NovelToon NovelToon

Your Majesty

Chapter 01

Kala itu, mentari pagi menampakkan dirinya di ufuk timur. Salju semalam turun kini turut menghiasi setiap jengkal hamparan rumput yang luas di taman. Sementara itu, seorang gadis berkulit pucat tengah memandangi taman dari jendela kamarnya.

Calista, gadis itu dengan sorot mata hijau terangnya menyapu pada sekeliling taman dan memperhatikan beberapa orang yang sudah disibukkan dengan urusannya masing-masing berlalu-lalang di taman itu.

Tak lama kemudian, dari pintu kamarnya terdengar suara ketukan yang membuatnya menolehkan wajahnya. "Masuklah." ucap Calista dengan suaranya yang lembut.

Seorang pelayan tampak menggendong seekor kucing saat ia masuk ke dalam kamar Calista. Pelayan itu membungkuk sedikit pada Calista lalu ia berkata "Nona Samantha sudah dibersihkan, Tuan Putri."

"Samantha!" secercah senyuman tersimpulkan pada wajah Calista yang sedari tadi tak berekspresi. Calista berjalan mendekati pelayan itu dengan kedua tangannya yang terbuka lebar dan kemudian mengambil kucing putih dari gendongan pelayan itu.

"Tuan Putri, Yang Mulia Raja sudah menunggu Tuan Putri di ruang makan istana." Calista hanya melirik tajam pada pelayan itu dengan jari-jarinya yang mengusap lembut Samantha.

Pelayan itu menjadi ciut saat Calista melirik padanya. Ia pun kemudian membungkukkan tubuhnya pada Calista seraya berkata "Kalau begitu saya pamit, Tuan Putri."

Setelah pelayan itu keluar dari kamar Calista, sekarang yang tersisa di ruangan yang didominasi oleh warna merah gelap itu hanyalah Calista dan Samantha, kucing putih piaraannya itu. Gadis itu yang sedang berdiri di ambang pintu menyembulkan kepalanya menengok ke sekeliling lorong yang ada di depan kamarnya.

Sepi, itulah yang terjadi di lorong. Tak ada satu pun orang yang tampak berada di lorong itu. Calista hanya mendesah pelan. Gadis itu kembali masuk ke dalam kamarnya dan tak lupa pula ia menutup rapat-rapat pintu kamarnya dengan perlahan.

Samantha pun kini sudah terduduk manis di atas sofa empuk yang ada di sudut kamar Calista. Calista menghampiri kucing piaraannya itu lalu ia terduduk di sebelahnya. Lagi-lagi, Calista menghela nafasnya panjang. Ia menoleh pada Samantha dengan tatapannya yang lesu dan sembari ia mengusap rambut kucing itu, ia berkata "Aku benci kalau harus sarapan dengan ayah."

Samantha hanya bisa mengeong. Kucing itu tampaknya menikmati setiap sentuhan lembut yang diberikan oleh majikannya itu kepadanya. Bahkan kini Samantha terlihat akan tertidur akibat perbuatan Calista.

Sementara gadis itu melamun meski pun jari-jarinya setia membelai tiap helaian rambut putih milik Samantha. Sorot matanya hanya menatap kosong pada dinding yang ada di seberangnya.

Namun lamunan Calista buyar saat indera pendengarannya kembali menangkap suara ketukan dari balik pintu kamarnya. Calista segera menoleh ke arah pintu seraya ia berkata "Masuklah."

Sesosok wanita yang berbeda dari sebelumnya tampak berdiri di ambang pintu. Dari pakaiannya tentu terlihat jelas bahwa ia berasal dari kalangan bangsawan. Wanita itu berjalan dengan anggun menghampiri Calista yang tengah duduk di sofa.

Mirana, wanita itu kemudian terduduk di seberang kanan Calista. "Calista," suara Mirana terdengar sangat lembut saat ia memanggil gadis itu. Sementara Calista justru memalingkan wajahnya dari Mirana. "Ayah menunggumu di ruang makan, Calista."

Kini Mirana juga menggenggam tangan Calista, membuat gadis itu kembali menoleh padanya. Tatapannya yang memelas membuat Calista tak sampai hati untuk terus mendiamkannya. Lantas ia pun berkata pada Mirana "Aku tak ingin bertemu dengannya, ibu. Setidaknya sampai ayah setuju untuk mengangkatku menjadi pewaris tahta."

"Kau pikir ibu juga tak ingin kau menjadi Putri Mahkota, Calista?" tangan Mirana dengan setia membelai lembut tangan putri semata wayangnya itu. Mirana menggeleng dengan senyumannya yang kecut dan wanita itu kembali berkata "Hukum Kerajaan Hellenocitus memang seperti itu, Calista. Kau tak bisa menjadi pewaris untuk tahta Kerajaan Hellenocitus."

"Itu tak adil, ibu." Calista yang sudah benar-benar kesal langsung memprotes pada ucapan yang keluar dari mulut Mirana. "Ayah tak memiliki anak selain aku. Lalu siapa yang akan menjadi pewaris tahta? Apa ayah akan menurunkan tahtanya untuk bangsawan lain?"

"Calista," Mirana tahu putri semata wayangnya itu kini sedang tersulut emosinya. Dirinya mencoba untuk menenangkan Calista dengan berkata "Kau tetap akan menjadi seorang Ratu, Calista. Ibu sudah menyiapkannya untukmu."

"Benarkah?" sorot mata Calista yang semula menggambarkan emosinya kini berbinar-binar menatap Mirana.

Sementara itu, Mirana mengangguk kecil seraya ia berkata "Maka dari itu temui dulu ayahmu itu. Ada yang ingin dia sampaikan untukmu."

Chapter 02

"Yang Mulia Permaisuri dan Tuan Putri telah tiba!" pintu ruangan itu dibuka lebar-lebar. Sementara para pelayan yang berada di dalamnya membungkuk saat Mirana dan Calista berjalan memasuki ruangan itu.

Seorang pria tampaknya sudah menunggu kedatangan mereka sedari tadi dengan duduk di ujung meja panjang yang letaknya ada di tengah ruangan. Albertus, pria itu hanya menatap datar pada Calista yang berjalan mendekat padanya.

"Ayah," Calista menekuk lututnya sedikit saat ia menghadap pada Albertus. Calista kemudian menoleh sejenak. Para pelayan yang mengetahui maksud dari Calista lantas mereka membungkuk serentak lalu kemudian beriringan keluar dari ruangan itu.

Calista kemudian terduduk di kursinya setelah para pelayan meninggalkan ruangan itu. Manik mata hijau terang miliknya terpaku pada gelas anggur yang ada di depannya selama beberapa saat hingga akhirnya suara deheman ringan milik Albertus membuyarkannya.

"Kau tahu, ada yang ingin ayah bicarakan padamu." ucap Albertus memulai perbincangan di antara mereka.

Calista tak menoleh. Manik matanya justru mengarah pada Mirana yang terduduk di seberangnya. Gadis itu melihat saat Mirana mengangguk padanya. Lantas ia pun berkata "Katakan saja, ayah. Mungkin itu sesuatu yang penting."

Sementara Albertus menghela nafasnya panjang. Ia tahu putri semata wayangnya itu masih kesal padanya. Namun tanpa berlama-lama, ia pun kemudian kembali berkata "Ayah mengerti dengan kekecewaanmu, Calista. Tapi keputusan Dewan bisa berubah jika kau mau sedikit berkorban, Calista."

"Berkorban?" Calista tak mengerti dengan maksud dari ucapan ayahnya itu. Apa maksudnya berkorban? Dan bagaimana bisa pengorbanan itu membuat para Dewan mengubah hukum Kerajaan yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.

Albertus tentunya mengerti akan kebingungan yang meliputi pikiran putrinya itu, terlihat dari raut wajahnya yang berkerut. Lantas Albertus pun menjawab "Kerajaan Hellenocitus dan Kerajaan Voheshia telah menjalin hubungan baik dalam waktu yang sangat lama, Calista. Itu sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Dan karena itu lah para Dewan meminta agar perjodohanmu dengan Putra Mahkota Kerajaan Voheshia."

"Perjodohan?!" kedua netra Calista seketika membulat saat mendengar perkataan dari Albertus. Ia menggeleng tak percaya dengannya. "Aku tak bisa ayah. Ayah tahu usiaku baru menginjak 17 tahun."

"Sudah cukup untuk menikah, bukan?" Albertus tersenyum tipis menanggapi penolakan yang ia dapatkan dari putrinya.

"Gila!" Calista bergumam. Ayahnya itu memang benar-benar sudah gila baginya. Calista masih muda. Ia masih ingin menikmati banyak hal. Akan tetapi semua keinginan itu harus sirna jika ia menikah dalam waktu yang dekat. Lantas gadis itu pun berkata "Aku tetap tak mau apa pun yang terjadi, ayah."

Raut wajah Albertus seketika berubah. "Perjodohan ini tetap akan terjadi, entah kau suka atau tak suka!"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Calista berkacak pinggang saat ia melihat tumpukan koper yang tertata rapi di sudut kamarnya. Berkali-kali ia mengeram demi melampiaskan perasaannya yang dibuat kesal akibat pembicaraannya dengan ayahnya pagi tadi. Namun ditengah suasana hatinya yang sedang buruk, seseorang mengetuk pintu kamar Calista yang sedikit terbuka.

Calista menoleh dan ia mendapati seorang pria muda menyembulkan kepalanya dari balik pintu. "Tuan Putri," pria muda itu lantas masuk ke dalam kamar Calista lalu menundukkan wajahnya sejenak pada Calista.

Pria itu tampak asing baginya sehingga Calista hanya memandanginya dari ujung rambut hingga ujung kakinya, membuat pria muda itu kemudian menjelaskan tentang dirinya. "Sesuai dengan peraturan Kerajaan, Tuan Putri akan didampingi oleh seorang penasihat pribadi selama Tuan Putri berada di Kerajaan Voheshia. Saya, Dalvin Damaria Edinson akan menjadi penasihat pribadi Tuan Putri."

"Silahkan, Tuan Putri. Kereta kuda Tuan Putri sudah sampai di Istana." pria muda bernama Dalvin itu mengulurkan kedua tangannya, mempersilahkan Calista untuk berjalan terlebih dahulu.

Mereka berdua berjalan beriringan diikuti dengan beberapa orang pelayan di belakangnya yang membawakan koper milik Calista. Beberapa barang tampaknya tak bisa ditinggalkan oleh Calista atau jika tidak ia tak akan bisa tidur semalaman.

Beberapa saat kemudian mereka sampai di halaman Istana. Dua kereta kuda sudah siap sedari tadi. Sementara itu kusir kereta kuda yang menyadari kedatangan Calista lantas membungkuk padanya.

Gadis itu dituntun oleh Dalvin untuk menaiki kereta kuda sementara barang-barang bawaannya diletakkan oleh para pelayannya di kereta kuda yang berada di belakang bersama dengan Dalvin. Setelah mereka siap, sang kusir kemudian menjalankan kereta kuda itu keluar dari wilayah Istana.

Di sepanjang perjalanan, Calista hanya duduk terdiam sembari mengarahkan kedua netra hijau terang miliknya pada hamparan langit biru. Beberapa ekor burung tampaknya juga ikut mengiringi perjalanan mereka. Tak hanya itu saja, Calista juga memandangi jalanan-jalanan di setiap kota dan desa yang mereka lewati. Para penduduk yang tahu jika itu adalah kereta kuda Kerajaan pun membungkuk di setiap tempat yang mereka lewati.

Tanpa terasa hari sudah menjelang sore. Kereta kuda yang dinaiki oleh Calista juga kini sudah sampai di perbatasan. Tidak ada lagi rumah-rumah penduduk yang terlihat, melainkan pepohonan yang rimbun yang tertangkap oleh indera penglihatan Calista.

Beberapa saat kemudian kereta kuda itu pun berhenti saat sampai di dekat sebuah rombongan. Tampak sekelompok orang mendekati kereta kuda Calista dan beberapa diantaranya memegang sebuah senapan. Calista langsung dapat mengenali salah seorang dari kelompok itu. Dia lah Sang Raja dari Kerajaan Voheshia.

Pintu dibukakan dan menampilkan sosok Calista yang masih terduduk manis di dalam kereta kuda. Sang Raja kemudian mengulurkan tangannya pada Calista sampai Calista menerima uluran tangannya. Lantas, Sang Raja pun lalu menuntun gadis itu untuk turun dari kereta kuda.

"Yang Mulia," Calista segera membungkuk setelah ia turun dari kereta kuda. "Saya tak tahu kalau Yang Mulia akan ikut menjemput."

"Kebetulan ini bertepatan dengan acara perburuan." Sang Raja terkekeh. Sang Raja lalu menoleh dan tak lama kemudian salah seorang pengawal yang berdiri di belakangnya menghampirinya. Sang Raja pun kemudian mengambil senapan yang dibawa oleh pengawal itu lalu memberikannya pada Calista seraya berkata "Silahkan, jika kau bisa menggunakannya."

"Tentu, Yang Mulia." Calista pun mengambil senapan yang diberikan oleh Sang Raja kepadanya sembari ia melempar senyuman hangat pada Sang Raja.

Sepucuk senapan berada di tangannya, lantas Calista menyapu pandangannya ke sekeliling. Seekor burung terbang melintas tak jauh darinya. Calista yang melihatnya kemudian dengan segera mengunci bidikan burung tersebut dan menarik pelatuk senapannya.

Suara letupan terdengar dari senapan yang digunakan oleh Calista diikuti burung itu yang seketika terjatuh. Sang Raja yang terkagum lantas bertepuk tangan seraya berkata "Aku tak tahu kalau Putri Kerajaan Hellenocitus berbakat dalam menembak."

"Terimakasih, Yang Mulia." Calista yang merasa tersanjung atas ucapan Sang Raja pun kembali melempar senyum. "Permaisuri Mirana lah yang mengajari saya menembak, Yang Mulia."

"Jadi, reputasi keluarga Nerthalian memang benar adanya, ya. Jiwa petarung pendahulumu bahkan diwariskan pada Permaisuri Mirana dan dirimu." kali ini tak hanya Calista saja, melainkan keluarga Mirana juga ikut disanjung oleh Sang Raja.

"Mari, perjalananmu pasti melelahkan." Sang Raja mengulurkan tangannya, membiarkan Calista berjalan berdampingan dengannya.

Dari kejauhan, Calista yang sedang berjalan berdampingan dengan Sang Raja dapat melihat sebuah tenda yang dipenuhi dengan cahaya dari lilin-lilin yang menyala. Setelah beberapa saat, mereka pun sampai di tenda itu.

Sang Raja dan Calista langsung disambut oleh para pelayan yang membungkuk padanya. Sang Raja kemudian mempersilahkan Calista untuk masuk ke dalam tenda itu terlebih dahulu.

"Anggap saja rumah sendiri." ucap Sang Raja pada Calista yang tampak hanya berdiri dengan pandangannya yang menyapu pada sekitarnya.

Harus diakui memang tenda itu memiliki perlengkapan yang sangat lengkap, bahkan lebih pantas untuk dianggap sebagai rumah. Tak hanya tempat tidur, dalam tenda itu juga terdapat sebuah sofa dan Sang Raja kini terduduk di sofa itu.

Calista lantas terduduk di seberang Sang Raja. Selang beberapa saat, seorang pelayan datang dengan membawakan sebuah nampan yang berisikan cangkir dan teko. Setelah menyajikan teh untuk Sang Raja dan Calista, pelayan itu kemudian kembali keluar dari tenda.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Sang Raja memecah keheningan di antara mereka.

"Aneh." jawab Calista dengan kedua netranya memandangi kakinya.

Sang Raja tahu bahwa Calista sedang bersedih. Terlihat jelas dari raut wajahnya. Calista sendiri belum bisa menerima kenyataan yang terjadi padanya sekarang. Sang Raja lantas kemudian berkata "Pihak Kerajaan sudah membicarakan tentang perjodohan ini jauh sebelumnya, dan pernikahan kalian akan diadakan secepat mungkin."

Chapter 03

"Tuan Putri Calista Despina Rajacenna dari Kerajaan Hellenocitus telah tiba!" seluruh penghuni Istana Kerajaan Voheshia digemparkan dengan kedatangan Putri dari Kerajaan seberang di Istana bagian barat. Baik para pelayan mau pun bangsawan yang ada berbondong-bondong melihat sosok Calista yang baru saja sampai di Istana.

Semua orang seketika membungkuk saat sosok Calista turun dari kereta kudanya. Di belakang Calista, ada Dalvin yang setia berjalan mengiringinya. Lalu keduanya pun kemudian berjalan memasuki Istana.

Kondisi Istana bagian barat saat ini begitu ramai, berbeda dengan kondisi Istana kediaman Calista dan keluarganya sebelumnya. Beberapa pelayan tampak sedang bertugas di sana, dan tak hanya itu, ada juga beberapa bangsawan yang melirik Calista dengan tatapannya yang aneh.

Meski pun merasa tak nyaman, namun Calista memilih untuk tak menghiraukannya. Hingga akhirnya mereka berdua sampai di kamar yang menjadi tempat peristirahatan sementara selama Calista belum menikah.

Pintu yang menjulang tinggi dengan warnanya yang putih terang dibukakan oleh pengawal Istana yang berdiri di sisi samping pintu. Sebuah ruangan bernuansa gelap tampak berada di balik pintu itu sedangkan Calista langsung memasukinya diikuti oleh Dalvin di belakangnya.

Saat Calista memasuki ruangan itu, pandangannya langsung terpaku pada sebuah benda yang terletak di atas meja di dekat jendela. Ia sedikit menoleh, lalu kemudian bertanya "Apa diorama ini hadiah?"

"Ya, Tuan Putri." jawab Dalvin dengan mengangguk. "Yang Mulia Raja dari Kerajaan Voheshia sendiri yang mengirimkannya untuk Tuan Putri sebagai hadiah pernikahan."

Sudut bibir Calista terangkat dengan pandangannya yang terpaku pada diorama itu. Sebuah diorama yang indah, bahkan bisa dibilang terlihat cukup mahal jika dilihat dari banyaknya permata yang turut menghiasi diorama tersebut.

Namun ada sesuatu yang menarik perhatian Calista dari benda itu. Sebuah kubah yang terletak di belakang bangunan utama membuat gadis itu penasaran, lalu ia pun bertanya "Apa itu, Dalvin?"

Dalvin yang sedang berdiri di belakang Calista pun berjalan maju. Ia mengarahkan pandangannya pada benda yang ditunjukkan oleh Calista lalu tak lama kemudian ia menjawab "Itu adalah Ruang Harem, tempat tinggal keluarga selir Kerajaan, Tuan Putri."

"Selir?" Calista bergumam setelah mendengar jawaban dari Dalvin.

Dari samping, Dalvin melirik pada Calista melalui ekor matanya dan ia dapat melihat ekspresi wajah Calista yang aneh. "Berbeda dengan keluarga Kerajaan Hellenocitus yang menerapkan monogami, keluarga Kerajaan Voheshia menerapkan poligami demi terjalannya proses suksesi Kerajaan, Tuan Putri."

"Aah," Calista mengangguk setelah mendengar penjelasan dari penasihat pribadinya itu.

Setelah sepersekian detik, Calista menyadari ada sesuatu yang kurang dari dirinya. Ia berbalik pada Dalvin lalu ia kemudian bertanya "Dimana Samantha?"

Pria itu tak menjawab pertanyaan dari Calista. Yang Dalvin lakukan hanyalah bertepuk lirih, namun tak lama kemudian seorang pelayan memasuki ruangan tersebut dengan sebuah kandang yang dibawa olehnya.

Pelayan itu membungkuk sejenak pada Calista sebelum ia membukakan kandang tersebut. Seekor kucing putih segera keluar setelah kandang dibukakan dan langsung melompat ke arah Calista. Dengan sigap, Calista pun menangkap tubuh berisi dari piaraan kesayangannya itu. Setelah itu, pelayan tadi kembali membungkuk pada Calista lalu berjalan mundur keluar dari ruangan.

"Nona Samantha sudah di sini. Hubungi saya jika Tuan Putri membutuhkan sesuatu." Dalvin pun menundukkan wajahnya sejenak pada Calista dan hendak pergi keluar.

"Dalvin," sebelum sosoknya pergi, Calista terlebih dahulu memanggilnya sehingga pria itu menghentikan langkahnya. "Kau ditunjuk sebagai penasihat pribadiku karena kau pernah belajar di sini. Itu artinya kau siap untuk menjalankan tugasmu, kan?"

"Tentu, Tuan Putri." Dalvin tersenyum pada Calista. Ia juga membungkukkan tubuhnya sembari mengayunkan tangannya pada gadis yang berada di seberangnya itu. "Saya akan melayani Tuan Putri dengan seluruh kekuatan yang saya miliki."

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sinar mentari telah bersinar cerah di luar sana. Sementara itu, tirai berwarna hitam yang terpasang pada jendela kamar Calista masih tertutup dan menghalangi cahaya untuk masuk ke dalamnya. Meski pun begitu, di dalam masih ada beberapa lilin yang menyala yang menerangi ruangan bernuansa gelap itu.

Calista sendiri masih berdiri terpaku di depan sebuah cermin sembari memandangi pantulan bayangan dari wajahnya pada permukaan cermin. Tubuhnya tampak terbalut oleh blouse berwarna putih dengan bawahan berwarna hitam. Sementara itu pada kepalanya, ada sebuah fascinator yang turut mempercantik penampilannya.

Ditengah Calista yang sedang bercermin, terdengar suara ketukan dari balik pintu. Tanpa menoleh, Calista pun berkata "Masuklah."

Dari pantulan cerminnya, Calista dapat melihat seorang pelayan masuk ke dalam kamarnya. Raut wajah pelayan itu tampak terkejut saat melihat kamar Calista yang masih gelap akibat tirai yang belum terbuka. Lantas pelayan itu pun kemudian berjalan menuju jendela dan hendak membukakan tirai jendela kamar Calista.

"Berhenti." langkah kaki pelayan itu seketika terhenti saat Calista menyuruhnya. Calista pun kembali berkata "Biarkan saja itu tertutup."

"Baik, Tuan Putri." ucap pelayan itu dengan mengangguk. "Paduka Pangeran telah menunggu Tuan Putri di ruang makan di Istana bagian utama."

"Ah, Paduka Pangeran," mata Calista melirik pada arloji perak yang melingkar di pergelangan tangan kirinya sementara sudut bibirnya terangkat sebelah. Ia tahu kalau ia saat ini sudah terlambat untuk mengikuti sarapan pagi bersama keluarga Kerajaan. Namun tampaknya ada sesuatu yang sudah direncanakan olehnya. "Kalau begitu bisakah kau mengantarkan aku ke ruang makan?"

"Tentu, Tuan Putri." pelayan tadi lantas mempersilahkan Calista untuk berjalan terlebih dahulu.

"Samantha," kucing putih itu segera menghampiri Calista saat Calista memanggilnya. Lantas Calista pun menggendongnya lalu ia berjalan keluar dari kamarnya sementara pelayan itu mengekor di belakang Calista.

Sementara itu di ruang makan di Istana bagian utama, para anggota keluarga Kerajaan sudah berkumpul, termasuk para selir dan putra serta menantu mereka. Hanya ada empat kursi yang tampak masih kosong di sana.

"Yang Mulia Raja telah tiba!" para anggota keluarga Kerajaan langsung berdiri saat sosok Sang Raja memasuki ruangan. Mereka kembali terduduk setelah Sang Raja duduk di kursi utama.

Sang Raja terlebih dahulu mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya dan melihat ada seseorang yang belum hadir di ruangan itu.

"Edgar," pria berambut pirang yang sedang membaca sebuah buku lantas menutup bukunya saat Sang Raja memanggil namanya. "Dimana calon istrimu?" tanya Sang Raja dengan menunjuk pada kursi kosong yang ada di sebelahnya.

Edgar melirik sekilas pada kursi yang ditunjuk oleh Sang Raja lalu ia menjawab "Aku sudah mengirim pelayan untuk memanggilnya, ayah."

"Tuan Putri Calista telah tiba!" tak berselang lama, sesosok gadis terlihat sedang berdiri di balik pintu yang dibukakan. Di dalam dekapannya, terdapat seekor kucing yang tampak tenang memandangi satu per satu anggota keluarga Kerajaan yang ada di sana.

Calista lantas berjalan menuju meja panjang yang terletak di tengah ruangan itu. Sebelum ia duduk di kursinya, ia terlebih dahulu menundukkan wajahnya pada Sang Raja untuk memberinya penghormatan.

"Mari kita mulai sarapannya." ucap Sang Raja mengawali acara sarapan pagi mereka.

Semua orang di sana tampak menikmati hidangan yang disajikan untuk sarapan mereka kecuali Calista. Jangankan untuk memakannya, untuk menyentuhnya saja Calista enggan. Gadis itu hanya memandangi sepiring steik dan segelas sampanye yang ada di depannya itu tanpa berniat untuk menyantapnya.

Sang Raja yang menyadari itu lantas bertanya "Apa ada sesuatu yang mengganggu, Putri Calista?"

"Ah, Yang Mulia," pandangan Calista seketika teralih pada Sang Raja saat Sang Raja berbicara padanya. Ia melempar senyuman ramah pada Sang Raja sebelum ia menjawab "Saya tak terbiasa makan di luar Istana Kerajaan Hellenocitus, Yang Mulia. Untuk memastikan makanan ini sesuai dengan lidah saya, kucing saya terlebih dahulu mencicipinya untuk saya. Bolehkah, Yang Mulia?"

"Aah, tentu." Sang Raja mengangguk dan mempersilahkannya. "Lakukan saja sesuai dengan kenyamananmu, Putri Calista."

"Terimakasih, Yang Mulia." Calista kembali mengukirkan senyuman di wajahnya. Gadis itu kemudian menepuk pelan tubuh Samantha dan tak lama kemudian kucing itu beranjak bangun dan mulai mengendus-endus steik milik Calista. Calista lantas memotong steik itu dan membiarkan Samantha untuk memakannya.

Di tengah heningnya ruangan itu, Sang Raja mengetuk gelas miliknya menggunakan pisau sehingga membuat seluruh atensi tertuju padanya. Sang Raja lalu berkata "Tanggal upacara pemberkatan pernikahan Pangeran Edgar dan Putri Calista telah ditentukan. Hari itu akan tiba besok."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!