aura cahaya cinta, nama yang manis bukan? namun sayang, nama nya tak semanis jalan hidup nya. bagaimana tidak?? ketika caca (sapaan hangat untuk cahaya) harus berjalan melewati dunia hitam kelam yang notabene nya itu bukanlah dunia nya. namun tak ada pilihan lain selain meminta pada takdir bahwa semua nya akan cepat berakhir dan ada seorang lelaki yang benar-benar mau menerimanya.
.
.
hari itu caca berjalan menyusuri trotoar jalanan dibawah terik panas matahari dengan sebuah map kerja ditangannya. yaa... caca sedang berjalan mencari pekerjaan diperusahaan-perusahaan yang berada dikota tempat tinggalnya namun sayang semua perusahaan itu menolak lamaran pekerjaannya. mungkin beralasan bahwa caca hanya seorang gadis yang hanya lulusan SMA. caca memang tak melanjutkan pendidikannya bukan tanpa alasan melainkan karena faktor ekonomi keluarga yang sangat tidak memungkinkan. jangankan untuk membuatnya bisa mendapat gelar sarjana, untuk makan sehari-hari saja sang bunda benar-benar harus berjuang.
caca mengusap peluh dipelipis mata nya, wajahnya terlihat murung dengan penampilan yang sedikit kusut dan acak-acakan karena sejak pagi caca hanya berjalan dan naik angkutan umum untuk menuju ke kantor-kantor yang ia tuju untuk mengajukan lamaran pekerjaan.
caca berjalan memasuki area halaman rumah . rumah sederhana satu-satu nya harta peninggalan almarhum ayahnya yang meninggal sejak satu tahun lalu, rumah yang berada disebuah desa dan jauh dari keramaian namun di rumah sederhana itulah ia, bunda , serta kedua adiknya tinggal bersama.
.
"kakak gak mau tau kamu harus sekolah lang, kakak gak mau kamu hanya mempunyai ijazah SMP bentak caca pada gemilang adik lelaki nya yang baru saja lulus Sekolah Menengah pertama dan enggan untuk melanjutkan SMA.
"tapi kak, aku gak keberatan kalau aku memang harus berhenti sekolah, aku mau kerja biar bisa membantu bunda mencari uang untuk biaya kehidupan kita" bantah gemilang lelaki yang kini sudah remaja.
"enggak lang, kamu masih kecil. kamu mau kerja apa? untuk biaya hidup kita !! ada kakak yang bisa bantu bunda" pungkas caca yang masih dengan nada tinggi dan penuh penekanan.
"tapi kak, gemilang kasian sama kakak dan bunda. sekarang aja kakak belum dapat pekerjaan, lalu gimana nanti dengan biaya sekolahku. kita masih punya Gempita Sebagai satu-satunya harapan anak bunda yang bisa sekolah tinggi" gemilang menatap ke arah gempita. adik bungsu mereka yang tengah duduk disofa melihat kedua kakak nya tengah berdebat.
.
"enggak, kamu dan gempita harus tetap sekolah. kakak akan berusaha dengan semampu kakak untuk kalian berdua. untuk masa depan kalian, kamu dan gempita adalah harapan kakak dan bunda lang" caca kini menjatuhkan tubuhnya disofa saat ia rasanya hatinya mulai sesak ketika berdebat dengan adiknya sendiri.
gemilang dan gempita saling memeluk tubuh kakak nya, mereka merasa tak tega melihat kakaknya yang kini benar-benar berusaha menjadi tulang punggung untuk keluarga mereka. terlebih ibu mereka yang mulai menua membuat mereka merasa tak tega jika harus melihat sang ibu masih terus bekerja menjadi buruh disebuah perkebunan.
"kakak akan pergi mencari kerja di jakarta, kalian gak perlu khawatir untuk biaya hidup dan sekolah kalian pasti akan kakak tanggung semua " ucap caca lirih menahan sesaknya dada dan air mata yang saling dorong mendorong ingin keluar.
"tapi kakak gak apa-apa?? kakak disana dengan siapa?" tanya gempita kembaran gemilang dengan polos .
"kakak ada teman disana, kalian jangan khawatir. yang terpenting, disini kalian bisa sekolah dan bisa menjaga bunda dengan baik. nanti kakak akan bilang sama bunda"
mereka bertiga saling berpelukan erat. tak sadar air mata yang sedari tadi ia tahan kini mampu lolos melintas dipipi mulus caca.
.
.
"bunda" caca mulai mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan keinginannya untuk bekerja di jakarta.
"hemm" jawab bunda sambil mengaduk masakan untuk makan malam mereka.
caca mengetuk-ngetuk meja makan dengan jemari tangannya menandakan bahwa hatinya merasa tak sanggup untuk berbicara. karena selama ini, ia tak pernah pergi jauh tanpa sang bunda yang ikut mendampinginya.
"bunda...." lagi-lagi caca hanya mampu mengeluarkan kata yang sama dari bibirnya.
"ada apa ca... kamu sudah lapar??" jawab bunda yang sama sekali tak menatap ke arah caca berada dan masih fokus kepada masakan yang berada dihadapannya.
"bund...apa caca boleh merantau di jakarta" dengan bibir sedikit bergetar dan jantung yang berdegup kencang akhirnya perkataan itu pun lolos keluar dari bibirnya.
bunda seketika menatap ke arah anak sulungnya yang sedari tadi duduk dimeja makan menemani nya masak didapur.
"apa bunda setuju??" caca kembali bertanya saat ia rasa perkataannya belum mendapatkan jawaban apa-apa dari sang bunda.
"kenapa kamu ingin merantau? kamu ini anak perempuan, sangat bahaya kamu jauh dari keluarga ca" sahut bunda dengan nada lembut. bunda kini mendekat dan duduk dihadapan caca meninggalkan masakan nya yang sedari tadi menyita perhatiannya. begitulah bunda, sesosok malaikat tanpa sayap yang selalu sabar dan bersikap lembut dalam mengurus ketiga anak-anaknya.
.
"bunda... caca cuma mau bantu bunda untuk membantu perekonomian kita" caca menggengam tangan bunda dengan kedua tangannya.
bunda menggeleng sambil kembali menumpukan tangan sebelahnya pada punggung tangan caca "bunda hanya butuh kamu tetap disini dan berkumpul bersama kami. untuk biaya hidup bunda akan berusaha semampu bunda ca"
"tapi bunda... bunda sudah selalu bekerja keras untuk caca dan kami bertiga. biarin kali ini caca yang menggantikan semua beban bunda. caca cuma ingin melihat adik-adik caca semua nya lulus mendapat gelar sarjana bunda" begitulah caca, yang sulit mewarisi sifat ibunda nya yang lembut. karena caca memang terlahir dengan watak yang cenderung keras kepala.
"kamu itu perempuan ca, kamu juga belum pernah tau jakarta itu seperti apa? bunda cuma khawatir dengan keselamatanmu" kali ini bunda mengusap belakang kepala caca,menandakan bahwa ia sangat berat hati mengabulkan permintaan caca.
"caca bisa jaga diri bunda, bunda harus percaya sama caca. caca cuma ingin mengubah kehidupan kita bunda, bunda tau kan rina? Anak bu fatimah, dia sekarang bisa sukses semenjak kerja dijakarta. kalo orang lain aja bisa, ngapa caca gak bisa bunda??"
bunda hanya bisa tertunduk, terasa berat jika harus mengizinkan anak sulungnya kerja jauh di kota orang. namun terasa menyakitkan pula jika tiap hari ia harus berdebat dengan putrinya ini jika ia tak cepat mengabulkan permintaannya.
"kamu boleh mencobanya, tapi ingat ! jika suatu hari kamu gak betah disana. jangan pernah paksakan dirimu ca, karena disini bunda dan adik-adikmu selalu menunggu mu pulang"
jawaban terbaik yang bunda berikan untuk putri sulungnya. meski terasa berat dan sesak namun bunda tak bisa berbuat apa-apa selain memberikan doa terbaik untuk anak-anaknya
Malam itu caca mengemas baju-baju nya yang hendak ia bawa esok ke jakarta. Tekad nya sudah bulat untuk mengadu nasib di kota orang. Kota besar yang belum pernah sama sekali ia sambangi sebelumnya. Hanya bermodal sebuah cerita dari rina teman sekolah nya yang sudah lebih dulu mengadu nasib disana dan kini ia bisa mensejahterakan ekonomi keluarga didesa.
tok tok tok
"apa bunda boleh masuk?" tanya bunda dari balik pintu kamar caca yang tertutup rapat.
"masuk saja bunda, pintunya gak dikunci kok" jawab caca sambil memasukan pakaian ke dalam tas.
Degh ... hati bunda seolah berhenti berdetak saat melihat anak perempuannya sedang mengemas pakaian ke dalam sebuah tas besar. Ternyata caca sama sekali tak berniat untuk mengurungkan keinginannya untuk pergi merantau ke ibu kota . " apa kamu benar-benar yakin ca ingin mencari kerja disana??" sekali lagi bunda bertanya hanya untuk memastikan bahwa apakah caca benar ingin pergi meninggalkan mereka di desa.
"caca yakin bun, bunda gak perlu khawatir tentang caca, yang terpenting bunda jangan lupa doain yang terbaik untuk caca ya" jawab bunda sambil menatap wajah ibunya yang terlihat begitu sendu seolah mengisyaratkan bahwa ia sangat berat untuk melepas putri sulungnya tersebut.
"bunda pasti doakan yang terbaik untuk kamu ca, kamu baik-baik ya disana"
Caca memeluk bunda yang sejak tadi membuat hatinya pun seolah menjadi berat untuk meninggalkan bunda dan kedua adiknya.
"apa kamu sudah menghubungi rina ca?? kamu sudah beri tau dia bahwa besok kamu akan menyusulnya kesana?"
"sudah bun, caca udah beri tau rina kalo besok caca akan ke jakarta. Rina juga udah kasih tau caca dimana alamat rumahnya"
caca mengeratkan pelukannya pada bunda. Karena selama disana ia pasti akan sangat merindukan pelukan seperti ini.
"yaudah kamu tidur, bunda mau melihat adik-adikmu apakah masih belajar atau sudah tidur" bunda pun keluar meninggalkan caca didalam kamarnya seorang diri. Air mata caca menetes tatkala ia merasa berat hati untuk meninggalkan ibu dan adik-adiknya, namun tak ada pilihan lain selain memilih untuk mengadu nasib di ibu kota.
Caca merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur sambil meresapi perasaan hatinya yang sulit ia jelaskan. Antara tak sabar ingin segera pergi ke jakarta dan mendapat pekerjaan atau rasa berat karena ia akan jauh dari keluarga.
perasaan yang saling beradu kini membuat nya terlelap melewati malam.
.
.
"bunda caca berangkat ya" caca mencium tangan dan kedua pipi bunda seraya pelukan hangat untuk sang bunda.
"kamu jaga diri baik-baik disana ca, jangan lupa selalu hubungi kami disini" jawab bunda dengan sekuat hati untuk menahan buliran air yang memaksa ingin keluar dari mata.
"kamu sekolah yang benar lang, jaga bunda dan pita ya" pesan caca pada gemilang seraya memeluk adik lelaki yang menjadi satu-satunya penjagaan keluarga dalam rumah itu.
"baik kak, kakak juga baik-baik dijakarta. Jangan lupa kasih kabar kalau nanti kakak sudah sampai disana " jawab gemilang sambil tersenyum meski yang ia rasa sebenarnya sangat berat melepas kepergian kakak nya untuk bekerja di jakarta. Namun tak ada pilihan lain selain menyetujui keinginan sang kakak dari pada harus berdebat dan membuat bunda semakin sedih.
"kamu sekolah yang pinter, selalu bantu bunda dan nurut apa kata bunda" caca memeluk adik perempuannya yaitu gempita.
"apa kakak yakin mau ke jakarta, pita mau kakak disini" pita memeluk sang kakak dengan deraian air mata yang tak dapat ia bendung.
"jangan nangis dong, adik kakak masa cengeng. Nanti kakak akan selalu ngasih kabar dan kalau kakak sudah dapat pekerjaan kakak akan sering-sering pulang" ujar caca mencoba menenangkan hati adik bungsunya yang membuat suasana menjadi penuh haru.
.
ojek online pesanan caca yang ia pesan untuk mengantarnya ke terminal pun sudah tiba di depan rumah. Caca segera berjalan menghampirinya dan mengenakan helm yang sudah abang ojol itu siapkan.
caca pun naik dibelakang abang ojol yang sudah siap untuk membawa nya ke tempat tujuan. Caca dan abang ojol itu pun kini telah berjalan meninggalkan halaman rumah diiringi lambaian tangan dari bunda dan kedua adiknya yang berdiri sambil saling berpelukan di teras rumah. Sesekali bunda menyeka air mata nya yang mengiringi kepergian caca yang semakin jauh menghilang dari pandangan.
Begitupun dengan gempita yang sedari tadi sudah menangis tanpa henti terlebih saat melihat sang kakak yang kini sudah pergi dan tak lagi terlihat.
Berbeda dengan gemilang yang selalu berusaha untuk tetap tegar meski hatinya pun terasa sedih namun ia tak ingin membuat adik dan bunda nya semakin larut dalam kesedihan.
"ayo bunda kita masuk, kakak pasti akan segera mengehubungi kita. Kita doakan yang terbaik untuk kakak"
gemilang menuntun tubuh bunda yang terasa begitu lemas masuk kedalam rumah.
.
."makasih bang" setibanya diterminal caca memberikan beberapa lembar uang sesuai nominal yang harus ia bayar kepada si abang ojol . Caca pun segera masuk kedalam bus yang entah sudah berapa lama menanti penumpang disana.
caca memeluk erat tas yang ia taruh dipangkuannya. Air matanya mengalir saat bus itu kini melaju meninggalkan kota kelahirannya, dan saat ini kehidupan baru nya akan dimulai saat nanti ia sudah tiba di jakarta. Lamunan dan kerinduan terhadap ibu dan adik-adiknya sudah mulai terasa meski kini ia baru saja berjalan meninggalkan kota.
hingga akhirnya ia terlelap dalam perjalan menuju jakarta.
.
.
"neng neng sudah sampai" kernet bus itu pun membangunkan caca yang masih terlelap. caca melihat seisi bus yang sudah sepi tanpa satu penumpang yang tersisa. baru ia sadari ternyata ia sudah begitu lelap tertidur didalam bus yang sungguh bisa mengundang bahaya kriminal. Untung saja supir dan kernet bus nya menjamin penjagaan kepada seluruh penumpang yang berada didalam bus tersebut.
Caca turun disebuah terminal besar dijakarta. Ia melihat ke sekitar yang dikelilingi bangunan-bangunan tinggi menjulang. Ada rasa kagum yang menghampirinya, namun ia pun merasa bingung entah ke arah mana ia harus berjalan mencari alamat rumah rina yang sebelum itu sudah rina berikan.
"pak apa bapak tau alamat rumah ini??" caca memperlihatkan secarik kertas kepada seorang pedagang asongan yang kebetulan mangkal di terminal tersebut. Berdasarkan arahan yang rina berikan, bahwa tempat tinggalnya tak begitu jauh dari terminal bus. Namun ini kali pertama caca tiba dijakarta, jadi ia tak tau terminal bus mana yang rina maksud dalam arahannya.
"oh iya neng, alamat rumah ini sekitar 1,5 km lagi neng dari sini, neng jalan aja ke arah sana nanti bisa tanya-tanya lagi deh kalau ketemu orang disana" jawab si pedagang asongan yang caca pintai keterangan.
"terimakasih pak" caca hanya tersenyum karena setidaknya ia tau kemana arah yang harus ia tuju.
.
.
caca sudah berjalan cukup jauh. Panasnya kota jakarta membuat keringatnya mengucur dari sekujur tubuh. caca mengusap peluh pada pelipis mata nya. ia terus berjalan sambil menenteng tas besar yang terlihat begitu lusuh ditengah megah nya kota jakarta.
sejenak caca duduk disebuah bangku ditepian jalan. Hendak memesan ojek online pun percuma karena handphone yang ia bawa pun sudah low karena kehabisan baterai. Maklum lah handphone yang caca pakai saat ini bukanlah handphone pengeluaran terbaru yang sudah canggih. Namun handphone itu sengaja ayahnya belikan saat dulu ia hendak masuk SMA, saat itupun ayahnya hanya mampu membelikan handphone bekas yang masih layak pakai untuknya.
tin tin
suara klakson motor itu pun memecah lamunan caca yang tengah beristirahat ditepian jalan. "ojek neng?" tanya si abang ojek yang kini sudah menghentikan sepedamotor nya tepat dihadapan caca.
"oh iya bang" caca segera naik ditempat duduk bagian belakang lalu memakai helm yang abang ojek sodorkan untuknya.
"mau kemana neng?" tanya si abang ojek dengan ramah.
"aku mau nyari alamat ini bang, abang tau??" caca mengeluarkan secarik kertas berisi alamat rumah rina dari dalam tas nya.
"oh saya tau neng, itu sih gak terlalu jauh dari sini" abang ojek itupun melajukan motornya lebih cepat dari sebelumnya.
.
Tiiiinnnnnn praaakkk
Tiba-tiba caca dan si tukang ojek itu pun jatuh tersungkur ke jalan. Sebuah mobil sedan telah melaju dengan kencang dan menyenggol stang motor si tukang ojek itu hingga membuatnya oleng kehilangan kendali dan terjatuh. Untunglah jalanan saat ini tidak terlalu ramai karna mereka sudah masuk ke area gang perumahan.
"neng, neng gak apa-apa kan neng?" tukang ojek itupun langsung datang menghampiri caca yang masih duduk di tepi jalan.
"gak apa-apa bang" caca mengelus tangannya yang terasa sakit.
"aduh neng, abang minta maaf yaa neng" situkang ojek itu pun membantu caca bediri dengan uluran tangannya.
"gak apa-apa bang, lagian abang gak salah kok. Yang salah si pengemudi mobil itu bang. Kebut-kebutan dijalan" caca menatap ke arah dimana mobil yang menyerempetnya tadi pergi.
"iya neng, emang kalo anak muda kadang suka seenak jidatnya kalo bawa mobil. Dikira ini jalanan nenek moyang nya kali ya" jawab si tukang ojek itu tak kalah kesalnya.
.
"aduh neng, seperti nya perjalanan kita terhambat neng, motor saya rusak parah harus saya bawa ke bengkel" abang ojek itu menatap motornya yang sudah hancur karena menabrak tiang. Untunglah si abang ojek dan caca tak terluka parah, hanya ada lecet-lecet kecil pada kaki dan tangan nya.
"gak apa-apa bang, ini uangnya" caca memberikan selembar uang kepada si tukang ojek yang tadi ia tumpangi.
"aduh gak usah, neng gak usah bayar gak apa-apa. mending uangnya buat neng berobat aja ya, tuh kaki neng berdarah" abang ojek itu menolak uang yang caca sodorkan untuknya.
"gak apa-apa bang, ini bisa buat bantu biaya abang servis motor" caca tetap memaksa meski si abang ojek itu telah menolak pemberiannya. Namun pada akhirnya si abang ojek itu pun menerima uang pemberian caca dan mengucapkan banyak terimakasih juga beribu maaf karena kecelakaan yang menimpa mereka. Caca tersenyum dan tak menyalahkan si tukang ojek itu atas peristiwa yang menimpa mereka saat ini.
Tukang ojek itu pun menuntun caca berjalan ke sebuah taman yang tak jauh dari sana karena sepertinya kaki caca terkilir hingga membuatnya kesulitan untuk berjalan.
"neng yakin mau nunggu disini aja?" tanya situkang ojek tersebut saat ia sudah mengantar caca duduk disebuah kursi ditengah taman.
"iya bang, biar aku tunggu disini aja, makasih ya bang" ucap caca sambil meringis menahan sakit pada pergelangan kakinya
"iya neng" si tukang ojek itupun berlalu meninggalkan caca sendiri di taman tersebut.
Terlihat dari kejauhan si tukang ojek itu menuntun sepeda motornya untuk ia bawa ke bengkel yang caca sendiri pun tak tau apakah bengkelnya berada disekitar daerah itu atau masih jauh dari sana.
"kenapa sih aku apes banget !!?" pekik caca pada angin yang berhembus
"bunda, tolong restui kepergian caca bunda. apa karena bunda berat hati melepas caca hingga caca harus tertimpa musibah seperti ini???" ucap caca perlahan sambil memejamkan matanya menikmati hembusan angin yang setidaknya mampu memberikan kesejukan ditengah panas terik matahari.
"ya ampun ca, kamu apaan sih !! Bunda pasti doain yang terbaik buat kamu !! Terus kenapa terjadinya musibah ini seolah-olah bunda yang salah " pikir caca.
"bunda maafin caca bun, caca gak bermaksud nyalahin bunda. Doain caca sukses ya bun" caca kembali mengirim pesan melalui angin , caca berharap angin dapat menyampaikan pesannya untuk sang bunda.
.
.
caca membuka mata dan seketika terkejut saat ia melihat sebotol minuman telah berada tepat didepan matanya. Caca menoleh dan sudah ada sesosok lelaki yang entah sejak kapan ia duduk disebelah caca.
"minum, kamu pasti lelah" ucap lelaki tersebut tanpa menggeser posisi tangannya yang menyodorkan minuman di hadapan caca.
caca menggeleng karena ia tak mengenal lelaki tersebut. Pikirannya melayang berfikir negatif "kalo minuman ini di kasih racun gimana???" Pikirnya yang selalu merasa was-was dengan orang yang tak ia kenal.
"hmm padahal minuman ini pas loh dengan cuaca yang panas kaya gini, tapi yasudah kalo kamu menolak" lelaki itu pun menarik kembali tangannya sebelum gerakan tangan itu terhenti karena caca dengan sigap meraih botol minuman yang hampir saja gagal menjadi miliknya.
Caca langsung membuka minuman itu "syukurlah tutupnya masih tersegel" batin caca. caca langsung menenggak minuman tersebut karena memang ia merasa sangat lelah dan kehausan.
"kamu gak usah takut, aku bukan orang jahat yang akan meracuni kamu, aku gak sekriminal itu" ucap lelaki itu seolah tau keraguan dalam hati caca sejak tadi.
.
"kamu baru datang ke jakarta" tanya lelaki tersebut.
caca mengangguk sambil mengusap sisa minuman yang tertinggal disudut bibirnya.
"kamu mau kemana? Mau aku antar?" tawar lelaki yang baru caca temui namun sudah sangat baik dengannya.
"ku fikir orang kota jahat-jahat, ternyata aku salah karena disini masih banyak orang baik"
caca mencari-cari kertas yang tadi ia pegang diatas motor saat ia memberi tau tukang ojek dimana alamat rumah rina.
"aku gak tau mau kemana, kertas berisi alamat rumah nya hilang" ucap caca .
"memang gak ada nomor handphone lain yang bisa dihubungi?" tanya lelaki itu sambil menatap caca yang terlihat begitu lusuh. Belum lagi ada beberapa luka di tangan dan kakinya.
"kamu korban tabrak lari?? Kenapa tubuhmu penuh luka?" tanya lelaki tersebut.
Caca mengangguk enggan menjelaskannya pada lelaki tersebut karena pasti tak akan begitu penting bagi lelaki tersebut,pikir caca.
"apa aku boleh pinjam handphonemu?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!