Alisha, seorang apoteker berumur dua puluh empat tahun. Dia seorang yatim piatu, kedua orang tuanya meninggal dunia saat dia berumur dua tahun. Kedua orang tua Alisha meninggal dunia karena sebuah kecelakaan.
Alisha sangatlah pintar, dari mulai sekolah dasar sampai kuliah, ia tak perlu mengeluarkan biaya untuk pendidikannya. Dan mulai dari sekolah dasar sampai kuliah, Alisha sering bekerja serabutan sesuai kemampuannya. Uang yang ia hasilkan, ia gunakan untuk kebutuhannya sehari-hari.
Alisha memutuskan untuk mengontrak disebuah rusun saat ia mulai kuliah. Alisha tidak ingin terus membebani keluarga pamannya. Terlebih lagi, bibinya kurang menyukainya.
Alisha menyelesaikan kuliahnya selama beberapa tahun. Setelah lulus kuliah, ia mencari pekerjaan Kesana-kemari yang berhubungan dengan jurusan kuliahnya, yaitu menjadi seorang apoteker.
Tak mudah Alisha mencari pekerjaannya, tak tahu mengapa ada saja alasan yang membuat ia tak diterima. Alisha sempat putus asa, ia sempat berpikir ingin bekerja serabutan saja. Ia benar-benar membutuhkan uang saat itu.
Selang satu hari, terdapat panggilan dari sebuah apotek yang bekerja sama dengan sebuah rumah sakit. Letak apotek itu pun berdampingan dengan rumah sakit itu.
Alisha sangat bersyukur mendapat sebuah pekerjaan. Hari berikutnya, Alisha sudah mulai bekerja sebagai apoteker di apotek tersebut. Alisha juga senang, karena banyak teman baik disana.
"Alisha, kita makan dulu, yuk! Nanti biar Dwi dulu yang jaga," ajak Citra.
"Iya deh, aku juga udah laper nih," respon Alisha.
"Dwi, aku sama Alisha makan dulu, kamu jaga disini dulu ya," ucap Citra kepada Dwi.
"Oke," ucap Dwi sambil mengacungkan ibu jarinya.
Citra dan Alisha berjalan menuju ke kantin di rumah sakit itu. Mereka memesan soto dan minuman kesukaan mereka. Setelah beberapa saat, pesanan mereka pun datang. Mereka mulai menikmati makanan mereka.
"Sha, kamu tinggal dimana?" tanya Citra kepada Alisha.
"Aku tinggal di rusun, Cit," jawab Alisha.
"Gimana kalau kamu tinggal dikontrakkan aku, disana ada dua kamar, nanti kita bagi dua bayar kontrakannya," ajak Citra.
"Coba nanti aku lihat dulu kontrakan kamu ada dimana," respon Alisha.
"Deket kok dari rumah sakit ini, paling lima menit kalau jalan kaki," ungkap Citra.
"Ya udah, nanti kita lihat bareng ya," ucap Alisha.
"Oke." Citra melanjutkan makannya setelah mendengar jawaban dari Alisha.
Beberapa saat kemudian. Ada seorang laki-laki dengan baju dinasnya, yang menghampiri tempat duduk Alisha dan Citra. Orang itu bernama Dikta, salah satu dokter gigi di rumah sakit itu.
"Hai, Cit. Aku boleh gabung disini nggak?" tanya Dikta kepada Citra.
"Boleh-boleh, pak dokter Dikta." Citra menunjuk ke kursi yang kosong.
"Panggil nama aja! Aku ngerasa jadi orang yang sudah tua jika kamu panggil aku begitu," ucap Dikta cemberut.
"Mana bisa? Inikan di rumah sakit, nggak enaklah aku, nanti kena tegur sama atasan," respon Citra.
"Enggaklah. Eh, ini siapa, Cit? Anak baru ya?" Dikta melihat ke arah Alisha.
"Iya, Kak. Baru hari ini masuk, namanya Alisha." Citra memperkenalkan Alisha kepada Dikta.
"Saya Alisha, Kak." Alisha tersenyum kepada Dikta.
"Aku Dikta, selamat bergabung ya." Dikta juga tersenyum kepada Alisha.
"Iya, Kak. Terima kasih," ucap Alisha.
"Waktu istirahat udah mau habis ni, aku sama Alisha balik dulu ya, Kak," pamit Citra.
"Oke, dah ...." Dikta melambaikan tangannya ke arah Citra dan Alisha yang sudah berjalan meninggalkannya.
Cantik, batin Dikta memikirkan Alisha sambil tersenyum.
*
*
*
Sore hari. Citra dan Alisha telah selesai bekerja. Alisha ikut ke kontrakan Citra setelah itu. Mereka berjalan kaki untuk sampai ke kontrakannya Citra. Disepanjang jalan, mereka berbincang tentang banyak hal.
"Maaf ya, Sha. Aku nggak tahu kalau kedua orang tua kamu sudah meninggal dunia," ucap Citra sedih.
"Nggak apa-apa, Cit. Hmm, mengingat bapak dan ibu ... aku pun belum pernah bertemu dengan mereka. Karena pada saat mereka meninggal, usiaku baru dua tahun. Setelah kepergian kedua orang tuaku, aku diasuh oleh paman dan bibiku." Alisha menceritakan kisah hidupnya kepada Citra.
Mendengar cerita Alisha, Citra menghentikan langkah kakinya, lalu memeluk Alisha. Citra tak membayangkan seperti apa Alisha menjalani hidupnya, pasti akan sangat berat.
"Kamu hebat, Alisha, bisa berdiri sampai tahap ini. Aku berdo'a ... suatu hari nanti, semoga harimu selalu menyenangkan, dan tak ada lagi penderitaan yang menyiksamu." Citra meneteskan air matanya.
"Terima kasih atas do'a kamu ya," ucap Alisha sambil tersenyum.
Setelah beberapa saat, mereka melanjutkan perjalanan mereka kembali. Tak butuh waktu lama, mereka kini telah sampai didepan kontrakan yang disewa Citra.
"Kita masuk, yuk," ajak Citra.
"Oke," respon Alisha.
Alisha mengamati bangunan didepannya itu, sepertinya adalah bangunan yang belum lama dibangun. Keadaan sekitar juga ramai, kebetulan lokasi kontrakannya berada dipinggir jalan. Dan disebrang jalan, terdapat sebuah minimarket yang buka 24 jam, Alisha bisa membeli keperluannya kapanpun jika dia tinggal bersama Citra.
Kini, Alisha telah masuk kedalam kontrakan, ia melihat keadaan disana. Terdapat dua kamar berukuran 4X4 m. Menurutnya, itu sudah cukup jika untuk dirinya sendiri. Terdapat juga sebuah ruang tamu yang kecil, dapur dan kamar mandi yang kecil pula. Ukuran ruang tamu dan dapur, sekitar 3X5 m. Sedangkan untuk kamar mandi, memiliki ukuran 2X3 m.
Setelah menyetujui untuk tinggal bersama dengan Citra, Alisha pun pamit untuk pulang ke rumah. Alisha memesan ojek online disebuah aplikasi. Tak lama setelah itu, ojek online yang Alisha pesan pun telah tiba. Alisha segera naik keatas motor milik ojek online itu. Alisha dan Citra saling melambaikan tangan mereka. Setelah kepergian Alisha, Citra pun kembali masuk kedalam kontrakannya.
Disisi lain. Alisha kini telah sampai didepan rusun tempat ia tinggal. Alisha berjalan menuju rusunnya yang berada dilantai tiga. Saat Alisha hendak naik ke tangga, tiba-tiba ada seorang pria yang merangkul pinggang Alisha. Alisha sangat terkejut dengan perlakuan pria itu.
Alisha berusaha mendorong, tapi tenaganya tak mampu merobohkan tubuh pria itu. Tak lama, datang seseorang menarik tubuh pria itu. Seseorang itu, memukul pria yang kurang ajar tersebut. Pria tersebut langsung pisan tak sadarkan diri.
"Dia ngapain aja sama kamu, Sha? Kurang ajar banget itu orang!" ucap seseorang itu dengan emosi.
"Kak Andi ... dia tadi merangkul pinggang aku. Aku takut, Kak," ucap Alisha sambil terisak.
Andi kembali menghampiri pria yang sudah tak sadarkan diri itu. Ia memukul kedua tangan pria itu beberapa kali. Andi sangat marah, karena pria itu berani menyentuh Alisha.
"Sudah, Kak. Kakak, bisakah antar aku sampai keatas?" pinta Alisha.
"Tentu, ayo kita naik." Andi berhenti memukul pria itu, lalu mengantar Alisha menuju ke rusunnya.
Setelah sampai didepan rusunnya, Alisha mengucapkan terima kasih kepada Andi. Karena Andi telah menolong dan mengantarkannya sampai didepan rusunnya. Setelah itu, Alisha masuk kedalam. Sedangkan Andi, ia turun ke rusunnya yang terletak dilantai dua.
Pagi hari. Hari itu, kebetulan adalah hari libur untuk Alisha. Alisha sudah mendapatkan jadwal kedatangan kerjanya. Hari itu, Alisha berencana untuk pindah ke kontrakannya Citra. Alisha telah meminta kunci cadangan kepada Citra.
Alisha pun berniat membereskan semua barang-barangnya untuk dipindahkan ke kontrakannya Citra. Alisha meminta bantuan kepada Andi untuk membantunya pindahan. Kini, Andi telah sampai didepan rusun milik Alisha.
"Kak, aku pinjem mobil pick up milik kakak ya, buat pindahan barang-barang aku," pinta Alisha kepada Andi.
"Iya, beres, Sha," ucap Andi.
Andi dan Alisha segera memindahkan barang-barang Alisha ke mobil pick up milik Andi. Setelah beberapa jam, semua barang telah selesai diangkut. Karena kelelahan, Alisha dan Andi beristirahat sejenak sambil meminum sebotol air mineral. Setelah cukup beristirahat, Andi dan Alisha masuk ke bagian depan mobil pick up itu. Alisha menunjukkan jalan menuju kontrakan milik Citra.
Setelah beberapa saat, mobil pick up milik Andi telah sampai didepan kontrakan tersebut. Andi dan Alisha bersama-sama memindahkan barang-barang yang berada dibagian belakang mobil pick up itu. Setelah cukup lama, mereka pun menyelesaikan kegiatan mereka. Kini, Alisha dan Andi sedang duduk diteras kontrakan.
"Kak, maaf ya aku nggak bisa kasih apa-apa. Aku nggak punya uang. Beberapa lembar uang yang aku punya sekarang, itu adalah hasil dari aku menghutang ke salah satu teman kerjaku," ucap Alisha sedih.
Mendengar penuturan Alisha, membuat hati Andi teriris. Andi langsung mengambil dompet yang berada diakui celananya. Andi mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan.
"Ini untuk kamu, pakai aja." Andi menyerahkan beberapa lembar uang kepada Alisha.
"Tapi, Kak. Bagaimana dengan kakak? Aku nggak enak mau pakainya, itu kan hasil kerja keras kakak, bagaimana nantinya kakak memenuhi kebutuhan sehari-hari?" tanya Alisha kepada Andi.
"Kamu tenang aja, aku masih ada kok. Kamu pakai aja uang itu," ucap Andi meyakinkan Alisha.
"Aku anggap ini hutang ya, Kak. Nanti akan aku ganti setelah aku gajian," ucap Alisha. Alisha sebenarnya tidak mau menerima uang Andi, tapi saat itu, Alisha sangat membutuhkannya.
"Terserah kamu saja, Sha," ujar Andi sambil tersenyum.
"Karena bulan ini penjualan kue di tokoku meningkat, aku mau traktir kamu ya. Ayo makan diwarung makan itu." Andi menunjuk ke sebuah warung makan yang letaknya tak jauh dari kontrakan.
"Ta-tapi, Kak ... aku nggak enak ah sama kakak," ucap Alisha tertunduk lesu.
"Udah, yuk kesana. Perutku udah keroncongan minta diisi." Andi menarik tangan kanan Alisha. Alisha pun hanya bisa pasrah mengikuti Andi.
Sesampainya diwarung makan, Andi segera memesan banyak makanan. Andi sengaja melakukan itu, dia ingin memanjakan perut Alisha. Andi tahu jika kehidupan Alisha sangatlah sulit. Sebenarnya Andi ingin selalu membantu, tapi Alisha sering menolak bantuannya.
Setelah beberapa saat, semua pesanan telah dihidangkan diatas meja. Alisha menelan saliva-nya ketika melihat semua hidangan diatas meja itu. Ia tak tahu, kapan terakhir kali ia makan enak.
"Ayo, kamu mau yang mana? Ambil saja sesukamu!" Andi menyodorkan beberapa piring berisikan makanan.
"I-iya Kak, aku pilih ini aja." Alisha mengambil semangkuk sambal.
"Eh, apa-apaan? Kok cuma sambal? Nggak boleh! Ini untuk kamu." Andi meletakkan ayam bakar dipiring Alisha.
"Terima kasih, Kak," ucap Alisha. Alisha merasa sangat bersyukur memiliki teman seperti Andi.
Setelah selesai makan, Andi membayar tagihan makanannya. Andi menyuruh pegawai warung untuk membungkus beberapa piring yang berisi makanan yang sama sekali belum tersentuh, lalu Andi memberikannya kepada Alisha.
"Untuk kakak saja," ucap Alisha sambil mendorong pelan kantong plastik berisikan makanan.
"Buat kamu aja ya, kan bisa dimakan bareng sama teman kamu. Udah yuk pulang!" ajak Andi.
Alisha dan Andi berjalan bersama menuju ke kontrakan Alisha. Setelah sampai didepan kontrakan, Andi memutuskan untuk segera kembali ke toko kuenya karena ada keperluan mendadak.
"Aku ke toko dulu ya, Sha. Wassalamu'alaikum," pamit Andi.
"Iya, Kak. Wa'alaikum salam, hati-hati dijalan." Alisha melambaikan tangannya. Setelah kepergian Andi, Alisha masuk kedalam rumah.
*
*
*
Sore hari. Alisha sedang duduk diteras rumah sambil memandang lalu-lalang kendaraan yang lewat dijalan raya. Tak berselang lama, Citra muncul didepan kontrakan itu. Ya, Citra baru saja pulang dari bekerja.
"Eh, Citra. Udah pulang," ucap Alisha.
"Iya nih, kamu sudah selesai angkut barangnya? Kamu dibantuin siapa? Maaf ya, aku sampai lupa nggak tanya sama kamu, gimana caranya kamu pindah barang-barang kamu," ujar Citra.
"Iya, nggak apa-apa. Aku tadi dibantu temanku," ucap Alisha.
"Siapa namanya, Sha?" tanya Citra penasaran.
"Kak Andi," jawab Alisha singkat.
"Kak Andi itu siapa? Pacar kamu, ya?" Citra menyenggol tangan Alisha.
"Bukan," jawab Alisha.
"Jujur aja, Sha," ucap Citra masih menggoda Alisha. Citra yakin jika Andi itu pacarnya Alisha.
"Bukan ya bukan, dia itu sudah aku anggap seperti kakakku sendiri," ucap Alisha mencoba menjelaskan.
"Berarti bukan kakak kandung, kan? Menurut aku, dia ada rasa sama kamu, Sha," ujar Citra.
"Nggak mungkin! Udah sana, masuk! Bau kamu, mandi sana!" Alisha menutup hidungnya, seakan-akan jika Citra bau, padahal tidak. Alisha hanya tidak ingin membahas hal yang tidak perlu dibahas.
"Ya udah, aku mandi dulu. Nanti aku kepoin lagi tentang Kak Andi ya." Citra berlalu meninggalkan Alisha.
"Terserah kamu!" ketus Alisha.
*
*
*
Setengah jam kemudian. Citra kini telah selesai dengan acara mandinya. Citra menghampiri Alisha yang sedang bermain ponsel di ruang tamu. Citra pun duduk disamping Alisha.
"Lagi apa kamu, Sha?" tanya Citra kepada Alisha.
"Lagi lihat beranda di-sosial media," jawab Alisha.
"Eh, iya. Aku kan mau beli sayur masak, kenapa malah duduk ya?" Citra menepuk jidatnya sendiri. Citra pun beranjak dari duduknya. Ia berencana membeli sayur masak diwarung terdekat.
"Nggak usah beli, Cit," ucap Alisha. Citra pun menghentikan langkah kakinya.
"Lo, kenapa?" tanya Citra heran.
"Tadi, Kak Andi traktir aku makan diwarung. Karena ada beberapa piring makanan yang belum tersentuh, akhirnya makanan itu dibungkus dan dikasih ke aku," jawab Alisha menjelaskan.
"Eh, beneran? Lumayan nih, ngirit dikit hari ini," ucap Citra sambil cekikikan.
"Tuh kan bener, pacar kamu memang perhatian sekali sama kamu." Citra menggoda Alisha lagi.
"Bukan pacar, Citra ...!" Raut wajah Alisha menjadi cemberut akibat perkataan Citra.
"Udah ah, ayo makan!" Alisha beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju dapur.
Citra pun mengikuti Alisha menuju dapur. Citra menggosok perutnya saat melihat beberapa potong ikan bakar dan sayur masak. Perut Citra sudah tak sabar minta diisi.
"Wah, makan besar ini. Alhamdulillah." Citra mengangkat kedua tangannya seperti orang yang sedang berdo'a.
"Iya, alhamdulillah. Yuk cuci tangan, trus makan bareng," ajak Alisha.
Alisha dan Citra pun makan bersama. Disela makan mereka, Citra memberitahu kepada Alisha jika dirinya dicari Dikta, dokter gigi di rumah sakit tempat mereka bekerja. Citra pun tak sempat bertanya alasan Dikta mencari Alisha, karena pada waktu itu Citra sedang sibuk dengan tugasnya di apotek. Ya, Dikta memang datang secara khusus untuk mencari Alisha di apotek tersebut.
Pagi hari. Alisha dan Citra telah siap untuk pergi bekerja. Citra mengunci pintu kontrakan, lalu berjalan bersama Alisha menuju rumah sakit tempat mereka bekerja. Tiba-tiba, ponsel Alisha berbunyi. Alisha pun mengecek pesan yang masuk, didalam pesan itu tertulis nama Dikta diakhir kalimat.
"Eh, Dikta?" ucap Alisha sambil mengerutkan keningnya.
"Ada apa, Sha?" tanya Citra yang berjalan disamping Alisha.
"Ini, ada pesan masuk, dan diakhir kalimat ada nama Dikta. Apa mungkin, dokter gigi itu? Tapi, dia dapat nomor aku dari mana ya?" ucap Alisha dengan heran.
"Oh, iya. Maaf ya Sha, tadi malam dia kirim pesan ke aku, dan minta nomor kamu. Karena aku lagi tidur dan terbangun karena terkejut dengan suara notif-nya. Jadi, setelah aku baca dengan mata sayupku isi pesan itu, aku kirim langsung nomor kamu tanpa pikir panjang. Waktu itu aku masih ngantuk, aku pun langsung tidur lagi."
Citra merasa bersalah kepada Alisha, karena tak menanyakan dulu boleh tidaknya ia memberikan nomor Alisha kepada seorang laki-laki. Citra sekarang takut, jika Andi pacarnya Alisha akan salah faham nantinya pada Alisha.
"Maaf ya, Sha. Apa pacar kamu akan salah paham? Duh, aku harus ikut jelasin ini. Eh, iya. Tadi malam tu, aku mikirnya Kak Dikta minta nomor kamu itu mungkin ada hubungannya dengan pekerjaan kita di rumah sakit. Makanya dari tadi aku juga nggak kepikiran yang aneh-aneh sih. Tapi, kemarin saat pertama kali dia ketemu kamu, memang kayaknya dia jatuh cinta pada pandangan pertama sama kamu." Citra berbicara panjang lebar.
"Sudah? Aku boleh ngomong ya ini? Dari tadi kamu ngomong panjang kali lebar, sampai-sampai aku tak bisa menyela omongan kamu," ucap Alisha dengan wajah datarnya.
"He-he, maaf. Habis aku panik kan kalau kamu bakal berantem sama pacar kamu, karena dia cemburu sama Kak Dikta," ucap Citra dengan polosnya.
"Kak Andi bukan pacar aku! Ah udah ah, aku masuk dulu." Tak terasa, Alisha dan Citra telah sampai didepan apotek tempat mereka bekerja.
"Eh, tunggu, Sha." Citra mempercepat langkah kakinya menyusul Alisha.
Setelah Citra berhasil menyusul Alisha, Citra meminta maaf kepada Alisha karena sembarangan memberikan nomor Alisha kepada seorang laki-laki. Alisha pun mengiyakan saja, ia tidak mau masalah tadi diungkit lagi oleh Citra.
Alisha dan Citra kini sedang berkutat dengan banyak obat di apotek tersebut. Orang-orang datang silih-berganti menebus resep obat di apotek. Terkadang, ada pula orang yang secara khusus hanya membeli obat di apotek itu, tanpa memeriksakan diri mereka di rumah sakit.
Beberapa saat kemudian, suasana apotek sedang sepi. Alisha pun duduk dikursi dan merenggangkan otot-otot ditubuhnya. Dia waktu itu sedang sendirian, karena Citra sedang pergi ke toilet. Tiba-tiba, ada Dikta yang sudah berdiri di depan apotek itu.
"Eh, Kak Dikta!" ucap Alisha terkejut.
"Ada apa? Apakah ada resep obat yang mau ditebus?" tanya Alisha.
"Enggak kok, kamu belum baca pesanku?" tanya Dikta menyelidik.
"Pesan?" Alisha berpikir sejenak, "oh, itu ya. Gimana kalau bertiga sama Citra?" tanya Alisha kepada Dikta.
"Hmm, ya udah deh nggak apa-apa. Kita bertiga ya nanti sore. Kalau gitu aku balik dulu ya ke rumah sakit, wassalamu'alaikum." Dikta pergi meninggalkan apotek tersebut.
"Wa'alaikum salam," ucap Alisha sambil bernapas lega.
Alisha mengingat pesan yang Dikta kirim kepadanya. Dipesan itu, Dikta mengajak Alisha untuk makan bersama disebuah rumah makan, pada sore hari sepulang Alisha bekerja. Untung saja, Alisha mempunyai ide untuk mengajak Citra bersamanya.
Disisi lain. Dikta sedang berjalan menaiki anak tangga menuju lantai dua di rumah sakit tersebut. Dikta sedikit kecewa karena tidak bisa pergi berdua saja dengan Alisha. Kenapa harus ngajak Citra sih? batin Dikta. Tapi, ya udahlah, kapan-kapan aku ajak lagi Alisha-nya. Saat itu, nggak boleh ada orang ketiga lagi yang ikut ! batin Dikta lagi.
Disisi lain, Citra telah kembali ke apotek. Setelah ke toilet tadi, Citra mampir ke kantin sebentar untuk membeli sebotol air minum dan beberapa camilan.
"Kenapa kamu, Sha?" tanya Citra dengan heran, karena raut wajah Alisha seperti orang yang sedang memikirkan masalah berat.
"Eh, udah balik Kamu. Hmm, Citra mau nggak makan bareng aku sama Kak Dikta? Jadi, isi pesan tadi pagi itu, dia ngajak aku makan bareng nanti sore," ucap Alisha menjelaskan.
"Tuh kan ... kayaknya dia memang suka sama kami, Sha. Jadi, aku nganggu dong kalau ikut. Eh, tapi nggak apa-apa lah aku ikut, pasti nanti Kak Dikta kan yang bayar? Mayan kan gratisan," ujar Citra sambil cekikikan.
"Ah kamu ini, masalah gratisan pasti nomor satu." Alisha menggelengkan kepalanya setelah mendengar perkataan dari Citra.
"Iya dong, pasti!" kata Citra dengan yakin.
*
*
*
Sore hari. Kini Alisha dan Citra telah selesai dengan pekerjaan mereka. Dikta pun telah menunggu didalam mobilnya, mobil miliknya diparkir didepan apotek. Karena dirasa agak lama, Dikta pun mengirim pesan kepada Alisha. Alisha yang mendapatkan pesan dari Dikta, langsung membalasnya. Alisha pun mengajak Citra untuk segera keluar dari apotek, lalu menghampiri mobil Dikta.
"Sudah lama nunggunya, Kak?" tanya Citra kepada Dikta.
"Lumayan," jawab Dikta sambil tersenyum.
Deg.
Citra terpana dengan senyuman Dikta, Dikta terlihat sangat tampan saat itu. Senyuman Dikta ditambah dengan pakaian casual yang Dikta kenakan, membuat siapa saja yang melihatnya akan meleleh karena terpana.
"Cit ...." Dikta heran dengan sikap Citra.
"Eh, iya Kak. Maaf ya aku melamun tadi," ucap Citra sedikit gelagapan.
"Oke, nggak apa-apa. Ayo kalian masuk! Alisha, kamu duduk didepan ya," pinta Dikta.
"Ah enggak Kak, aku duduk dibelakang saja sama Citra," respon Alisha.
"Hmm, baiklah," ucap Dikta dengan kecewa.
Dikta pun mulai melajukan mobilnya. Sepanjang perjalanan, ketiga orang yang berada didalam mobil itu saling berbincang. Terkadang terdengar gelak tawa diantara mereka.
Setelah beberapa saat, mobil Dikta telah sampai di halaman sebuah rumah makan, Dikta segera memparkirkan mobilnya. Setelah itu, Dikta mengajak Alisha dan Citra untuk keluar dari mobilnya.
"Ayo, kita keluar," ajak Dikta.
"Baik, Kak," jawab Alisha dan Citra bersamaan.
Alisha dan Citra melihat keadaan rumah makan didepan mereka. Rumah makannya lumayan besar, dan keadaan saat itu sedang ramai pengunjung. Dikta, Alisha, dan Citra berjalan masuk ke rumah makan itu. Mereka mencari tempat yang kosong. Setelah beberapa saat, mereka mendapatkan tempat yang kosong, mereka pun segera duduk ditempat itu.
Dikta, Alisha, dan Citra memesan beberapa menu yang terdaftar. Setelah beberapa saat, pesanan mereka mulai berdatangan. Ketiga orang itu mencuci tangan mereka terlebih dahulu, sebelum memulai acara makan mereka.
Alisha yang melihat banyak makanan enak didepannya, tersenyum bahagia sekaligus sedih. Tiba-tiba saja, ia teringat saat dia masih tinggal di rumah pamannya. Saat pamannya sedang tidak ada dirumah, bibinya hanya memberi makan Alisha sepiring nasi saja tanpa lauk apapun.
Alisha sering disuruh melakukan pekerjaan rumah saat pamannya tidak ada dirumah. Saat pamannya dirumah, Alisha tidak diijinkan melakukan pekerjaan berat. Bibinya Alisha takut, suaminya akan marah kepadanya jika ketahuan memperlakukan Alisha dengan tidak baik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!