Netra ini tak berkedip menatap laki-laki tinggi tegap yang sedang asik ngobrol dengan teman-teman sesama alumni semasa SMA dulu. Ya, dia Pandu Aditama. Laki-laki yang sejak dulu ku impikan. Mencintainya dalam diam, sosoknya yang supel, dengan penampilan yang semakin menarik. Kulitnya yang putih, matanya yang sipit tapi punya tatapan yang tajam, dan sekarang tubuhnya semakin terlihat berisi dengan bodinya yang tinggi tegap. Laki laki yang kini menjadi salah satu perwira tinggi di Tentara Angkatan udara itu telah menghipnotis mata ini agar tak lepas dari memperhatikan semua gerak geriknya.
Bahkan sejak tadi, terlihat Pandu juga sering mencuri tatap ke arahku, senyum manisnya terbit begitu indahnya tatkala mata kami saling bertatapan. Aaah cinta yang lama terpendam kini semakin merekah.
" Ra, aku perhatikan kamu sama Pandu saling lirik, sepertinya aku mencium bau-bau tidak enak nih." tiba tiba Soni datang menghampiri dan langsung menembak ku dengan ucapannya yang ceplas-ceplos. "Apa an sih, sok tau kamu. kebiasaan deh." sahutku salah tingkah. Soni adalah salah satu teman yang dekat denganku, dia sering curhat dengan semua masalahnya. Soni terkenal sebagai Playboy kelas teri, bahkan istrinya sudah tiga, tapi sebagai sahabat dia sangat baik dan menjaga. Itulah yang aku suka darinya dalam persahabatan kami.
" Tadi, dia minta no WA kamu. Gimana, dia keren kan sekarang? tapi sayangnya dia sudah punya istri." lanjut Soni dengan ekspresi jahilnya.
"Dia sudah menikah Son? sayang ya, sepertinya aku harus patah hati untuk kedua kalinya." Soni tertawa lebar, sepertinya sengaja ingin meledekku. Dari dulu cuma Soni yang tau seperti apa perasaanku pada Pandu, bahkan aku sering menangis kala melihat pandu bersama wanita lain. Pandu memang salah satu siswa populer saat itu, banyak siswi yang mengejarnya, bahkan dia seringkali berganti pasangan. Tapi entah kenapa hati ini masih terus berharap cinta pada laki laki play boy sepertinya. Dan sialnya, sampai sekarang rasa itu, masih tetap sama, bahkan semakin menggila.
"kalau kamu yakin dan sanggup dengan resikonya, perjuangkan cintamu Ra. Karena aku yakin, Pandu juga menyimpan rasa ke kamu."
" Dari mana kamu tau? jangan mendorongku untuk jadi pelakor kamu Son, dasar teman menyesatkan." sungutku kesal pada sahabat karibku itu.
"eeh, bukan pelakor, tapi istri kedua pak perwira." hahahaa suara tawa Soni semakin membuatku kesal. Bisa bisanya dia bicara seenaknya tanpa di filter, bahkan banyak pasang mata yang tertuju pada kami. Duh malunya, tapi bagaimana lagi, dari dulu Soni memang begitu. Padahal sekarang ini dia sudah menjadi polisi yang bertugas di Polsek, tapi sifat cueknya tidak pernah hilang.
" Sudah, malu aku dilihatin orang. Bagaimana kalau ada teman kita yang dengar. Malu lah Son." sungutku pada Soni yang malah cengengesan tak jelas, bahkan nampak Pandu sedang menatap ke arah kami dengan tatapan yang entahlah, jujur aku jadi salah tingkah, jantung sudah tak bisa aku kendalikan.
" Terus saja kamu ketawa sampai bibirmu kering, sudah, aku mau pulang." malu dan salah tingkah, akhirnya membuatku ingin pergi dari tempat dimana kami sedang berkumpul, mengenang masa masa sekolah dulu.
"Mau kemana kamu Ra, kenapa buru buru?" sapa Linda, saat melihatku berjalan cepat keluar dari acara yang dibuat di salah satu rumah makan dengan nuansa taman yang indah.
"mau pulang Lin, aku duluan ya." pamit ku pada perempuan cantik yang dulu dikabarkan pernah dekat dengan Pandu.
"kok buru buru, kita belum ngobrol banyak loh ini. ayolah Ra, jarang jarang kita kumpul kayak gini." cegah Linda dengan nada manjanya. Pantas saja, Pandu pernah tergoda, suara Linda sangat seksi bahkan gayanya yang manja, pasti bikin para laki laki tergoda ingin mendekatinya.
"maaf Linda, aku lupa, kalau besok harus keluar kota berangkat pagi pagi, ada kerjaan yang menungguku, next time ya."aku berusaha memberi alasan agar tidak terlihat menghindar, tapi memang benar, besok pagi aku harus ke kantor cabang yang ada di Blitar, jadi aku tidak berbohong.
"yasudah, hati-hati ya."kamipun cipika cipiki tanda perpisahan. Melanjutkan langkah dengan jiwa separuh tertinggal. Iya, cintaku tertinggal disana, di hati seorang Pandu. Cinta yang hanya sepihak, tepatnya cuma aku yang merasakan. Sangat memalukan bukan.
"Clara Prameswari." langkahku terhenti saat ada suara memanggil namaku dengan sebutan lengkap. Dan seketika jantungku serasa ingin berhenti berdetak, wajah tampan itu kini tersenyum dengan tatapan matanya yang aah, yang pasti tubuh ini seketika melemas, sangking tak percayanya, jika seorang Pandu datang mengejar ku. Duh pedenya aku.
"Mau kemana? acara belum selesai. dan aku juga belum bicara sama sekali denganmu."sambung Pandu dengan gaya nya yang cool.
" Aku, a ku."entah dimana keberanian ku, berhadapan dengan yang dicinta membuatku tak berkutik sama sekali.
"Aku ingin bicara Ra, bisa?." sambung pandu dengan senyumnya yang terlihat begitu manis.
"Bicara? soal apa?" jawabku bingung.
"Soal hati." balasnya tanpa ragu, dan seketika tangannya menyambar jari jariku untuk digenggamnya erat, tanpa sadar akupun mengikuti langkahnya menjauh untuk mencari tempat duduk jauh dari teman teman. Kami menikmati malam di bawah temaram lampu taman di ujung restoran, duduk berdua di tempat yang hanya kita berdua yang ada. " Sebentar, aku mau pesan minum, kamu mau apa? kopi?" tawarnya lembut dan aku hanya bisa mengangguk dengan dada yang terus berdegup kencang. 'Cintaku sedang ada di hadapanku, haruskah aku melepasnya lagi.'
"Soal hati." balasnya tanpa ragu, dan seketika tangannya menyambar jari jariku untuk digenggamnya erat, tanpa sadar akupun mengikuti langkahnya menjauh untuk mencari tempat duduk jauh dari teman teman. Kami menikmati malam di bawah temaram lampu taman di ujung restoran, duduk berdua di tempat yang hanya kita berdua yang ada. " Sebentar, aku mau pesan minum, kamu mau apa? kopi?" tawarnya lembut dan aku hanya bisa mengangguk dengan dada yang terus berdegup kencang. 'Cintaku sedang ada di hadapanku, haruskah aku melepasnya lagi?'
Pandu kembali menghampiriku dengan senyuman yang memabukkan di mata ini. Rasanya ingin sekali waktu berhenti saat ini juga, saat aku sedang berdampingan dengannya.
"Ra, kok ngelamun?" tiba tiba pandu sudah duduk di sampingku, hampir tak ada sekat diantara kami, hembusan nafasnya menerpa hangat di wajah ini. Terbuai dengan pesonanya, hingga tanpa sadar mata ini terpejam, menikmati indah dalam hangatnya setiap hembusan nafas yang tercinta. Lembut dan manis, entah sejak kapan, bibir tipisnya sudah menyapu hangat di bibir ini, dan gilanya, bukan menolak justru aku sangat menikmatinya.
"Aku mencintaimu Clara, aku sangat merindukanmu." tanpa ku duga Pandu mengungkapan perasaannya terhadapku, ungkapan cinta dan rindu yang membara. Mencoba menyelami di kedua bola matanya yang sayu, aku menemukan kejujuran rasanya disana. Ya Tuhan, apakah aku akan benar menjadi seorang pelakor di dalam rumah tangganya. Tapi aku juga tak bisa untuk menolak pesonanya, aku benar benar sangat menginginkan laki laki ini. Apa yang harus aku lakukan? .
"Clara, aku merindukanmu." ulangnya kembali. Akupun hanya bisa terpaku menatapnya tanpa kedip. Masih tak percaya, jika dia juga menyimpan perasaan yang sama.
"Bagaimana dengan istrimu?" hanya itu kata yang bisa terucap dari bibirku yang tiba-tiba Kelu dengan sikapnya yang tak pernah kuduga sebelumnya.
"Kamu siap jadi yang kedua?" balasnya tenang dengan senyum yang masih nampak indah di mataku, aku sudah benar benar gila dibuatnya.
"yang kedua? maksudmu kita akan menikah sembunyi sembunyi, apakah seperti itu?"
"Iya, maaf jika aku mencintaimu dengan cara seperti ini. Aku sudah mencari mu selama ini, tapi tidak ada yang tau kamu tinggal dimana, setelah kelulusan kita waktu itu. Akhirnya aku menikah dengan perempuan pilihan ibuku."Aku terpaku dengan apa yang Pandu ungkapkan, dia mencari ku, apakah sudah sejak dulu dia punya rasa yang sama seperti apa yang aku rasakan. Ya Tuhan, seandainya aku tau, aku tidak akan pergi untuk menjauh, agar hatiku tidak merasakan perih setiap kali melihat dia dengan wanita lain.
"Mungkin, di matamu aku laki-laki brengsek, yang sering bergonta ganti wanita. Kalau boleh jujur, aku hanya iseng dengan mereka, berharap kamu memperlihatkan rasa cemburu dan bahkan protes dengan tingkahku, tapi justru kamu menghilang begitu saja. Soni menghajar ku waktu itu, katanya kamu sering menangis hanya karena aku kencan dengan perempuan lain. Maafkan aku Ra." sambung Pandu panjang lebar, mengatakan sejujurnya tentang apa yang dia rasakan padaku. Seperti mimpi, sulit di percaya. Cinta bersambut disaat dia sudah menikah dengan wanita lain. Haruskah aku egois, memilih hatiku dan mengabaikan hati istrinya.
"Kenapa kejujuran mu sangat terlambat ndu? aku kecewa. Bahkan aku hampir gila karena patah hati olehmu." sahutku kesal dan tangan ini memukul dadanya yang bidang, Pandu hanya tersenyum dan merengkuhku dalam pelukannya. Hangat dan begitu menenangkan. Begini kah rasanya, berada dalam dekapan orang yang kita cintai. Aku sudah benar benar kehilangan akal, cintaku pada Pandu sudah membuatku hilang kendali.
"Kita menikah, aku tidak ingin lagi kehilanganmu Ra." ucap pandu lirih.
"Menikah? bagaimana kalau istrimu tidak terima dan kamu bukankah seorang...." tangan pandu menutup mulut ini untuk tidak meneruskan bicara. "Kita menikah secara siri, tapi dengan ijin keluargaku, aku akan pulang seminggu sekali. Karena saat ini aku sedang dinas di kota gadis. Kamu tidak keberatan kan? Aku sangat mencintaimu Clara."
"Apa kamu yakin Pandu, apakah sudah kamu pikirkan resikonya dari keputusanmu ini? Aku tidak mau nanti kamu terkena masalah." jawabku sendu, meskipun hati melonjak bahagia, karena laki laki yang selama ini ku jaga cintanya juga punya rasa yang sama. Kami saling mencintai dalam diam.
"Sangat yakin, besok aku akan menemui keluargamu dengan orang tuaku, siapkan dirimu. Aku akan langsung memintamu untuk menjadi istriku. Carilah rumah yang menurutmu nyaman dan aman, aku akan membelikannya sebagai mas kawin pernikahan kita." menatap lekat manik mata indah laki laki pujaan hatiku, begitu romantis dan lembutnya dia memperlakukanku. Maafkan aku mbak, siapapun kamu, tolong maafkan aku, aku sangat mencintai suamimu yang juga akan menjadi suamiku. Biarlah aku egois, karena aku tidak sanggup lagi jika harus jauh darinya, semua itu sangat menyiksaku.
Kembali bibir indahnya menyapu bibirku dengan lembut, kami terbuai dengan perasaan cinta yang selama ini hanya bisa tersimpan, saling memagut dalam temaram lampu taman. Rasanya ingin melakukan lebih tapi akal ini masih berfungsi dengan sehat, sebentar lagi semua akan menjadi halal, aku harus bisa menahan diri untuk tidak terbuai dalam deru nafsu yang membara.
"Pandu, aku tidak sanggup. Tolong hentikan." lirihku dalam dekapannya.
"kita akan melakukan, jika kamu menginginkannya, sekarang." tatapnya mulai sayu, nafsu sudah menguasai kami.
"jangan, aku takut." jawabku ragu, karena hati sangat menginginkannya.
"Baiklah, besok kita akan menikah, dan kita akan melakukan sepuasnya." aku tertunduk, berusaha menormalkan detak jantung yang sudah tidak beraturan. "Trimakasih." sahutku lirih dan lagi lagi Pandu mendaratkan bibirnya memagut lembut bibir ini. Entahlah aku sangat menikmatinya bahkan tak ingin berhenti.
"Aku akan mengantarmu pulang Ra." Pandu melepaskan ciumannya, dan menatapku penuh rindu. "aku takut tak bisa menahan diri kalau terus berdekatan denganmu begini." sambungnya yang diiringi senyuman jahilnya.
"Aku naik montor tadi, gimana dengan montorku kalau kamu mengantarkan aku pulang."
"yasudah, aku akan mengawal kamu dari belakang, memastikan calon istriku pulang dengan selamat."
" Baiklah." rasanya hati ini sangat bahagia, sebentar lagi aku akan menjadi istri pria yang selama ini ku agungkan dalam setiap doaku, meskipun harus menjadi istri kedua. Mungkin inilah takdir cintaku, harus mencintai dengan cara yang berbeda. Semoga hubungan kami baik baik saja, meskipun aku tau, cara kami tidak baik baik saja untuk istrinya. Maafkan aku mbak, cintaku terlalu besar pada suamimu.
" Baiklah." rasanya hati ini sangat bahagia, sebentar lagi aku akan menjadi istri pria yang selama ini ku agungkan dalam setiap doaku, meskipun harus menjadi istri kedua. Mungkin inilah takdir cintaku, harus mencintai dengan cara yang berbeda. Semoga hubungan kami baik baik saja, meskipun aku tau, cara kami tidak baik baik saja untuk istrinya. Maafkan aku mbak, cintaku terlalu besar pada suamimu.
Rasanya sangat berbeda, entahlah rasa apa yang kini ada dalam hati ini, tapi yang pasti aku sangat bahagia, cintaku bersambut, cintaku pun sebentar lagi akan berlabuh pada sang pemilik mata Sipit nan tajam. Benar saja, mobil pandu terus berada dibelakang montor yang aku kendarai, bahkan dia juga ikut berbelok masuk ke gang menuju rumahku. Ya Tuhan seperti mimpi tapi ini nyata. Aku berhenti di depan rumah bercat ungu dan berpagar besi hitam, sepi karena pintu sudah tertutup rapat semua, memang seperti ini suasana tempat tinggal ku, tidak ada yang suka duduk atau sekedar bersantai di depan rumah, bahkan anak anak kecilnya pun sangat jarang bermain diluar rumah, kebanyakan semua betah berada di dalam rumah, aku tinggal di perumahan yang lumayan nyaman karena penghuninya kebanyakan bekerja sebagai PNS.
Pandu turun dari mobilnya, berjalan menghampiriku yang masih terpaku di samping montor yang sudah terparkir di halaman.
" Masuk ndu, aku panggilkan ibu di dalam." ujar ku lirih. Dan pandu menjawabnya dengan senyuman dan anggukan kepalanya.
" Silahkan duduk, aku masuk kedalam dulu ya." pamit ku gugup, karena jujur hatiku masih meloncat tak beraturan dengan rasa yang masih belum aku percaya ini. Pandu mendaratkan bokongnya di kursi yang ada di teras depan rumah, nampak dia mengeluarkan bungkus rokok dari saku celananya, aah pasti jiwa perokoknya masih tetap melekat pada diri laki laki yang nampak sempurna dimataku itu.
" Asalamualaikum Bu. Di luar ada Pandu, ingin bertemu dengan ibu katanya." aku berpapasan dengan ibu yang kebetulan keluar kamar saat pintu rumah aku buka.
" Pandu?" tanya ibu mengernyit. mungkin ibu mencoba mengingat nama yang barusan ku sebut.
" Iya pandu, yang dulu pernah mematahkan hati anakmu ini Bu." jawabku lirih namun sambil tersenyum.
" Iya, iya ibu ingat. Dimana sekarang? kok tumben malam malam kesini, ada apa?." jawab ibu yang masih nampak bingung.
" Ada di luar, tadi kita ketemu pas ada reoni dan kebetulan kita pulangnya juga searah, jadi dia ingin mampir sebentar, ketemu ibu katanya." nampak ibu menggeleng dengan dahi mengernyit, jelas sekali ibu masih bertanya tanya dengan kedatangan Pandu kemari. Terlihat ibu mulai melangkah keluar untuk menemui pandu, dan aku langsung menuju dapur untuk membuatkan minuman, bagaimanapun Pandu adalah tamu yang harus dijamu.
Samar samar terdengar suara ibu dan Pandu mulai berbincang, entah apa yang mereka obrolkan karena suaranya tidak terdengar jelas dari sini. Setelah selesai membuat dua cangkir kopi, aku bergegas untuk menyuguhkan pada ibu dan pandu yang sedang ada di teras depan.
Saat aku sampai di mana ibu dan pandu sedang duduk bersama, nampak terlihat wajah sendu ibu, sepertinya ibu habis menangis. Dan pandu pun terlihat canggung.
" Clara, duduk sini nak, ibu ingin bicara." ibu memintaku untuk ikut duduk di kursi sampingnya, tak banyak kata, aku pun mengiyakan dan kembali menatap ibu juga Pandu bergantian. Ada apa dengan mereka? apakah ibu tidak setuju jika Pandu memintaku menjadi yang kedua? Ya Alloh kenapa ini terasa berat sekali jika tanpa restu ibu.
" Clara, apa kamu sudah tau maksud Pandu nak? apa kalian sudah bicara sebelumnya?" tanya ibu ambigu, ibu tidak langsung menyebutkan tapi seperti ingin menyampaikan dengan isyarat.
" Tentang apa Bu?"
" Keinginan Pandu untuk menikahi kamu menjadi yang kedua." ibu menatapku lekat, terlihat sorot kesedihan dan kecemasan di dua bola matanya. Aku tau apa yang ibu rasakan, pasti ibu juga tidak rela jika aku disebut pelakor nantinya. Bagaimanapun Pandu adalah pria beristri, pasti cap buruk akan aku terima sebagai konsekuensi dari keputusanku.
" Clara masih mencintai Pandu Bu, restui kami." balasku lirih dengan kepala menunduk, takut menatap pada ibu yang mungkin sudah meneteskan air matanya.
" Ya Alloh Clara. Apa kamu sudah pikirkan ini baik baik nak, apa kamu sudah siap dengan tudingan dan pandangan orang nantinya. Pikirkan lagi, jangan karena hanya kata cinta kamu sudah tidak bisa berpikir sehat." jerit ibu sambil menangis, tapi apa dayaku, aku terlanjur tak bisa jauh dari Pandu. bertahun tahun cintaku utuh terpendam untuknya.
" Percayalah Bu, semua akan baik baik saja. Saya akan menjaga Clara dan bersikap adil." Pandu menimpali dengan sorot matanya yang tegas.
" Bagaimana kalau istrimu dan keluarganya menyakiti Clara nantinya? ini tidak adil untuk istrimu pandu." sambung ibu masih dengan isakan tangisnya.
" Ibu percaya sama Pandu, Saya sangat mencintai Clara Bu. Dan saya janji akan menjaga dan melindungi Clara."
" Bu, Clara mohon restui kami. Clara sangat berharap bisa berdampingan dengan Pandu. Restui kami Bu."
" Baiklah jika ini keputusan kalian, ibu akan merestui kalian. Tapi ingat, jalan ini salah, akan ada hati yang terluka karena merasa di khianati. Ibu harap, jika suatu saat nanti ada masalah dalam hubungan kalian, hadapi dengan bijak dan jangan pernah menyesali keputusan yang sudah kalian ambil hari ini. Pandu, ibu titip Clara, jaga dan lindungi anak ibu, cintai dia dan bimbing dia agar bisa menjadi istri yang baik untukmu."
" Alhamdulillah, trimakasih Bu. Pandu janji akan selalu menjaga dan menyayangi putri ibu. Dan satu lagi, setelah menikah, pandu ingin kita pindah, Pandu akan membelikan Clara rumah untuk nanti tempat tinggal kita. Dimana nya, Pandu serahkan sama Clara, yang terbaik saja menurut Clara. karena Pandu akan pulang seminggu sekali."
" Atur saja, yang menurut kalian baik." ibu langsung beranjak meninggalkan kami berdua yang masih terpaku dengan sikap dingin ibuku, tapi kamu berusaha memaklumi. Mungkin ibu masih syok dan belum bisa menerima keputusan yang kami ambil. Pandu meminum kopi yang tadi aku buat, dan berpamitan pulang karena malam sudah sangat larut.
" Aku pulang, besok jam dua siang, aku akan kesini dengan keluargaku dan kita akan melaksanakan akad, gak papakan jika acaranya sederhana dan hanya dihadiri keluarga inti saja?"
" gak papa, yang penting kita sudah halal dan aku sah menjadi istrimu, itu sudah lebih dari cukup untukku."
" makasih Ra, tunggu kedatanganku besok ya. Aku pamit pulang dulu, kamu istirahat gih. Love u. Asalamualaikum."
" love to, waalaikumsallm."
pandu menghilang dalam pekatnya malam, aku masih betah duduk di kursi teras, masih tak percaya jika sebentar lagi, aku akan menjadi istri laki laki yang aku cintai. "Maafkan aku mbak, maaf." lirihku dalam keheningan malam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!