NovelToon NovelToon

Tentang Raga

Prolog

"Nayara Tirtania Wilaga."

Naya pun mengangkat tangannya untuk menyatakan kalau dia hadir saat ini. Ya hari ini adalah hari pertamanya mengikuti ospek sekolah sebelum memasuki kelas sepuluh di SMA Nusa Bangsa. Usahanya tidak sia-sia, karena sekolah ini adalah sekolah impiannya.

"Nama kamu Nayara?" tanya salah satu pria yang berdiri di jajaran para pengospek. Wajahnya lumayan tampan, tinggi, putih, dan berkharisma. Membuat Naya sedikit ragu untuk melangkahkan kakinya.

"I-iya, Kak." Naya menjawab pelan sambil sedikit menganggukan kepala. Jujur saja jantungnya berdegup kencang, dia juga memikirkan kesalahan apa yang dia perbuat sehingga dipanggil ke depan?

"Berdiri," titahnya dengan nada yang dibuat ketus. Wajahnya terlihat angkuh, cih sama saja seperti senior-senior yang ingin dihargai oleh juniornya.

"Saya salah apa ya, Kak?" tanya Naya perlahan.

"Kamu yang waktu pembukaan jadi siswa simbolis, 'kan?" tanya pria itu sambil menyelidik ke arah Naya. Jujur, Naya tidak suka ditatap seperti itu.

Naya hanya mengangguk pelan karena dia tidak tau harus bicara bagaimana. Pertanyaan yang sudah pasti jawabannya, tapi tetap saja ditanyakan. Untung saja dia senior kalau tidak sudah habis oleh kemarahan Naya.

"Oh jadi kamu siswa yang diterima di sekolah ini dengan nilai ujian tertinggi?" sekali lagi Naya hanya mengangguk karena dia merasa diintimidasi sekarang.

"Kenapa cuma ngangguk? Gak punya mulut?" pria itu menghampiri Naya sambil melipat tangan di dadanya. Naya menatap pria yang ada di hadapannya ini. Memangnya kenapa kalau Naya siswa dengan nilai tertinggi?

"P-punya kak, tapi saya salah apa?" Naya mencoba memberanikan diri bertanya kepada kakak seniornya itu.

"Kamu songong yaa, berani kamu sama saya? Jangan belagu deh," kata pria itu lagi dan membuat Naya sedikit ciut.

"Saya Juna, btw 08?" Pria itu mengulurkan hpnya kepada Naya dan sontak membuat semua orang yang tadinya tegang menjadi penuh gelak tawa.

Tapi tidak bagi Naya, menurutnya itu hal yang menyebalkan. Dia tidak suka jika dia sudah serius tapi dipermainkan.

"Maaf, Kak. Saya gak bisa kasih, karena saya gak bisa bicara sama orang asing." Naya berusaha menolak dengan ramah sambil kembali duduk di lapangan.

"Yahh ditolak brodi," teriak salah satu pengospek dengan gelak tawanya.

Mereka semua ikut menertawakan kejadian itu, sementara Naya hanya bisa mengembuskan napasnya perlahan. Dia tidak suka digodain seperti itu.

"Sumpah gak lucu," batin Naya.

.

.

.

.

Setelah selesai materi pertama dari pengospek, Naya memutuskan untuk pergi ke kantin sendiri. Dia bukan belum mempunyai teman, tadi dia menolak untuk diajak pergi ke kantin bersama karena ingin ke toilet terlebih dahulu.

Saat di lorong sekolah tiba-tiba seseorang memberhentikan langkah Naya. Naya hanya menatap pria itu dengan tatapan bingung.

"Hai, Naya." ya, pria yang sama pada pagi tadi, pria yang membuatnya badmood. Entah ada urusan apa lagi sekarang.

"Iya, Kak? Ada apa ya?" singkatnya.

"Jangan panggil kak, panggil aja Juna." Juna berbicara lembut kali ini.

"Iya, kak Juna ada apa ya?" ulangnya dan berusaha bersikap ramah di depan kakak seniornya ini.

"Kok sendirian ke kantinnya?"

"Gapapa."

"Udah punya pacar?" tanya Juna sambil menggaruk sedikit tengkuknya yang tidak gatal.

Naya hanya bisa mengembuskan napasnya kasar. Kenapa dia harus berurusan dengan pria yang ada di hadapannya ini. Padahal dia hanya ingin hidup damai menjalani masa SMA-nya. Tapi baru hari pertama ospek sudah bertemu dengan makhluk seperti Juna.

"Nay?" panggil Juna yang merasa tidak mendapatkan respon.

"Gak usah gangguin murid baru, ditunggu di ruang OSIS. Dah sana-sana." Seseorang tiba-tiba saja menarik baju Juna dan menyuruhnya untuk pergi ke ruangan OSIS.

Sepertinya dia seorang pengospek juga, dia tinggi, lebih tampan dari Juna, tubuhnya terlihat atletis dan memakai kacamata. Namun kacamata itu tidak membuatnya cupu, melainkam membuatnya terlihat lebih tampan.

"Maaf ya, Juna emang buaya. Jangan ditanggapin. Terdengar ramah dari wajah yang terlihat cool.

"Iya, Kak."

"Raga," ucapnya sambil mengulurkan tangan kepada Naya.

"Naya," singkatnya. Tanpa sepatah kata pun lagi dia melengos pergi, meninggalkan Raga.

Raga menatap kepergian Naya dengan heran, baru kali ini ada wanita yang secuek itu padanya. Padahal satu sekolah biasanya mengidolakannya.

"Langka nih cewek," gumamnya.

Namanya Raga Putra Pratama, parasnya yang tampan, anak organisasi kelas 11 dan salah satu anggota taekwondo di sekolah. Siapa yang tidak akan menyukainya? Ditambah dia adalah most wanted di sekolah ini. setelah cukup lama memperhatikan punggung Naya, Raga pun kembali ke ruang OSIS.

Naya membeli satu susu kotak coklat dan sepiring siomay. Kantin ini cukup luas, sehingga mereka tidak perlu berdesakan saat jam istirahat, bagus lah. Karena itu tidak akan membuat Naya terganggu. Keramaian terkadang membuatnya sedikit lebih panas. Baik fisik maupun emosional.

"Naya! Sini," panggil seseorang sambil memperlihatkan kursi kosong di sebelahnya.

Naya tersenyum saat Bila melambaikan tangannya, lalu Naya pun menghampiri 3 temannya itu : Bila, Dara dan Kanya.

"Lama banget ke toilet, untung jam istirahat masih lama," ucap Dara saat Naya duduk di sebelah Bila.

"Hehe, biasa. Lagi datang tamu," kata Naya.

"Eh, Nay. Kayanya kakak kelas yang gombalin lo tadi pagi tuh suka deh sama lo," kata Kanya sambil menatap lekat Naya.

"Gak lah, gak mungkin. Lagian ya, Nya. Udah keliatan kali ciri-ciri buaya itu gimana," ucap Naya asal sembari memakan siomaynya.

"Tapi kalau suka juga gapapa kali, Nay. Ganteng kok. Suka banget gue liatin kakak senior di sini. Apalagi kalau udah pake Almamater hitam khas SMA Nusa Bangsa. Gantengnya nambah," sambung Dara.

"Ih bener, kaya kharismatik gitu gak sih?" Bila menanggapinya dengan antusias.

"Mana banyak cogan lagi, pasti betah sekolah di sini sih. Iya kan, Nay?" Kanya kini beralih menatap Naya yang sibuk dengan makanannya.

"Hah?? Hmm." Naya pun mengangguk pelan.

"Ah gak asik lo, Nay. Kaya gak tertarik gitu sama cogan," lanjut Kanya.

"Emang gak tertarik, mending bahas sejarah, novel, lagu aja kalau sama gue," ucap Naya asal.

"Bukan gak tertarik, belum aja. Iya kan, bestie?" Bila berkata sambil merangkul pundak Naya.

"Engga, menurut gue semua cowok sama aja."

"Sama gimana?" Dara menatap serius pada Naya.

"Sama-sama, berengsek," Jawab Naya tak acuh.

Dikelilingi oleh pengkhianatan membuat Naya tumbuh dengan trust issue pada dirinya. Menurut Naya semua pria pada akhinya sama, mereka akan mencari hiburan tersendiri tanpa melihat seseorang yang ada di sampingnya.

Tidak hanya mantan pacarnya, tapi itu terjadi di keluarganya juga. Seseorang yang katanya cinta pertama putrinya, tapi mengkhianati kepercayaannya.

Sebuah Keluarga

Naya memasuki rumahnya perlahan, matanya langsung tertuju kepada Rena-bundanya yang sedang menangis di sofa. Naya langsung memeluk bundanya dengan khawatir.

"Bund, kenapa? Bunda kok nangis? Naya gak suka ya liat bunda nangis kaya gini. Kenapa? Cerita sama Naya," kata Naya dengan nada cemas.

"Bunda gapapa, Nak. Cuma kelilipan doang matanya. Gimana ospek hari keduanya lancar?" tanya Rena sambil mengusap lembut pipi putrinya itu.

"Bund, jangan bohong. Naya tau kalau bunda lagi gak baik-baik aja. Bunda kalau kenapa-kenapa jangan dipendam sendiri, Naya juga mau selalu ada ketika bunda lagi sedih."

Rena merasa terharu dengan rasa perhatian putrinya dan tak bisa membendung lagi tangisnya. Naya benar, kalau dirinya tidak bisa memendam masalah ini sendirian.

"Ayah," ucap Rena menggantung

"Kenapa? Ayah apain bunda?" Tanya Naya lagi, dia tau kalau pasti terjadi apa-apa sekarang.

"Ayah selingkuh lagi." Kini Rena hanya bisa menangis di hadapan putrinya, dia merasa menjadi wanita yang gagal karena tidak bisa menjaga keluarganya.

"Lagi?" Naya hanya bisa tertunduk lemas sambil menahan emosi yang dia rasakan saat ini.

Sementara Rena hanya mengangguk sambil memeluk erat putrinya. Naya melepaskan pelukan bundanya secara perlahan, dia menatap wanita yang ada di depannya ini dengan memelas. Kenapa lagi-lagi dia harus mendengar ini? Dia benci sekali berada di posisi seperti ini sebenarnya.

"Bund, kenapa sih bunda masih berharap sama laki-laki kaya ayah? Bunda kenapa masih bertahan dengan laki-laki yang dengan sengaja nyakitin hati bunda? Cukup bund, Naya aja udah cape. Kita gak akan bisa bikin seseorang berubah kalau emang pada dasarnya dia gak mau berubah, Bund." Naya berbicara sambil menahan air matanya.

"Bunda lakuin ini demi kamu, demi adik kamu juga. Bunda gak mau kalian hidup tanpa sosok ayah."

"Naya tanya deh sama bunda, apa pernah sedikit pun ayah mikirin perasaan kita? Naya aja gak pernah tau gimana rasanya punya sosok ayah padahal ayah ada di dekat Naya." tangis Naya sudah tidak dapat dibendung lagi, pertahanannya runtuh jika sudah membahas soal rumah.

"Maaf, maafin bunda yang bikin kamu ngerasa kaya gitu, Nak. Bunda udah gagal jaga keluarga kita buat yang kedua kalinya."

"Bund, jangan kebiasaan nyalahin diri sendiri. Naya nggak suka, bunda gak salah. Ayah aja yang gak pernah ngerasa cukup punya wanita sekuat bunda yang nemenin dia dari nol. Bund, jangan dipaksa lagi. Naya bakalan jagain Hana sama bunda kok kalau bunda pisah sama ayah." Naya menghapus perlahan air mata bundanya.

"Nggak sayang, bunda gak bisa. Udah ya, jangan khawatirkan bunda. Pikirin aja dulu sekolah kamu, jangan bilang ini sama Hana. Dia sayang sekali sama Ayah."

"Bund .... "

"Janji sama bunda, bunda juga janji sama Naya kalau suatu saat Ayah pasti berubah."

Naya tidak bisa memaksa bundanya, meskipun Naya sudah muak dengan semuanya dia hanya bisa mengangguk pasrah. Kenapa di saat seperti ini pun hanya Hana yang dipedulikan. Naya kesal, dia benar-benar kesal. Namun dia paham kondisi Ibunya tidak baik-baik saja. Apa jadinya kalau Naya menumpahkan kekesalannya sekarang?

.

.

.

.

Duduk di balkon sambil merenung adalah hal sering dia lakukan ketika sedang merasa sedih. Menurut kalian apa itu broken home?

Bagi Naya diam satu atap tapi tidak pernah ada kehidupan itu bukan lagi rumah. Seperti terlihat utuh namun sebenarnya hancur berantakan. Memang dia tidak hidup dengan kekurangan, bahkan orang tuanya bisa membelikan apapun untuknya. Tapi, kehangatan rumah pada umumnya tak pernah dia dapatkan.

Naya ingin bisa bicara panjang lebar, ingin ditanya bagaimana keadaannya? Dia juga ingin ditanya apakah dia baik-baik saja atau tidak? Dia ingin diperhatikan, dia ingin sebuah pelukan. Tapi sepertinya memang tidak ada yang mengerti itu.

Bahkan saat Naya depresi melihat perselingkuhan Ayahnya pada saat dia masih sekolah dasar, sepertinya tidak ada yang tau, bahkan orang tuanya sendiri. Naya hanya memendam semuanya sendirian. Hingga sekarang saat bundanya ingin memperbaiki hubungan, bagi Naya sudah terlambat dan benar-benar terlambat.

Perlahan Naya mengambil buku dengan cover berjudul Healing. Tempat di mana dia mengungkapkan apa yang dia rasakan. Naya sangat sulit untuk mengungkapkan perasaannya, dia lebih suka menuliskannya lewat secarik kertas.

...--------------------...

Katanya, cinta pertama dari seorang anak perempuan itu adalah ayahnya.

Tapi sampai saat ini aku tidak pernah tau bagaimana rasanya. Bahkan untuk diam di satu meja saja rasanya canggung. Berbeda dengan Hana, dia begitu mencintai ayah dan begitupun sebaliknya.

Terkadang sakit jika melihat Hana bisa sedekat itu dengan ayah. Tak jarang juga aku berusaha melakukannya, tapi tak bisa. Terlalu asing. Ditambah dengan apa yang dilakukan ayah pada bunda. Rasanya membuat jarak itu semakin jauh.

Sungguh, aku benci ayah. Kenapa aku tidak bisa mendapatkan sosok ayah seperti yang aku inginkan?

...- Nayara Tirtania Wilaga...

...--------------------...

Naya kembali menutup bukunya, setidaknya dia lega telah mengungkapkan isi hatinya. Setelah puas memandangi isi langit malam, Naya kembali memasuki kamarnya untuk ngambil hoodie dan langsung menuruni tangga, dia harus ke minimarket untuk membeli beberapa cemilan. Besok agenda ospeknya jalan santai, jadi semua murid dianjurkan membawa makanan berat atau ringan.

"Mau kemana, Kak?" tanya Hana.

"Minimarket, kenapa?" tanya Naya balik.

"Coklat dua ya," pintanya sambil menaik-naikan alisnya.

Naya mengulurkan tangan mengisyaratkan untuk memberikan uang pada adiknya itu.

"Ih uang lo dulu kek, nanti gue ganti."

"Alah ganti-ganti matamu enam, paling lupa," cibir Naya sembari membuka pintu.

Tadinya dia akan menggunakan mobil atau motor, tapi sepertinya jalan-jalan malam tidaklah buruk. Lagi pula juga tempatnya tidak terlalu jauh dari perumahan Naya. Lagi pula Naya suka menikmati udara malam, karena itu bisa membuatnya tenang.

Naya menatap sekitarnya, masih ramai orang berlaku lalang. Matanya menatap ke arah keluarga kecil yang kini tengah saling bergandengan tangan. Anak kecil berusia sekitar 5 tahun itu nampak bahagia walaupun hanya berjalan kaki bersama kedua orang tuanya.

Naya jadi sedikit iri, dia tidak pernah merasakan seperti itu sebelumnya. Namun dia menyadari sesuatu, kalau dulu kakeknya pernah menggendongnya malam-malam saat mobil mereka mogok di depan gerbang utama perumahan yang cukup jauh.

"Jadi kangen Kakek deh, kayanya gue emang cuma punya kenangan sama kakek. Waktu lahir yang adzanin kakek, yang gendong gue pertama kali kakek, yang selalu ada setiap gue bangun kakek, kontribusi Ayah dalam hidup gue apa ya selain kasih uang jajan?" Naya terkekeh. Memang terkadang kita perlu menertawakan kehidupan diri sendiri, agar tau seberapa badutnya kehidupan kita dalam sebuah keluarga.

Pertolongan

Saat di perjalanan Naya membuka ponselnya, melihat notifikasi mengikuti pada akun instagramnya. Cukup berisik dan membuat dia penasaran.

Arxjuna mengikuti anda

Tama Anggara mengikuti anda

Jasmine Diana mengikuti anda

Naya sedikit mengerutkan keningnya, 3 notifikasi mengikuti teratasnya ternyata kakak seniornya di sekolah. Naya sedikit overthinking kalau dirinya menjadi bahan pembicaraan mereka. Sedikit menghela napas, Naya pun mengkonfirmasi permintaan mengikutinya, karena akun Naya diprivate.

Sesampainya di minimarket, Naya memasukan apa yang dia butuhkan ke dalam keranjang. Tidak lupa dengan pesanan Hana, jika lupa tentunya sudah pasti Hana akan memusuhinya 2 abad. Berbeda 2 tahun dengan Hana, jadi Naya harus lebih ekstra sabar menghadapi anak baru gede tersebut.

Setelah selesai membayar, Naya memutuskan untuk cepat pulang. Jalanan sudah semakin sepi, namun Naya bukanlah orang yang penakut, di emanin dengan earphone dan lagu kesukaannya Naya berjalan menelusuri sepinya malam.

Tiba-tiba segerombol pria menghampiri Naya, dengan pakaian yang urakan membuat Naya sedikit cemas saat ini.

"Neng cantik mau kemana malem-malem gini?" tanya salah satunya, sambil mencolek dagu Naya.

"Apasih, gak usah sokap." Naya mencoba menepis tangan pria itu dan menerobos mereka untuk segera pergi.

Namun tangan Naya dicekal oleh dua orang. Tenaga mereka jauh lebih kuat dibandingkan Naya. Ditambah bau alkohol dari mulut mereka, Naya menyadari kalu mereka sedang mabuk.

"Sombong banget, ayok di sini dulu aja. Temenin kita-kita iya gak, Bree?" kata si rambut gondrong yang disambut gelak tawa dari yang lainnya.

"Lepasin atau teriak nih, tolonggg!!" teriak Naya yang masih mencoba melepaskan cengkraman mereka.

Karena sepi, tidak ada satu orang pun yang mendengar teriakan Naya. Naya mulai merasa ketakutan, bagaimana bisa dia menghadapi segerombolan pria mabuk sekarang ini?

"Berani kok sama cewek, lawan gua."

Tiba-tiba seseorang memberhentikan motor sport-nya di depan mereka sambil berteriak. Dia mencoba membantu Naya dan menghajar para pemabuk itu, Naya tidak bisa melihat adegan baku hantam itu, dia terlalu takut.

"Gak usah ikut campur, mending ente pergi kelonan sama emak." Mereka tertawa meremehkan.

Satu pukulan tepat di wajah pria itu, namun dia tidak menyerah dan langsung menghabisi mereka hingga membuat mereka kewalahan.

"Pergi lo semua, jangan gangguin dia lagi atau gua habisin!" Ancamnya.

Mereka pun pergi dari tempat itu dan meninggalkan Naya. Naya yang masih ketakutan hanya mematung di tempatnya.

"Gapapa, 'kan?" tanya pria itu.

"Gak, gapapa. Makasih yaa." Naya menatap pria itu, dia merasa mengenali seseorang yang ada di hadapannya. Dia terus menatap orang itu dengan tatapan bingung.

"Raga, yang kemarin di sekolah." Raga kembali mengulurkan tangan kepada Naya.

Merasa tak ada jawaban, Raga meraih tangan Naya dan berjabat tangan.

"Raga Putra Pratama, kelas 11 Ipa 2." Raga menegaskan kalimatnya.

"Naya," Naya langsung melepaskan tangannya dari Raga.

"Lo anti banget sama gua ya?"

"Hah? E-enggak kok. Btw makasih ya kak, udah nolongin saya."

"Formal banget pake saya-saya. Santai aja kali."

"Takut dibilang gak sopan aja sih." Naya bicara realistis.

"Gak, santai aja gua gak gila hormat. Mau pulang?"

"Iya, ini mau pulang. Rumah say- eh gue gak jauh dari sini kok, Kak."

"Gua anter ya?" tawar Raga.

"Ehh, gak usah. Bentar lagi nyampe kok. Gue bisa pulang sendiri."

"Udah, gua anter. Ntar kaya tadi lagi emang lo gak takut? Ayok."

Raga kembali memakai helm dan menaiki motornya. Sementara wanita yang dia ajak malah masih mematung di tempatnya.

"Gak usah kak, gue pulang sendiri aja. Sekali lagi makasih."

Naya pun tersenyum lalu meninggalkan Raga. Bukan jual mahal, tapi dia tidak mau terlalu dekat dengan makhluk Adam mana pun. Namun, bukan Raga namanya jika menyerah begitu saja, bukan apa-apa tapi dia khawatir jika kejadian tadi terulang kepada Naya.

"Dasar cewek, apa-apa harus dibujuk. Oke, jangan panggil gua Raga kalau gak bisa buat dia bareng gua," gumam Raga pelan.

Raga pun mengikuti Naya menggunakan motornya. Hingga dia kini berdampingan dengan langkah Naya. Naya yang melihat itu pun sedikit terkejut, kenap seharian ini dia bertemu dengan orang-orang aneh?

"Lo ngapain deh kak, ngikutin gue?" tegur Naya tanpa menghentikan langkahnya.

"Biar lo aman sampai rumah, gua kakak kelas lo. Mana mungkin biarin adek kelasnya dalam bahaya."

"Rumah gue deket, gue juga gak akan kenapa-kenapa kak."

"Di mana rumah lo?"

Naya menghentikan langkahnya dan menghadap ke Raga.

"Pondok Raya Regency, udah kan? Mending lo pulang kak. Udah malem," tegas Naya.

"Jauh dodol, cepet naik gua anterin sampai depan rumah lo."

Naya menghembuskan napasnya kasar. Pria di depannya ini sungguh keras kepala.

"Keras kepala banget," gerutu Naya pelan.

"Gua denger loh. Lo juga keras kepala."

Naya hanya bisa mendengus mendengar ucapannya. Tentu, Naya adalah si batu paling keras menurut survey teman-temannya.

"Ayok naik, gua gak gigit elah. Bukan tukang modus juga," lanjut Raga meyakinkan.

"Yaudah iyaa," kesal Naya, sementara Raga hanya bisa tersenyum penuh kemenangan.

Setelah dirasa nyaman, Raga pun melajukan motornya. Tidak ada percakapan di antara mereka. Mereka berdua hanyut dengan pikiran masing-masing.

"Pagar hitam, rumah gue di situ, Kak," interupsi Naya kepada si pengemudi.

"Oke." Raga pun menghentikan motornya di depan pagar, lalu satpam membukakan gerbang.

Raga kembali melajukan motornya ke dalam dan menghentikannya di teras depan rumah Naya.

Raga memperhatikan sekelilingnya, rumah yang cukup mewah dengar desain modern, ditambah ada taman kecil di depan rumah yang membuat rumah ini terlihat nyaman. Naya pun turun dan berdiri di samping Raga.

"Makasih kak, udah anterin gue," ucap Naya.

"Makasih terus, udah kebanyakan nanti gue susah kembaliinnya."

"Yaudah iyaa maaf."

"Lo gak nyuruh gua masuk gitu?" ,

"Gak, udah malam."

"Tapi gua mau ditawarin, bm nih gua."

"Ck, mau masuk dulu?" tanya Naya sambil berdecak pelan.

"Gak, udah malam." Raga menjawab sambil nyengir.

Naya hanya bisa mengeluarkan roleeyes-nya, untuk apa dia minta ditanya kalau sedari awal Naya sudah bisa menebak jawabannya. Menyebalkan.

"Yaudah, pulang gih kak. Keburu malem."

Raga sangat gemas melihat wajah kesal Naya. Hingga dia tertawa kecil melihatnya.

"Yaudah, gua pulang dulu ya. Nite, Naya."

"Too."

Raga pun menyalakan motor dan melajukan motornya keluar dari pekarangan rumah Naya. Sementara Naya terus memandangi kepergian Raga.

"Cowok nyebelin." Naya pun bergegas masuk ke dalam rumah, pasalnya Hana terus memenuhi notifikasi whatsapp karena meminta coklatnya yang belum datang juga.

Naya memasuki rumahnya, setelah memberikan coklat pada Hana dia kembali ke kamarnya untuk mempersiapkan kembali barang bawaan yang besok harus dia bawa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!