NovelToon NovelToon

Angel!!

Bab 1. Gendis

Gendis atau lebih akrab dipanggil Ndis tiba di rumahnya. Gadis berwajah manis ini baru saja mengantar kue buatan ibu untuk uti dan kung nya.

"Assalamualaikum pak," Gendis langsung menuju bengkel. Melihat bapaknya yang sangat dia sayangi sedang bersibuk ria dengan rutinitas yang beliau lakukan membuat Ndis tergerak untuk membantu.

"Waalaikumsalam, baru pulang nduk? Kok malah ke sini, awas itu ada air sabun licin.." Kata bapak Parto sambil menunjuk genangan air di depan Ndis. Dengan sigap Ndis melompat untuk menghindari genangan air sabun agar tidak jatuh terpeleset. Dia mengambil sapu lidi, membantu bapak membersihkan genangan air yang bisa saja membuat dirinya atau orang lain jatuh kalau masih dibiarkan saja.

"Pak dapet salam dari uti sama kung, bapak nanti sore disuruh ke sana." Gendis menaruh sapu di pojokan bengkel.

"Iya, nanti tak ke sana sama ibumu." Parto menjawab sekenanya.

"Pak, Ndis dimintai tolong sama bu lurah bantu mengajar di paud yang baru di bangun itu. Boleh pak?" Gendis mendekati bapaknya, ikut berjongkok melihat apa yang bapaknya lakukan.

"Moso to? Bukannya udah ada guru khusus yang ngajar di sana? Tapi nek kamu suka ya monggo aja nduk. Bantu orang kan baik, enggak ada salahnya kalau kamu mau coba hal baru." Parto tersenyum ke arah putrinya.

Anak sulungnya ini memang sangat aktif, enggak mau berdiam diri. Sering membantu bapaknya di bengkel dan juga membantu ibunya membuat kue. Semua yang dia bisa lakukan, akan dia kerjakan. Meski perempuan, dia enggak mau manja berpangku tangan dan menjadi kaum rebahan aja.

"Cuma bantu aja pak, guru yang ditunjuk sama sekolah kan mau lahiran. Jadi bu lurah minta Ndis bantu-bantu aja," Ndis memijit pundak bapaknya. Penat. Pasti itulah yang Parto rasakan, beberapa hari ini bengkelnya selalu ramai. Meski sudah ada tiga orang yang membantu pekerjaan Parto, lelah tetap saja dia rasakan.

Terdengar suara motor mendekat menuju bengkel Parto. Dua lelaki itu turun, yang satu langsung tersenyum enggak jelas, satunya lagi entah apa yang dia pikirkan. Raut mukanya tak terbaca.

"Kulo nuwun... Assalamualaikum," Ucap Jo memberi salam.

Jo? Siapa Jo?

Namanya ke bule-bulean ya, apa mungkin dia blesteran dari negeri seberang? Oowh jelas tidak! Bukan seperti itu, Jo adalah nama yang dia singkat sendiri agar lebih keren saat orang-orang memanggilnya.

Nama panjangnya adalah Joko Jatmiko Abdi Kusumo. Waaah panjang rek! Iya, emang panjang. Maka dari itu dia memilih menyingkatnya jadi Jo aja. Lebih praktis, efisien, mudah dan bisa dibawa kemana-mana! Maaf ini tadi bahas apa?!

"Waalaikumsalam, ngapain cengengesan? gigimu itu lho ketempelan kulit cabe! Gilani!" Ndis melirik saja ke arah dua temannya yang hampir tiap hari dia lihat.

"Nduk bapak ke dalam dulu," Parto tersenyum melewati Jo dan Fajar. Kedua teman anak gadisnya itu langsung membalas dengan senyuman juga.

Saking akrabnya dengan keluarga Ndis, Jo dan Fajar kadang tak sungkan memanggil Parto dengan panggilan bapak, sama seperti Ndis memanggil bapaknya.

"Ndis.." Panggil Jo sambil duduk tanpa dipersilahkan.

"Opo?" Gendis mengikat rambutnya ke atas, memperlihatkan leher putihnya yang jenjang.

"Jar kamu ngomong sendiri lah, aku enggak ikut-ikutan pokok'e!" Jo melihat ke arah Fajar yang sedari tadi masih diam membisu.

"Opo to? Ngomong tinggal ngomong, kalau enggak mau ngomong, takut bau mulutmu nyebar bikin orang keracunan, mending nulis aja. Nih buku sama pen! Ribet amat!" Ndis mulai ngomel. Sama seperti ibunya. Fajar menatap malas mendengar omelan Ndis.

"Aku hitung sampai seribu kalau enggak mau ngomong mending pulang aja sana!" Hedeh ini bocah apa dah!

"Heeh ini lagi, kelamaan Jubaedah! Kamu ini...!" Jo ikutan kesal.

"Ada apa sih?" Ndis bertanya untuk kesekian kalinya. "Kamu hamilin orang? Makanya punya burung itu dijaga! Dikandangin biar enggak lepas, enggak merugikan orang lain! Pusing sendiri kan jadinya!!" Asal mangap dia.

"Heeeh mbak,, yang sopan! Enggak usah bawa-bawa onderdil bawahku dalam obrolan kita ini, dia itu sensitif! Mudah tersinggung, aku yang pemiliknya aja bingung bikin dia tenang kalau dia udah tegang!" Ucapan Fajar langsung diiringi gelak tawa Jo. Ndis memutar bola matanya malas, ini orang apa lho!

"Terus apa?" Ndis berucap sambil keluar dari bengkel bapaknya, memilih duduk di bawah pohon rambutan. Lebih adem, enggak tercium bau oli atau bau apapun itu khas bengkel. Kedua pemuda itu mengikuti langkah Ndis seperti ajudan yang mengiringi tuan putrinya.

"Ndis sebelumnya aku minta maaf ya, aku ambil keputusan ini karena.. Ah gimana ngomongnya. Intinya, aku jadian sama Neta." Fajar berucap tanpa berani melihat sorot mata Indah.

Ndis langsung melotot. Matanya hampir keluar! Wajahnya yang putih bersih langsung berubah kemerahan karena menahan emosi,

"Mbuh ah.. Aku enggak melu-melu!" Jo pura-pura sibuk dengan ponselnya.

"Kamu enggak waras? Kamu tahu kan Neta itu musuh ku? Dari orok dia suka bikin masalah sama aku! Dari dulu dia nguber-nguber kamu, kenapa baru sekarang kamu terima dia? Baru jadian sama dia? Jadi tujuan mu ke sini mau pamer status? Gila ya?! Enggak habis pikir aku! Aku tahu lah Neta semok, montok, bamper depan belakangnya maju semua. Semua kelebihan ada sama dia, enggak ada orang di desa sini yang menonjol seperti Neta! Jadi kamu mulai melirik ke arah sana?" Asli ngos-ngosan ini yang nulis!

Jo menutupi senyumnya, nyaris mau tertawa karena kalimat panjang lebar yang Ndis sampaikan.

"Kalau ke sini cuma bikin aku emosi mending pulang aja, pulang sana pulaaaang!! Tahu gitu aku tadi enggak tanya, bikin orang kesel aja!" Tahap dua, tenang ngomelnya belum selesai. Silahkan yang haus ambil minum dulu!

"Dari ujung rambut nyampe ujung kaki, lihat cara dia jalan atau denger cara dia bicara aja udah bikin aku emosi! Dan kamu tahu itu Jar, kamu tahu!!! Tiap hari ada aja ulah si Medusa itu yang buat aku pengen nyekik dia, kamu juga tahu itu Jar! Apa tiap aku cerita, kamu alih fungsikan kuping mu jadi centelan wajan hah? Kamu udah kena pelet dia apa gimana hah? Ngomong Jar!! Diem aja ku tabok pakai sandal juga nih!!" Ngomel tahap tiga. Selesai? Belum!

"Gimana aku mau ngomong Ndis.. Kamunya enggak mau kasih aku kesempatan ngomong," Fajar berusaha setenang mungkin menghadapi nini kunti part dua ini. Padahal jantungnya udah dag dig dug pyaar!

"Jadi di sini aku yang salah hah? Aku yang salah gitu??? Aku-" Sebelum Ndis mulai mencak-mencak lagi, Jo menempelkan botol air mineral yang dia ambil dari jok motornya tadi ke bibir Ndis.

"Lucknut!" Ucap Ndis merampas botol itu dari tangan Jo, Jo hanya tertawa. Dia tahu kalau bakal seperti ini jadinya. Kenekatan Fajar memacari Neta akan membuat Ndis murka, bisa jadi persahabatan mereka dipertaruhkan di sini.

"Dengerin dulu alasan tomcat ini Ndis, hati kan enggak bisa dikontrol saat dia memilih seseorang untuk dicintai. Coba tenang dulu," Jo berusaha menjadi penengah diantara mereka berdua.

"Makan tuh cinta! Bener kata orang, cinta itu buta! Aku baru lihat sendiri kalau peribahasa itu benar adanya, dia jadi buta sekarang! Juling, enggak bisa bedain mana teman mana lawan!" Ndis mendengus kesal.

"Ndis.. Aku terima dia karena enggak pengen kamu ribut mulu sama dia, seenggaknya kalau aku sama dia bisa nyetirin dia biar enggak ganggu kamu terus. Ndis aku lakuin ini demi kamu, aku enggak bisa lihat tiap hari kamu sewot karena dibikin emosi sama Neta." Fajar mulai bicara.

"Ooowh jadi kamu mengorbankan diri untuk aku nih ceritanya? Tapi, maaf aku enggak terharu! Kalau mau berkorban nanti aja pas Idhul Adha, beli kambing atau sapi sekalian! Jangan pakai hatimu buat dikorbanin, basi tahu enggak!!"

Jo bingung, mau ngomong apa. Fajar kembali diam, merangkai kata yang tepat agar Ndis mau ngerti dengan keputusannya ini.

"Jo, kamu tahu kan aku benci banget sama Neta? Dan dia pernah bilang, apapun yang aku punya bakal dia dapetin juga! Terbukti Jo, sekarang terbukti! Satu persatu apa yang aku miliki dia ambil.. Kamu juga mau pergi ninggalin aku Jo?" Mata itu berkaca-kaca. Lelehan bening jatuh membasahi pipi mulus Ndis.

"Kamu kenapa berpikir sejauh itu Ndis? Aku enggak akan ninggalin kamu! Aku udah pikirin ini jauh hari Ndis, Neta ganggu kamu terus karena aku. Aku enggak mau kamu selalu uring-uringan karena dia, sebisaku aku bakal cegah dia lakuin hal-hal absurd lagi kalau ketemu kamu. Aku jamin dia enggak bakal ganggu kamu lagi," Fajar mendekati Ndis, dia mengusap air mata Ndis tapi, langsung ditepis gadis itu.

"Wes wes.. Angel.." Kata Jo geleng kepala.

Angel dibaca angel dalam bahasa Jawa memiliki arti susah. Jadi judul novel ini bukan Angel is enjel atau malaikat ya gaess🙏🤣😌

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Bab 2. Terserah!

"Ndis aku minta maaf.." Fajar bingung mau bilang apa.

"Buat apa? Maaf go ngopo? Udah sana pulang! Gelayutin aja itu pacar barumu! Ngapain malah di sini!?" Marah. Tentu aja, Ndis merasa Fajar lebih memilih musuhnya dari pada dia.

"Ndis jangan kayak gini to, kalau Fajar milih jadian sama Neta, kita sebagai temennya harus dukung dia. Ya.. meski kita tahu Fajar nanti bakal dijadiin tumbal sama si sidat sawah itu. Kita lihat aja dulu, bakal kayak apa endingnya hubungan Fajar sama sidat sawah. Aku kok santai!" Jo membukakan tutup botol air mineral itu, diberikan kepada Ndis.

Muka Fajar ditekuk. Sebenarnya bukan seperti ini yang dia harapkan, Fajar juga enggak menginginkan pujian atas pengorbanan hati yang dia lakukan sekarang ini hanya ingin melihat Ndis seneng tanpa diganggu Neta.

Apa Fajar juga memiliki perasaan khusus untuk Neta sampai mau jadian sama musuh sahabatnya sendiri? Enggak! Bahkan secuil rasa untuk Neta pun tidak ada di dalam hatinya. Hanya ingin menjadi guardian angel untuk Ndisnya!

Mungkin saat ini Ndis enggak bisa terima keputusan Fajar jadian dengan Neta tapi, dia yakin lambat laun Ndis akan ngerti. Semua dia lakukan untuk ketentraman hidup Ndis saja.

Jo sedari awal sudah bilang, sudah menasehati Fajar, jika cara ini pastilah enggak efektif. Fajar justru akan kehilangan sosok terdekatnya kalau nekat jadian sama Neta tapi, mau gimana lagi. Fajar udah memilih jalur ini kok! Jo sendiri enggak habis pikir bisa-bisanya Fajar mau nerima Neta yang notabene adalah musuh Ndis.

Mereka dikagetkan oleh bunyi ponsel milik Jo, dilihatnya ke arah layar ponsel itu. Enggak tahu ini dari siapa, hanya nomer aja tanpa nama. Yang artinya, panggilan ini enggak penting!

Diam. Mereka semua membisu. Hanya suara motor yang sesekali terdengar memecah kesunyian. Udah kayak lagu aja ya hahaha.

Sekali lagi, ponsel Jo berbunyi. Ndis melirik ke arah sana. Jo menggeser layar ke warna hijau. Mode loud speaker di aktifkan!

"Paijooooooo!!! Ayang ku mana? Mana dia?? Nomernya enggak aktif Jooooo!!!!"

Suara dari seberang sana. Sudah bisa dipastikan siapa pemilik suara cempreng itu. Neta!

Sidat sawah tahu nomerku dari siapa? pikir Jo sambil mengerutkan keningnya.

"Ini siapa?" Tanya Jo pura-pura enggak tahu jenis suara itu punya siapa.

"Alah, aku Neta Cempaka Arum Manis lah!!! Buruan kasih tahu di mana ayang ku!"

Beuuh namanya rek!

Fajar geleng kepala, memijit kepalanya sendiri yang makin pusing. Benar-benar pusing! Ndis yang melihat hal itu, tersenyum sinis. Mendengar suara Neta aja bikin Ndis pengen lempar hp Jo, tapi masih bisa dia tahan. Dia tahu hp Jo ini waris turun-temurun dari keluarganya!!

"Enggak tahu, aku enggak sama dia!" Jo masih meladeni sidat itu bicara melalui telepon.

"Kok bisa enggak tahu!! Aah pasti dia lagi sama linggis ya?? Emang cewek enggak tahu diri, cowok orang aja masih dipepetin!!"

Ndis yang berang karena namanya dibawa-bawa, langsung merebut ponsel Jo.

"Heh belatung nangka! Kamu ini terbuat dari api neraka ya? Apapun yang keluar dari mulutmu bisa bikin orang lain emosi! Kamu cari siapa sampai bawa-bawa aku segala? Ngatain aku enggak tahu diri! Ngaca?! Siapa yang enggak tahu diri di sini!" Ndis terpancing emosi gara-gara omongan Neta.

Jo langsung mengambil hpnya, dia matikan aja sekalian. Dia tahu pasti Neta bakal terus menghubunginya nanti. Mematikan telepon adalah jalan terbaik saat ini.

"Udah Ndis udah.. Kamu jangan marah-marah terus. Cepet tua nanti, katanya mau jadi guru paud, guru paud itu harus sabar, harus selalu senyum, selalu memancarkan aura positif biar orang di sekelilingmu bisa ikutan seneng." Jo memberi nasehat. Udah kayak sesepuh aja dia tuh!

"Terserah!!" Mode males ngomong on.

"Ndis kamu mau es krim? Katanya es krim bisa bikin dingin hati dan kepala lho, mau?" Masih Jo yang berseloroh.

"Iya kalau itu es kamu templokin ke jidatmu ya pasti dingin itu kepala mu!!" Masih emosi.

"Kamu mau aku gimana Ndis?" Giliran Fajar yang bertanya.

"Terserah!!" Udah kayak gini tuh cuma satu orang yang bisa bikin dia keep kalem lagi, siapa? Parto! Sang bapak tersayang. Pawangnya Ndis, untuk sekarang ini hanya Parto yang bisa balikan mood anak gadisnya jadi normal kalau dia sedang uring-uringan kayak gini.

"Bapak mana ya, aku mau ijin ajak kamu jalan Ndis," Jo masih mencoba mencairkan suasana.

"Jalan kemana??" Meski sengak Ndis tetap merespon apa yang Jo ucapkan.

"Jalan ke KUA, hehehe" Gaje banget.

"Mimpi aja!!" Ndis berdiri dari duduknya.

"Kirain mau jawab terserah lagi Ndis, mayan kan umur dua puluh tahun udah bisa boyong kamu ke KUA hahaha." Lirikan tajam mata Fajar menutup mulut lebar Jo saat tertawa. Tapi setelah itu dia kembali tertawa lagi.

Ndis masuk rumah, moodnya enggak baik. Malas berbincang dengan kedua temannya.

Melihat Ndis yang berjalan cepat memasuki kamar, membuat Parto dan Shela yang tadi ada di teras rumah jadi saling pandang. Kedua legend yang kini jadi orang tua Ndis itu agak bingung, enggak biasanya putri mereka diam saja saat melihat kedua orang tuanya berkumpul.

"Samperin mas.. Kamu kan kesayangannya." Shela tersenyum sambil mengusap lembut punggung tangan suaminya. Parto menjawab dengan anggukan. Langsung berjalan meninggalkan Shela begitu saja tapi, setelah itu Parto kembali lagi ke teras. Dengan cepat dia mengecup pipi istrinya. Membuat Shela tersenyum karena ulah suaminya.

"Jar.. Ini kita pulang aja atau gimana?" Jo bertanya karena bingung melihat Ndis masuk ke dalam rumah tanpa mengajak mereka mengikutinya.

"Terserah!!" Fajar beranjak dari tempatnya.

"Oke oke, terserah kabeh wes terseraaaah!!"

Jo prustasi!

Bab 3. Tanda Apa?

Di rumahnya Fajar sudah ditunggu seseorang, Neta! Gadis itu duduk manis di ruang tamu bersama adik Fajar, mereka kelihatan akrab.

"Sayaaaaang.. Soko ngendi sih? (Dari mana sih?) Tak telepon dari tadi nomer mu enggak aktif yang," Neta langsung berdiri menyambut Fajar datang. Adik Fajar, Damar hanya tersenyum geli melihat kakaknya yang baru pulang langsung di sambut oleh pacarnya yang rewel.

"Bentar Net.. Aku capek mau mandi bentar," Neta yang memegang tangan Fajar langsung tersenyum sumringah.

"Mandi? Aku boleh ikut? Aku juga capek yaaaang.. Nyari kamu tadi muter-muter lho, capek banget!" Aduhai manusia jenis apa ini!?

Damar berlalu pergi. Meninggalkan kakaknya dengan perempuan jelmaan kaki seribu yang sekarang ini dia ketahui berstatus pacar kakaknya. Damar enggak nyangka wanita yang kayak gitu yang kakaknya jadikan pacar. Dia berpikir, Ndis lah yang akan jadi pacar kakaknya ternyata dia salah!

"Net.. Kamu tunggu di sini aja, aku mandi bentar. Kalau enggak kamu pulang aja, katanya capek kan?" Masih berusaha bersabar. Bersikap sewajarnya. Meski sebenarnya hatinya tidak menyukai ini semua.

"Sayaaangku emang paling pengertian, kamu nyuruh aku nunggu biar kamu siap-siap dulu kan ya? Abis ini kita mau jalan kan? Iya kan? Harus iya dong sayang.. ini kan hari jadi kita sayaaang" Neta terus memperlihatkan deretan gigi putihnya. Bergelayut manja di lengan lelaki yang udah dia incar sejak lama.

Saat Fajar bersedia jadi pacarnya beberapa jam yang lalu, tak ayal rasa senang itu pasti meluap-luap di dalam hatinya. Seluruh dunia musti tahu! Dia update ke sosial media yang dia punya, memberi tagar #Fajarnya_Neta!! Diberi emot lope selusin, membuat orang yang melihat pasti tahu jika Neta sedang menghappy saat ini.

"Kamu duduk dulu, aku mandi bentar." Kalimat datar itu tetep saja terasa syahdu untuk Neta. Apapun yang diucapkan Fajar adalah keindahan buat dia! Budak cinta banget ini mah, melebihi kak Pai!

"Sayaang, aku tunggunya di kamar aja boleh?" Fajar langsung berlalu pergi. Dia tidak begitu mendengar apa yang Neta tanyakan hanya menjawab...

"Iya tunggu aja di situ."

Mendengar hal itu, Neta langsung jingkrak-jingkrak. Senyum merekah di bibirnya, dia keluarkan ponselnya bikin video untuk kontennya. 'Sayangnya aku ngajak ngamar'. Itu adalah judul kontennya.

Sepuluh menit Fajar kembali dari kamar mandi, celingukan mencari di mana Neta pergi. Di ruang tamu dan di teras rumah enggak ada tapi, motornya masih nangkring di depan sana. Kemana dia? pikir Fajar. Tak mau pusing mikirin Neta yang hilang entah kemana, dia segera masuk ke kamar. Tujuannya pastilah untuk berganti pakaian. Karena saat ini tubuhnya hanya tertutup selembar handuk kecil di batas pinggang.

Saat dia masuk kamar, Fajar di kagetkan oleh sosok Neta di sana. Yang saat ini tersenyum lebar sambil rebahan di tempat tidur cowok kesayangannya. Kok Neta bisa tahu letak kamar Fajar, tahu karena Neta enggak sekali dua kali ini main ke sana. Bedanya dulu statusnya masih pemuja Fajar, hanya seorang yang sangat terobsesi pada sosok lelaki dua puluh dua tahun itu. Sekarang, Neta bener-bener seperti kejatuhan durian satu truk! Karena mimpinya untuk mendapatkan Fajar bisa terwujud.

"Kamu ngapain di sini?" Sorot mata tak bersahabat ditunjukan oleh Fajar.

"Kan sayang yang minta aku tunggu di sini, sayaaaaang kamu seksi banget sih. Gemes deh!!" Neta mendekati Fajar.

"Net, keluar dulu. Aku mau ganti baju." Hardikan Fajar tak diindahkan oleh Neta, Neta justru semakin merapatkan barisan untuk nempel ke Fajar.

Kok bisa Neta seberani itu? Neta kan cewek harusnya menjaga harga diri dan rasa malunya dong! Karena enggak semua cewek punya rasa malu! Urat malunya putus! Diloakin ke penjual bakso buat bikin bakso urat! Makanya rasa malu itu hilang tak bersisa. Ada ya orang seperti itu? Adaaaaaa...!!!

Neta bergelayut manja, memeluk Fajar yang hanya memakai handuk sebagai pelindung diri. Fajar sampai kaget dengan gerakan cepat yang Neta lakukan padanya saat ini.

"Sayaaaaang..." Entah apa yang merasuki Neta, dengan cepat dia menyesap dada polos Fajar. Kejutan kedua! Fajar langsung mendorong kasar Neta sampai jatuh tersungkur, Fajar menunjukan muka marahnya! Belum pernah ada cewek yang seberani ini pada dirinya.

" Keluar sekarang Net!!" Bentak Fajar berang.

"Sayang kamu kok kasar sih! Aku salah apa? Bukannya semua cowok suka dengan tanda kepemilikan seperti ini, aaaaah sayaaang sekarang kamu milikku! Lihat itu, ada lambang cinta kita di dada kamu." Tanpa rasa bersalah sedikitpun, Neta malah tersenyum bak Medusa!

Fajar tidak mau banyak bicara, dia berjalan mendekati Neta. Menarik tangan perempuan minus rasa malu ini, dan mendorongnya ke luar kamar. Pintu langsung Fajar kunci! Dia melihat melihat bagian dadanya, sial!

Sesapan kilat yang Neta lakukan tadi memberi bekas nyata di sana! Selama ini enggak ada cewek yang menandai dia seperti yang Neta lakukan barusan. Baru beberapa jam jadian aja dadanya udah jadi korban gitu, apalagi kalau beberapa minggu? Beberapa bulan? Aah Fajar bergidik ngeri.

Selesai berganti pakaian, Fajar tak langsung keluar kamar. Dia malah rebahan santuy di kasurnya. Meletakan satu tangannya di kening. Berpikir, apakah yang dia lakukan ini, memacari Neta ini udah benar? Atau malah sebaliknya?

Mendengar ketukan pintu berkali-kali tak membuat Fajar tergerak untuk keluar kamar. Dia marah pada Neta! Malas bertemu dengan gadis itu. Diambilnya ponsel yang sedari pagi dia matikan, dia nyalakan sebentar untuk mengirim pesan kepada dua orang yang menjadi sahabat terdekatnya. Ndis dan Jo.

Pesan yang dikirim untuk Ndis hanya tiga kata 'Masih marah ya?'

Dan untuk Jo, Fajar meminta Jo untuk ke rumahnya mengusir Neta dengan cara apapun. Dia lagi mager! Males ngapa-ngapain, apalagi abis dapet stempel tadi, makin males aja Fajar untuk keluar sekedar menemui gadis yang katanya pacarnya itu.

Fajar kembali mematikan ponselnya, di lempar ke sembarang tempat. Matanya terpejam, padahal masih belum larut tapi dia ingin mengistirahatkan raganya. Rasanya capek sekali dia!

Entah berapa lama dia memejamkan mata, terdengar ketukan pintu dengan suara Jo di luar sana.

"Bangun tomcat! Kampret kowe yo.. nyuruh orang ke sini malah kamunya enak-enak tidur! Sidat sawah udah pulang itu!" Masih berteriak agar si empunya kamar keluar dari sarangnya. Dan berhasil. Fajar hanya membuka sedikit pintu kamarnya, yang artinya menyuruh Jo masuk ke dalam sana.

"Kenapa to?" Jo langsung bertanya ke intinya saja.

"Cewek tadi bikin mode ku buruk!" Kembali duduk di ranjangnya.

"Lha bukannya kamu udah tahu Neta kayak apa, Ndis aja yang terkenal strong kadang sambat (ngeluh) ngadepin dia! Kamu cari penyakit tahu enggak!" Jo memperhatikan Fajar dengan seksama, kemeja coklat yang belum dikancingkan sempurna membuat Jo tahu ada sesuatu yang beda di dada kiri atas temannya itu.

"Edan! Kamu udah tercemar Jar!" Jo kaget tapi masih bisa tersenyum jahil.

"Lambemu!" Fajar tahu apa maksud Jo.

"Ya Allah Jar.. Kamu abis ngapain sama sidat? Wah Jar.. Wah..." Jo melebarkan senyumnya.

"Wah apa? Ini.. Dia yang nyosor! Aku mana tahu kalau dia bakal nekat masuk kamar dan.. aah udah lah!" Malas mengingat hal tadi.

"Teman yang tumbuh besar bersamaku dari kecil, dirawat seperti anak sendiri sama emak bapaknya.. Sekarang jadinya seperti ini! Aku enggak nyangka Jar, kamu kotor sekarang! Jangan dekati aku Jar!" Bersamaan dengan selesainya kalimat Jo, dia langsung tertawa ngakak. Puas sekali rasanya.

 

🍒🍎🍓🍒🍎🍓🍒🍎🍓

 

Mau tahu Fajar kek apa? Nih intip dikit ya, cekidot!

Ndis dan Jo akan hadir di bab selanjutnya! Selalu like dan komen ya gaess 😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!