NovelToon NovelToon

Pilihan Hati Rania

Tetangga masa gitu

Jika Hawa milik Adam begitupun juliet cinta abadi sang romeo. Apa mungkin seorang gadis biasa seperti Rania akan bertemu dengan pangerannya ?

Laki laki tidak begitu melihat keindahan darinya, terabaikan bahkan tereliminasi dari daftar incaran mereka.

Yang ada ia hanya menjadi bayang bayang sahabat karibnya. Bertubuh seksi bak model profesional dan memiliki kecantikan paripurna. Mereka berlomba lomba ingin bisa menjadi kekasih Cecil teman kantor Rania.

Rania baru tiga bulan dipindahkan ke kantor pusat di sebuah perusahaan kontraktor terbesar kedua di Indonesia. Setelah sebelumnya ia bekerja di anak perusahaan selama satu tahun. Rania masih merasa asing bekerja dikantor sekarang karena kebanyakan dari rekan kerjanya yang memilih masing masing dalam bergaul. Untung saja ada Cecil, dia mau menjadi teman Rania sejak pertemuan pertama keduanya.

Rania jadi rindu suasana kantor cabang, dimana hangatnya pertemanan bisa jadi obat penguat ketika penatnya bekerja. Namun ada luka lama disana yang kembali menganga jika ia mengingat masa lalu.

Rasa sakit juga sesak didada membuatnya menghembuskan nafas berat.

"Huuuh . . ."

Rania mendongak berusaha agar cairan bening tidak keluar dari matanya.

"Kamu lelah ?"

Tanya seseorang secara tiba tiba. Pasalnya ketika naik Rania merasa sendiri di rooftop kantor, sebuah area baru tempat Rania menghabiskan sisa waktu istirahatnya.

"Ah tidak, saya hanya teringat masa lalu."

Singkat jawab Rania karena ia tak kenal siapa lawan bicaranya yang kini tengah menyulut sebatang rokok dari saku jasnya.

"masa lalu tidak untuk dikenang, cukup masa depan yang harus diperjuangkan."

Kata kata itu Rania seperti pernah mendengarnya namun entah dari mana.

"Yo, ayo balik ! Dah beres nih." seseorang muncul dari pintu satu satunya akses masuk ke rooftop.

"Tunggu dimobil nanti gue nyusul"

Setengah berteriak laki laki bertubuh tinggi dan berbadan cukup kekar dengan stelan jas press body berwarna hitam bludru begitu cocok ia kenakan, wajahnya yang sawo matang menunjukkan ciri khas pria Indonesia.

"Nama saya Rio, saya harap kita bisa mengobrol seperti ini lagi nanti."

Sebelum pamit Rio sempatkan memberitahu namanya pada Rania.

"Take Care !"

Sahut Rania saat Rio hendak memegang handle pintu kemudian sudut bibirnya sedikit terangkat.

Menjelang jam pulang kantor Rania masih dibuat penasaran oleh laki laki tadi. Ia sudah hafal semua karyawan dikantor pusat namun ia tidak tahu siapa Rio. Kebetulan sekali Cecil tiba mengajaknya pulang bareng.

"Nia kenapa melamun ?"

Tanya Cecil mengamati wajah bingung Rania.

"Cil apa kamu kenal dengan Rio ? Memang dia dibagian mana ?"

Pertanyaan Rania membuat Cecil sedikit berpikir keras.

"Ah tidak ada namanya Rio, ada juga Romario Sastra Wijaya. Memangnya ada apa Nia kok kamu tanya itu ?"

Cecil menunggu jawaban Rania.

"Oh iya itu mungkin orangnya, tadi ketemu di rooftop gak sengaja."

"Hah serius kamu Nia ? Kok kamu tidak cerita sih tadi ada pak Mario, kan aku juga ingin lihat wajah aslinya Nia."

Rengekan Cecil seperti bocah tidak kebagian permen disertai hentakan kakinya beberapa kali.

"Memang siapa Romario Sastra Wijaya itu Cil ? Bukan artis kan, kenapa kamu ingin bertemu dia ?"

Rania sangat bingung kenapa sahabatnya ini ingin sekali bertemu pria bernama Mario. Cecil memutar bola matanya jengah mendengar kepolosan Rania.

"Nia, , , begini sayang Romario atau Mario itu CEO di perusahaan kita yang tidak lain adalah putera tunggal pemilik perusahaan kontraktor terbesar di Indonesia yaitu Sastra Wijaya. Jelas aku ingin sekali berjumpa dengan pak Mario, semua karyawan hanya bisa melihatnya sekilas saat dia berlalu lalang dikantor ini. "

Panjang lebar Cecil menjelaskan hingga ia harus menghela nafas panjang.

"Begitu ya Cil, hmmm aku melihatnya dari jarak cukup dekat tadi. Orangnya ramah dan supel."

Jika Rania tahu itu bosnya mungkin ia akan bersikap lebih sopan lagi tadi.

"Jelas dong, dia sering dijuluki Angel karena hatinya yang lembut. Berbeda sekali sama CEO yang sudah seperti iblis. Meskipun semua kaum wanita terpesona dan jatuh cinta padanya, lebih banyak lagi yang patah hati dan hampir gila karena diputusin. "

Cecil beegidik membayangkan sosok yang ia sebut iblis.

"Memang siapa dia? "

Rania tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya lagi. Maklum sebelum pindah ke kantor pusat ia tak terlalu tahu menahu soal kalangan borju.

"Galih Hartono, anak tunggal pengusaha properti nomer satu. Ia juga merangkap sebagai arsitek di perusahaannya. Galih dan Mario sering kolaborasi dalam mega proyek tapi sesungguhnya mereka berdua itu musuh bebuyutan."

"Aduh Cil aku pusinglah dengerin kamu cerita soal anak anak konglomerat. Mending aku siap siap pulang, capek nih pengen pijit."

Rania hendak menuju mejanya namun lebih dulu ditarik Cecil.

"Sebentar Nia, aku minta tolong sama kamu kalau ketemu pak Mario lagi kasih tahu ada wanita cantik nan sexy bernama Cecil di kantornya."

Cecil yang memiliki tubuh mirip Anya Geraldine itu merangkul lengan Rania manja.

"Iya iya, itupun kalau ketemu lagi."

Rania hanya bisa menggelengkan kepalanya heran oleh tingkah Cecil.

Sore harinya sepulang kerja Cecil kembali ke kosan super elitnya di bilangan S. Ia terpaksa harus mengeluarkan uang dua juta rupiah setiap bulannya untuk biaya kos. Hanya rumah jambu yang jaraknya cukup dekat dengan kantornya. Beruntungnya itu sudah termasuk biaya air, listrik dan laundry seminggu sekali.

"Halo Nia, baru pulang? " Sapa salah satu penghuni kos, ia mahasiswi kedokteran yang sebentar lagi akan koas.

"Hai Bell, belum mulai koasnya?" Jawab Nia sembari membuka pintu, kamar mereka bersebelahan.

"Mulai minggu depan, oh iya Nia denger denger ada tetangga baru disebelah kamar kamu tapi katanya cowok. "

Nia menghela nafas mendengar berita buruk untuknya karena ia harus mempersiapkan mental nantinya.

"Well, semoga kali ini bukan orang rese ya Bell. Aku masuk dulu."

Usai pamit pada Bella Rania segera mengganti pakaian dengan piyamanya yang belum sempat di laundry. Ia sengaja tidak mandi dulu karena akan ada kang pijat sebentar lagi.

Rania merasa heran kenapa tubuhnya mudah lelah padahal ia hanya duduk didepan komputer setiap harinya. Ke lapangan juga jarang, paling saat ia diperintah atasannya untuk cek kebutuhan projek.

Tok tok tok

Suara pintu kamar Rania tiba tiba ada yang mengetuk. Ia bangkit dari kursi kerjanya untuk membukakan pintu.

"Hai, , "

Sapa seseorang dihadapan Rania, alangkah terkejutnya Rania yang mengira itu adalah mbok yang biasa ia gunakan jasanya.

"Kamu, , I mean pak Mario ada hal apa sampai kemari ? "

Rania dibuat heran pasalnya sang bos tahu dimana ia tinggal. Apa sebegitu berkesannya pertemuan pertama mereka? Pikir Rania.

"Saya kira tetangga kos saya bukan kamu, maaf mengganggu. Saya hanya ingin meminjam sapu dan alat pel."

Mario nyengir kuda mendapati keberadaan Rania sebagai tetangganya.

"Just for a moment,, "

Rania masuk kedalam untuk mengambil barang yang Mario butuhkan.

"Ini, sorry to say but pak Mario tolong jangan putar musik kencang ya soalnya saya butuh ketenangan. Thanks before. "

Ucap Rania usai menyerahkan sapu dan pelan ketangan Mario.

Mario hanya tersenyum simpul mendengar perintah Rania. Menurut Mario Rania begitu sekenanya saat bicara.

Mengsalting

Rania tertidur sangat lelap usai dipijat langganan nya. Ia bahkan tak mendengar Mario beberapa kali mengetuk pintu kamarnya. Ketukan pertama Mario hendak mengembalikan alat pembersih yang ia pinjam, kedua dia bermaksud memberi light snack sebagai ucapan Terima kasih sekaligus pindahan kos.

"Mungkin dia sudah tidur. " Batin Mario kembali ke kamar dengan menenteng snack bucket ditangannya.

Keesokan paginya Rania dan Mario sama sama bangun, mereka kini hanya terhalang dinding kamar. Rania sangat suka suasana ketika ia baru bangun tidur, damai dan penuh rasa semangat memulai aktifitas. Ia selalu bangun tepat disaat adzan subuh berkumandang. Meskipun dirinya tak sereligi orang tuanya, Rania berusaha untuk tetap menjalankan ibadah lima waktu.

"Hemmm enak sekali badanku setelah dipijat. " Rania tidak lupa melakukan pemanasan sebelum mandi.

Dikamar sebelah Mario sudah membuka jendelanya meskipun masih dalam keadaan gelap. Udara pagi memang sangat menyegarkan.

Anak Tuhan ini tidak lupa mengucap doa yang selalu ia panjatkan setiap ia bangun pagi. Bukan tanpa alasan Mario memilih kos di Rumah Jambu, selain dekat dengan kantor Mario enggan harus pulang kerumah keluarga yang jaraknya dari selatan ke utara. Baginya melelahkan, ia berjanji pada sang mama akan pulang di hari weekend.

Padahal untuk ukuran Mario ia bisa saja tinggal di sebuah griya tawang mewah. Namun ia sudah terbiasa hidup mandiri, toh ia hanya membutuhkan kamar untuk tidur. Selagi ada smart TV dan laptop semuanya aman terkendali, karena Mario sangat suka menonton film.

"Selamat pagi pak Mario"

Sapa Rania secara terpaksa ketika mereka bertemu didekat tangga.

"Pagi, saya tidak mengganggu tidurmu kan semalam? Soalnya saya habis nonton film. " Tanya Mario memastikan, namun bagi Rania itu seperti menyindirnya.

"Sepertinya tidak, kalau begitu saya duluan pak permisi. "

Rania bergegas menuruni anak tangga namun ia tersandung kakinya sendiri dan hampir jatuh. Beruntung Mario sigap menangkap lengan Rania.

"Hati hati, kamu baik baik saja? "

Mario cukup terkejut namun refleksnya sangat baik.

"Terima kasih, saya sudah sangat terlambat untuk menunggu bis." Nia melepaskan genggaman tangan Mario dan kembali berjalan meninggalkan kos rumah jambu.

"Kalau begitu kamu ikut saya, supaya langsung berangkat." Langkah Mario cepat mengejar Rania.

"Tidak usah pak Terima kasih. "

Tolak Rania datar.

"Hey, kamu kenapa? Saat di rooftop sikapmu tidak sejutek sekarang. Apa saya ada salah sama kamu? "

Tiba tiba Rania diberi pertanyaan aneh dari mulut Mario.

Rania bukannya menjawab ia malah terkekeh geli. "Pak Mario bos saya, that's it."

"Apa atasan dan karyawan tidak boleh atau dilarang berteman? Buka pikiranmu jangan terlalu kolot."

Mario hendak meraih tangan Rania dan menariknya kedekat mobil sedang mewah keluaran teranyar miliknya. Namun Rania menepis dan memilih meninggalkannya.

Rania hanya takut ini semua akan bertambah runyam jika dirinya menerima ajakan Mario. Ia trauma jika harus berhubungan dengan orang berjabatan tinggi ditempat kerjanya.

Dulu sebelum Rania bergabung di perusahaan Wijaya Karya corp. Dirinya sempat bekerja di bidang pariwisata. Ia didekati oleh seorang General Manager, muda dan berprestasi dalam pekerjaan. Awalnya Rania selalu menolak namun karena semakin lama pria bernama Bayu terlihat tulus akhirnya Raniapun luluh.

Hampir dua tahun mereka menjalin asmara, Rania dihadapkan beberapa masalah dengan Bayu. Mulai dari Bayu yang masih suka pecicilan sana sini pada perempuan, bahkan terparah Bayu selalu menuntut untuk making love dengannya.

Menjelang anniversary ke dua tahun Bayu hampir saja memperkosa Rania, beruntung Rania bisa berkelit dan membentengi diri. Itu menjadi pertemuan terakhir keduanya diluar pekerjaan. Yang artinya mereka putus secara tidak baik baik. Rania yang polos selalu mencurahkan isi hatinya pada sang sahabat Ririn.

Satu minggu setelahnya Rania terkejut bukan main, ia mendapat kabar bahwa Bayu dan Ririn akan menikah seminggu lagi. Semua teman kantor diundang kecuali dirinya. Apa Rania marah? Tentu tidak, bahkan ia sempat memberikan selamat pada Ririn melalui pesan singkat.

"Eh kan si Ririn udah hamidun dua bulan tahu sama pak Bayu."

Bisik seorang karyawan di toilet wanita, tanpa mereka tahu ada Rania dibalik bilik toilet.

"Gila ya si Ririn nikung sahabat sendiri, padahal Rania selalu bantuin tugas kantornya, traktir dia makan, minjemin duit segala deh pokoknya. "

Tambah yang lainnya.

"Kira kira Rania sudah dijebol pak Bayu belum ya? Kasian sih kalau udah, tragic deh pokoknya. "

Karena masalah pribadi Rania memilih mengundurkan diri secara baik baik dari perusahaan penyedia jasa perjalanan wisata itu. Namun Ririn yang tidak Terima dirinya menjadi karakter antagonis melabrak Rania ketika ia tengah membereskan keperluan kantornya.

Plak. .

Tamparan cukup keras mendarat di pipi Rania hingga memerah. Ririn tiba tiba naik pitam.

"Dasar *****, beraninya playing victim. Kamu kan yang menyebarkan gosip murahan di kantor? Nih aku bayar semua yang pernah aku Terima dari kamu. Bayu itu milih aku karena kamu udah ga virgin katanya, minta dinikahin Bayu enak saja. Jangan pernah ganggu calon suamiku lagi, awas kamu. "

Apa Rania menerima uang puluhan juta itu? Jawabannya tidak, karena ia tulus membantu Ririn. Yang ia rasakan hanyalah kebas dihatinya. Ia tidak bisa marah, sedih, kecewa bahkan menangispun tak ada air mata yang menetes.

Begitu mudahnya Tuhan membolak balikan hati manusia. Ririn yang selalu mendengar apapun masalah Rania dan Bayu malah berbalik menusuknya.

Padahal hanya Rania, Bayu dan Tuhan yang tahu bagaimana keadaan yang sesungguhnya. Setelah adegan pelabrakan Rania benar benar menghilang dari peradaban. Ia malu, malu karena dirinya jadi bahan gunjingan orang orang atas apa yang tidak ia lakukan. Padahal di kontrak Rania masih harus absen sampai akhir bulan.

Namun saat gajian tiba ia masih menerima gaji penuh, tunjangan masa jabatan, bonus dan pesangon.

"Anggap saja itu salam perpisahan dariku, semoga bermanfaat. " Pesan email yang dikirim Bayu pada Rania. Rania hanya menatap acuh.

Tingkat sakit tertinggi Rania ketika ia harus berpisah dari orang tuanya demi merantau ke Jakarta. Hanya karena sebuah rasa Rania rela pergi jauh untuk bisa melupakan luka yang hingga hari inipun masih sangat amat perih.

Waktu perjalanan Rania habiskan dengan hanya melamun, tatapan juga pikirannya kosong jauh menerawang. Ia duduk di bangku penumpang dekat pintu keluar. Saat bis berhenti di halte seseorang tiba tiba menarik tangan Rania menyadarkannya.

"Lepas pak, saya bisa jalan sendiri"

Berontak Rania pada Mario yang ternyata mengikutinya sejak dari kos rumah jambu.

"Sorry Rania, saya tidak ingin kamu terlambat itu saja." Mario merasa bersalah telah lancang melakukan kontak fisik.

"Pak Mario tahu dari mana nama saya Rania?"

Tanya Rania karena ia memang belum pernah menyebutkan namanya pada Mario.

"Hahaha Rania Rania, sejak saya bertemu kamu di rooftop saya sudah tahu profil kamu dari data karyawan. Memang siapa yang sering kasih perintah kamu ke lapangan kalau bukan saya? Hanya saja baru kemarin kita akhirnya bisa bertemu. "

Masuk akal penjelasan Mario dapat ia Terima.

Rania bingung dengan sikap Mario yang terus mengikutinya, ia tak ingin menjalin relasi diluar pekerjaan dengan bosnya itu. Sebisa mungkin Rania harus menghindar dari Mario.

"Saya masuk duluan pak, permisi. " Rania akhirnya pamit. Mario memperhatikan perempuan yang tingginya kira kira seratus enam puluh dua sentimeter itu memiliki suara husky, terdengar dalam dan berat.

"Suara Rania candu sekali."

Gumam Mario dalam hatinya.

Tanpa mereka sadari sepasang mata menyaksikan interaksi keduanya sejak turun dari bis. Dia bahkan mengerutkan dahinya beberapa kali saat tahu kebiasaan baru Mario. Mario yang tidak pernah naik bis kemanapun, Mario juga jarang bisa senyaman itu didekat perempuan. Dirinya bahkan selalu meledek kalau Mario itu penyuka sesama jenis karena tidak pernah meniduri pacarnya.

"Romario, gue tahu sekarang kelemahan loe. " Senyum iblisnya muncul seperti kabar yang beredar.

Lalu pria putih bermata sipit itu menancap gas menuju basement sebuah perusahaan besar dengan gedung yang menjulang tinggi.

Brak. . .

Pintu ruangan CEO terbuka tanpa diketuk terlebih dulu, membuat yang punya mengalihkan pandangan dari setumpuk berkas dihadapannya.

"Jika hanya ingin bermain main lebih baik loe balik sebelum gue hajar."

Tatap mata Mario tajam tanpa berkedip sekalipun.

"Calm down Rio, gue kesini malah ingin memberi loe projek besar asal dengan satu syarat."

Plak,,

pria dengan stelan jas berwarna gray itu melempar sebuah map di meja tamu.

"Mobil? Penthouse? Or a ***** girls? You can take anything."

Dari judul proposalnya saja Mario sudah tergiur karena ditaksir akan mendapat untung besar.

"No, syarat gue sederhana. Gue ingin mengerjakan projek ini disini dikantor seorang Romario Sastra Wijaya calon penerus Wijaya Karya corp."

pernyataan rivalnya sontak membuat Mario terkejut, ia penasaran apa mau dari si bad boy dihadapannya ini.

Karaoke room

"Baiklah bu saya mengerti. Kalau begitu saya permisi kembali ke ruang kerja."

Setelah mendapat pengarahan dari kepala bagian Rania keluar ruangan.

Ia merasa tanggung jawabnya semakin berat disini, selain menjadi staf purchasing kini Rania juga harus sering terjun ke lapangan agar bisa mengontrol pengeluaran juga kualitas jenis bahan baku.

"Disuruh apa sama bu Indah Nia? "

Tanya Erik si cowok flamboyan yang tak lain rekan satu timnya. Ia selalu ingin dipanggil Erika oleh karyawan lainnya, membuat semua orang geli melihat tingkah Erik.

"Aku di suruh terjun ke lapangan Rika, kan aku bukan mandor kenapa bu Indah minta tugas ini aku yang kerjakan? "

Rania meluapkan kekesalannya pada Erik, ia sudah pusing dengan hanya memikirkannya saja.

"Seru tahu Nia, kamu bisa mabal kemana saja kamu mau. Uang jajan disiapkan kantor, kamu tinggal jalan disupirin dan suruh ini suruh itu beres deh. Apanya yang gak enak coba? Bahkan kamu bisa sering ketemu arsitek ganteng berhati iblis itu waw aku sih mau aja gantiin kamu. "

Erik menyenggol lengan Rania layaknya kaum mereka saat kegirangan.

Rania tambah bingung lagi siapa orang yang dimaksud Erik arsitek ganteng iblis apalah namanya itu. Apa mungkin Galih Hartono seperti yang Cecil ceritakan padanya?

...

Seharian Rania bergelut dengan setumpuk pekerjaannya. Desas desus mega projek si iblis dan malaikat ternyata memang benar. Beberapa tim pelaksan berlomba lomba membuat rancangan terbaik mereka demi mendapatkan kepercayaan CEO yaitu Mario.

Yang kena imbasnya malah Rania, kini pekerjaannya menjadi double karena harus terjun langsung ke lapangan untuk mengawasi proyek.

"Emang gila sih mereka berdua, sat set aja bikin projek tiba tiba besok udah harus jadi rancangannya. Cuma dikasih waktu hari ini coba."

Gerutu salah satu tim pelaksana ketika tengah touch up di toilet. Rania yang tengah bersemedi hanya bisa mendengarkan mereka.

"tahu gak katanya untuk mereka berdua bisa sampe sepupuh milyar masing masing. Duh jadi pengen jadi pasangan mereka deh." Tambah salah satu dari ketiganya.

"Terus loe mau jadi murtad demi nikah sama pak Mario ? Kualat lu durhaka sama bokap nyokap."

Sontak Rania terkejut mendapati fakta kalau Mario ternyata tidak seiman dengannya. Terkikis sudah harapan dari lubuk hati Rania yang terdalam, bahwa sesungguhnya ia mulai terbiasa dengan kehadiran Mario dihidupnya. Apalagi kini mereka hidup berdekatan mulai dari tempat kerja juga tempat tinggal.

Kembali ia menepis hal yang tak mungkin, ia menggelengkan kepalanya berkali kali menyadarkan diri juga posisinya.

Baginya setahun lebih belum cukup untuk mengistirahatkan perasaan dan juga hatinya. Kini Rania yakin belum saatnya untuk jatuh cinta lagi. Ingat luka lama pun belum sembuh total ia tak ingin mengulang kesalahan dalam memilih orang.

Hari ini cukup melelahkan bagi Rania karena ia harus memulai tugas barunya dengan mengecek lokasi proyek.

Untungnya ia tak harus bertatapan langsung dengan Mario. Karena Mario harus terbang ke Jepang untuk mengecek usahanya disana, kabar itu Rania Terima dari kepala proyek. Ia bisa bernafas lega setidaknya Rania akan bebas tanpa harus bertemu dengan Mario.

Di jam pulang kerja Rania yang hendak absen dihadang oleh Cecil, Cecil manyun menunjukkan wajah kesal pada Rania.

"Apa lagi Cil? Aku capek mau pulang nih. "

Tanya Rania memasang muka malas berdebat. Sejak mengetahui keputusan HRD mengangkat Rania menjadi pengawas proyek Cecil terus mengirim Rania pesan kalau ia merasa iri dan ingin menggantikan posisi Rania.

"Tadi kamu ketemu sama pak Mario? Nia aku mau dong ikut proyek ini, aku kan staf keuangan jadi aku juga bisa kan sering ke proyek buat cek."

"Cil please jangan bahas ini dulu ya, mending kamu bicara langsung ke HRD. Maaf aku mau pulang duluan Cil."

Sejujurnya Rania sedikit risih karena Cecil terus saja merengek minta gabung dengan proyek terbaru perusahaan mereka. Semua alasannya hanya karena ada Mario. Cecil sangat terobsesi pada Mario saat ini.

"Ih Nia gak asik banget sih, awas saja kamu."

Cerutu Cecil setelah Nia meninggalkannya begitu saja.

Rania menghempaskan tubuhnya keatas tempat tidur, pikirannya kembali tertuju pada pekerjaan yang menurutnya tidak asik lagi. Kedepannya Rania harus sering panas panasan di lapangan, belanja ke toko bahan bangunan bahkan bisa saja meeting bersama Romario atau Galih.

"Kira kira dia di Jepang berapa hari? "

Terlintas diingatan Rania jika Mario beberapa hari ini tidak terlihat batang hidungnya baik dikantor maupun kos rumah jambu.

"Nia, , , apa apaan kamu ini kenapa malah memikirkan Mario? Ini tidak bisa dibiarkan ! Mending aku refreshing otak untuk sejenak."

Bergegas Rania masuk ke kamar mandi yang super bersih dan rapi miliknya. Ia berniat ingin pergi ke suatu tempat untuk menjernihkan pikiran.

Cukup singkat perjalanan Rania kini ia sudah tiba di tempat tujuannya yaitu tempat karoke keluarga. Nia biasanya melampiaskan kekesalannya dengan bernyanyi seorang diri.

Ia di antar oleh petugas menuju ruang nomer delapan, setelah diberitahu peraturannya petugas itupun meninggalkan Rania seorang diri.

Rania merupakan tipe perempuan yang cukup bisa menyanyi, tidak buta nada juga memiliki karakter suara husky.

Akibat terlalu meresapi lirik lagunya Rania tanpa sadar menitikan air mata.

Perjalanan cintanya yang berakhir luka membuat ia takut untuk menyukai seseorang lagi.

Tok tok tok, , ,

Pelayan itu masuk setelah mengetuk pintu, dia membawa sebuah nampan berisi mineral botol dan buah potong. Rania mengkerutkan dahinya bingung.

"Mas saya belum pesan apa apa, , " Rania.

"Ini dan juga karaoke roomnya sudah dibayar mba, sama bapak yang ada disebelah kiri. Saya permisi dulu. "

Terang petugas laki laki tadi.

Karena penasaran akhirnya Rania keluar lalu mengintip dari kaca pintu siapa orang yang sudah membayar tagihannya.

Ternyata pria tersebut tengah asik berdansa bersama dua gadis, satu diantaranya memegang mic menyanyikan lagu up beat memekik telinga.

Rania tidak mengenal orang itu sama sekali namun ketika ia hendak memegang knop pintu untuk masuk seseorang menahan pergelangan tangannya.

"Jangan masuk! "

Perintahnya, tanpa aba aba Rania ditarik olehnya menuju pintu keluar.

"Kamu sedang apa disini hemm? Kamu pikir ini tempat yang bisa kamu kunjungi? Lihat dirimu yang tanpa berpikir hendak masuk ruangan tadi? Bagaimana jika orang yang kamu temui itu jahat?"

Tanyanya bertubi-tubi membentak Rania didepan para tamu waiting list juga receptionist.

"Sudah puas tuan Romario? Ada hak apa anda melarang saya datang ke tempat manapun? Ini semua bukan urusan anda. Kalau bukan karena anda saya tidak akan berakhir ditempat ini."

Rania berlalu pergi meninggalkan laki laki yang ternyata Mario. Entah Rania tidak tahu sejak kapan bosnya kembali dari perjalanan bisnisnya.

Mario mengejar langkah gadis yang sudah beberapa hari ini ingin ia temui. Penatnya bekerja membuat Mario berpikir jika ia harus bertemu Rania secepatnya setelah kembali ke Indonesia.

"Apa maksud dari ucapanmu yang terakhir Nia?"

Tanya Mario kini sudah menghadang didepan Rania.

"Anda sengaja membuatku susah ditempat kerja, aku penasaran sekali kenapa repot repot melakukannya?"

Rania kesal atas tindakan Mario dan ini saatnya ia menuntut penjelasan.

"Aku hanya ingin berteman denganmu, mengenalmu lebih jauh itu saja."

Mario secara jantan mengakui niatnya pada Rania.

"Untuk apa? Dalam suatu pertemanan tidak akan berhasil jika itu pria dan wanita. Tolong saya hanya ingin menjalani hidup dengan tenang. Lebih baik bapak cari orang lain saja." Rania menyetop sebuah taxi yang kebetulan kosong. Mario mengendurkan dasinya yang membuatnya terasa sesak.

Romario Sastra Wijaya, lahir di kota Rome Italia ketika sang mama ngidam ingin melahirkan di kota pizza itu. Usianya menginjak tiga puluh tahun ini, sejak lulus kuliah Mario sudah memimpin perusahaan sang papa. Dimana sebelumnya ia hanya karyawan magang di departemen perencanaan anggaran.

Dia bukan tidak ingin menjalin hubungan serius apa lagi menikah, hanya saja Mario belum menemukan sosok yang ingin ia ajak ke pelaminan.

Mama dan papanya berulang kali menjodohkan Mario dengan anak dari teman temannya namun selalu gagal. Mario jengah dan berjanji akan serius mencari pendamping hidup jika mereka berhenti memaksa.

"Halo ma,,, ada apa? "

Tanya Mario setelah mengangkat panggilan dari mama tercinta.

"Mario, kamu dimana nak? Katanya kamu sudah landing di Jakarta, mama kangen pengen ketemu."

Rengek sang mama disebrang telpon.

"Nanti ya ma, saatnya tiba Rio akan pulang membawa sesuatu."

Katanya pasti berjanji pada mama yang mengerti apa maksud dari ucapan anak satu satunya itu.

"ASAP ya Mario, mama dan papa pengen segera menimang cucu. Mama tidak peduli dengan status maupun latar belakang yang penting kamu bahagia, asal seiman sama kamu nak."

Mario sejenak memejamkan matanya mendengar kalimat terakhir.

"Nanti Mario telpon mama lagi, Rio masih ada pekerjaan see you ma luv you. "

Segera Mario pergi menuju basement untuk mengambil mobilnya.

"Apa apaan ini Mario, kenapa lu ninggalin pesta kita hah?"

Temannya tiba sebelum Mario masuk kedalam mobil.

"Next Time Gall, gue ada keperluan mendadak. Tagihannya biar masuk ke invoice kantor gue."

Segera Mario tancap gas meninggalkan pria yang kini mendengus kesal.

"Sial, dia pasti mengejar cewek itu. Harusnya gue masuk tadi kedalam."

Umpat pria itu lalu kembali ke dalam karoke room.

"Baby,,, ayo kita habiskan malam ini dihotel dekat sini, aku sudah tidak sabar ingin memuaskanmu."

Wanita penghibur dengan pakaian serba kurang bahan itu bergelayut manja dibahu pria yang ia panggil baby.

"Shut the **** up *****! Tidak ada yang bisa memuaskanku didunia ini kecuali uang, pergilah dan menginap saja sendiri."

Dia melemparkan seikat uang pecahan seratus ribu keatas meja lalu pergi begitu saja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!