Suara deringan ponsel yang terletak disamping kemudi membuat Lisa menghela napas. Benda pipih itu bahkan sedikit lagi akan terjatuh dari tempatnya karna terus bergetar hingga akhirnya bergerak maju dari tempatnya semula.
Deringan itu berhenti namun disusul dengan beberapa notifikasi yang masuk yang akhirnya membuat ponsel itu benar benar lolos dari tempatnya.
Ponsel berkesing gold milik Lisa jatuh dibawah kursi samping kemudi tempat Lisa sedang fokus dengan jalanan yang sedang dilaluinya. Jalanan yang sangat padat kendaraan. Baik kendaraan roda dua maupun empat.
Saat jalanan yang padat itu berhasil dilalui, Lisa pun menambah kecepatan laju mobil sport merah miliknya agar cepat sampai dirumah mengingat malam semakin larut.
Lisa pulang terlambat bukan disengaja. Tapi karna memang ada pasien dalam keadaan gawat yang harus ditangani dengan cepat.
Setengah jam perjalanan akhirnya Lisa sampai didepan gerbang. Disana sudah berdiri pria tampan berkaos putih polos yang begitu pas membungkus tubuh kekarnya. Pria itu adalah Devano william, suami brondong Lisa.
Lisa menghela napas. Siapapun pasti akan menggelengkan kepala melihat CEO tampan dan kaya raya membukakan gerbang untuk istrinya yang baru pulang dari bekerja.
Lisa melajukan pelan mobilnya memasuki halaman luas rumahnya dan Devan. Dan begitu dirinya turun, Devan dengan sigap membukakan pintu mobil untuknya.
“Selamat malam istri cantiku..” Senyum Devan manis.
Lisa menatap Devan dengan wajah datarnya. Lisa benar benar sedang merasa lelah dan enggan meladeni tingkah suaminya sekarang.
“Devan..” Panggilnya pelan.
“Ya sayangku...” Saut Devan terus menyunggingkan senyuman manis dibibirnya.
“Aku capek. Tolong mengerti.” Ujar Lisa.
Senyuman dibibir Devan seketika lenyap. Ucapan Lisa begitu dingin dengan wajah tak ber ekspresi saat menatapnya.
“Oh.. Begitu ya?”
Devan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Devan pikir Lisa akan senang dengan sambutan-nya.
“Aku masuk dulu.”
Lisa berlalu begitu saja meninggalkan Devan yang masih berdiri disamping mobil sport merah miliknya.
“Malam nyonya...” Sapa seorang asisten rumah tangga yang bekerja dirumahnya dan Devan.
Lisa hanya tersenyum dan menganggukan pelan kepalanya membalas sapaan pekerjanya itu. Lisa terus saja melangkah menuju lift dirumahnya menuju lantai dua rumahnya. Lisa merasa tidak sanggup jika harus menapaki satu persatu anak tangga dirumah yang dibeli suaminya setelah mereka menikah.
Tidak lama setelah Lisa masuk kedalam lift, Devan muncul dengan langkah yang terkesan sangat buru buru. Pria berkaos putih polos itu sengaja mengejar istrinya yang baru pulang dimalam larut ini.
“Bi Ci, tolong buatkan teh hangat yah..” Perintah Devan pada asisten rumah tangganya yang memang akrab disapa bi Ci sebelum berlari menuju tangga.
Bi Cici hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah kekanak kanakan tuan mudanya itu. Devan memang bertingkah ajaib jika sudah bersangkutan dengan Lisa, istrinya.
Devan tersenyum begitu sampai dianak tangga terakhir. Pria itu menarik napas kemudian menghelanya kasar.
Devan melangkah pelan menuju pintu lift yang saat itu terbuka.
Lisa terkejut melihat Devan yang sudah berdiri didepan pintu lift. Helaan napas kembali keluar dari bibir Lisa.
Enggan meladeni tingkah kekanak kanakan suaminya, Lisa pun melangkah melewati Devan menuju kamar mereka dengan Devan yang langsung mengikuti dari belakang.
“Aku udah suruh bi Ci supaya membuatkan teh hangat untuk kamu sayang..” Katanya sambil mengikuti Lisa dari belakang.
“Baik, terimakasih Devan.” Balas Lisa sambil membuka pintu kamar mereka dan Devan terus mengikuti.
Lisa meletakan tas kerjanya diatas nakas kemudian melepas jas putih kebanggaan-nya dan meletakan-nya diatas tempat tidur.
“Ah biarkan aku siapkan air hangat untuk kamu sayang..”
Devano berkata dengan senyuman yang terus menghiasi bibirnya. Pria itu melangkah cepat masuk kedalam kamar mandi untuk menyiapkan air hangat.
Lisa yang memang sudah terbiasa dengan sikap suaminya hanya diam saja. Lisa memang wanita yang tidak banyak bicara, baik saat bekerja ataupun dirumah.
Deringan ponsel milik Devan membuat Lisa menoleh. Lisa menatap sebentar ponsel milik suaminya kemudian menghela napas tidak perduli.
“Air hangat nya sudah siap sayang !” Seru Devan dari dalam kamar mandi.
Lisa menggeleng pelan. Entah kenapa Devan begitu sangat kekanak kanakan jika didepan-nya. Padahal saat didepan para bawahan-nya Devan begitu berwibawa dan tegas.
Lisa melangkah menuju gantungan handuk yang ada disamping pintu kamar mandi. Wanita itu kemudian masuk.
“Kamu mau melihatku mandi?” Tanya Lisa pada Devan yang terus berdiri disamping shower.
“Oh maaf.. Kalau begitu aku keluar.” Tawa Devan pelan.
Devan melangkah melewati Lisa. Ketika hendak keluar dari kamar mandi Devan berhenti melangkah dan menoleh kembali pada Lisa yang berdiri memunggunginya.
“Lisa..” Panggilnya lembut.
Lisa menoleh menatap Devan.
“Jangan lama lama ya..”
Lisa hanya tersenyum tipis. Devan memang kekanak kanakan. Tapi terkadang Devan juga sangat romantis.
“Aku tunggu kamu. Kita minum teh sebelum tidur.”
Devan keluar dan menutup pintu kamar mandi dengan pelan setelah itu. Sedangkan Lisa, dia melangkah sambil membuka satu persatu kain yang dipakainya.
Dibawah guyuran air hangat Lisa menutup kedua matanya menikmati sentuhan lembut hangatnya air yang mengalir dikulit mulusnya.
Ketika Lisa mulai menikmati mandinya, tiba tiba bayangan masa lalu muncul didepan-nya. Lisa langsung membuka kedua matanya. Napasnya langsung memburu. Masa lalu itu selalu saja muncul setiap Lisa menutup kedua matanya membuat Lisa tidak bisa melupakan-nya sampai sekarang.
Tanpa sadar Lisa meneteskan air matanya. Hatinya kembali berdenyut ngilu mengingat apa yang terjadi dimasa lalu. Masa dimana harapan dan cintanya hancur lebur menjadi butiran debu yang akhirnya terbawa oleh angin yang berhembus namun masih menyisa dan terus mengelilinginya.
Tidak ingin terus terbayang oleh masa lalu kelamnya, Lisa pun buru buru menyudahi mandinya.
Saat Lisa keluar dari kamar mandi, Devan sudah duduk manis ditepi ranjang menunggunya. Pria itu tersenyum melihat Lisa yang muncul dari pintu kamar mandi.
Devan bangkit dari duduknya dan buru buru mendekat pada Lisa.
“Sudah?” Tanya Devan lembut.
“Ya...” Jawab Lisa tersenyum tipis.
Devan tiba tiba mengeryit melihat kedua mata Lisa yang sedikit memerah. Devan langsung bisa menebak bahwa Lisa habis menangis.
“Kamu nangis lagi?” Tanyanya dengan nada khawatir.
Memang bukan kali ini saja Devan memergoki Lisa habis menangis. Lisa memang sering menangis bahkan sejak mereka menikah. Hampir setiap pagi Devan mendapati kedua mata Lisa sembab.
“Aku nggak papa.” Kilah Lisa tidak ingin jujur.
“Sayang tapi...”
“Devan tolong. Aku enggak papa. Aku baik baik aja.” Sela Lisa menatap Devan dengan raut wajah yang menyiratkan kekesalan.
Devan menghela napas kemudian menganggukan kepalanya.
“Oke...” Lirihnya kembali mengukir senyuman dibibirnya.
Lisa melengos kemudian melangkah melewati Devan menuju lemari tempat baju bajunya berada.
“Teh hangat nya jangan lupa diminum ya sayang..”
Sampai menjelang pagi Lisa tidak bisa memejamkan kedua matanya. Rasa kantuk bahkan seperti tau perasaan-nya saat ini. Lisa takut masa lalunya akan kembali muncul jika dirinya memejamkan kedua matanya. Dan itu terjadi hampir setiap malam.
“Apa kamu tidak bisa tidur sayang?”
Lisa menoleh. Saat itu lah Lisa bisa menatap dengan sangat dekat wajah tampan Devan. Wajah yang selalu terlihat ceria saat bersamanya.
“Aku sedikit capek.”
Devan tersenyum dan menggeser tubuhnya semakin mendekat pada Lisa.
Ya, meskipun Lisa belum bisa mencintai Devan namun Lisa tidak menjaga jarak dari pria itu. Lisa tetap mau tidur seranjang dengan Devan.
“Boleh aku peluk kamu?” Tanya Devan pelan.
Lisa menatap tepat pada kedua mata Devan. Tatapan pria itu begitu tulus dan sama sekali tidak menyiratkan ada maksud lain.
“Eemm.. Boleh.” Angguk Lisa tersenyum tipis.
Devan bersorak dalam hati. Memeluk Lisa adalah keinginan-nya setiap malam. Meskipun mereka berdua memang beberapa kali melakukan hubungan suami istri, namun rasanya Devan belum benar benar menemukan kepuasan saat melakukan-nya. Mungkin karna Lisa yang hanya pasrah dan tidak pernah mau mengimbangi permainan-nya.
“Tidurlah.. Aku akan menjagamu sayang...”
Lisa tersenyum samar samar mendengar bisikan lembut Devan. Lisa tidak bisa bohong pada dirinya sendiri. Devan ada pria yang baik meskipun terkadang bisa sangat menyebalkan dengan sikap kekanak kanakan-nya.
“Devan..” Panggil Lisa pelan.
“Ya sayang..” Saut Devan lembut.
“Boleh aku bertanya sesuatu padamu?” Tanya Lisa sedikit mendorong dada bidang Devan. Lisa mendongak menatap Devan yang menunduk membalas tatapan-nya.
“Tentu saja. Tanyakan apapun yang ingin kamu ketahui sayangku..” Senyum Devan.
“Ini tentang kita. Aku dan kamu.”
Devan mengeryit merasa sangat penasaran.
“Kenapa kamu mau menikah denganku Devan? Usiaku jauh lebih tua darimu.”
Hening
Untuk beberapa saat Devan terdiam. Pertemuan mereka memang bisa dikatakan sebuah kebetulan. Namun sebelum pertemuan itu Devan dan Lisa sebenarnya sudah saling mengenal. Usia mereka memang terpaut cukup jauh. Devan yang masih 28 tahun. Sedang Lisa, dia adalah wanita dewasa berusia 35 tahun.
Keduanya terus bertatapan dengan Lisa yang menunggu jawaban dari Devan.
“Tentu saja karna aku mencintaimu.”
“Tapi aku tidak mencintai kamu Devan. Aku mau dijodohkan dengan kamu karna kedua orang tuaku yang membujuk bahkan memaksaku.” Kata Lisa cepat.
Devan menghela napas pelan. Devan sendiri tau bahwa Lisa tidak mencintainya. Namun seperti kata pepatah bahwa cinta itu buta. Dan Devan mengalami itu. Devan dibutakan oleh cintanya pada Lisa sehingga Devan tidak pernah mempermasalahkan tentang Lisa yang mencintainya atau tidak. Egois memang. Tapi selama Lisa tidak memberontak dan merasa tersakiti disampingnya Devan akan tetap berusaha agar bisa membuat Lisa mencintainya.
“Itu bukan masalah untukku sayang.. Aku yakin suatu saat nanti kamu akan mencintaiku.”
Lisa menatap tidak menyangka pada Devan. Pria itu bahkan masih bisa tersenyum manis meskipun Lisa mengatakan tidak mencintainya dengan tegas.
“Sekarang giliran aku yang bertanya.” Ujar Devan pelan.
Lisa hanya diam saja.
“Apa selama lima bulan hidup bersamaku kamu merasa terkekang, tidak nyaman, atau bahkan sampai merasa tersakiti?”
Lisa menelan ludahnya. Devan memang kadang berlebihan dan menyebalkan. Devan juga sedikit over protektif menurut Lisa. Tapi Lisa tidak pernah merasakan apa yang Devan katakan. Lisa berpikir mungkin rasa itu timbul karna dirinya yang sama sekali tidak memiliki rasa apapun pada suaminya itu sehingga Lisa merasa masa bodoh bahkan tidak perduli.
“Lalu saat aku menyentuhmu, Apa kamu merasa dinodai?”
Lisa mengerjapkan matanya beberapa kali. Lisa memang tidak mencintai Devan, namun Lisa tidak pernah melarang Devan menyentuhnya karna menurut Lisa itu adalah hak Devan sebagai suaminya.
Lisa memejamkan kedua matanya ketika merasakan belaian lembut tangan besar Devan di pipinya.
“Tidak Devan.. Aku tidak merasakan satupun yang kamu katakan.” Jawab Lisa spontan.
Devan tersenyum penuh arti. Harapan-nya semakin terpupuk. Devan semakin yakin bahwa suatu hari nanti Lisa pasti akan luluh padanya.
“Tapi aku juga tidak mencintaimu.” Lanjut Lisa membuka kembali kedua matanya menatap Devan.
“Itu bukan masalah besar bagiku.” Ujar Devan.
Lisa tidak paham dengan jalan pikiran Devan. Pria itu tetap bersikap tenang bahkan begitu lembut meskipun Lisa menolaknya.
“Sudahlah sayang.. Tidak perlu dipikirkan. Lebih baik sekarang kita tidur. Ini sudah larut.” Bisik Devan kembali merengkuh tubuh Lisa dan memeluknya sambil tersenyum dengan kedua mata terpejam.
“Aku yakin aku bisa membuat kamu jatuh cinta padaku Lisa.” Batin Devan optimis.
-------------
Kenny masuk kedalam ruangan Devan dengan gaya cool nya. Pria tampan dengan setelan jas abu abu itu melangkah dengan santai mendekat pada Devan yang sedang fokus dengan laptopnya.
“Bagaimana? Sudah kamu siapkan semuanya?”
Kenny berdecak. Belum juga dirinya duduk, Devan sudah menanyakan apa yang memang dia suruh dari dua hari yang lalu.
Kenny Pratama adalah sahabat sekaligus tangan kanan Devan. Hubungan baik mereka berdua sudah terjalin begitu lawas. Tepatnya sejak mereka berada dibangku sekolah menengah atas/SMA.
“Aku heran sama kamu Dev..”
Devan mengernyit. Pria itu kemudian mengalihkan mengalihkan perhatian-nya dari laptop miliknya pada Kenny yang duduk dengan santai didepan mejanya.
“Lisa, sepertinya sejak kalian menikah sampai sekarang lima bulan berlalu sikapnya tetap saja dingin. Lisa bahkan sering tidak perduli dengan semua yang kamu lakukan untuknya kan?”
Devan bersedekap.
“Ini masalah orang dewasa Ken.. Pikiranmu belum sampai kalau harus bertanya tentang hubungan luar biasaku dengan Lisa.” Balas Devan dengan santainya.
Kenny mendelik. Jelas jelas Devan yang kekanak kanakan bukan dirinya.
“Kalau suatu hari nanti kamu menyesal dan menangis bahkan memohon mohon padaku aku tidak akan membantumu.”
Devan tertawa mendengarnya. Dalam hati Devan berdo'a supaya dirinya tidak akan merasakan penyesalan karna mencintai Lisa. Devan juga berdo'a semoga apa yang dikatakan sahabatnya itu tidak didengarkan ataupun diaminkan oleh malaikat.
“Jadi sudah sampai mana persiapan-nya Ken?” Tanya Devan mengalihkan topik. Devan tidak ingin mereka berdua terlalu panjang membahas hubungan-nya dengan Lisa yang memang sejauh ini belum ada kemajuan.
“Sudah 100%. Kamu hanya perlu membawa Lisa besok ke taman. Dan ini, bunga yang kamu pesan tadi.”
Kenny meletakan sekuntum mawar merah yang memang diminta oleh Devan setiap hari.
“Kartu ucapan-nya?” Tanya Devan menjulurkan tangan-nya.
Kenny menghela napas. Sejak bertemu dengan Lisa Devan memang menjadi aneh menurutnya.
“Ini..” Kenny memberikan kartu yang kemudian langsung diterima dengan senang hati oleh Devan.
Devan segera menuangkan apa yang ada dipikiran-nya untuk Lisa siang ini lewat tulisan tangan-nya yang rapi. Dan apa yang setiap hari Devan lakukan dengan mengirim bunga serta ucapan kalimat romantis dikartu ucapan berwarna pink untuk Lisa itu berhasil membuat Kenny bergidik ngeri.
Lisa membuka secarik kertas warna pink yang menempel disetangkai mawar merah yang baru saja dia terima dari salah satu karyawan Devan yang Lisa sendiri tidak tau siapa namanya.
Lisa menghela napas kemudian menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan apa yang ada dikepala suaminya. Setiap hari Devan selalu mengiriminya setangkai bunga mawar merah dengan ucapan romantis yang menurut Lisa lebih kearah lebay dan sangat berlebihan.
Lisa melipat kembali secarik kertas warna pink itu kemudian menyingkirkan-nya dengan menaruh disamping tasnya.
Lisa menghela napas sekali lagi kemudian mulai membuka data pasien yang sedang ditanganinya.
Dok dok dok
Suara ketukan pintu yang begitu keras membuat Lisa tersentak. Penasaran dengan seseorang yang berada dibalik pintu ruangan-nya, Lisa pun segera membukanya.
“Dokter.. Dokter tolong papah saya dokter.”
Seorang gadis menangis ketakutan dengan tatapan memohon pada Lisa.
Lisa kenal dengan gadis itu. Dia adalah anak dari pasien yang memang selalu dipantau dan ditangani oleh Lisa.
“Ayo..”
Tanpa banyak bertanya Lisa segera melangkahkan kakinya mendahului gadis tersebut. Lisa tau keadaan papah dari gadis itu memang sering kali memburuk. Penyakit yang dideritanya memang sudah cukup kronis.
Setibanya diruangan tempat pasien-nya dirawat, Lisa segera mengambil tindakan karna pasien-nya benar benar dalam keadaan yang gawat saat itu.
Tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak di inginkan lagi, Lisa pun segera menyarankan agar pasien dioperasi saja.
Hal itu membuat Lisa kembali harus pulang terlambat. Lisa bahkan membuat Devan kembali menunggunya sampai mondar mandir sendiri didepan gerbang.
“Kamu pulang terlambat lagi sayang?”
Devan langsung menodong pertanyaan pada Lisa yang baru turun dari mobilnya.
Lisa menghela napas kemudian mengangkat tangan kirinya menilik waktu yang memang sudah sangat melebihi waktu kerjanya.
“Ada pasien yang harus aku tangani segera tadi. Dan ini masih jam yang wajar untuk seseorang pulang dari pekerjaan-nya.” Ujar Lisa dengan wajah datar menatap Devan.
Devan tersenyum dan menganggukan kepalanya. Pria itu kemudian meraih tangan Lisa, menggenggamnya dengan lembut.
“Tapi untuk besok kamu dirumah aja ya sayang..”
Lisa mengeryit kemudian melepaskan genggaman tangan Devan. Lisa tidak lupa hari apa besok.
“Maaf Devan. Tapi aku nggak bisa meninggalkan pasienku begitu saja.”
Senyum Devan lenyap seketika. Devan sudah menebak sebelumnya respon Lisa akan seperti itu.
“Lisa, besok itu 5 bulan pernikahan kita loh..”
“Ya aku tau. Tapi kamu tau sendirikan pekerjaan itu sangat penting buat aku Devan. Bukan karna uangnya, tapi karena pengabdian aku.. Aku ingin bisa bermanfaat bagi orang lain.”
“Lalu bagaimana denganku? Aku suami kamu.”
Lisa menelan ludahnya. Lisa sendiri tidak tau kenapa sampai sekarang hatinya belum tergerak sama sekali untuk membalas cinta Devan.
“Aku masuk dulu.”
Jika sudah seperti itu menghindar adalah solusi yang terbaik menurut Lisa. Lisa tidak ingin banyak berdebat dengan Devan.
Devan menghela napas menatap punggung Lisa yang masuk kedalam rumah. Devan sudah menyuruh Kenny menyiapkan kejutan untuk Lisa besok ditaman. Namun sepertinya kejutan itu akan gagal. Lisa tidak mau meluangkan waktu untuk merayakan 5 bulan pernikahan dengan-nya.
Devan berdecak. Dirinya sudah seperti orang tidak waras karna mencintai Lisa yang begitu dingin padanya. Tapi heran-nya Devan tidak pernah sedikitpun berpikir untuk menyerah. Devan justru semakin merasa tertantang untuk membuat Lisa jatuh cinta padanya.
Devan mendudukan dirinya diteras depan rumah. Pandangan-nya lurus ke mobil sport merah milik istrinya.
Tiba tiba seulas senyum terukir dibibir Devan. Pria itu seperti baru saja mendapatkan ide baru untuk bisa sama sama merayakan 5 bulan pernikahan bersama Lisa.
Merasa yakin dengan idenya sendiri, Devan pun mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi Kenny.
“Halo Ken.. Kamu dimana sekarang?” Tanya Devan dengan wajah sumringah.
“Aku di apartemen. Kenapa?”
“Tidak. Tidak papa.. Eemm... Ken, untuk acara ditaman besok dipindah saja ya.. Kita ganti dirumah sakit tempat Lisa bekerja. Oke?”
Devan segera memutuskan sambungan telepon-nya setelah berkata seperti itu pada Kenny. Devan memang sengaja melakukan-nya agar Kenny tidak protes padanya.
Namun ketika Devan bangkit dari duduknya satu notifikasi masuk kedalam ponselnya. Devan segera membukanya. Devan tertawa pelan melihat pesan singkat berisi umpatan penuh kekesalan Kenny padanya.
Devan melangkah masuk kedalam rumahnya tidak perduli dengan umpatan sahabatnya itu. Toh meskipun mengumpat penuh kekesalan Kenny pasti akan tetap melakukan apa yang Devan perintahkan.
Devan melangkah menaiki satu persatu anak tangga dirumahnya. Devan yakin saat ini Lisa pasti sudah berada dikamar mereka.
Begitu sampai dikamar Devan mendapati Lisa sedang mengganti bajunya. Devan mengeryit ketika melihat Lisa yang tampak sudah selesai membersihkan dirinya.
“Kok cepet banget..” Batin Devan.
Devan kemudian mendekat pada Lisa yang sedang mengancing baju piyama warna pink nya. Devan memeluk dengan mesra pinggang Lisa dari belakang membuat Lisa berhenti dari aktivitas mengancing piyamanya.
“Sayang...” Panggil Devan mesra.
“Aku minta maaf yah..”
Lisa mengeryit. Meskipun setiap hari Devan selalu melakukan hal konyol namun menurut Lisa itu bukan kesalahan. Lisa bisa memaklumi semua itu. Asal Devan tidak mengganggu aktivitasnya sebagai dokter, Lisa tidak akan marah.
“Aku yang minta maaf Devan. Aku tidak bisa merayakan 5 bulan pernikahan karna pasienku besok harus segera dioperasi.” Ujar Lisa mengusap tangan besar Devan.
Devan tersenyum mendengar apa yang Lisa katakan. Lisa memang sangat tekun dalam melakukan pekerjaan-nya sebagai dokter.
“Tapi malam ini aku boleh tidak...”
“Aku sedang mens Devan.” Potong Lisa pelan.
Devan merengut. Sejujurnya Devan ingin sekali Lisa cepat hamil anaknya. Tapi sayangnya Lisa mengatakan belum siap dan terus mengkonsumsi pil KB setiap mereka hendak melakukan hubungan intim.
“Ya sudah nggak papa. Lebih baik sekarang kita tidur. Kamu pasti sangat capek setelah seharian bekerja.”
Lisa menganggukan kepalanya. Lisa menurut saat Devan membopong tubuhnya dan membawanya ke ranjang.
Lisa benar benar tidak paham dengan Devan. Lisa selalu menolaknya, tapi Devan tidak pernah marah. Devan bahkan tetap bersikap manis dan perhatian padanya.
“Margareth, bagaimana hubungan kamu dengan dia?” Tanya Lisa ketika Devan baru saja membaringkan tubuh dan hendak memeluknya. Entah kenapa Lisa tiba tiba teringat pada Margareth, gadis yang dulu sering bersama dengan Devan.
“Kenapa tiba tiba nanyain Margareth?” Tanya Devan bingung.
“Kamu dulu selalu bersama dia kemana mana Devan. Aku pikir kalian sangat cocok.”
Devan tertawa. Devan berpikir Lisa sedang cemburu dan berusaha mengungkit masa lalu Devan sebagai pintu perdebatan.
“Margareth diluar negeri sekarang. Dan kamu harus tau, Aku sama dia hanya teman sepermainan. Tidak perlu cemburu.”
Lisa berdecak. Kepercayaan diri suaminya benar benar sangat akut.
“Cemburu itu tanda cinta Devan. Dan aku tidak mencintai kamu.” Ujar Lisa tenang.
Devan tampak berpikir dengan ekspresi seperti sedang meledek Lisa.
“Oke oke.. Aku tau itu.” Senyumnya santai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!