"Menarilah dengan indah wahai api yang membara ditangan ku. Muncullah wahai pedang api," Setelah selesai berucap, dalam hitungan detik saja pedang yang entah dari mana muncul ditangannya Yagami. Segera ia menebas monster berbentuk setengah iblis dan juga setengah naga itu. Setelah berteriak kesakitan, monster itu langsung lenyap tanpa sisa.
Sudah sekitar setengah tahun sejak diperbolehkan meninggalkan Akademi oleh gurunya tercinta Yagami terus membantai monster yang ia sendiri tidak mengerti makhluk apa itu , yang jelas mereka menyerang manusia yang tidak bersalah. Sebenarnya, saat belajar di Akademi, tidak ada penjelasan mengenai monster yang terus menerus menyerang tanpa kenal ampun.
Akhirnya selesai juga pertarungan yang terelakkan. Dia bernafas lega, pedang api yang muncul kemudian menghilang dengan sendirinya. Rasanya kali ini untuk pertamanya ia bertarung sambil di tonton banyak orang.
Sungguh rasanya tidak menyenangkan. Biasanya saat monster muncul para penduduk akan berlari tunggang langgang tanpa memperhatikan apapun. Selama mereka selamat apapun yang terjadi mereka tak peduli. Ada apa dengan penduduk disini? Kenapa mereka tidak takut?
***
Matanya entah kenapa terasa berkunang-kunang. Tubuhnya juga rasa tidak mampu menahan dirinya lagi. Dalam sekejap ia jatuh dan hilang kesadaran. Rasanya semua yang ia lihat hanyalah kegelapan semata.
Tanpa sadar Yagami terjatuh diantara pepohonan yang sedang menghembuskan angin lewat daun-daun yang lebat. Ia seperti diperintahkan tidur oleh semesta yang tahu betapa lelahnya dirinya bertarung tanpa henti melawan monster yang sama sekali tidak pernah ia ketahui secara pasti tujuan mereka.
Kadang ia merasa lelah, tapi di satu sisi entah mengapa rasanya senang sekali bisa membantu orang lain . Bukan berarti ia senang dengan kehadiran makhluk semacam itu. Ia dulu saat ingin pergi dari Akademi berkata kepada gurunya bahwa ia ingin menjalani kehidupan normal tanpas sihir. Ternyata kenyataan berbeda dengan impian. Mungkin saatnya untuk menggunakan ilmu sihir telah tiba .
***
"Akhirnya bangun juga," Yagami kaget saat terbangun ia sudah berpindah tempat . Seingatnya tadi ia berada di pinggir hutan tapi kenapa sekarang berada di sebuah rumah ? Dan lagi di depannya terdapat wanita muda .
"Jangan takut. Aku tidak akan berbuat yang aneh-aneh," Wanita itu bersyukur karena pria yang didepannya telah siuman. Ia berucap begitu karena ia menangkap kecurigaan diwajahnya.
"Aku dimana?" sambil mencoba menenangkan diri Yagami berkata.
"Di rumahku," jawabnya.
"Apa aku berada di desa?"
"Kamu di dalam pohon di hutan sekarang."
"Serius? Di dalam pohon? Kamu sedang tidak bercanda?" Yagami bangkit dari tidurnya. Ia benar-benar tidak mempercayai, rasanya seperti sudah diluar nalar.
"Kamu tidak percaya? Ayo kita buktikan!" Nadanya santai menjawab ucapan Yagami. Dia tidak marah sama sekali saat ucapannya tidak dipercaya.
Saat mereka keluar Yagami baru percaya . Mantap juga perempuan ini, bisa membuat rumah tanpa merubuhkan pohon yang terlihat besar sekali itu. Saat melihatnya sendiri ia benar-benar bingung harus berkata apa.
"Keren. Ini seriusan? Aku sedang tidak bermimpi kan?"
"Yang kamu lihat itu kenyataan."
"Oh ya aku hampir lupa. Namamu siapa?"
"Ayano Kojima. Panggil aku Aya saja. "
"Aya-san , bagaimana kamu membangun semua ini?"
"Sihir. Kau bisa menciptakan segala keajaiban dengan sihir ."
"Eh, Aya-san penyihir ?" Yagami kaget.
"Kamu juga kan? Aku mengenali liontin kalung yang kamu pakai," jawaban yang sangat mengejutkan. Liontin kalung yang dipakai oleh Yagami adalah simbol dari dari Akademi sihir yang telah menjadi rumahnya sendiri. Dan letaknya juga dirahasiakan.
"Mengetahui dari liontin kalungku?"
"Dulu aku pernah punya teman yang memakai liontin persis denganmu. Tapi sayangnya dia telah meninggal. Bagaimanapun hebatnya sihir, ia takkan mampu melawan takdir yang telah ditentukan. Dia orangnya baik, perhatian dan dia juga yang mengajariku sihir. Makanya aku menolong mu saat aku menemukanmu tidak berdaya di pinggiran hutan. "
"Tadi mungkin aku pingsan karena lapar. Ditambah lagi aku menggunakan terlalu banyak energi sihir untuk melawan monster yang aku sendiri tidak tahu mereka siapa."
"Kamu lapar? Aku punya beberapa lembar roti yang bisa kamu makan ."
"Apa tidak merepotkan?" Sebenarnya Yagami ingin , tapi rasa agak gimana juga kalau langsung menyetujui omongannya Aya-san itu.
"Santai saja, jangan takut. Anggap saja rumah sendiri. Jangan malu begitu."
***
Malam yang sepi, bintang-bintang terlihat malu diantara pepohonan yang sangat rimbun. Sambil memegang liontin yang berbentuk tengkorak itu Yagami membayangkan hari-hari yang indah di Akademi yang letaknya terpencil di tengah pegunungan. Sebenarnya untuk dibilang Akademi juga tidak bisa, hanya saja gurunya selalu mengatakan itu.
"Kenapa kamu tidak masuk ke dalam ? Malam semakin larut. Nanti kamu bisa sakit," Aya-san yang melihat Yagami sendirian langsung mendekatinya.
"Belum mengantuk. Lagipula aku sudah terbiasa begini. Selama beberapa bulan ini aku selalu tidur di ruangan terbuka selama memungkinkan. Aya-san sendiri kenapa betah tinggal sendirian disini? Bukannya lebih enak tinggal bersama warga desa?"
"Mungkin kelihatannya menyenangkan. Tapi sampai sekarang aku ingin tinggal disini sendirian. Mungkin sampai mati. Aku tidak ingin pergi dari sini apapun yang terjadi."
Yagami ingin bertanya tapi takut hal itu akan membuat orang yang telah menolongnya itu jadi sedih. Apapun itu , dia jelas punya alasan yang kuat untuk itu. Dalam hati, Yagami mencoba menduga apa alasan sebenarnya Aya-san tetap tinggal sendirian ditengah hutan yang sepi.
"Kadang rasanya ingin sekali aku tinggal di sana. Hanya saja aku tidak bisa melakukannya. Aku sudah terlalu nyaman disini," lanjut Aya-san. Memang sih kenyamanan adalah kunci , mau tinggal dimana pun kalau tidak nyaman percuma.
Yagami tidak tahu harus berkata apa. Sebenarnya ada beberapa hal yang mengganggunya tapi dia mengurungkan niatnya untuk berkata. Takut hal itu tidak disukai lawan bicaranya.
"Aku melihatmu tadi bertarung, aku rasa itu keren. Penyihirir yang menggunakan beberapa Elemen aku pernah mendengarnya. Tapi katanya hanya beberapa orang saja yang bisa," Daripada bingung harus berkata apa, ucapan itu keluar sendiri dari mulut Aya-san.
"Mungkin. Tapi sebenarnya aku kurang menguasai sihir lainnya. Terutama sekali mengubah sesuatu menjadi sesuatu seperti yang dilakukan penyihir lain. Aku benar-benar payah sekali. Aku pikir aku bukan penyihir karena hanya menguasai sihir untuk bertarung saja," Yagami membuat pengakuan.
"Aku pikir itu tidak menjadi soal. Selama kau punya kekuatan untuk melindungi dunia , kau masih pantas disebut penyihir."
"Kalau Aya-san sihir apa yang kau kuasai?"
"Kalau aku bisa sihir penyembuhan. Aku juga bisa mengubah sesuatu sesuai keinginanku , cuma memang butuh belajar lagi karena kadang meleset juga."
"Aya-san kenal dengan Renn?"
"Kenapa rupanya?"
"Aku penasaran dengan ceritamu kemarin ditambah lagi dengan perkataan tadi. Kalau dipikir orang yang punya sihir penyembuhan itu Renn , dia bisa juga sihir yang bisa mengubah sesuatu walaupun tidak pandai."
"Kamu kenal dengan dia?"
"Walaupun umurnya lebih tua, tapi aku menganggap dia seperti kakak sendiri. Dia yang selalu memberi semangat disaat aku benar-benar menyerah dan lelah dengan semuanya. Suatu hari, dia menghilang dari Akademi. Aku sendiri tidak tahu penyebabnya."
"Maaf, dia sudah meninggal karena aku. Waktu itu aku juga belum pandai menggunakan sihir penyembuhan."
"Dia orangnya memang seperti.itu, selalu ceroboh dalam berbuat. Sepandai-pandainya sihir penyembuhan, kalau sudah waktunya meninggal siapapun tidak bisa mencegah. Itu sudah menjadi takdirnya," Suaranya terdengar agak sedih, cuma dia berusaha berpikir positif.
"Kamu tidak marah kepadaku?"
"Untuk apa? Aku membunuhmu juga tidak akan membuatnya hidup lagi. Lagipula ini bukan salahmu, takdir kita sudah ditentukan sebelum kita terlahir di dunia. Jangan bersedih atas kepergiannya. Jangan buat dia menyesal di alam sana. Kalau kamu sedih, dia tidak akan bahagia berada di sana ," tanpa sadar Yagami berkata begitu. Saat tersadar akan ucapannya ia merasa bukan dirinya yang berucap. Gila, keren kali ucapannya, dalam hati ia berkata kepada dirinya sendiri.
"Aku tahu dia orangnya seperti apa soalnya dari kecil aku sudah mengenalnya. Dia bukan tipe pendendam, lagipula jangan terus merasa bersalah. Jangan buat dia menderita," lanjut Yagami .
"Kalau begitu, apa boleh aku menitipkan permintaan maaf kepadanya melalui dirimu?"
"Gunakan kekuatan yang diberikan padamu dengan baik, ia pasti akan memaafkanmu. Besok aku akan melanjutkan perjalanan. Aku tidak tahu mengenai monster itu, tapi pasti ada sumber kekuatan yang menyebabkan monster seperti tadi muncul. Aku tidak akan puas sebelum menghilangkan sumber kekuatan itu."
"Apa kau tau dimana letak pastinya?"
"Tidak sama sekali. Tapi kalau dicari pasti akan ketemu. Aku yakin itu. Aku tahu mungkin bakal seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Hanya saja jika tidak ketemu aku akan selalu penasaran."
"Hmmmm, boleh aku ikut?"
"Aku rasa tidak perlu. Lagipula kau bilang ingin tinggal disini untuk selamanya."
"Aku tadi memang berkata begitu, tapi mungkin aku bisa sedikit membantu. Setidaknya mengurangi rasa bersalahku pada Renn."
"Hilangkan rasa bersalah yang kau punya, itu sudah lebih dari cukup," Yagami masuk ke dalam rumah di dalam pohon itu meninggalkan Aya-san. Sebenarnya ia belum mengantuk, hanya saja ia malas mendengarkan ucapan Aya-san yang sepertinya merasa bersalah.
Malam yang sepi, suara jangkrik terdengar sangat keras. Shota berdiri di depan pedang yang katanya berisi kekuatan besar. Ia mendengarnya kemarin saat beristirahat di sebuah batu besar saat ia merasa sangat kelelahan.
Bisikan yang membuai dirinya itu telah mengantarkannya ke sebuah tempat dimana terdapat terdapat puing-puing bangunan kuno. Ia tidak mengetahui bangunan apa itu, yang ia tahu tujuannya adalah mencabut pedang seperti yang dikatakan oleh sosok yang ia temui kemarin.
Perjalanan yang ia tempuh hampir seharian penuh. Ia tak peduli dengan itu semua sebenarnya, selama ia bisa mendapatkan kekuatan ia tak peduli dengan rasa lelah yang menyelimutinya. Lagipula ia sudah tidak bisa kembali lagi ke kampung halamannya.
Semuanya karena ia terusir dari kampung halamannya . Ia tidak tahu kenapa ia diusir, mereka hanya bilang kalau dirinya adalah biang sial yang harus disingkirkan. Dia tak tahu mengapa, mungkin karena miskin dan hidup sebatang kara. Begitulah mungkin yang ia pikirkan, lagipula badannya dekil dan kurus . Hidupnya sejak lahir benar-benar memprihatinkan.
Ayahnya meninggal karena menjadi korban salah tembak saat Shota baru lahir. Ibunya saat usianya baru 10 tahun menyusul. Tak ada kerabat yang mau merawatnya. Jadilah ia hidup luntang-lantung tanpa tujuan yang jelas. Ingin rasanya mati saja. Namun entah kenapa tidak pernah ia lakukan keinginannya itu.
Dengan kekuatan dari pedang itu, ia berpikir untuk membalaskan perlakuan dari orang-orang yang pernah menyakitinya dulu. Ia ingin mereka merasakan yang pernah ia rasakan. Bahkan ia menginginkan pembalasan yang lebih kejam.
Orang-orang yang bermulut tajam harus mati ditangannya, begitulah yang ia inginkan saat ia mendengar kata yang halus nan indah dari sosok yang memberitahukan keberadaan pedang yang kini di depan matanya.
Tangannya kini mulai meraih pedang itu, ia bersiap untuk mencabutnya. Setelah ia merasa bahwa waktunya telah tiba ia segera mencabutnya. Dari tangannya ia bisa merasakan energi yang kuat. Rasanya ada sensasi kekuatan yang cukup besar. Saat pedang itu tercabut, muncul cahaya berwarna kehitaman sedikit demi sedikit masuk ke dalam tubuhnya.
Ternyata mencabutnya lumayan susah juga ternyata. Ia merasa takkan mampu menahan kekuatan yang mengalir begitu besar. Namun karena tekadnya kuat , pedang itu berhasil ia cabut juga. Lumayan berat juga rasanya, namun perlahan ia menjadi ringan.
Saat ia sudah berhasil menguasai pedang itu, perlahan matanya matanya memerah. Di antara malam yang sepi tiba-tiba ia berteriak sambil tertawa kemenangan. Ucapan sumpah serapah akan menghabisi para penyihir terdengar menggema di setiap tempat . Suaranya terdengar berbeda sekali dengan suara yang biasa dikeluarkan oleh Shota sendiri. Kali ini suaranya terdengar lebih berat dan juga mengandung aura yang sangat jahat sekali.
"Wahai tuanku, akhirnya setelah ribuan tahun tersegel anda terbebas juga. Hamba siap untuk mengabdi kembali kepada tuanku yang mulia," sambil terlihat memberi penghormatan , sesosok tubuh yang dipenuhi oleh asap tebal berkata.
Dia mengingat hari dimana tuannya mengalami kekalahan dan akhirnya tersegel dalam pedang yang bertuliskan mantra penyegelan itu. Setelah ribuan tahun akhirnya penderitaan yang dialami oleh tuannya berakhir. Sebuah hari yang dinantikan telah tiba. Ia kini bisa melihat tuannya telah bangkit dari tidur panjangnya itu.
Waktu itu , mereka berperang dengan seorang penyihir yang memiliki pandangan berbeda dengan mereka. Puncak pertarungan terjadi di reruntuhan yang hanya menyisakan puing-puing saja. Penyihir itu meninggal setelah berhasil menyegel sang tuan yang agung itu.
Dia mengingat hari dimana penyegelan itu terjadi. Benar-benar luar biasa kekuatannya , sosok itu mengakuinya. Dia menjadi saksi hidup dimana dua kekuatan besar saling bertarung demi tujuannya masing-masing.
***
"Yang mulia tuanku, akhirnya setelah ribuan tahun kita akan kembali lagi membawa kegelapan yang akan mewarnai dunia ini sekali lagi. Aku harap tuanku siap untuk mewujudkan tujuan kita yang tertunda sangat lama," dengan suara lembut dan sikap memberi hormat, ia berkata kepada Shota yang tubuhnya telah diambil alih oleh makhluk yang disebut tuan itu.
"Aku akan selalu siap. Demi mewujudkannya aku telah menunggu hari ini dalam wadah yang begitu menyiksa. Akhirnya hari-hari untuk mengamuk telah tiba. Aku pasti akan menghancurkan segala rintangan . Aku akan membalas dendam yang terus tumbuh ini," suaranya terdengar agak mengerikan.
"Kalau begitu, ada baiknya kembalikan kesadarannya. Tuan tidak bisa mengambil alih sepenuhnya. Dia harus menyerahkan tubuh untuk dipakai tuan. Begitulah informasi yang ku dapat mengenai segel itu.
Perlahan tubuh Shota normal kembali. Dia merasakan ada kekuatan besar yang mengalir di dalam tubuhnya. Entah mengapa rasanya tubuhnya sekarang menjadi kuat berkali-kali lipat.
"Bagaimana rasanya saat kekuatan mengalir ke seluruh tubuhmu? Apakah itu luar biasa?" tanya sosok itu. Suaranya terdengar licik, seperti ada sesuatu yang ia rencanakan.
"Rasanya seperti aku melihat kehancuran orang-orang yang pernah mengejekku dengan lidah tajam mereka. Ini sungguh luar biasa," jawab Shota.
"Sekarang aku bukanlah yang kemarin, aku bakal menghancurkan kehidupan orang-orang yang pernah tertawa di atas penderitaan yang pernah aku alami. Aku akan buat mereka sengsara selamanya," Shota yang baru mendapatkan kekuatan langsung merasa berada di atas angin.
"Bagus, terus tegakkan niatmu itu. Ingat, hancurkan segala yang menghalangi. Jangan beri ampun mereka!" sosok aneh yang dikelilingi asap itu berkata. Ia sepertinya puas dengan ucapan yang keluar dari mulut Shota tadi.
Akhirnya setelah sekian lama mencari orang yang tepat, dia akhirnya menemukan seseorang yang bisa untuk mencabut pedang. Walaupun ia sendiri tidak tahu pasti syarat pencabut pedang, yang pasti ia sekarang lega karena pedang yang itu akhirnya bisa dicabut juga setelah sekian lama.
Mungkin semuanya bisa untuk melakukannya, tetapi manusia yang memiliki dendam akan lebih mudah untuk melakukannya karena tekad mereka biasanya tidak dapat diragukan lagi kebulatannya. Ditambah lagi, biasanya orang semacam ini akan sangat mudah dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Biasanya mereka akan melakukan apapun demi bisa menjadikan keinginan mereka menjadi nyata. Apapun resikonya, dia sudah tidak pernah peduli lagi .
Sebenarnya sosok itu pernah beberapa kali merayu manusia, namun sepertinya tidak ada yang berhasil. Segel yang terpasang di pedang masih terlalu kuat. Kali ini ia yakin segel yang terpasang sudah mulai melemah. Dia merasakannya , kekuatannya yang ikut tersegel sudah mulai kembali walaupun hanya setengahnya.
Saat pedang tercabut, maka segel itu akan semakin lemah. Saat kebangkitan kekuatan yang ditunggu akhirnya telah tiba. Walaupun harus bersabar sampai pengguna pedang mati atau menyerahkan tubuhnya secara suka rela agar kekuatannya kembali sempurna, setidaknya dengan tercabutnya pedang, kekuatan yang kembali padanya sudah hampir pulih.
Sedangkan tuannya harus menunggu saat pengguna pedang mati atau sukarela menyerahkan tubuhnya agar bisa mengambil alih tubuhnya. Hanya dengan cara itu ia bisa kembali bebas seperti dahulu kala. Dibanding dengan ribuan tahun yang telah lewat, menunggu pengguna pedang sekarang seperti tinggal menunggu hari saja. Walaupun sebenarnya ia sekarang bisa bebas, tapi ia belum benar-benar bebas.
"Bertarung lah ! Bertarung lah wahai pemilik kekuatan yang dahsyat! Musuh yang yang tangguh telah bangkit!" Yagami terbangun saat mendengar suara itu. Wajah pemilik suara itu bersinar. Ia bahkan tak bisa mengenali wajahnya karena sinar itu. Apakah itu wujud sang Dewa yang sesungguhnya?
Yagami duduk sendirian di tempatnya tadi tidur, ia berusaha memecahkan arti dari mimpinya barusan. Suaranya terdengar menggema, ia nampak seperti sosok yang agung. Ia harap kali ini bukan pertanda buruk.
Dilihatnya Aya-san sedang tidur dengan enaknya tidak jauh dari tempatnya berada sekarang. Maklum saja, hanya ada satu ruangan di dalam rumah itu karena pohon yang di jadikan rumah itu sebagaimana besarnya tetap kecil di bandingkan dengan rumah lainnya.
Yagami keluar untung menenangkan pikirannya. Jika itu petunjuk dari Dewa, berarti ada kekuatan yang menunggunya berduel. Apakah dia adalah dalang di balik kemunculan naga yang seharusnya sudah punah? Yagami benar-benar tidak paham .
Akhir-akhir ini ia memang punya firasat kalau ia harus terus berpetualang hingga kekuatan itu musnah sepenuhnya. Untuk sementara dengan terpaksa ia harus menanggalkan mimpi untuk hidup normal. Bila nanti semuanya beres ia pasti akan mengejar mimpinya untuk hidup sebagaimana orang normal yang tidak punya kekuatan.
Saat sedang memikirkan mengenai mimpinya, entah darimana seekor naga terbang dan mengamuk di hutan. Ia menyemburkan api di sana dan disini sesukanya. Sepertinya ia mengganggap hutan ini hanyalah tempat bermainnya saja.
"Mau main api ya? Jangan harap bisa bermain api lebih lama lagi. Menari lah di udara wahai badai yang Agung!", dalam sekejap, angin ribut mengelilingi Yagami. Air berjatuhan dengan derasnya. Petir menyambar dari langit , ia menyambar ke arah sang naga itu. Ia sebenarnya ingin menggunakan pedang api yang menjadi andalannya, tapi ia takut hutan terbakar. Jadi dia lebih memilih menggunakan elemen lain kali ini.
"Kau tidak bisa lagi membakar hutan ini. Ingat, membakar hutan itu dilarang!"dengan percaya diri Yagami berkata begitu. Di hatinya memang tak ada rasa takut sama sekali.
"Wahai kilatan surga yang memekakkan telinga! berikan aku kekuatanmu!" Diantara badai yang ia ciptakan itu, ditangannya keluar percikan kilatan petir. Kali ini bukan pedang, seperti yang biasa ia lakukan. Setelah ditangannya terasa cukup kekuatan yang dikumpulkan, dengan bantuan angin ia terbang menuju naga itu.
"Eh, kuat sekali ya," dengan santai Yagami berkata demikian. Ia sudah menyadari naga itu lebih kuat dari biasanya dari caranya bertarung. Ditambah lagi kali ini sosoknya sedikit berbeda. Bentuknya lebih sangar dari yang pernah ia lawan.
Naga itu masih bisa mengamuk setelah mendapat pukulan yang lumayan dahsyat. Namun kali ini ia sepertinya kehilangan kendali, mungkin karena efek pukulan tadi. Setelah beberapa saat mengamuk, ia menjauh dan hilang dari pandangan Yagami.
"Lumayan juga tadi, aku harap bisa bertemu dengan musuh yang lebih kuat lagi. Ternyata pertarungan memang lebih cocok untukku," setelah pertarungan usai Yagami berkata begitu. Dia berkata dengan sombongnya. Menyombongkan diri sendiri kepada diri sendiri itu manusiawi, jadi itu bukan sesuatu yang buruk .
***
"Ada apa?" Aya-san yang terbangun segera keluar dan berkata kepada Yagami.
"Tadi ada Naga mengamuk, dia membakar hutan. Tadi aku berusaha menyingkirkan naga itu sekalian memadamkan api."
"Begitu ya?" jawabnya singkat. Nampaknya ia sudah maklum.
"Hai lihat! Ada bintang jatuh di sana!" tiba-tiba Aya-san berseru. Benar saja, Bintang jatuh itu datang bersama rombongannya. Rupanya sedang hujan meteor sekarang. Sesuatu yang jarang muncul. Dari pada mempersoalkan Naga yang tadi menyerang, dirinya lebih fokus kepada bintang yang bergerak sangat cepat itu. Tidak hanya satu, ada banyak bintang yang terlihat jatuh ke bumi.
"Cepat buat permintaan sebelum mereka pergi!," Aya-san menutup matanya. Yagami membuat harapan agar Monster yang tidak diketahui olehnya itu segera menghilang. Ia sudah bosan dengan mereka semua. Walaupun disini lain ia tampak menikmati, tapi jika semuanya berakhir itu lebih baik dari apapun juga.
"Kamu sebaiknya tidur dulu. Ada sesuatu yang ingin kulakukan," sesaat setelah hujan bintang jatuh itu selesai Aya-san berkata seperti itu. Terlihat sangat mencurigakan tapi ia segera kembali ke dalam.
Ia mengamati apa yang dilakukan Aya-san dari balik pintu. Pohon-pohon yang terbakar tadi nampak seperti kembali sedia kala. Ternyata sihir penyembuhan luar biasa sekali, kelemahannya hanya tidak bisa mengembalikan nyawa yang telah di ambil malaikat maut saja, ia pernah mendengarnya dari seniornya saat di akademi dulu.
Melihatnya seperti menyayangi hutan ini, kelihatannya Renn tidak salah menurunkan ilmunya kepada wanita itu. Mereka berdua sama-sama menyayangi alam. Sikapnya juga sama-sama lembut. Mungkin jika Renn tidak meninggal mereka berdua bisa menjadi pasangan yang serasi.
Sayangnya nasib berkata lain, sepandai-pandainya dia menguasai sihir penyembuhan takdir tak bisa terelakkan. Kematian bukan takdir yang bisa dihindari. Tak ada manusia yang bisa hidup abadi .
Sedangkan sihir yang digunakan oleh Yagami adalah sihir yang di khususkan untuk bertarung saja. Sebenarnya ia ingin juga menguasai jenis sihir yang lain, tapi setiap kali mencobanya pasti tidak pernah berhasil. Mungkin ia ditakdirkan untuk bertarung saja, begitu pikirnya saat ia merasa menyerah.
Aya-san baru kembali saat fajar telah menyingsing. Wajahnya terlihat lelah. Yagami yang berpura-pura tidur langsung terbangun saat melihat wajahnya Aya-san. Ia merasa kasihan melihatnya kelelahan setelah menyembuhkan hutan yang tadi malam terbakar oleh naga.
Begitu masuk ia langsung jatuh tak sadarkan diri. Wajar kalau dipikir, mengingat dia mengeluarkan energi yang sangat besar. Yagami segera menaruh tubuh yang lelah itu ke kasur untuk beristirahat. Hanya itu saja yang bisa dia lakukan.
Yagami berpikir andai ia bisa menguasai berbagai macam sihir, pasti akan lebih berguna terutama disaat seperti ini. Ia benar-benar merasa menyedihkan. Yang bisa ia lakukan hanya menunggunya sampai sadar.
Perjalanan yang harusnya ia lakukan pagi ini, mungkin bakal terlambat. Tapi jika ia melakukannya, ia merasa bersalah karena telah meninggalkan wanita yang menolongnya itu sendirian. Sementara ia telah baik kepadanya.
setelah agak lama, akhirnya tersadar juga dia. Yagami bernafas lega melihatnya. Perasaan was-was yang menghantuinya dalam sekejap langsung hilang.
"Maaf ya aku merepotkan mu," begitu tersadar Aya-san langsung berkata begitu. Ia tampak merasa bersalah sekali.
"Tidak kok. Aku sama sekali tidak repot karena ini," jawab Yagami .
"Kamu tidak melanjutkan perjalanan? Katanya pagi ini kamu mau melanjutkan perjalanan."
"Aku berubah pikiran. Mungkin agak tengah hari aku pergi," Yagami menjawab.
"Apa karena aku?"
"Bukan. Hanya saja aku ingin menikmati suasana disini sedikit lebih lama.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!