Hai..hai bebeb ku tercintah😘😘😘
Otor balik lagi nih, dengan cerita baru yang pasti nggak kalau seru. Semoga kalian suka ya😍
Jangan lupa like, komen dan vote agar otor tetap semangat.
I love you and happy reading guys...😘😘😘😘
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
PROLOG......
Nara Clarissa, gadis berusia 24 tahun itu tinggal di sebuah Kota kecil yang terletak dekat pesisir pantai. Sejak berusia 10 tahun ia tinggal bersama Nenek nya karena kedua orang tua nya meninggal saat sedang mencari ikan di laut. Kapal nelayan yang membawa kedua orang tua Nara di terjang badai besar hingga menewaskan semua nelayan yang ada di sana.
Jika anak yatim-piatu pada umumnya mendapat belas kasihan, tidak dengan Nara. Ia sering kali terlibat perkelahian dengan Neneknya entah itu masalah sepele atau masalah serius. Mereka selalu menyelesaikannya dengan berkelahi.
Sikap Neneknya yang menjengkelkan itu terkadang tidak mampu di tahan oleh Nara hingga tak jarang mereka terlibat perkelahian hebat.
Namun cucu tetaplah cucu, meskipun Nenek sering memperlakukan Nara dengan galak, mereka tetap hidup satu atap selama 14 tahun bersama.
Dengan bakat menjahit yang di miliki Nenek, ia mampu menyekolahkan Nara di bidang kesehatan, walaupun hanya sebagai perawat Nara mampu lulus dengan nilai terbaik.
Dan berkat kepintarannya, Nara sudah menjadi pegawai tetap di salah satu Rumah Sakit umum di kota itu. Belum genap satu tahun saja ia sudah mendapatkan banyak pujian dari perawat maupun Dokter senior.
Pagi ini Nara baru pulang dari jaga malam di Rumah Sakit. Matanya yang tampak lelah membuat langkah kaki berayun lunglai. Ia langsung membuka kulkas hendak memanaskan lauk yang kemarin sore ia buat.
Namun ia tak menemukan lauk yang kemarin ia masukkan ke dalam box berwarna biru.
"Nek.. Lauk yang Ku buat kemarin dimana? Apa nenek sudah memanaskannya?" seru Nara dari dapur.
Mendengar suara Cucunya, Nenek menghentikan mesin jahit dan menoleh. "Nenek buang.." sahutnya ketus.
Mulai lagi, selalu saja Nenek tua itu membuat Nara kehilangan kesabaran.
"Kenapa di buang Nek? Aku memasaknya kemarin, dan pasti itu belum basi. Kenapa Nenek selalu membuang Lauk yang Ku simpan di sana?" suara Nara terdengar sangat marah.
"Kau membuat kulkas Nenek penuh!" tukas Nenek tanpa menoleh.
Perut Nara sudah sangat lapar, Ia sengaja menyimpan Lauk di kulkas agar saat ia pulang kerja tidak perlu repot-repot memasak. Dan ini bukan yang pertama kali Nenek melakukan itu. Tidak pernah memasak untuknya, tapi selalu membuang Lauk yang Nara buat. Jika lapar pun Nenek akan membeli makannya sendiri, tidak pernah membelikan untuk Cucunya itu.
Karena lelah dan tak ingin memulai pertengkaran, Nara hanya menghela nafas lalu naik ke kamarnya. Ia menghentakkan kuat kakinya di tangga kayu yang sudah tua itu hingga menimbulkan suara berdecit.
Nara menghempaskan diri di kursi santai yang ada di kamarnya. Rumah kecil dua lantai itu membelakangi laut yang tak jauh, luasnya air terbentang beserta angin yang membawa suara ombak membuat rasa lelah Nara sedikit terobati.
Dari balik jendela, mata Nara langsung bertemu dengan hamparan laut yang menenangkan. Kapal-kapal nelayan tampak bergoyang pelan di tengah laut.
Sekilas ingatan Nara kembali ke masa lalu, tak terasa ia menghabiskan 14 tahun yang amat menyedihkan.
Ingatan Nara berkeliling kembali ke masa itu, jika di pikir-pikir hampir tak ada momen indah yang ia lewati dengan Neneknya. Pernah suatu hari Nara bertanya, kenapa Nenek sangat membenci dirinya.
Dan jawaban Nenek adalah Karena ia sangat mirip dengan mendiang Ibunya. Mata bulat, kulit putih serta lesung pipi di sebelah kanan yang sangat persis dengan mendiang Sang Ibu.
Nenek bilang ia tak pernah merestui hubungan Ibu dan Ayahnya. Di tambah saat hari naas itu, Ibu Nara lah yang memaksa Ayahnya untuk ikut dengan Kapal yang berlayar ke laut lepas, padahal Ayah Nara sudah berencana berlayar sendiri dengan beberapa rekannya. Jika saja Ibu Nara tidak memaksa saat itu, mungkin Nenek tak akan kehilangan Anak lelaki satu-satunya.
Itu lah alasan mengapa Nenek sangat membenci Nara, namun ia membiarkan Nara tumbuh di sisinya karena bagaimanapun darah daging Putranya mengalir di tubuh Nara.
Setelah menenangkan pikiran, Nara kembali turun untuk memasak mie instan.
"Nenek mau?" tanya Nara, ia tau Neneknya pasti sudah makan. ia hanya basa-basi agar suasana tidak terlalu tegang.
"Tidak!" tolak Nenek, ia tengah duduk di depan TV sambil mengutak-atik jahitannya.
Setelah mie instan nya matang, Nara pun ikut duduk menonton TV. Dengan lahap ia menyeruput kuah mie instan yang di rasa sangat segar.
"Berita tekini, Pembunuhan kembali terjadi di Kota A. Korban seorang Pria berumur 30 tahun dan terdapat tiga tusukan pisau berjajar di bagian perutnya. Petugas kepolisian meyakini pelakunya adalah orang yang sama. Pekan ini sudah terhitung Tiga orang dari daerah yang berbeda tewas di bunuh secara mengenaskan. Pihak berwajib masih terus melalukan penyelidikan atas pembunuhan berantai ini....."
"ck.. Baru tiga hari yang lalu ia membunuh seorang wanita, dan sekarang dia sudah membunuh lagi. benar-benar Psikopat!" umpat Nara sambil mengulum senyum sinis.
"Jaga ucapan mu! Kalau dia mendatangimu bagaimana?"
Lagi-lagi Nenek memarahi Nara, padahal ia hanya mengatakan pendapatnya saja. Tidak bisakah mereka bercanda seperti keluarga pada umumnya? Semua yang di katakan ataupun di lakukan Nara selalu saja salah.
"Kalau dia mendatangiku akan kusuruh dia menemui Nenek!"
pang....
Wanita tua itu melempar kepala Nara dengan wadah kaleng berisi jarum pentul "Kau berharap Nenek mati?"
Ratusan jarum pentul berserakan di dekat tubuh Nara, beberapa ada yang tersangkut di rambutnya. Lemparan itu tak sebanding sakitnya dengan perasaan Nara.
Nara menatap sinis Nenek nya, air mata tampak berkaca namun Nara menahan nya. "Iya..! Aku berharap Nenek cepat mati agar hidup ku tenang!" pekik Nara, ia membanting mangkuk yang ada di tangannya ke lantai kemudian naik ke kamarnya.
"Kenapa Kau mengotori lantai Nara..! Nara...!"
Suara gaduh mereka lagi-lagi terdengar oleh para tetangga, terutama pemilik warung makan di sebelah. Ia bisa mendengar dengan jelas setiap kali Nara dan Neneknya bertengkar.
Namun sudah bukan hal yang mengejutkan lagi bagi nya. Dulu sewaktu Nara berumur 15 tahun mereka pernah bertengkar hebat, dan tentu saja Nenek yang memulai pertengkaran itu.
Nenek melarang Nara mengunjungi makam Ibu nya, bukan tanpa alasan. Ia merasa tak adil karena hanya jasad menantunya yang di temukan, sementara jasad anak lelakinya sampai saat ini tak pernah ia lihat.
"Gara-gara Ibu mu, Aku kehilangan anakku satu-satunya!"
Kata-kata itu lantas di balas dengan Nara yang masih berumur 15 tahun, "Salahkan saja semua padaku! Jika Nenek mati nanti, jangan lupa salahkan Aku juga..!"
Wanita renta itu langsung mengamuk saat Nara menjawab, barang-barang di rumah ia lempar dengan sekuat tenaga. "Kalau Aku bisa menukar nyawa, maka akan ku biarkan Kau yang mati menggantikan Anakku!" pekik Nenek membabi buta, membuat Nara yang masih belia merasakan hujaman amat tajam di batinnya.
Ia bahkan tak pernah meminta dilahirkan, Ia akan sangat bersedia jika Tuhan menukarkan nyawanya dengan nyawa sang Ayah. Dari pada hidup seperti didalam neraka setiap hari.
...************...
Pukul 02:00 pagi...
Rumah sakit tempat Nara bekerja tidak jauh dari rumahnya. Hanya berjarak 30 menit menggunakan Bus.
Gelap dan sunyi sudah biasa Nara lewati saat pulang berjaga malam. rumahnya yang memasuki gang kecil membuat dia harus berjalan kaki untuk sampai ke depan rumah.
Sesampainya di rumah, Nara membuka pintu menggunakan kunci cadangan. Nara langsung menuju ke dapur untuk mengambil air minum.
Ia meraba sekeliling yang gelap gulita karena lampu di matikan. Langkahnya terhenti saat ujung kakinya menyenggol sesuatu. Ia menunduk dan mengambil benda itu, lalu mengangkatnya.
"Pisau? Nenek memang ceroboh..!" rutuknya kemudian membuka pintu kulkas. Lampu kuning dari dalam kulkas membuat penglihatannya sedikit jelas. Dan ia sangat terkejut saat melihat pisau yang di pegang nya berlumuran darah.
Rasa dahaga yang tadi membeludak sontak terganti menjadi rasa takut. Tangannya gemetaran, ia meraih saklar lampu di atas kulkas dan dalam sekejap dapur itu menjadi terang.
"Mungkin saja nenek habis memotong ikan dan lupa membersihkan pisaunya.." lirihnya menenangkan diri, walau di pikirannya sudah banyak hal negatif.
Ia menggerakkan pelan kepalanya, lalu seketika nyawanya hampir hilang saat melihat Nenek tergeletak bersimbah darah di dekat pintu kamar mandi.
"Nenek...!" teriak Nara, pisau ia campakkan dan langsung memeriksa denyut nadi di leher Nenek.
"Tidak mungkin..." ia terduduk lemas, seluruh tubuhnya bergetar ketakutan saat mengetahui denyut nadi Nenek tidak ada.
Dengan tangan bersimbah darah, Nara menelpon Ambulance dari tempatnya bekerja. Setengah kesadarannya hampir hilang saat itu, takdir buruk apalagi yang menghampirinya kali ini?
15 menit kemudian...
Ambulance dan Dokter tiba bersamaan dengan Petugas Kepolisian. Mereka langsung menyegel rumah itu hingga membuat para tetangga penasaran.
Polisi dan tim forensik memeriksa semua benda yang terkait. Bercak darah, Pisau dan baju Nenek di amankan oleh Polisi.
Nara meringkuk di dekat jenazah sang Nenek, Dokter menyatakan bahwa Nenek nya sudah meninggal dunia. Sungguh miris, di tengah duka dan ketakutan ia malah di jadikan tersangka utama. Kedua tangannya di borgol dan dia harus ikut ke kantor polisi untuk di selidiki.
"Nenek...." tangisnya terisak, ia bahkan belum sempat meminta maaf atas ucapannya kemarin.
"Aku berharap Nenek mati agar Aku bisa hidup dengan tenang!" kalimat itu terus terulang di kepalanya. Sungguh ia sangat menyesal telah mengatakan itu.
Selama ini ia selalu berdoa agar hubungannya dan Nenek bisa seperti keluarga pada umumnya. Mengobrol, bercanda, dan tertawa bersama. Ia selalu meminta itu kepada Tuhan, tapi tak pernah di kabulkan.
Lalu kenapa Tuhan mengabulkan perkataan terkutuk itu? Jika memang Tuhan berencana mengambil nyawa Nenek, kenapa harus dengan cara seperti ini?
Lelucon macam apa ini? Ucapan sampahnya terkabul dan dia terseret ke dalam lembah hitam. Sungguh, jika ia bisa memilih lebih baik hidup sebagai anjing jalanan dari pada hidup dengan semua penderitaan ini.
...~...
Di ruang interogasi, Nara berhadapan dengan Detektif dan Kepala Polisi. Masih dengan darah di sekujur tangannya, Nara hanya bisa tertunduk dan terus menangis.
"Anda berhak menolak untuk bersaksi, Anda juga berhak di dampingi pengacara dan jika Anda tidak bisa mencari pengacara, Kami akan menunjuk pengacara untuk membantu." ucap Detektif berwajah garang itu.
"Aku tidak punya siapapun... Aku tidak melakukannya... Aku tidak membunuh Nenek." isak nya parau, ia benar-benar berharap ini hanya bagian dari mimpi buruk.
Melihat tangis dan keluguan Nara, Mereka juga kasihan. Namun siapa yang tau jika Nara sengaja bersandiwara agar identitasnya sebagai pembunuh berantai tidak terungkap.
"Baiklah Nona Nara, Apa Kau tau di tubuh Nenekmu terdapat tiga tusukan sejajar."
"Nenek pasti di bunuh oleh Psikopat itu, Bukan Aku yang melakukannya.." lirih Nara memelas, kedua pergelangan tangannya masih bergetar di kungkungan borgol.
"Bukankah Anda mengatakan membuka pintu dengan kunci cadangan? itu berarti sampai Anda tiba pintu masih terkunci kan? Kami tidak menemukan kerusakan di pintu ataupun jendela, tidak ada DNA orang lain di sana dan di pisau itu jelas sekali hanya ada sidik jari Anda."
"Aku memang memegang pisau itu, tapi Aku mengambilnya karena keadaan gelap, dan Kakiku tidak sengaja menyenggol pisau itu."
"Apa ada bukti? rekaman atau saksi yang bisa membenarkan ucapan Anda?"
Nara menggeleng, di rumah tua itu, jangankan CCTV. Memiliki kulkas saja ia harus bekerja keras selama tiga bulan. Saksi apalagi, Nara benar-benar terpojok oleh keadaan, ia tidak memiliki alibi ataupun pembelaan karena Dokter forensik mengatakan waktu kematian Nenek persis di jam 02:50 dimana Nara sudah tiba di rumah selama 20 menit. Waktu yang sangat cukup untuk menghabisi nyawa wanita tua yang tak berdaya.
...~...
Nara sudah tampak mengenakan baju tahanan, ia hanya tinggal menunggu persidangan yang akan membawa hidupnya ke surga, atau neraka. Jika di lihat dari situasinya, sepertinya Nara akan mendapat hukuman seumur hidup, atau hukuman mati. Mengingat fakta bahwa dia pembunuh berantai tak dapat di sangkal dengan kurangnya bukti.
"Tahanan 2151, Anda memiliki pengunjung." Polisi membuka sel tahanan dan meminta Nara keluar.
Nara bangkit dengan rasa penasaran, ia tidak punya siapa-siapa lagi sekarang. Lalu siapa orang yang mengunjungi seorang pembunuh? pastilah ia punya alasan khusus.
Di ruang kunjungan Nara terheran, ia duduk sambil terus memandangi wanita cantik dan berpenampilan elegan itu.
"Anda siapa?" tanya Nara ragu. Ia sama sekali tak pernah bertemu dengan wanita itu.
Wanita itu membuka kacamata hitamnya, kemudian tersenyum kepada Nara. "Saya Irene, usia Saya 35 tahun...."
"Apakah kita saling mengenal?" potong Nara.
"Tidak, maka itu Saya memperkenalkan diri." ujar Irene, wajah tegas serta tatapannya yang legam menunjukkan bahwa dia bukan wanita biasa.
"Apa Anda pengacara Saya?" Nara baru ingat, hari ini ia akan bertemu dengan pengacaranya. Mungkin saja itu Irene.
"Bukan, Saya kesini untuk membantumu bebas dari tuduhan pembunuhan."
Nara tercekat, bahkan polisi tidak bisa membantunya karena bukti kuat pembunuhan mengarah padanya, lalu kenapa orang asing ini bilang akan membantunya?
"Dari mana Anda tau kalau Saya bukan pelakunya?"
Irene tersenyum kecil, bibir merah terang nan tipis itu seolah menertawakan kebodohan Nara. "Pembunuh pasti akan merasa puas setelah melenyapkan tergetnya, sedangkan Kau? wajahmu penuh dengan ketakutan, kesedihan. Melihat mu hanya bisa tertunduk saat di sorot wartawan membuatku yakin Kau bukan pelakunya."
"Aku akan membebaskan mu..." imbuhnya, Nara seolah tak percaya mendengar itu.
"Akan sulit mengeluarkan ku dari sini, semua buktinya mengarah pada ku." Nara senang mendengar Irene akan membebaskannya, namun bagaimana caranya?
"Kau hanya perlu menjawab ku dengan jujur. Apa Kau benar-benar membunuh Nenekmu?"
"Tidak." sahut Nara yakin. Ia memberanikan diri menatap wajah cantik Irene yang sangat mengintimidasi.
"Maka percayalah padaku." senyum Irene merekah.
"Bagaimana caranya? Anda malah akan menjadi tersangka jika membantuku..."
"Tenanglah, Aku punya banyak uang. Semua akan berjalan dengan mudah jika uang yang berbicara." pungkas Irene percaya diri.
"Apa yang Anda inginkan? menjual ku?" tanya Nara tak percaya, ia tau di dunia ini tidak ada yang gratis. Jika Irene menawarkan bantuan yang begitu besar, pastilah Nara harus membayar dengan hal yang besar pula.
...************...
Irene tersenyum tipis, ia tak menyangka Nara begitu cepat mengerti maksud kedatangannya ke sana. Memberi dan menerima.
"Apa Kau pernah mendengar nama Erland Dawson?"
"Erland..?" Salah satu perusahaan software terbesar se-Asia. Nara langsung berpikiran ke sana.
"Mendiang Pimpinan GT grup?" siapa yang tidak mengenal nama itu. Ia dan sahabatnya sukses merintis perusahaan yang sekarang berkembang pesat.
Nama nya menyeruak ke publik saat ia dan sahabatnya dikabarkan meninggal dalam kebakaran di sebuah gedung pertemuan. Media dan Kepolisian memutuskan itu sebuah kecelakaan yang di sebabkan kecerobohan petugas. Namun sampai saat ini Irene masih menyangkal kejadian itu.
Erland Dawson, Raline Dawson, Denias Louise dan Gita Katrina. Dua pasang suami istri itu tewas mengenaskan di antara Dua ratus orang yang menghadiri pertemuan tersebut.
"Benar, Erland dan Denias. Pendiri GT grub yang tewas mengenaskan. Dan Aku Irene Dawson, Putri sulung Pimpinan."
Nara tercengang, apa yang membuat berlian itu menemui gadis sial sepertinya?
"Wah.. Pantas saja Anda sangat percaya diri soal uang. Lalu apa yang harus Saya lakukan? Jangan bilang Anda menyuruh Saya untuk membunuh dalang dari kejadian itu. Saya bukan pembunuh!"
"hahahahahah.... Kau ini lucu sekali. Permintaan ku tidak seburuk itu." Irene mengeluarkan lembaran putih dari tasnya.
"Semenjak Orang tua ku meninggal, Perusahaan di ambil alih oleh seseorang yang Ku curigai sebagai kaki tangan kejadian itu. Aku mencurigainya karena Dua hari sebelum kejadian, Dia meminta Pimpinan untuk merubah pemegang kedudukan, ia mengusulkan nama Kami sebagai penerima warisan, untuk berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu dengan Pimpinan. Namun warisan itu baru akan bisa jatuh ke tangan kami jika kami sudah menikah. Tentu saja Pimpinan menuruti, Karena mereka juga sangat dekat dan Orang itu salah satu orang kepercayaan Pimpinan."
Nara menyimak baik cerita itu, walaupun otaknya sangat terbatas untuk mencerna keseluruhan. "Lalu apa yang harus Kulakukan?"
"Aku ingin Kau menandatangani pernikahan kontrak ini." Kuku lentik Irene mengetuk surat kontrak tersebut.
"Apa!" Nara terkejut bukan main, "Saya masih normal." ia berpikir Irene mengajaknya menikah, walaupun sebatas kontrak ia tetap jijik membayangkannya.
"hahahhaha..... Kau benar-benar lucu Nara. Bukan Aku, tapi Adik Ku. Usia nya lebih muda dariku Dua tahun. Ammar, ia Pria yang sangat beku." bisik Irene tersenyum kecil.
"Sudah 20 tahun sejak kematian orang tua Kami, Orang itu memegang kendali penuh Perusahaan. Demi kejelasan status jabatan, Para petinggi memutuskan untuk menjadikan orang itu Pimpinan minggu depan. Jika dia menduduki posisi itu, bukan tidak mungkin nama Kami di coret dari daftar Penerus dan ahli waris. Maka dari itu, Aku ingin Kau menikahi Ammar agar ia dapat merebut kembali hak Kami."
"Kenapa harus Adik Anda? Kenapa tidak Anda yang menikah? Dan kenapa harus Saya? Banyak wanita yang memiliki latar belakang lebih baik ketimbang seorang pembunuh seperti Saya?" Semua permintaan Irene tidak masuk akal rasanya.
"Sejak orang tua Kami meninggal, Ammar berubah menjadi pendiam. Ia bilang tidak mau menjalin hubungan karena takut akan perpisahan. Cinta nya terhadap mendiang orang tua Kami membuat ia selalu terpuruk di masa lalu. Itu sebabnya Aku mencari seseorang yang mau menandatangani ini. Dan kenapa bukan Aku yang menikah, karena akan lebih susah mengajak Pria bekerjasama dalam hubungan palsu seperti ini. Besar kemungkinan pula Pria akan menghianati Kami."
"Begitu..." Nara mengangguk, ia seperti sedang di tawari maju ke medan perang. Pilihannya hanya dua, kembali membawa kemenangan, atau mati sebagai orang yang tak di kenal.
"Tapi kenapa harus Saya? banyak gadis miskin sepertiku yang tidak terlibat masalah. Bukankah akan lebih mudah, anggapan publik tentang ku pasti akan berdampak buruk ke rencana Kalian."
"Jika gadis biasa, mungkin saja ia akan berhianat nantinya. Itulah kenapa Kau seperti kartu AS bagi Kami. Soal latar belakang mu jangan khawatir, Aku akan membersihkan nama mu. Dan jika suatu saat Kau punya niat untuk berhianat, Aku tinggal melempar kartu. Mudah bagiku mengembalikan latar bekakang mu yang kelam ini dan membuatmu mendekam di sini seumur hidup."
"Dan satu hal yang paling penting, dengan uang yang akan Kami berikan akan mudah bagimu untuk menemukan orang yang membunuh Nenek mu."
Irene menyerahkan surat kontrak itu ke hadapan Nara. Senang rasanya karena Tuhan seperti turun tangan langsung membantunya, namun seperti biasa. Tuhan selalu mengabulkan doa Nara dengan hal di luar nalar sebagai perantaranya.
Setelah membaca dengan seksama, tanpa pikir panjang Nara langsung menandatangani surat tersebut. Entah medan macam apa yang akan ia hadapi kedepannya. Ia hanya bisa berharap semoga ini jalan terbaik yang di berikan Tuhan untuknya.
...~~~~...
Keesokan hari nya, Nara benar-benar di bebaskan dari sel tahanan. Irene mengerahkan pengacara kondang terbaik yang ia kenal untuk membalikkan tuduhan terhadap Nara.
Hakim pun mencabut tuduhan atas kematian Nenek dan Investigasi di lanjutkan dengan mencari siapa pelaku sebenarnya dari Pembunuhan berantai itu.
Berita di media pun teralihkan, publik yang tadinya menghujat Nara kini malah mengasihani gadis malang itu. Orang-orang bahkan menawarkan donasi untuk membantu Nara mengungkap siapa orang yang menjebaknya sedemikan rupa.
"Terimakasih, Saya akan melakukan perintah Anda. Apapun itu Saya akan menurutinya." Nara membungkukkan badan di hadapan Irene.
"Tidak usah sungkan, ini sepadan dengan status palsu yang ku berikan padamu. Dan jangan terlalu tegang, mulai sekarang bersikaplah santai padaku, Karena kita akan menjadi keluarga. Kita harus membuatnya tampak nyata bukan? Kau hanya perlu menjadi istri Ammar, ku harap Kau tidak terkejut jika Ammar berlaku kurang sopan nantinya." senyum Irene tampak merekah, ia menampik bahu Nara dan membawanya masuk ke dalam mobil.
Nara sudah berjanji kepada dirinya, ia takkan melupakan bantuan Irene. Ia tak perduli seperti apa Pria yang akan di nikahi nya nanti, lagi pula ini hanya pernikahan kontrak. siapa peduli mau Pria itu waras atau tidak. Yang pasti Irene sudah menjanjikan tidak akan ada hal yang membahayakan yang harus ia lakukan.
...~...
Irene membawa Nara ke sebuah Penthouse. sampai hari pernikahannya, ia akan tinggal di sana.
Nara tak henti-hentinya tercengang, apakah ia sekarang menjadi Cinderella? Ataukah ia hanya akan menjadi tikus di kalangan orang mewah itu?
"Pernikahanmu Tiga hari lagi. Dan mungkin sampai hari pernikahan mu tiba, Kau tidak akan bisa melihat wajah Ammar karena dia sangat sensitif terhadap orang baru."
"Tidak masalah, Lagi pula hubungan Kami hanya sebatas kontrak." sahut Nara enteng, ia benar-benar memasrahkan kehidupannya pada Irene.
"Oh iya, Aku hampir lupa menanyakan hal yang paling penting. Kau tidak punya kekasih kan?"
"Tidak..." sahut Nara, baru ia tersadar selama ini tak pernah terlibat asmara. Entah apa yang membuatnya melupakan bahwa ia seharusnya sudah punya kekasih di usia itu.
"Bagus lah, ingatlah satu hal Nara. Walaupun pernikahan kalian sebatas kontrak, di mata hukum itu tetap pernikahan yang sah. Jadi jangan terlibat dengan Pria manapun nantinya."
"Baiklah. Lagi pula Aku tidak akan memiliki waktu untuk memikirkan Pria." Jika ia sudah masuk kedalam keluarga Dawson, tujuan utamanya hanyalah mencari tahu orang yang menjebaknya.
...************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!