NovelToon NovelToon

Namaku Dampsey

Bab 1 Krisis Di London

Siang itu jalanan di London sangat panas dan berdebu, Dampsey berkeliaran di jalan mencari perkerjaan.

Ya London memasuki masa krisis dan panceklik, makanan sangat mahal dan uang sangat sulit di dapat, ibunya sering bertengkar dengan ayah masalah perkerjaan, ayahnya sudah satu minggu mengangur karena pabrik tempat dia berkerja mengalami kebangkrutan.

Damsey merasa kasihan dengan ayahnya, dia tahu ayahnya sudah mencari perkerjaan akhir akhir ini, cuma karena sudah tua dan sempitnya lapangan kerja dia di tolak oleh beberapa perusahaan, menyalahkan ibunya juga tidak mungkin, dia masih punya tiga orang adik yang masih kecil dan butuh makanan yang bergizi, ibunya sudah merasa stress beberapa hari ini.

Dampsey yang masih berumur 15 tahun anak tertua dalam keluarganya, dia memutuskan keluar dan berkerja apa saja demi membantu ibunya, lagian dia meresa tertekan berada di rumah mendengar keduanya selalu ribut dan bertengkar, sudah puluhan gelas dan piring dibanting ke tanah, untung saja semua terbuat dari plastik.

Hari ini dia menyusuri jalan di King's road yang merupakan tempat dan pusat penjualan koran, dia berencana mau menjual koran secara keliling.

" Hallo pak, biasakah saya membantu anda menjualkan koran koran ini " ujarnya dengan sopan dan mata penuh pengharapan.

Mister itu melihat seorang anak kecil yang gagah dan bertopi, tapi kelihatannya umurnya masih kecil, dia menarik nafas, akhir akhir ini sangat banyak anak anak yang seharusnya bermain dan sekolah malah menjadi loper koran, tapi mau bagaiamana lagi krisis sangat parah menghantam ekonomi masyarakat, sementara bantuan sosial uang tunai dari pemerintah belum juga turun ke masyarakat.

" Anak yang baik, bawalah beberapa koran ini dan jualah, nanti sore kamu balik dan menyetorkan berapa yang terjual kesini " kata mister itu sambil membagi beberapa koran terbaru kepada Dampsey.

Bocah kecil itu merasa gembira, sambil bersenandung dia membawa koran itu sambil menawarkan kepada pejalan kaki, karena dia bersih sopan dengan segera koran itu habis terjual.

" Mister ini uangnya korannya sudah habis terjual semua " katanya sambil memamerkan senyuman yang indah. Mister juga tersenyum dan memasukan beberapa koin ke telapak tangan anak itu.

" Besok silahkan datang lagi, jika kamu masih butuh perkerjaan " katanya sambil mengelus kepala Dampsey.

Dampsey berlari dengan kencang ke rumahnya, begitu sampai dengan nafas terengah dia mencari ibunya.

" Ibu ..ibu " teriaknya

Ibunya mendatangi Dampsey, dia kaget ketika bocah itu sudah pulang dan mencari dirinya, dia sendiri merasa sedikit kesal karena bocah itu keluar dan bermain dari pagi, baru sore hari dia balik ke rumah, tapi dia tidak pernah memarahi putranya, dia terlalu menyanyangi Dampsey.

" Ibu ini ada uang untuk membeli susu Laura " ujarnya gembira dan memberikan beberapa koin kepada Elizabet.

" Dampsey apa yang kamu lakukan ? dari mana uang ini berasal " ibunya khawatir putranya melakukan hal yang melangar hukum.

Dampsey menjelaskan bahwa dari pagi dia mencari perkerjaan dan dia berhasil mendapatkan perkerjaan. dengan menjadi loper koran, ibunya menerima uang itu dengan air mata berlinang dan memeluk Dampsey dengan penuh rasa kasih sayang sekaligus rasa sedih, dia merasa gagal sebagai seorang ibu, harusnya seusia Dampsey bersekolah dan menikmati masa kecil.

Dampsey mencari ketiga adiknya dan mengajak mereka bermain, dia mengendong Lauren di belakang pungungnya, Dampsey kasihan melihat adiknya yang paling kecil ini kurus karena kurang gizi, sambil berlarian airmatanya tumpah, tapi cepat cepat dia menghapusnya supaya tidak kelihatan dengan dua adiknya yang lain.

Keesokan harinya dia kembali ke jalan King' s road bertemu dengan mister pemilik koran, dia meminta lebih banyak dari kemaren, rencananya jika mendapat uang lebih selain membeli susu buat Lauren akan dia gunakan untuk membeli peralatan semir sepatu.

Hari ini hujan turun dengan deras, bocah itu sedang berteduh di luar restoran, dia melihat tamu yang datang memakai pakaian perlente dan terlihat tampan dan cantik, apalagi makanan yang terhidang di atas meja itu sangat mengiurkan.

Dampsey tidak sadar air liurnya sampai keluar melihat makanan lezat, seorang kakek bersama cucunya duduk memperhatikan Dampsey di balik kaca restoran, gadis iti walaupun masih kecil tapi terlihat cantik dan mengemaskan, pakaiannya terlihat juga sangat indah.

Merasa kasihan yang melihat Dampsey berdiri di luar gemetaran dan kedinginan, dia berbisik ke telinga kakeknya, terus dia membungkus beberapa roti yang ada di atas meja dan membawanya keluar untuk bocah malang itu.

Dampsey kaget ketika gadis cantik itu menemuinya dan memberikan roti, dia memandang gadis itu lekat lekat mematri wajahnya di dalam hati serta berjanji jika sukses nanti akan mencari dan mentraktirnya makanan yang lezat.

" Terima kasih nona cantik " kata Dampsey sambil memperlihatkan senyumannya yang menawan, gadis itu dengan wajah memerah berlari kembali ke dalam restoran dan duduk bersama kakeknya.

Dampsey yang melihat kakek itu tersenyum, membungkukan dirinya pertanda terima kasih atas budi baik kakek itu, dia tidak memakan roti itu, dia menyimpannya di dalam saku celana, Dampsey berencana memberikan ketiga adiknya roto yang lezat pemberian dari gadis cantik.

Hujan sudah reda, dia berlari keluar dan menjajakan kembali korannya, karena hari sudah sore dan korannya hanya tersisa sedikit dia kembali ke King' road menemui mister pemilik koran.

Hari ini dia mendapat uang yang lebih banyak dari mister, segera dia berlari ke pasar membeli perlengkapan semir sepatu, dia sangat senang sekali akhirnya tujuan yang dia impikan bisa tercapai.

Kembali kerumah setelah memberikan uang kepada ibunya, Dampsey mencari ketiga adiknya, dia mengeluarkan roti yang dibungkus dan membagikan kepada mereka, adik adiknya bersorak dengan gembira, belum pernah mereka memakan roti yang sangat enak itu.

Mereka mencium pipi Dampsey bergantian, ketiga adiknya makan dengan lahap, sebenarnya Dampsey juga ingin mencoba roti itu, tapi dia tidak tega meminta kepada adik adiknya, dia tersenyum bahagia melihat kegembiraan ketiga adiknya.

Dari balik pintu Elizabeth menangis dan berderai air matanya melihat apa yang dilakukan Dampsey kepada ketiga adiknya, dia juga melihat bagaimana Dampsey menahan keinginan hatinya memakan roti yang dia berikan kepada ketiga adiknya, hati ibu mana yang tidak hancur melihat pemandangan itu.

Brak

Pintu dibuka dengan keras Elizabeth terkejut melihat suaminya pulang dalam keadaan mabuk, emosinya langsung naik ke kepala, dalam sekejap mereka kembali bertengkar dan beradu mulut, mungkin karena pengaruh alkohol Jhonson menampar Elizabeth dengan keras, dia terkejut baru kali ini suaminya main tangan, biasanya mereka hanya beradu mulut saja.

Dampsey yang melihat ayahnya memukul sang ibu segera memeluk ibunya, tetapi karena sudah kalap Jhonson malah memukul putranya, Elizabet menjerit dan meminta suaminya sadar bahwa yang dia pukul itu putra mereka Dperkerjaan

Bab 2 Dipukul Preman London Bridge

Elizabeth marah dengan suaminya, dia balas menampar Jhonson sambil berteriak " itu anak kita, kamu memukul putramu sendiri " katanya dengan kalap.

Seketika Jhonson sadar dari mabuknya, dia tidak percaya bahwa dia telah menganiaya Dampsey, sambil menangis dan memeluk Jhonson meminta maaf " maafkan ayah nak...maafkan ayah " katanya sambil terisak.

Dampsey tahu ayahnya sedang tertekan, dia tidak menyalahkan ayahnya, dia melihat di pelabuhan kemaren ayahnya seperti pengemis meminta perkerjaan, hanya takut ibunya terluka maka Dampsey merelakan tubuhnya di pukuli.

" Ayah tidak apa apa kok " balas Dampsey ikut menangis dan memeluk ayahnya, akhirnya ketiga orang itu berpelukan sambil menangis, betul betul kehidupan mempermainkan nasib mereka.

Hari itu Dampsey melangkah dengan ceria, ini hari pertamanya menyemir sepatu, dia akan melakukan dua perkerjaan sekaligus menjual koran dan menyemir, tempat yang terbaik tentu saja di London Bridge, jembatan ini selalu ramai dikunjungi.

Jembatan itu sangat ramai dikunjungi baik oleh pemuda maupun orangtua, banyak yang memacu kendaraan serta menjadi tempat ajang kumpul para pemuda. Dalam sekejap korannya hampir habis terjual, dia duduk di pingi jalan dan meletakan karton bertuliskan " 5 cen untuk semir sepatu sampai mengkilat "

Orang orang berdatangan dan menyemir sepatu mereka, sebenarnya mereka tertarik pada bocah yang tampan ini, walaupun bajunya robek di sana sini tapi tak menghilangkan kulitnya yang putih bersih.

Dampsey gembira dengan uang koin yang sudah penuh di sakunya, dia berencana akan membelikan adik adiknya roti yang enak sepulang dari menyemir nanti.

Segerombolan bocah nakal mendatangi Dampsey, bocah bocah nakal ini biasa nongkrong do London Bridge, mereka melihat Dampsey berjualan di daerah kekuasaan mereka dan tentu saja harus membayar uang takut.

" Serahkan uangmu, kamu harus membayar jika berjualan di tempat ini " kata salah satu bocah berambut gimbal, tapi Dampsey menolak, enak saja mereka aku susah berkerja mereka malah minta minta gumam hatinya.

Karena Dampsey menolak maka mereka mengeroyok bocah tampan itu dan merengut uangnya, Dampsey menghindari pukulan mereka, dengan badannya yang kecil dia membalas pukulan preman itu dengan tinju miliknya, perkelahian itu segera menjadi tontonan banyak orang.

Tak satupun yang melerai, mereka malah asik menonton seakan tak berasalah membiarkan anak kecil sedang dibuly dan dipukuli. Seorang preman roboh terkena pukulan Dampsey, tapi karena mereka ramai dengan cepat Dampsey sudah babak belur, bahkan koran yang tersisa sudah robek dan terkena tanah karena diinjak oleh mereka.

Puas memukuli bocah malang itu dan merampok uangnya, mereka meningalkan Dampsey yang terbaring di tanah sambil tertawa senang, senang karena mereka mendapatkan banyak uang dari bocah itu.

Dampsey bangkit dan berdiri dengan penuh luka dan pakaian compang camping, dia memungut koran yang beserakan, dengan langkah gontai dia berjalan menuju King's road menemui mister pemilik koran.

" Maafkan saya, hari ini saya tidak bisa membayar koran yang sudah terjual bahkan koran yang tersisa tidak bisa dijual karena sudah kotor" katanya dengan pandangan yang kosong.

Mister yang melihat keadaan Dampsey merasa kasihan dengan bocah itu, dia yakin bahwa premanlah yang memukuli bocah itu dan mengambil uang penjualan koran, dia tidak marah malah setitik airmatanya tergenang di pipi yang mulai keriput di makan usia.

" Pulanglah dan obati lukamu, soal koran jangan khawatirkan, jika sudah sehat, kembalilah kemari berjualan " katanya dengan lembut sambil memasukan beberapa cen ke saku Dampsey.

Bocah itu berterima kasih dan berjanji tidak akan terulang kembali, dengan langkah gontai dan gemetaran dia berjalan pulang ke rumah.

Mister memberi bocah itu uang karena dia tahu bocah itu akan membeli susu buat adiknya, dia pernah melihat bocah itu membeli susu dan roti tapi tidak memakan untuk dirinya sendiri, dia menyimpan ke dalam sakunya untuk dibawa pulang ke rumah.

Sesampai di rumah setelah melihat kanan kiri dan tidak melihat ibunya, Dampsey segera masuk ke kamar, dia takut ibunya tahu dia terluka dan nanti melarang dirinya berjualan koran dan menyemir sepatu. Uang pemberian mister dia letakan di atas meja makan.

Badanya terasa sangat letih dan sakit, dalam sekejab dia tertidur dengan pulas, entah berapa lama dia tertidur, begitu membuka mata dia melihat ibunya yang menangis sambil mengengam erat kedua tangannya.

Elizabeth begitu khawatir ketika memangil Dampsey untuk makan anak itu tidak keluar dari kamarnya, dengan segera dia masuk dan berencana membagunkan bocah untuk makan malam.

Tapi begitu melihat anaknya tertidur pulas dengan wajah babak belur hatinya hancur, dia sudah bisa menduga apa yang di alami oleh Dampsey, Elizabet mengambil air panas dan obat untuk membersihkan dan mengobati tubuh Dampsey, dia tertidur selama dua hari penuh.

" Ibu aku sangat lapar " ujarnya begitu bangun dari tidur, dengan cepat Elizabeth segera membawa makanan ke kamar Dampsey, dia melihat bocah itu makan dengan lahapnya.

Elizabeth tidak mau mengungkit masalah luka yang di dapatkan putranya, tapi Dampsey tahu ibunya khawatir dengan keadaannya, dia menceritakan semua kejadian kepada ibunya dan berjanji masalah ini tidak akan terulang kembali.

Dampsey akan mencari daerah lain untuk berjualan koran dan menyemir sepatu, dia tidak mau melihat ibunya khawatir dan gelisah, dia bisa melihat lingkaran hitam di mata ibunya pertanda kurang tidur menjaga dirinya.

Elizabeth hanya menganguk, memeluk anaknya dan membelai rambutnya dengan kasih sayang, hatinya terluka tapi tak berdaya, hatinya terluka tapi tak berdarah, sementara suaminya masih belum mendapatkan perkerjaan.

Dampsey sudah pulih dia kembali ke King' s road menemui mister pemilik koran, melihat kedatangannya yang penuh semangat, mister juga ikut tersenyum, sudah dua hari dia tidak melihat bocah itu dan seyumannya yang indah, dia tahu bahwa bocah ini pasti jatuh sakit dan sekarang sudah sembuh kembali.

Dampsey sudah bertekad tidak akan kembali ke London Bridge, lebih baik dia berjualan di pelabuhan dan jalan umum disekitar rumahnya.

Dia melihat keramaian di sasana tinju, banyak orang berdasi berkumpul di sasan itu, dengan cepat dia masuk kesana dan menawarkan koran serta jasa menyemir sepatu, beberapa orang yang kasihan melihat bocah ini membeli koran dan menyemir sepatu mereka.

Sambil menyemir Dampsey melihat orang sedang bertarung di ring, hanya tinju yang boleh digunakan sedangkan kaki dilarang dalam pertarungan, dia melihat seorang pria berkulit hitam dan berotot sedang memukuli lawan.

Gerakan kakinya sangat aneh, Dampsey segera merekam gerakan itu kedalam otaknya, dia juga melihat berbagai macam pukulan dari yang namanya jab, huck, dan juga straigth, gerakan dan pukulan yang dilakukan oleh pria berkulit hitam itu sangat indah dipandang dan sekaligus mematikan.

Bab 3 Berlatih Sambil Berjualan

Sebuah pukulan telak menghantam wajah pria berkulit putih itu dan membuatnya tersungkur, dan tidak mampu bangkit kembali, Dampsey melihat seseorang sedang melakukan hitungan.

Setelah dihitung dan pria kulit putih itu tidak mampu bangkit, orang yang menghitung menyatakan pria berkulit hitam itu menang, dan dia menerima uang yang sangat banyak.

Dampsey terkejut melihat jumlah uang yang sangat besar di terima oleh petinju berkulit hitam itu, dia bisa membayangkan dengan bayaran begitu besar dapat membuat keluarganya bahagia.

Dia akan selalu mengingat gerakan dan pukulan yang dilihat dalam pertarungan itu dan akan melatihnya ketika sudah sampai di rumah.

Hari ini dia berjualan dengan lancar dan uang hasil semir sepatu juga memenuhi isi kantongnya, Dampsey mengantarkan setoran penjualan koran kepada mister dan tidak mengambil satu senpun laba penjualan koran.

Dia merasa malu sudah merugikan mister pemilik koran, dan berjanji akan mengantinya nanti dengan keuntungan penjualan, sebenarnya mister pemilik koran tidak mau menerima uang laba penjualan koran, tapi karena Dampsey memaksa akhirnya dia menerima, dia tahu akan membuat terluka harga diri bocah itu jika dia menolaknya, walaupun menerima sesungguhnya mister menyimpan uang itu untuk kepada Dampsey jika suatu saat dia membutuhkannya.

" Ibu...ibu aku pulang " teriaknya penuh semangat, Elizabeth yang melihat putranya sudah pulang segera memeluk dan menciuminya dengan penuh kasih sayang, Dampsey memberikan seluruh pendapatan dari menyemir sepatu kepada ibunya.

Dia berlari ke halaman belakang rumah, meninju batang pohon pelan pelan sambil mengigat gerakan dan pukulan petinju yang diliatnya di sasana.

" Aduh sakitt " teriaknya ketika tangan kecil itu terluka karena terus menerus meninju batang pohon, dia tidak tahu seharusnya berlatih mengunakan sarung tinju untuk melindungi tangannya.

" Ternyata sulit dan menyakitkan berlatih tinju " gumamnya, dia mendapat ide untuk membalut tangannya dengan handuk untuk bisa memukul pohon kembali, dengan bersiul kecil bocah itu mencari handuk yang sudah tak terpakai dan membentuknya menjadi pelindung tangan.

Dampsey berlatih dengan giat sampai malam, kemudian makan dan bermain dengan ketiga adiknya, dia melihat adiknya yang paling kecil sudah mulai berisi badannya, sangat senang sekali tak henti hentinya Dampsey menciumi si bungsu, Elizabeth yang melihat tingkah putranya tertawa terkekeh, hati dia bahagia dan banga.

Setiap hari Dampsey pasti datang ke sasana, selain mengantar koran dan menyemir, apalagi kalau bukan melihat pertarungan di atas ring.

Dampsey melihat begitu banyak jurus dalam bertinju, pukulan yang dilontarkan setiap petinju berbeda, bahkan mereka punya ciri khas, seperti ada yang mengandalkan huck, jab dan lainnya, gerakan kaki mereka juga luar biasa, ringan dan luwes padahal mempunyai bobot tubuh yang besar dan berat.

Dia merekam semua dalam pikirannya, mau bertanya malu karena masih kecil dan bukan anggota sasana, siapa pula yang menghiraukannya, orang di sasana memandang dia hanya loper koran dan tukang semir.

Pagi sekali Dampsey sudah bangun, berencana lari pagi melatih fisik dan kaki, dia menghabiskan waktu selama dua jam berlari mengelilingi jalan di King's road, tak menyangka lari pagi yang dilakukan sangat menghabiskan stamina, selurun badan terasa pegal dan sakit.

Tapi bagaimanapun rasa pegal dan sakit diseluruh badan dia harus tetap berjualan koran dan menyemir, kalau tidak bagaimana darimana mendapat uang membeli susu dan roti untuk adiknya.

Badannya mulai terbentuk karena latihan yang rutin, dia perlu mendapatkan tambahan gizi dan protein yang cukup, sementara di rumah makanan sudah dijatah porsinya oleh ibu, bahkan mereka terkadang makan dua kali sehari.

Dampsey mengambil inisiatif dengan mendatangi restoran dan meminta makanan yang tersisa jangan dibuang, dia bersedia menampung makanan sisa itu, walaupun rasanya menyedihkan dia menahan rasa malu demi mengapai tujuan.

Kehidupan keluarga sedikit lebih baik dengan diterimanya ayah berkerja sebagai pembersih kantor milik pemerintahan, Elizabeth sangat senang dengan perubahan yang ada, dan di rumah itu sudah tidak ada lagi pertengkaran seperti hari hari sebelumnya.

Sekarang tangan Dampsey sudah terbiasa meninju batang pohon, tangan itu tidak lagi terluka, dan pukulannya juga semakin keras terbukti kulit pohon yang dia pukul hancur tak berbentuk, sekarang bagaimana melatih tubuh agar tahan dengan pukulan lawan.

Dia tidak punya pelatih maupun lawan tanding, semua dilakukan secara otodidak, Dampsey membuat batang kayu yang diikat dengan tali, nantinya batang kayu yang diikat akan di ayun kebagian tubuhnya.

Pertama kali tubuhnya terkena hantaman dari batang kayu rasanya sakit sekali, Dampsey meringkuk kesakitan dan langsung merasa mual, setelah merasa mendingan dia kembali mencoba mengayunkan batang kayu itu dengan pelan, sehingga tubuhnya mulai terbiasa.

Merasa kelelahan dia berhenti dan istarahat, Dampsey melihat bagian perutnya sudah lecet dan luka, sangat sakit jika terkena keringat dan air, dia hanya mencuci muka saja dan kemudian tidur.

Selama empat bulan lebih dia sudah menguasai tiga bagian dari tinju yaitu kekuatan pukulan, daya tahan tubuh, dan kekuatan nafas, masih banyak hal yang tidak dia ketahui tentang tinju seperti cara gerakan kaki, mempertahankan stamina dan cara menghindar, serta beberapa pukulan seperti swing, long hook, low blow dan rabbit punch.

Setiap pertandingan tinju di adakan di sasana dia pasti selalu menonton dan memperhatikan dengan serius, serta menyimak semua instruksi yang diberikan oleh pelatih kepada petinjunya, dari sanalah dia tahu bagaimana cara mengatasi semua kerterbatasannya dalam berlatih tinju.

Damsey merasa berjualan koran tidak lagi cocok dengan dirinya, dia perlu perkerjaan yang juga bisa membantu melatih kekuatan otot, dan itu hanya bisa di dapat dengan melakukan perkejaan kasar seperti buruh angkut di pasar dan di pelabuhan, dengan koneksi dari ayahnya dia diterima berkerja sebagai tukang angkat barang di pelabuhan.

Pekerjaan tukang angkat barang di pelabuhan bukan hal yang gampang bagi anak yang berumur enam belas tahun, tapi karena tekat dan keyakinan yang kuat dia bisa melalui hari hari yang berat berkerja di pelabuhan, yang penting selain dapat uang dia juga bisa melatih ototnya tanpa mengeluarkan biaya.

Begitu hari hari yang dia lakoni, pagi berkerja, sore dan malam berlatih di halaman belakang rumah, Jhonson dan Elizabet yang melihat halaman belakang rumah mereka sudah berubah bentuk menjadi tempat latihan tinju hanya bisa mengelengkan kepala mereka, walau demikian mereka tidak akan pernah melarang maupun menghentikan minat putra mereka.

Mereka sadar sebagai orang tua seharusnya bertanggung jawab menyekolahkan putra mereka dan memberi kehidupan yang lebih baik, tapi apalah daya mereka belum mampu melakukan semua itu, dan sekarang ketika anaknya mempunyai minat dalam berlatih tinju, mereka merasa tidak berhak menghentikan atau melarangnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!