📢📢📢 BOM KOMENTARNYA BESTIE 💜
***
Di sebuah restoran, terlihat ada tiga orang gadis yang sedang asik memainkan sebuah permainan. Masing-masing dari ketiga gadis tersebut memiliki paras yang cantik dan juga senyum yang sangat manis. Namun, di antara ketiganya ada satu gadis yang auranya terpancar dengan begitu kuat. Dan gadis tersebut bernama ... Nania.
"Batu kertas gunting. Batu kertas gunting!"
"Yeyy! Kau kalah, Nania. Ayo-ayo cepat katakan taruhan mana yang akan kau pilih!" teriak Tasya sambil bertepuk tangan dengan begitu hebohnya.
"Pilih jujur saja, Nania. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu," ucap Susan penuh maksud. Dia sampai memperlihatkan satu ekpresi menggemaskan demi agar temannya ini bersedia menuruti keinginannya.
Nania hanya memutar bola matanya jengah melihat kelakuan Susan. Sambil menyeringai licik, Nania memilih satu dari dua pilihan yang ada sebagai hukuman atas kekalahannya.
"Aku pilih tantangan. So, silahkan beritahu tantangan apa yang harus aku lakukan sekarang!"
"Ck, kau benar-benar tidak setia kawan, Nania. Aku kan sudah bilang agar kau memilih kejujuran saja supaya aku bisa bertanya padamu. Menyebalkan sekali sih!" protes Susan.
"Tidak semudah itu kau bisa mengorek rahasia pribadiku, Susan sayang. Kau perlu bekerja dengan sangat keras jika ingin mengetahui sesuatu tentangku. Benar tidak, Sya?" sahut Nania sembari melayangkan pertanyaan pada Tasya.
"Hah, terserah apa katamu saja, Nania," jawab Tasya. Dia lalu bersedekap tangan sambil menatap sinis ke arah gadis yang kini tengah tersenyum-senyum tidak jelas di hadapannya. "Kau ini ya. Padahal kita sudah bersahabat sejak SMA, tapi kenapa kau masih saja bermain rahasia-rahasiaan dengan kami. Aku dan Susan adalah sahabatmu, Nania. Kami bukan musuh yang sedang menyamar jadi mata-mata!"
"Oho, tetap tidak bisa sekalipun kita berteman sejak masih berbentuk embrio, Tasya. Kau ingin tahu apa alasannya?"
Tasya dan Susan kompak mengangguk. Mereka menunggu dengan sangat penasaran kelanjutan dari perkataan Nania.
"Karena di dunia ini tidak ada satu pun manusia yang bisa di percaya. Termasuk kalian. Hehe," ucap Nania sambil tertawa penuh kepuasan.
"Kau memang benar-benar sialan, Nania. Sudahlah, aku malas bicara denganmu," rajuk Susan. Dia lalu berpaling melihat ke arah lain, kesal karena sudah di permainkan oleh gadis galak ini.
"Huuu, dasar tukang merajuk. Baru begitu saja sudah mau menangis. Sana, pulang dan tidur saja di bawah ketiak Ibumu. Menggelikan!" ejek Nania.
"Siapa yang mau menangis!" sahut Susan jengkel. Dia masih enggan melihat ke arah Nania. Masih kesal.
"Kau!" ucap Nania. "Tasya, memang benar kan kalau anak mami yang bernama Susan sedang menahan tangis karena tidak berhasil menemukan kelemahanku? Cengeng, seperti kerupuk yang direndam air kau. Cengeng. Huuu, cengeng!"
Tasya hanya bisa menarik nafas sambil memijit pinggiran kepalanya melihat Nania dan Susan yang mulai berbalas ejekan. Selalu saja berakhir kacau setiap kali mereka memainkan game ini. Tak mau keributan kedua sahabatnya menarik perhatian para pengunjung yang lain, dengan sabar Tasya meraih satu tangan Nania dan Susan. Setelah dia dia berbicara dengan nada suara yang begitu pelan.
"Nania, Susan. Bisakah sekarang kita melanjutkan permainan? Jika tidak, lebih baik aku pulang saja. Bagaimana?"
"Ayo lanjutkan!" sahut Susan dengan penuh semangat. Dia lalu menatap Nania sembari menyeringai licik. "Karena kau memilih tantangan, maka aku menantangmu untuk meminta nomor ponsel milik dua pria yang duduk di meja nomor tujuh. Kalau gagal, maka kau harus mau menjawab pertanyaanku. Bagaimana? Berani tidak?"
"Seorang Nania takut pada tantangan kecil seperti ini? Haha, tunggulah sampai hari raya monyet tiba," jawab Nania dengan penuh percaya diri.
"Kalau begitu ayo cepat lakukan!" desak Susan tak sabar.
"Oke, siapa takut!"
Nania segera berdiri kemudian mengibaskan rambut panjangnya ketika akan pergi menjalankan misi. Setelah itu dia berjalan menuju meja nomor tujuh di mana ada dua orang pria sedang duduk di sana.
"Selamat siang, Tuan-Tuan tampan. Bolehkah aku meminta nomor ponsel kalian?" tanya Nania dengan suara yang lemah gemulai. Dia bertanya sambil memperlihatkan senyum semanis tebu yang dia punya.
Tiba-tiba di datangi seorang gadis yang sangat cantik kemudian di mintai nomor ponsel membuat kedua pria tersebut tercengang kagum karenanya. Dan mereka berdua baru tersadar saat gadis cantik ini menjentikkan jari di depan wajah mereka.
"Hellow, Tuan. Aku tahu aku ini cantik dan mempesona, tapi tolong jangan abaikan perkataanku tadi. Hatiku sakit asal kalian tahu," ucap Nania dengan memasang ekpresi sedih.
"Maaf, Nona. Tadi kau bilang apa?" tanya salah satu pria sambil menelan ludah. Dia benar-benar terpesona melihat kecantikan gadis ini.
"Aku ingin meminta nomor ponsel kalian. Bolehkah?" manja Nania. Padahal dalam hatinya, Nania begitu ingin menghajar kedua pria ini yang sudah dengan lancang menatapnya dengan penuh nafsu.
"Oh, nomor ponsel ya? Tentu saja boleh,"
"Waahh, benarkah? Kalau begitu tolong sebutkan nomor kalian lalu aku akan mencatatnya di ponselku."
Dan secepat kilat, kedua pria tersebut langsung berebut ingin menjadi yang pertama menyebutkan nomor ponsel mereka pada Nania. Dan di antara kedua pria ini sama sekali tidak ada yang menyadari kalau gadis cantik di hadapan mereka tengah menatap mereka dengan begitu tajam. Nania lapar, lapar ingin menghajar orang maksudnya.
"Baiklah. Karena kalian sudah memberiku nomor ponsel, maka aku akan segera pergi. Tengkiyuuu, Tuan-Tuan," ucap Nania. Dia lalu berbalik hendak kembali menemui kedua sahabatnya.
"Tunggu sebentar, Nona. Kau belum memberitahu kami siapa namamu!" teriak kedua pria tersebut.
"Nama?"
Nania berbalik. Dia menatap genit ke arah dua pria yang kini tengah tersenyum mesum padanya. Ingin mengetahui namanya? Haha, jangan harap.
"Tuan, apakah kalian pernah mendengar istilah kata malu bertanya sesat di jalan?" tanya Nania dengan seribu maksud di baliknya.
"Tentu saja kami sangat tahu, Nona. Memangnya kenapa?"
"Istilah itu memiliki kata lanjutan setelahnya. Apa kalian ingin tahu seperti apa bunyinya?"
Kedua pria mesum itu sama-sama menganggukkan kepala. Sedangkan Nania, dia berjalan mendekati kedua pria tersebut kemudian bergaya bak seorang model sebelum dia melontarkan satu kalimat yang mana langsung membuat kedua pria ini terbengang seperti orang bodoh.
"Malu bertanya sesat di jalan. Dan jika terlalu banyak bertanya, itu akan membuat kalian semakin cepat masuk ke lubang kuburan. Paham?"
Nania membuat gerakan seperti sedang memotong leher sebelum pergi meninggalkan kedua pria tersebut. Setelah itu dia menari-nari sambil mengarahkan layar ponsel pada Susan dan Tasya. Mungkin jika orang lain yang menari seperti itu di hadapan banyak orang, mereka pasti akan mengira orang tersebut mengalami gangguan jiwa. Tapi karena yang sedang menari dengan begitu seksi adalah Nania, semua orang jadi diam terpaku karenanya. Memangnya siapa sih yang tidak mengenal Nania, gadis cantik dan seksi incaran pria sejuta umat. Namun sayang, dari sekian banyak laki-laki yang coba mendekati Nania, tidak ada satupun yang berhasil mendapatkan hatinya. Semua itu karena Nania yang di kenal sebagai gadis galak yang sangat culas, juga dengan jargonnya yang hanya akan berpacaran dengan sugar daddy yang kaya raya. Membuat pria-pria yang baru akan memulai pendekatan langsung minder karenanya.
***
📢📢📢 BOM KOMENTARNYA BESTIE 💜
***
"Nania, maukah kau menjadi kekasihku? Aku jatuh cinta padamu sejak pertemuan pertama kita," ucap seorang pria berkaca mata. Wajah pria ini tampak memerah setelah mengungkapkan perasaan pada seorang gadis cantik yang tengah berdiri di hadapannya.
Nania tersenyum. Entah sudah yang ke berapa kali pria ini terus-terusan meminta agar dia bersedia menjadi kekasihnya. Bosan, itu sudah pasti. Tapi mau bagaimana lagi, pesona yang Nania miliki terlalu kuat hingga menjadikan beberapa pria seperti kehilangan urat malunya. Dan salah satu contohnya adalah pria berkaca mata ini.
"Leon, tolong beritahu aku sudah berapa kali kau menyatakan cinta padaku. Jika kau bisa menjawab, mungkin aku akan bersedia untuk menjadi kekasihmu," tanya Nania sembari mengibaskan rambut panjangnya. Dia sampai kehabisan alasan untuk menolak pria satu ini.
"Em, em ... aku lupa, Nania," jawab Leon gugup. "Tapi kalau tidak salah aku melakukannya hampir di setiap waktu setelah hari di mana aku melihatmu. Ya, kurang lebih seperti itu yang aku ingat,"
"Lalu, apa jawaban pastinya?"
Leon membenarkan letak kaca matanya saat Nania meminta kepastian tersebut. Dia benar-benar bingung karena tak pernah terbersit niat untuk menghitung berapa kali dia sudah melakukan pengungkapan cinta. Yang Leon ingat, sejak hari pertamanya masuk ke kampus ini dia sudah langsung jatuh cinta pada Nania setelah Nania tak sengaja menolongnya dari beberapa mahasiswa yang suka membully. Sejak saat itu di mata Leon Nania bagaikan seorang superhero dengan kecantikan yang sangat luar biasa. Di tambah lagi Leon mendengar kalau Nania belum memiliki kekasih, jadi lah Leon merasa berhak untuk mengejar cinta gadis cantik ini. Dan sekarang, mereka sudah berada di semester kedua. Yang artinya sudah setahun mereka saling mengenal. Tapi sayang, Leon benar-benar lupa berapa kali dia sudah mengungkapkan perasaannya pada Nania. Dia sama sekali tidak ingat.
"Hei, Leon. Aku akan memberitahumu sesuatu dan aku harap setelah itu kau mau berhenti mengejar-ngejar Nania!" ucap Tasya yang merasa bosan karena setiap hari dia harus ikut menyaksikan drama pengungkapan cinta dari si Leon, pria berkaca mata yang tingkat kepede-annya sampai menembus langit ke tujuh. "Leon, Nania itu tidak akan pernah mau menjadi kekasihmu. Karena apa? Karena Nania hanya akan mengencani sugar daddy yang tampan dan kaya raya. Sedangkan kau? Maaf ya bukannya mau menghina. Tapi kau juga perlu di sadarkan tentang satu fakta jika pria dengan penampilan sepertimu itu tidak akan mungkin bisa mendapatkan cinta seorang Nania yang begitu perfecsionis. Lihat, Nania begitu cantik, seksi, pintar, dan juga mempesona. Dunia bisa mentertawakannya jika kalian sampai berpacaran. Mengerti tidak?"
"Tasya, kenapa mulutmu tajam sekali sih. Kasihan Leon!" tegur Susan tak tega.
"Kasihan juga ada batas sabarnya, Susan. Lagipula yang aku katakan barusan tidak ada yang salah 'kan?" sahut Tasya tak terima di tegur.
"Memang benar semua sih. Mau sebanyak apapun Leon mengungkapkan perasaan, aku berani jamin kalau Nania pasti tidak akan pernah mau menerimanya,"
"Nah, benarkan. Justru sekarang ini aku sedang mengingatkan Leon supaya dia tidak jatuh terlalu dalam karena menyukai teman kita. Aku takut dia depresi jika tidak bisa menjadi kekasihnya Nania. Benarkan, Leon?" ucap Tasyas embari melayangkan pertanyaan pada Leon.
Kedua tangan Leon yang kala itu memeluk buku di depan dadanya nampak terkepal kuat setelah di ejek oleh Susan dan Tasya. Dan tanpa Leon sadari, ternyata semua gerak-geriknya itu di pantau langsung oleh Nania.
"Leon, kau itu sebenarnya tidak benar-benar menyukaiku, tapi kau hanya terobsesi saja padaku. Benar?" tanya Nania seraya menatap tajam pada pria yang begitu pandai memainkan alibi dengan berpura-pura menjadi pria culun yang lemah dan juga penakut.
"A-apa maksudmu, Nania. Aku ... aku benar-benar menyukaimu. Sungguh," jawab Leon kaget akan pertanyaan Nania. Dia gelisah.
"Oh ya?"
Nania melangkah maju kemudian mendekatkan wajahnya ke depan wajah Leon. Sambil tersenyum tipis, Nania membongkar satu rahasia besar yang selama ini di sembunyikan dengan begitu rapat oleh Leon.
"Kau tahu. Kemarin malam aku tidak sengaja melihat seorang pria yang wajahnya sangat mirip denganmu masuk ke sebuah hotel bersama dengan dua wanita seksi. Aku penasaran, tentu saja. Karena kebetulan hotel itu adalah milik kakak iparku, aku jadi bisa mencaritahu siapa sebenarnya pria itu. Dan apa kau tahu informasi apa yang aku dapat?"
"A-apa?"
Leon menelan ludah. Tatapan dan seringaian Nania terlihat begitu mengerikan, membuat bulu kuduk di tubuh Leon jadi berdiri semua.
"Kau. Kau menghabiskan malam bersama dua wanita seksi itu di sana," ucap Nania. Dia lalu mundur, melipat tangan di depan dada sambil menatap sinis ke arah Leon yang sedang tercengang kaget. "Cihh, beraninya ya kau berpura-pura lemah di hadapanku. Apa kau pikir aku tidak akan pernah mengetahui kebusukanmu yang adalah seorang kadal buntung? Hah, aku ini Nania, Leon. Aku bukan orang yang bisa dengan mudah kau iming-imingi dengan kekayaanmu yang tidak seberapa itu. Dasar muka dua kau!"
Susan dan Tasya sampai ternganga syok setelah mengetahui siapa Leon sebenarnya. Sungguh, sangat amat tidak terduga kalau pria berkaca mata ini ternyata adalah seorang kadal buntung yang sedang mencari mangsa. Dan sialnya mangsa yang sedang Leon incar adalah teman mereka sendiri. Benar-benar brengsek.
"Nania, kau salah paham. Pria itu ... pria itu bukan aku. Kau salah mengenali orang," ucap Leon berusaha berkilah. Dalam hatinya, Leon tak henti mengumpat karena kelakuannya telah di ketahui oleh target yang sedang dia incar.
"Pergi!"
"Ha?"
"Aku bilang pergi ya pergi. Atau ...
Nania menjeda kata-katanya. Dia lalu melihat ke arah gundukan yang berada di antara kedua paha milik Leon. " Atau aku akan menendang sangkar burungmu sampai hancur. Kau pilih yang mana, hah?"
Nania terkekeh melihat Leon yang langsung lari terbirit-birit sambil memegangi sangkar burung miliknya. Setelah itu Nania menoleh, menatap Tasya dan Susan sambil menggerak-gerakkan kedua alisnya.
"Bagaimana kawan?"
"Woaahh, aku sungguh tidak menyangka kalau pria culun itu ternyata suka membungkus para wanita seksi, Nania. Menyesal aku pernah merasa tak tega padanya. Aku ternyata sudah terbodohi oleh wajah culunnya. Sialan!" umpat Susan tak habis pikir.
"Susan-Susan, itulah kenapa kita tidak boleh melihat seseorang hanya dari sisi luarnya saja. Karena yang di dalam belum tentu sama dengan apa yang kita lihat. Pepatah mengatakan, don't look people by the cover. Jangan pernah melihat orang dari sampulnya, tapi lihatlah orang tersebut dari ....
Nania, Susan, dan juga Tasya tertawa terbahak-bahak tanpa harus Nania melanjutkan perkataannya. Biasalah, insting wanita itu kan sangat tinggi. Jadi mereka tak perlu menjelaskan panjang lebar karena hanya dengan menggerakkan alis saja mereka sudah langsung paham apa maksudnya.
"Kau gila, Nania," bisik Susan dengan wajah memerah karena terlalu lama tertawa.
"Hehehe, namanya juga tidak sengaja. Tapi tetap saja aku hanya akan tergoda pada sugar daddy yang kaya raya. Karena apa? Karena biaya kecantikan itu mahal. Benar tidak?" sahut Nania dengan santainya.
"Benar sekali, kawan," sahut Susan dan Tasya berbarengan.
Setelah itu Nania mengajak Susan dan Tasya untuk segera masuk ke kelas. Mereka terlihat cuek-cuek saja saat para mahasiswa laki-laki tak henti bersiul dan menggoda, terutama pada Nania. Wajarlah, Nania adalah bunga kampus. Namun karena sikapnya yang bar-bar dan sedikit galak membuat para mahasiswa ini tidak berani melakukan pendekatan secara terang-terangan. Paling banyak mereka hanya akan menggoda beramai-ramai seperti yang baru saja mereka lakukan. Pengecut, tentu bukan. Para mahasiswa itu cukup sadar diri karena mereka tahu kalau Nania hanya menyukai pria beraroma uang, tidak seperti mereka yang uang jajan saja masih meminta pada orangtua. Nania adalah pemburu sugar daddy, dan ini adalah fakta yang di ketahui oleh hampir seisi kampus.
****
📢📢📢 BOM KOMENTARNYA BESTIE 💜
***
Di sebuah bandara, terlihat seorang pria tengah berjalan melewati pintu keluar. Pria tersebut memakai kaca mata hitam dan mengenakan pakaian casual sambil menarik satu koper di tangannya. Jovan, itu adalah nama dari pria tersebut. Dia baru saja kembali dari London setelah menyelesaikan study S2-nya di sana.
"Hmmmm, aku rindu udara sejuk di Shanghai. Tapi jika di bandingkan dengan udaranya, aku seribu kali lebih merindukan gadis beracun itu." Jeda sejenak. Jovan kemudian tersenyum sambil menatap lurus ke depan. "Nania, i miss you!"
Enam tahun yang lalu, Jovan terpaksa pergi meninggalkan Nania yang kala itu masih duduk di kelas tujuh sekolah menengah pertama. Dia memilih untuk melanjutkan pendidikan di kota London karena di sanalah kedua sahabatnya berada. Galang dan Luri, kini kedua sahabatnya itu sudah bergelar sebagai dokter dengan lulusan terbaik di universitas mereka. Namun karena Jovan masih belum merasa yakin dengan kemampuannya dalam bidang bisnis, dia memutuskan untuk melanjutkan kembali pendidikannya di London dan merelakan kedua sahabatnya pulang ke Shanghai terlebih dahulu. Dan di sinilah Jovan sekarang, menginjakkan kaki di tanah kelahirannya setelah beberapa tahun merantau di negara orang.
"Selamat datang kembali, Tuan Jovan!" sapa seorang penjaga.
"Terima kasih," sahut Jovan ramah. Setelah itu dia masuk ke dalam mobil, membiarkan penjaga tadi menyusun koper miliknya di bagian belakang mobil.
Sembari menunggu, Jovan membuka akun media sosialnya kemudian mencari satu nama di sana. Sexy_girl, nama yang unik sekali bukan? Tentu saja, karena pemilik nama tersebut adalah gadis yang sudah sejak lama dia sukai. Walaupun Jovan berada di London, dia terus memantau keseharian Nania melalui akun media sosialnya. Dan dari sanalah Jovan mendapat obat penawar rindu karena dia bisa selalu mengetahui aktifitas apa saja yang dilakukan gadis itu di setiap harinya. Sebenarnya bisa saja Jovan menghubungi Nania, tapi dia enggan melakukannya karena merasa hal itu hanya akan mendatangkan rasa rindu yang menggila. Ini tidak baik, dan akan sangat mengganggu fokusnya dalam belajar. Lagipula Jovan selalu yakin kalau Nania bukan tipe gadis yang suka mengumbar acak perasaannya terhadap para pria. Karena apa? Karena Jovan tahu kalau Nania hanya menyukai pria ber-uang saja. Dan dulu sebelum pergi, Jovan sudah lebih dulu di tandai sebagai kandidat utama sebagai calon suami masa depannya Nania. Konyol memang, tapi Jovan sangat amat memegang teguh hal ini. Mungkin saat mengatakan hal tersebut Nania masihlah seorang bocah. Tapi sekarang ... sekarang Nania sudah dewasa. Jadi bukan hal sulit lagi untuk Jovan menunjukkan rasa yang telah di pendamnya sejak dia masih menjadi murid SMA.
"Tuan Jovan, kita langsung pulang atau ...
"Pak, tolong antarkan aku ke alamat ini ya. Ada seseorang yang harus aku temui dulu sebelum pulang ke rumah," ucap Jovan menyela perkataan penjaga sambil memperlihatkan alamat sebuah cafe padanya. Nania-nya ada di sana, dan Jovan bermaksud untuk datang menyapa. Dia sudah tak kuat lagi menahan rindu.
"Oh, baiklah, Tuan. Kalau begitu kita pergi ke sana,"
"Terima kasih,"
Si penjaga segera menyalakan mesin mobil kemudian pergi meninggalkan halaman parkir bandara. Sedangkan Jovan, dia terus melihat postingan-postingan Nania yang memang cukup aktif di media sosial.
"Cantik sekali. Kira-kira Nania masih ingat aku tidak ya?" gumam Jovan sambil mengelus pipi Nania dari layar ponselnya.
Tak berapa lama kemudian sampailah Jovan di depan cafe yang dia maksud. Sebelum keluar, Jovan memastikan terlebih dahulu kalau penampilannya sudah rapi. Setelah itu dia meminta penjaga agar menunggunya di dalam mobil saja. Jovan tak ingin ada yang menggangu pertemuannya dengan Nania.
Huhhfftt, kenapa jantungku berdebar-debar begini ya. Yang akan aku temui kan Nania, bukan malaikat maut. Hufftt, tenang Jovan, tenang, ujar Jovan dalam hati.
Dengan langkah pasti Jovan akhirnya masuk ke dalam cafe. Dia lalu mengedarkan pandangannya, mencari-cari di mana Nania dan kedua sahabatnya berada.
"Aku menemukanmu, Nania," gumam Jovan seraya tersenyum tipis.
Susan yang kala itu tidak sengaja melihat ke arah pintu masuk cafe langsung terbengang dengan mulut ternganga lebar begitu melihat ada seorang pria tampan tengah berjalan menuju ke mejanya. Dia sampai tidak sadar saat Tasya dan Nania bertanya padanya.
"Susan, kau ini kenapa sih. Melihat setan atau bagaimana?" kesal Tasya sambil menatap heran ke arah Susan yang sedang terbengang seperti orang bodoh.
"Tampan sekali," gumam Susan tanpa sadar.
"Siapa yang tampan? Di sini hanya ada kita bertiga, kau jangan menghayal ya!" sahut Nania sambil membuka pesan yang baru saja masuk ke ponselnya.
Susan tak peduli. Dia lalu mengerjap-ngerjapkan mata ketika pria tampan yang dia maksud kini telah berdiri tepat di hadapannya. Bagai terkena sihir, Susan langsung ikut berdiri kemudian mengulurkan tangan ke arah pria tampan tersebut.
"Susan," ucap Susan reflek memperkenalkan diri.
Jovan diam tak menanggapi. Matanya terus tertuju pada Nania yang masih belum menyadari kedatangannya. Sungguh, Jovan benar-benar sangat merindukan gadis ini. Nania-nya kini telah tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat luar biasa cantik. Dan penampilannya sekarang, jangan di tanya lagi. Sangat amat seksi, membuat Jovan jadi tidak tahan ingin segera membungkus dan membawanya pulang ke rumah.
"Nania-Nania, ada pria tampan yang mendatangi kita. Lihat ke depan," bisik Tasya sambil menatap penuh kagum ke arah pria yang sedang berdiri berhadap-hadapan dengan Susan.
Nania yang tadi sedang sibuk dengan ponselnya langsung melihat ke depan begitu mendengar bisikan Tasya. Dia lalu menaikkan satu alisnya ke atas, heran dengan apa yang sedang dilakukan oleh pria tersebut.
"Maaf, Tuan. Kami sudah mempunyai asuransi. Kedatanganmu di sini membuat kedua temanku berubah menjadi seperti orang bodoh. Jadi tolong segeralah pergi dan cari orang lain saja. Ya?" ucap Nania to the point. Dia sudah sangat hafal dengan kelakuan para pencari nasabah asuransi seperti pria ini.
"Apa kabar, Nania?" tanya Jovan sambil mengulum senyum. Gadis ini masih sama bar-barnya seperti dulu. Sama sekali tak berubah, kecuali kecantikan dan bentuk tubuhnya yang menjadi sangat seksi.
Susan dan Tasya terkesiap, mereka heran mengapa pria ini bersikap sok akrab dengan sahabat mereka. Karena penasaran, mereka pun langsung melayangkan tatapan menuntut pada Nania. Bahkan Susan sampai lupa kalau dia baru saja di abaikan oleh pria tampan ini.
"Aku tidak kenal dia kalau kalian mau tahu. Atau mungkin pria ini adalah salah satu dari penggemarku saja," ucap Nania acuh.
"Nania, apa kau sudah lupa padaku?" tanya Jovan lagi. Dia gemas sendiri melihat sikap acuh yang Nania tunjukkan.
"Tuan," sahut Nania dengan cepat. "Apa gunanya dua telinga yang terpasang di samping kepalamu itu, hem? Memangnya tadi kau tidak dengar ya saat aku memberitahu kedua temanku kalau aku itu tidak mengenalmu? Apa perlu aku membuat tulisan besar di keningku supaya kau bisa membacanya?"
"Ternyata kau masih sama seperti dulu, Nania. Beracun, tapi sangat menggemaskan," ucap Jovan. "Mungkin karena kita sudah cukup lama tidak bertemu, jadinya kau tidak bisa ingat siapa aku. Itu wajar, tapi kau harus tahu kalau sedetik pun aku tak pernah bisa melupakanmu. Nama dan wajahmu selalu terngiang-ngiang di dalam kepalaku, Nania. Aku ... sangat merindukanmu!"
Setelah berkata seperti itu Jovan langsung pergi dari sana. Dia pergi meninggalkan Nania yang sedang terheran-heran bersama dengan kedua sahabatnya. Di pertemuan pertama mereka cukup seperti ini dulu. Selain karena Nania yang ternyata sudah lupa padanya, Jovan harus segera pulang ke rumah karena keluarganya sudah menunggu. Yang terpenting Jovan sudah bertatap muka secara langsung dengan gadis pujaannya itu, dan sekarang percakapan singkat ini sudah lebih daripada cukup.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!