung sangat meriah.
Dor.. dor.. dor
Nola, seorang bodyguard yang khusus menjaga Rachel kecil, tiba-tiba memasang posisi siaga didekat anak kecil itu saat mendengar suara tembakan jarak jauh dari penembak jitu, tembakan tersebut berhasil mengenai 2 bodyguard yang sedang berjaga dijendela.
Keadaan tiba-tiba menjadi kacau, para pelayan menjadi panik seketika, sementara Edward dan Vera juga sedang dalam posisi siaga dengan senjata ditangan mereka.
Tak lama berselang setelah terdengar suara tembakan, beberapa orang dengan seragam serba hitam datang menyerbu rumah mewah itu dengan senjata. Para bodyguard yang ditugaskan menjaga rumah mulai dari depan gerbang rumah hingga depan pintu rumah semuanya habis tak tersisa.
"Nola, tolong selamatkan putriku, bawa dia bersembunyi. Kami akan menjemputnya setelah kami menyelesaikan masalah ini," kata Vera dengan raut wajah khawatir. "Tapi, jika sesuatu terjadi pada kami, kami mohon rawatlah putriku dengan baik, dan jauhkan ia dari dunia bawah tanah seperti yang kami lalui saat ini. Aku percayakan putriku padamu," lanjut Vera sendu saat satu persatu orang berseragam hitam itu mulai masuk ke dalam rumah.
"Ba-baik nyonya, tapi aku akan membantu kalian dulu sebisaku setelah itu aku akan lari membawa Rachel," tukas Nola tak tega meninggalkan majikannya dalam bahaya.
"Tidak Nola, pergilah sekarang, tidak ada waktu lagi. Bawalah dia bersamamu. Dan ini, ini adalah tabungan hidup Rachel yang sudah ku persiapkan dari dulu secara rahasia, gunakan ini untuk memenuhi kebutuhan hidup Rachel," kata Vera memberikan sebuah buku rekening yang di dalamnya tertulis nominal yang sangat fantastis, bahkan sampai Rachel memiliki cucupun, uang itu tak akan habis.
"Baik, maafkan aku nyonya," lirihnya lalu pergi meninggalkan rumah itu melalui jalan rahasia bawah tanah yang tembus ke hutan di belakang rumah mewah tersebut.
Belum jauh Nola meninggalkan rumah itu bersama Rachel, tiba-tiba terdengar bunyi ledakan dari rumah mewah itu.
Duarrr
Nola sontak berbalik ke belakang melihat rumah majikannya, namun sayang sekali, rumah mewah yang dulu begitu indah kini tinggal bayangan, saat ini yang terlihat hanya rumah yang sudah hancur dibeberapa bagian, dan api yang dengan rakusnya melahap rumah itu hingga tak tersisa.
Tanpa disadari, bulir air mata berhasil lolos dipipi Nola. Bagaimana tidak, kedua orang tua Rachel meskipun mereka seorang mafia, namun mereka memperlakukan pelayan dan bodyguard seperti keluarga sendiri tanpa membeda-bedakan status. Kecuali jika ada dari mereka yang berkhianat, maka tidak ada ampun baginya.
2007
Disebuah Desa kecil
Derap langkah kaki seorang gadis kecil berusia 6 tahun yang sedang berlari terdengar disekitar rumah yang sangat sederhana namun memiliki halaman belakang yang cukup luas.
Dengan beban berat yang diikatkan di kaki, tangan dan punggungnya, gadis itu berusaha keras berlari.
"Hosh hosh hosh, lelahnya," keluh gadis kecil itu yang tak lain adalah Rachel dengan nafas tersengal-sengal.
"Baru 3 putaran Michel, masih ada 2 putaran lagi sebelum kamu berangkat ke sekolah.
Ya benar, Nola memberikan identitas baru kepada Rachel, ia mengganti nama Rachel menjadi Michel untuk menyembunyikan identitas aslinya jika saja ada orang yang mencarinya. Ia juga mengangkat Rachel sebagai anaknya, dimana penduduk desa tahu kalau Rachel adalah anak kandungnya yang ia bawa pulang dari kota bersama suaminya.
Ia mendidik Rachel dalam kehidupan yang sederhana di desa itu, dan tentu ia juga mendidiknya dengan ilmu bela diri sejak kecil agar kelak ia mampu menjaga dirinya sendiri saat jauh dari Nola.
"Tunggu sebentar, Ma, Michel lelah sekali," cicit Michel yang terduduk diatas tanah sambil mengipas wajahnya dengan tangan mungilnya.
Rachel kecil yang kini bernama Michel merupakan gadis cantik dan jenius. Namun oleh Nola, Michel dibuat seperti gadis culun yang selalu menggunakan kacamata dengan rambut yang selalu dikepang dua.
Di usianya yang baru menginjak 6 tahun, ia sudah mahir dalam berbagai teknik bela diri, tidak hanya itu, mengutak-atik komputer juga adalah hobinya. Nola yang tahu akan hobi dan kemampuan Michel tentu memfasilitasinya dengan menyediakan segala sesuatu yang dapat menunjangnya lebih mahir dalam bidang tersebut.
Michel merupakan anak yang sangat patuh, meskipun selalu dituntut untuk menutupi wajah aslinya dengan kacamata yang aneh menurutnya, ia tidak pernah mempermasalahkannya. Setiap keluar rumah, ia akan menggunakan kacamata itu, kacamata yang sebenarnya untuk mata normal, namun didesain khusus menyerupai kacamata yang memiliki lensa tebal.
"Sayang, bagaimana keadaan dipintu masuk desa ini, apakah ada orang mencurigakan yang masuk?" tanya Nola kepada Robert suaminya yang juga seorang bodyguard. Bersama teman-temannya, mereka membantu Nola menjaga putri majikan mereka.
"Sampai saat ini semuanya aman sayang, tenang saja, kami akan selalu memantau pintu masuk desa dan Michel dari jauh," jawab Robert.
-Bersambung-
Assalamu 'alaikum, selamat datang di karya ketigaku setelah "Kisah Cinta Dua Mutiara" (Novel), dan "Bukan Cinta Monyet" (Chat Story).
Mohon dukungannya selalu, melalui like, koment, vote dan gift nya. Terima kasih dan semoga bermanfaat.
Author:
UQies
Waktu terus berjalan, Michel kecil kini telah tumbuh menjadi gadis cantik yang tangguh dan cerdas. Usianya kini telah memasuki 15 tahun, dan dalam waktu satu tahun ke depan, ia akan segera lulus dari Sekolah Menengah Atasnya. Kecerdasannya yang diatas rata-rata, membuat Michel masuk dalam program akselerasi disekolahnya, sehingga usianya saat ini lebih muda dibanding teman-teman sekelasnya.
Hingga saat ini, Michel masih setia dengan kacamata bulat khasnya dan rambut yang selalu di kepang dua. Sehingga banyak temannya dan orang-orang di desanya yang masih saja memandang remeh padanya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang dengan mudahnya mengatakan Michel adalah gadis culun dan jelek, mereka juga selalu berusaha merundungnya, meski usaha mereka selalu gagal.
Jika dulu ia menangis saat di perlakukan buruk oleh temannya, maka sekarang tidak lagi. Nasehat Nola saat itu masih ia ingat jelas sampai saat ini.
"Menangis tidak akan menyelesaikan apa-apa jika kamu lakukan dihadapan orang banyak, justru itu akan membuatmu terlihat lemah dimata orang lain. Meskipun menangis itu manusiawi, tapi menangislah hanya saat kamu sendiri, sebab akan ada saja orang yang tertawa puas saat melihatmu menangis, meskipun mungkin ada juga orang yang ikut sedih ketika melihatmu menangis."
Pengalaman demi pengalaman dari perlakuan buruk teman-temannya selalu ia jadikan pelajaran untuk membentuk perlindungan bagi dirinya untuk kedepannya.
Hari ini, Michel berjalan menyusuri lorong sekolah menuju ke ruang kelasnya. Tatapan remeh dan aneh dari temannya tidak lantas membuat Michel merasa rendah diri. Ia justru terlihat santai dan acuh, hingga ia tiba di depan pintu kelasnya. Sejenak ia berhenti di depan pintu itu lalu menelisik ke setiap sudut pintu, apakah ada sesuatu mencurigakan yang kiranya dapat mengenai dirinya saat ia berjalan masuk ke ruangannya.
Dan benar saja, ia melihat sebuah tali terselip di atas pintu, yang kemungkinan saat Michel memaksa membuka pintunya, maka pintu itu akan menarik sesuatu dan mengenai dirinya pada akhirnya.
Dengan lincah, Michel memotong tali itu dan menyambungkannya pada sebuah karet gelang, sehingga jika pintu itu dibuka sedikit, maka itu tidak akan menyebabkan pergerakan pada barang yang rencananya akan tertarik ke arahnya. Namun, jika pintunya dibuka lebar, maka barang tersebut akan tertarik lebih keras dari sebelumnya.
Ceklek
Michel membuka pintu sedikit dengan perlahan. Semua mata teman-teman kelasnya tertuju padanya kali ini, seolah-olah mereka sedang menantikan sebuah pertunjukan seru di hadapan mereka. Namun sayangnya, pertunjukan itu tidak terjadi, Michel dapat melihat dengan jelas raut wajah bingung dan kecewa dari beberapa temannya terutama Darco dan Dara, saudara kembar yang kemungkinan menjadi pencetus ide gila itu.
Dengan senyum tipisnya, Michel duduk dibangkunya. Kini gilirannya untuk menonton sebuah pertunjukan tidak terduga.
“ck, kali ini apa lagi sih masalahnya sampai rencanaku tidak berhasil?” lirih Darco sambil berjalan ke arah pintu dan diikuti oleh Dara. Mereka merasa kesal karena rencana mereka selalu saja gagal. Tanpa pikir panjang, Darco langsung membuka lebar pintu kelas itu, dan
Bugh
Sebuah penghapus papan tulis kapur berhasil mendarat tepat di wajahnya. Dara yang melihat saudara kembarnya terkena penghapus itu ikut meringis. Seolah ia dapat merasakan rasa sakit dan malu yang datang di waktu yang sama. Wajah yang awalnya tampan kini berubah bak badut sirkus dengan taburan serbuk kapur putih yang menempel sempurna di wajahnya.
Beberapa teman kelas Michel sontak tertawa melihat pertunjukan itu, namun tidak sedikit yang langsung pura-pura tidak melihat demi menjaga perasaan sahabatnya itu, apalagi saat mendapat tatapan tajam dari Darco.
Michel sendiri sempat tertawa pelan namun ia langsung berpura-pura acuh saat Darco dan Dara beralih menatap tajam padanya.
--
Di sebuah markas
"Bagaimana? apa kau sudah menemukan anak Edward yang bernama Rachelia Edward?" tanya seorang pria dewasa dengan tubuh tinggi besar.
"Belum tuan, kami sudah berusaha mencarinya kemana-mana, bahkan sampai ke luar negeri, namun hasilnya nihil," ujar pria yang di duga anak buah dari pria besar itu.
"Si*l, dimana sebenarnya anak itu? Aku sangat yakin kalau sampai saat ini dia masih hidup."
-Bersambung-
Pagi hari Di sebuah mansion mewah
"Hey, apa yang kalian lakukan? Mengapa kalian hanya duduk saja dan tidak melatih putraku?" bentak pria bertubuh besar yang tak lain adalah Darold Archer ketua dari klan mafia bernama Black Wolf.
"Maaf tuan, tuan muda sejak tadi tidak ingin berlatih, kami sudah membujuknya sebisa kami, namun tuan muda tetap tidak ingin keluar dari kamarnya," ujar salah satu pelatih bela diri Calvin.
Sementara di kamarnya, Calvin seorang anak remaja berusia 17 tahun justru sedang asik membaca komik sambil berbaring di atas kasurnya yang empuk.
Tok tok tok
"Masuk," sahut Calvin santai.
"Calvin! Daddy menyuruhmu berlatih bukan bermalas-malasan seperti ini," geram Darold kepada putra tunggalnya itu.
"Maaf Daddy, hari ini Calvin lelah sekali, bisakah jika latihan hari ini diliburkan dulu?" rengek Calvin.
"Tidak bisa, jika berlatih saja kau sulit disiplin, bagaimana kau bisa jadi pemimpin!" cecar Darold, "sekarang pergilah berlatih, atau semua koleksi komikmu ini Daddy bakar sampai tidak tersisa," lanjut Darold mengancam.
"Iya Dad, Calvin akan berlatih sekarang." Calvin bangkit dari tempat tidurnya dengan malas lalu keluar menemui pelatihnya.
-
"Calvin berlatihlah dengan tekun, kau adalah satu-satunya calon pewaris kepemimpinanku, jika kau tidak disiplin dan tekun berlatih, maka kau tidak akan bisa menghadapi musuh dan pesaingmu." Papar Darold pada Calvin yang saat ini tengah berlatih.
"Iya Dad, Calvin mengerti," sahut Calvin.
--
Pagi ini, Michel sedang melakukan rutinitas paginya dengan berlatih sebelum berangkat ke sekolah.
"Mama, kenapa setiap akan latihan, Michel selalu disuruh bawa beban ditangan, punggung dan kaki Michel?" tanya Michel asal untuk mengalihkan perhatiannya dari rasa lelah yang mulai menghampirinya.
"Karena dengan mengangkat beban, kekuatan otot tangan, punggung dan kakimu bisa bertambah, dan juga bisa membuat ototmu terasa lebih bugar," jelas Nola.
"Tapi Ma, Michel kan sudah kuasai teknik bela diri yang mama dan papa ajarkan, Michel bahkan sudah remaja, tentu kekuatan Michel semakin kuat. Jadi kenapa harus latihan seperti ini lagi?" tanya Michel lagi.
"Menguasai teknik saja tidak cukup tanpa kekuatan dan kebugaran otot, Michel. Bahkan meski usiamu sudah remaja, jika kekuatan ototmu tidak dilatih, maka yang ada kekuatanmu hanya sampai disitu saja, tidak akan meningkat. Jika kamu memukul lawan, namun pukulanmu sendiri tidak memiliki kekuatan, bagaimana kamu akan melumpuhkan lawan?" terang Nola
"Oh gitu yah Ma," sahut Michel sembari mengangguk.
"Coba deh, sekarang kamu angkat beban itu dengan tanganmu." Michel mengikuti instruksi Nola dengan mengangkat beban yang lumayan berat.
"Nah, tahan sampai 30 menit yah jangan dilepas," ujar Nola.
"Baik Ma." Michel menuruti perintah Nola, meski sesekali ia menghapus peluh yang semakin gancar keluar dari keningnya, ia tetap berusaha bertahan.
Hingga 30 menit pun berlalu.
"Michel, sekarang turunkan bebannya." Michel kembali menuruti instruksi Nola.
"Nah, sekarang coba gerak-gerakkan tanganmu, dan coba juga ayunkan pukulanmu pada samsak tinju itu." Nola mengarahkan Michel.
Michel mulai menggerak-gerakkan tangannya, kemudian iya mengayunkan pukulannya pada samsak tinju.
Bugh
"Apa yang kamu rasakan Michel?" tanya Nola.
"Rasanya tanganku seperti sangat ringan Ma, terus saat memukul, aku seperti memukul pelan tapi ternyata sangat keras." Nola tersenyum mendengar jawaban Michel.
"Nah, itu dia maksud mama, sekarang kamu sudah paham kan?" tanya mama Nola dan Michel pun mengangguk paham.
-
"Ma, Michel berangkat sekolah dulu yah,"
kata Michel saraya meraih tangan Nola dan mencium punggung tangannya.
"Iya, hati-hati yah Michel, ingat selalu pesan mama," seru Nola sembari melambaikan tangan pada Michel yang semakin menjauh dari pandangannya.
Seperti biasa di sekolah, Michel mendapat perlakuan buruk yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Bahkan, semakin banyak teman sekolahnya yang tidak menyukai Michel karena kejeniusannya.
Tentu saja, Michel tidak akan menghiraukan itu semua, karena ia tahu, menghiraukam atau bahkan meladeni mereka, hanya akan membuang-buang waktu dan tenaganya secara percuma.
Seperti saat ini, Michel sedang kebagian tugas membersihkan toilet. Saat sedang fokus menyikat lantai, melalui genangan air di lantai, ia melihat pantulan bayangan Naya hendak menyiramkan air kepadanya.
Michel berusaha bersikap tenang, ia memilih untuk berpura-pura tidak tahu terlebih dahulu, namun saat Naya hendak menyiramkan air, Michel memanjangkan kaki lenturnya ke belakang sehingga mengenai kaki Naya dan itu berhasil membuat Naya kehilangan keseimbangannya berdiri dilantai yang licin. Alhasil, air yang hendak ia siramkan ke Michel justru berbalik menyiram dirinya sendiri akibat terjatuh.
"Ahh si*l," pekik Naya melihat Michel yang menampilkan wajah polosnya tanpa menoleh ke arahnya. Namun, saat melewati Naya, senyuman tipis muncul di bibirnya.
Kini jam pelajaran telah usai, semua anak-anak berhamburan untuk pulang ke rumah masing-masing, tak terkecuali Michel.
Dengan santai, Michel melangkahkan kakinya menyusuri jalan yang agak sempit menuju ke rumahnya yang berada di belakang desa.
"Kakak, itu dia orangnya." Naya mengadukan apa yang ia alami tadi kepada kakak sepupunya yang berusia 18 tahun.
Langkah Michel seketika terhenti saat dihadapannya berdiri seorang laki-laki yang tubuhnya lebih tinggi darinya.
"Hey bocah, berani sekali kamu membuat adik kesayanganku basah kuyup! apakah aku harus memberimu pelajaran agar kau sadar?" sungut Bram, kakak sepupu Naya.
"Aku tidak pernah membuat Naya basah kuyup, dia basah karena ulahnya sendiri," kata Michel santai. Meski tubuh Michel lebih kecil dari Bram, namun ia sama sekali tidak merasa takut.
"Tetap saja, dia basah karena kamu yang membuatnya terjatuh," hardik Bram tak ingin kalah.
Michel tersenyum miring mendengar pembelaan Bram. "Pantas saja Naya berani merundungku, rupanya dibelakangnya ada kakak yang bukannya menegur kesalahannya, tapi malah mendukungnya, kasihan sekali.”
Bram sempat melongo mendengar perkataan Michel yang sangat berani dihadapannya, dan dia mengakui apa yang dikatakan Michel itu benar, hanya saja ia tidak ingin menelan ludahnya kembali.
"Berani sekali kau berkata begitu padaku," geram Bram mendekati Michel dan hendak mendorongnya ke belakang, namun dengan cepat Michel menghindar sehingga membuat Bram hampir terjatuh.
Bram memperbaiki posisinya kembali dan hendak memukul Michel, namun sekali lagi Michel berhasil menghindar. Michel ingin segera pergi, ia merasa tidak ingin meladeni Bram, namun Bram berhasil menangkap tangannya.
"Mau pergi kemana kamu?," ujar Bram sedikit meninggikan suaranya.
Tanpa berkata-kata, Michel langsung menendang sela*******n Bram dengan keras.
"Auu." Bram meringis sambil memegangi alat vitalnya itu.
Tentu saja itu adalah kesempatan yang baik untuk Michel segera pergi, ia tidak ingin ada yang melihatnya berkelahi, karena itu hanya akan menambah masalahnya nanti.
"Astaga, berani sekali anak itu," pekik Bram sangat dongkol dengan perlakuan Michel kepadanya.
-Bersambung-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!