NovelToon NovelToon

Ternyata Istriku Selingkuh

Episode.1

Sudah tiga tahun menikah, namun Clara belum juga mempunyai keturunan. Elvan sang suami, dia begitu menginginkan seorang keturunan, yang nantinya menjadi pewarisnya. Dia sangat berharap agar secepatnya mereka di karuniai seorang anak.

Pagi ini seperti biasa, Elvan bangun lebih pagi. Sejenak dia memandang wajah cantik istrinya yang saat ini masih terlelap.

"Sayang, bangun! Sekarang sudah pagi," Elvan menepuk pelan pipi istrinya. Namun istrinya masih enggan untuk membuka matanya.

"Hm ... " hanya itu yang keluar dari mulut istrinya.

"Sayang," Elvan mencoba lagi untuk membangunkannya, namun istrinya malah marah.

"Kamu ini bagaimana sih? Orang tidur enak-enak malah di bangunin. Kalau bangun ya bangun saja, tidak usah gangguin orang segala," Clara menutupi wajahnya dengan selimut.

Elvan hanya menghela napasnya, lalu dia turun dari atas tempat tidur.

Semenjak istrinya bekerja sebagai model, istrinya lebih berani kepadanya. Mungkin karena merasa sudah menjadi istri mandiri yang bisa menghasilkan uang tanpa harus meminta ke suami.

Lima belas menit kemudian, Elvan sudah selesai mandi, bahkan sudah rapi dengan seragam kerjanya. Dia melihat istrinya yang masih tidur. Sejenak dia menatapnya, namun setelah itu dia pergi dari kamar.

Elvan sudah berada di ruang makan. Dia duduk lalu menatap menu makanan yang tersaji di meja makan. Terlihat enak seperti biasa, ya karena itu masakan Bi Ijah yang merupakan pembantunya yang sudah bekerja sangat lama. Jika untuk istrinya, jangan di tanya lagi. Untuk menyentuh barang-barang yang ada di dapur juga tidak pernah.

Setelah selesai sarapan, Elvan kembali ke kamar untuk mengambil tas kerjanya.

"Sayang, aku berangkat dulu ya," Elvan mengecup sekilas kening istrinya. Lalu dia segera pergi.

Setelah suaminya keluar dari kamar, Clara membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Dengan cepat dia mengambil ponsel miliknya yang ada di atas nakas. Dia mencari kontak seseorang, lalu menghubunginya.

Kini keduanya sudah saling berteleponan.

"Hallo, sayang. Aku akan segera pergi ke tempatmu."

"Baik, sayang. Aku tunggu kedatanganmu," ucap seorang pria dari seberang sana.

Clara turun dari atas tempat tidur, lalu dia segera bersiap.

Kini dia sudah terlihat cantik dan wangi. Apalagi tampak segar karena sudah mandi. Clara menatap penampilannya sambil bercermin di depan meja rias.

"Perfect," satu kata itu yang terucap dari mulutnya.

Clara pergi dengan mengendarai mobil sendiri. Tujuannya saat ini yaitu ke apartemen fotografer yang selama ini menjadi partner kerjanya.

Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, akhirnya dia sampai juga di tempat tujuan.

Saat ini dia berdiri di depan apartemen itu.

Ting tong

Tak lama setelah dia memencet bel, Kenan yang merupakan rekan bisnisnya langsung saja membuka pintu. Sebenarnya mereka itu terjerat cinta lokasi. Baru satu minggu mereka berpacaran. Namun selama satu minggu itu mereka jarang bertemu, karena Kenan habis ada job di luar kota.

"Sayang, aku kangen." Kenan mencium kedua pipi Clara.

"Aku juga kangen," Clara mengalungkan tangannya di leher Kenan. Mereka saling mendekatkan wajah. Lalu saling berci*uman dengan mesra.

Kenan membimbing Clara untuk duduk di sofa tanpa melepaskan pangutan mereka.

"Terakhir ketemu kita hanya berci*uman. Apa sekarang kita --- " Kenan sengaja memotong perkataannya. Dia menatap Clara dari atas sampai bawah.

"Hari ini aku milikmu sepenuhnya," ucap Clara sambil mengedipkan sebelah matanya.

Tanpa menunggu lama, Kenan langsung mendorongnya sehingga kini Clara terlentang di atas sofa.

Keduanya saling menikmati percum*buan panas mereka di pagi hari.

Perlahan-lahan Kenan membuka kedua kaki Clara, tanpa melepaskan aktivitasnya.

"Kamu sudah basah, sayang." Ucapnya sambil menyentuh segitiga berwarna merah muda yang menutupi area sensitivnya.

Dengan cepat Kenan melepaskan kain penghalang itu. Lalu dia mulai bermain-main dengan milik Clara.

Ahhhhh

Suara-suara ero*tis mulai keluar dari mulut Clara. Kenan tampak lihai untuk memuaskannya.

°°°°°°

Pyar

Elvan melihat foto pernikahannya dengan istrinya terjatuh ke lantai. Padahal dia sama sekali tidak menyentuh foto yang ada di atas meja itu. Sejenak dia menghentikan pekerjaannya. Lalu berjongkok dan mengambil foto itu.

"Kenapa bisa jatuh? Ini aneh sekali," gumam Elvan.

Elvan menghubungi office girl untuk datang ke ruangannya.

Tak lama, dia mendengar ada yang mengetuk pintu dari depan ruangannya.

"Masuk!" Elvan sedikit meninggikan suaranya agar terdengar dari luar.

Cklek

Pintu ruangan terbuka, terlihat Rania yang merupakan office girl baru, dia melangkah masuk ke dalam ruangan itu.

"Permisi, Pak. Saya di utus oleh Bu Niken untuk datang kesini, karena semua office girl sedang sibuk."

"Kamu bereskan pecahan ini!" Ucapnya sambil menunjuk ke arah lantai.

"Baik, Pak." Jawabnya.

Rania segera mendekat, lalu mulai berjongkok di depan pecahan kaca itu. Dia mulai memungutinya dan memasukkannya ke tong sampah. Setelah itu barulah dia menyapu, karena takutnya masih ada pecahan kaca yang tertinggal di atas lantai.

Setelah selesai, dia berpamitan kepada Elvan untuk segera pergi dari sana.

Elvan kembali mengerjakan pekerjaannya. Namun sedikit tak fokus. Dia masih merasa aneh memikirkan foto pernikahannya jatuh begitu saja.

‘Semoga saja ini bukan pertanda buruk,’ batin Elvan.

Elvan teringat akan istrinya. Lalu dia mencoba untuk menghubunginya. Namun ternyata istrinya tidak juga mengangkat panggilan teleponnya. Elvan mencoba untuk menelepon nomor rumahnya. Kebetulan pembantunya langsung mengangkat panggilan itu. Namun katanya Clara tidak ada di rumah. Elvan mencoba berpikir positif. Mungkin saja istrinya itu sedang pergi dengan teman-temannya, atau mungkin sedang ada pemotretan.

Tring tring

Elvan melihat ponselnya berdering. Ternyata itu panggilan masuk dari rekan bisnisnya, yang meminta untuk bertemu hari ini. Karena akan membahas kerja sama mereka. Elvan langsung saja mengiyakan.

Elvan menelepon Asistennya untuk datang ke ruangannya, namun katanya asistennya itu sedang berada di ruangan HRD karena ada keperluan.

“Aduh,” Elvan yang akan menaruh ponselnya ke atas meja, dia tak sengaja menumpahkan kopi. Untung saja dia tidak ketumpahan, hanya saja lantainya basah.

Alan kembali meminta office girl untuk datang ke ruangannya.

Ternyata Rania yang kembali datang ke ruangan itu.

Rania melangkah masuk ke dalam ruangan dengan membawa alat pel.

“Permisi, Pak.” Ucap Rania dengan ramah. Kebetulan saat ini dia berdiri di depan meja kerja Elvan.

“Kamu lagi?”

“Iya, Pak.” Ucapnya sambil tersenyum.

“Kamu bersihkan tumpahan kopi itu!” ucapnya sambil menunjuk lantai dekat kursi yang ada tumpahan kopi.

“Baik, Pak.”

Elvan sedikit bergeser agar Rania lebih leluasa saat mengepel. Hanya sebentar dia mengepel. Kini dia hendak pergi dari ruangan itu. Namun terlebih dahulu dia berpamitan kepada atasannya.

“Sudah, Pak. Saya per --- “ ucapan Rania terhenti saat dia terpeleset.

Rania yang hendak jatuh, di topang tubuhnya oleh Elvan.

“Eh maaf, saya tidak lihat,” ucap Reno yang merupakan asisten Elvan. Kebetulan saat ini Reno berdiri di depan pintu yang tidak tertutup.

Elvan segera melepaskan pegangannya dari tubuh Rania.

“Maaf, Pak.” Rania merasa tak enak karena dia melakukan kesalahan.

“Pergilah!”

Rania segera pergi dari ruangan itu.

Reno yang tadi berada di depan pintu, kini dia melangkah masuk ke dalam.

“Wih gercep juga bro,” ucap Reno yang merupakan asisten sekaligus sahabatnya.

“Apaan sih, aku sudah punya istri.”

Episode.2

Elvan yang baru pulang kerja, dia memanggil-manggil istrinya. Namun istrinya tidak juga menghampirinya.

"Sayang, aku pulang nih. Sayang," ucap Elvan yang baru masuk ke rumah.

Beberapa kali dia memanggil istrinya, namun masih saja belum ada sahutan.

Elvan melihat Bi Ijah yang berjalan cepat ke arahnya.

"Maaf, Tuan. Tadi saya habis dari kamar mandi, jadi tidak bukain pintu."

"Tidak apa-apa, Bi. Lagian pintunya tidak di kunci. Oh iya dimana Clara? Kenapa saya panggil dia tidak ada sahutan?"

"Mungkin sedang tidur, Tuan. Tapi Non Clara ada di kamarnya kok."

"Baiklah. Saya permisi ke kamar dulu, Bi." Ucap Elvan dengan ramah.

"Silakan, Tuan."

Bi Ijah sangat senang dengan majikannya yang menurutnya sangat baik. Walaupun terkadang Clara sedikit judes.

Saat ini Elvan sudah berada di kamar. Dia melihat istrinya yang sedang tidur. Elvan mendekat, sejenak dia memandang wajah istri tercintanya.

"Sepertinya kamu kelelahan, sayang. Aku tidak akan memaksamu untuk bangun," sejenak dia mengecup singkat kening istrinya.

Bagaimana tidak terlihat lelah, jika seharian ini Clara menghabiskan waktu bersama Kenan. Tentu itu tanpa sepengetahuan Elvan sang suami.

Elvan mulai melepaskan pakaian yang dia kenakan. Lalu melilitkan handuk ke tubuhnya. Sebelum dia pergi mandi, terlebih dahulu mengambil pakaiam ganti dari dalam lemari. Lalu menaruh pakaian itu ke atas sofa.

Elvan itu memanglah lelaki yang sempurna. Tampan, kaya, baik, sayang istri, dan dia masuk kategori suami idaman semua wanita. Namun Clara seolah meremehkan kesetiaan dan kebaikan suaminya. Mungkin karena dia yang selalu di manja oleh suaminya, sehingga dia berpikir jika dia melakukan kesalahan pun, suaminya masih mau memaafkannya.

Elvan yang baru selesai mandi, dia melihat istrinya yang masih tertidur. Elvan akan menunggu sampai beberapa saat. Jika saja satu jam ke depan istrinya tidak juga bangun, terpaksa dia akan membangunkannya.

Elvan memilih untuk keluar dari kamar. Dia pergi ke dapur untuk melihat menu apa yang Bi Ijah masak.

"Hm ternyata enak juga menu makan malamnya," gumam Elvan, namun masih terdengar oleh Bi Ijah yang baru muncul dari dapur.

"Iya dong, Tuan. Masakan Bibi semua nih. Tuan mau makan sekarang?"

"Sebenarnya sih ingin, tapi nanti saja deh nungguin istri saya bangun."

Elvan memilih pergi ke ruang keluarga. Dia akan bersantai sambil menonton televisi.

°°°°°°

Pagi ini Elvan tampak sibuk memasukkan beberapa pakaian yang dia perlukan. Karena nanti siang akan pergi ke luar kota untuk mengurus bisnisnya.

"Mau kemana?" Clara yang baru keluar dari kamar mandi, dia bertanya kepada suaminya.

"Kebetulan nanti siang aku mau pergi karena ada urusan bisnis. Tidak apa-apa kan kamu di tinggal?"

"Tidak apa-apa, Mas."

Clara yang sudah selesai mengobrol dengan suaminya, langsung saja dia mengambill ponsel miliknya yang ada di atas nakas. Tanpa sepengetahuan suaminya, dia mengirim pesan ke nomor seseorang yang tak lain adalah Kenan. Setelah mengirim pesan, dia menghapus semua pesan itu agar tidak ketahuan oleh suaminya.

Clara mendekati suaminya yang sedang membereskan pakaian.

"Mas, biar aku bantu ya," ucap Clara.

Elvan sedikit merasa heran, karena tidak biasanya istrinya itu membantunya.

"Boleh," ucapnya.

Sesekali Elvan menatap istrinya yang ada di dekatnya.

"Kenapa lihatin aku?" tanya Clara.

"Kamu cantik sekali," ucap Elvan.

"Terima kasih, Mas Elvan juga sangat tampan," Clara kembali memuji suaminya.

"Sayang, karena hari ini Mas mau pergi, bolehkah Mas meminta jatah? Kita sudah beberapa hari ini tidak melakukannya loh."

"Boleh," ucapnya.

Padahal beberapa hari ini Clara selalu menolak jika Elvan mengajaknya berhubungan. Namun kali ini entah kenapa dia mau. Tentu Elvan sangat senang karena istrinya tidak menolak seperti sebelum-sebelumnya.

Setelah mengemasi pakaian, Elvan langsung mengajak istrinya naik ke atas tempat tidur. Di pagi yang masih terasa dingin ini, di kamar itu suasana mendadak panas karena aktivitas keduanya. Beberapa kali Clara menge*rang menikmati percintaan mereka. Apalagi dia yang memimpin permainan. Karena dia kurang suka jika suaminya yang berada di atas. Menurutnya suaminya itu tidak selihai Kenan.

Satu jam sudah keduanya saling memadu kasih menyalurkan hasrat mereka. Elvan merasa puas karena istrinya mampu memuaskannya.

"Sayang, aku beruntung sekali loh memiliki istri seperti kamu," ucap Elvan kepada istrinya yang sedang berbaring membelakanginya. Dia mengusap pucuk kepalanya.

Elvan berbicara ini itu, namun belum ada sahutan dari istrinya. Elvan menatap wajah istrinya yang sedang berbaring membelakanginya. Ternyata istrinya sudah tertidur. Mungkin karena kecapean jadi tertidur lebih cepat.

"Terima kasih, sayang." Elvan mengecup singkat kening istrinya. Lalu dia kembali membaringkan tubuhnya di samping istrinya.

Beberapa jam kemudian Elvan terlebih dahulu bangun dari tidurnya. Dia melirik jam dinding yang ada di kamarnya. Ternyata sudah pukul sepuluh. Elvan memutuskan untuk bangun dan membersihkan dirinya.

°°°°

Saat ini Elvan sudah berada di perjalanan menuju ke luar kota. Kebetulan dia berangkat berdua dengan Reno sang asisten. Di tengah perjalanan itu, tiba-tiba dia merasa sangat merindukan istrinya. Jadi dia memutuskan untuk menghubungi istrinya. Namun istrinya tidak langsung mengangkat panggilan itu. Setelah tiga kali mencoba, akhirnya istrinya mengangkat juga panggilan telepon itu.

"Hallo, ada apa sih?" tanya Clara dari seberang sana, dan suaranya terlihat tak beraturan.

"Kamu habis ngapain sayang? Kok suara kamu seperti sedang kelelahan?"

"Tadi aku habis jalan santai keliling kompleks, Mas." ucapnya berbohong.

"Bagus itu untuk kesehatan. Tapi ya jangan sampai kecapean juga," ujar Elvan menasehati.

"Tidak ahhh ... " Clara sedikit mende*sahkan suaranya, karena Kenan yang berada di bawahnya, menggerakan badannya.

"Sayang, kamu kenapa?"

"Tidak kok, tadi hanya ada kecoa. Aku takut, Mas. Aku matiin dulu ya teleponnya, karena aku mau memanggil Bibi."

"Baik, sayang."

Reno melirik Elvan yang duduk di sebelahnya.

"Bro, kamu tidak curiga sama istrimu. Takutnya dia berbuat macam-macam di belakang kamu loh," kata Reno.

"Aku tidak curiga kok. Lagian istriku itu baik loh. Dia juga tidak mungkin berbuat hal-hal yang negatif."

"Ya aku hanya mengingatkan saja. Punya istri secantik itu, kamu harus berhati-hati. Apalagi profesinya sebagai model. Pasti banyak lelaki di luar sana yang terpikat hanya dengan melihat lekuk tubuhnya."

"Aku percaya kok sama istriku. Dia tidak mungkin berbuat seperti itu."

Reno tak lagi berbicara apa pun. Dia kembali fokus mengemudi.

Elvan mengingat saat foto pernikahannya dan istrinya yang tiba-tiba terjatuh.

"Ren," Elvan memanggil Reno yang terlihat fokus menatap pandangannya ke depan.

"Ada apa?" Reno sedikit menoleh ke samping.

"Kalau foto pernikahan yang tiba-tiba jatuh, tanpa tersentuh atau tidak ada angin, apa itu pertanda buruk?"

"Kalau kata orang jaman dulu sih iya, memangnya kenapa?"

"Ah tidak, aku hanya asal tanya saja," jawabnya.

Tiba-tiba pikiran Elvan berkelana entah kemana. Dia takut jika ada sesuatu yang buruk dengan pernikahannya.

Episode.3

Elvan sengaja pulang dari luar kota tanpa memberikan kabar dulu kepada istrinya. Niatnya dia ingin memberikan kejutan kepada istrinya.

Saat ini Elvan baru sampai di depan rumah. Padahal saat ini tengah malam, namun dia rela pulang hari ini juga. Padahal sebelumnya dia sudah memberitahukan istrinya jika dia akan pulang besoknya.

Tok tok

Elvan mengetuk pintu rumahnya. Cukup lama dia menunggu. Mungkin saja penghuni rumah masih tertidur pulas. Karena ini salahnya dia juga yang pulang tengah malam.

Elvan memutuskan untuk menghubungi nomor istrinya. Namun ternyata nomor istrinya tidak aktif. Lalu dia menghubungi telepon rumahnya.

Tak lama menunggu, akhirnya ada yang mengangkatnya juga. Ternyata itu Bi Ijah. Bi Ijah langsung saja membukakan pintu untuk majikannya.

‘’Maaf, Tuan. Sudah menunggu lama ya?’’ Bi IJah bertanya kepada Alan.

‘’Belum kok, Bi. Saya juga baru sampai.’’

‘’Silakan masuk, Tuan!’’ ucap Bi Ijah dengan ramah.

Elvan melangkah masuk ke dalam rumah. Bi Ijah menawarkan untuk membawakan kopernya, namun Elvan melarangnya. Lagian dia masih bisa membawa kopernya sendiri.

‘’Bi, Apa istri saya masih tidur?’’

‘’Maaf, Tuan. Non Clara tidak ada di rumah.’’

‘’Bagaimana bisa? Apa dia ada pemotretan di luar kota, sehingga harus menginap?’’

‘’Saya tidak tahu, Tuan. Non Clara tidak bicara apa-apa saat pergi.’’

Elvan memijat pelipisnya yang tak sakit.

‘’Baiklah, Bibi boleh kembali beristirahat.’’

‘’Tapi, apakah tuan tidak mau saya buatkan makan atau minum?’’

‘’Tidak usah, nanti saya bisa buat sendiri kalau mau,’’ jawabnya.

Bi IJah segera kembali ke kamarnya. Begitu juga dengan Elvan yang segera pergi ke kamarnya.

Elvan yang sudah berada di dalam kamar, dia membuka tasnya, lalu mengambil sebuah kotak cincin. Sebenarnya dia sengaja menyiapkan hadiah itu. Sebuah cincin permata untuk istrinya. Namun ternyata semuanya tidak seperti yang dia pikirkan. Tadinya dia ingin menyematkan cincin itu ke jari istrinya yang sedang tidur. Tapi yang ada di kamar itu terlihat sunyi tidak ada siapa pun. Elvan tidak tahu dimana keberadaan istrinya sekarang.

‘Berasa seperti lelaki single saja, pulang-pulang tidak ada yang menyambut,’ batin Elvan.

Bukan hanya tidak ada yang menyambut, namun tidak ada yang melayani. Sudah biasa itu Elvan lalui setiap harinya. Memang dulu ibunya tidak merestui hubungannya dengan Clara. Namun dia bisa meyakinkannya sehingga ibunya merestui hubungannya.

Elvan melepaskan kemeja yang dia kenakan. Dia langsung saja pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Karena dia tidak akan bisa tidur dalam keadaan berkeringat seperti itu.

Hanya lima belas menit dia berada di kamar mandi. Sekarang dia sudah selesai membersihkan dirinya.

Rasanya begitu lelah dan membutuhkan pijatan. Namun tidak ada yang bisa membantu memijatnya. Akhirnya Elvan memutuskan untuk tidur saja. Mungkin dengan di bawa tidur, rasa lelahnya itu akan hilang.

Beberapa jam kemudian.

Sudah pukul sepuluh pagi namun Elvan masih terlelap dalam tidurnya. Mungkin karena efek kecapean jadi dia bisa kesiangan seperti itu.

Tring tring

Elvan terusik saat mendengar ponselnya berdering. Dia mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Ternyata asistennya yang menghubunginya.

‘’Halo, ada apa?’’

‘’Bro, sudah jam sepuluh nih, tapi kok belum berangkat juga?’’

‘’Baru bangun nih, cape sekali rasanya.’’

‘’Baikkah, selamat beristirahat. Pasti saat ini sedang di peluk oleh istrinya nih sampai-sampai tidak mau bangun.’’

‘’Kamu tahu saja,’’ ucap Elvan dengan sedikit tersenyum. Andai saja apa yang di katakan oleh Reno itu benar, pasti dia akan merasa senang sekali. Namun nyatanya semua itu tidak benar.

Hanya sebentar mereka berteleponan, kini keduanya telah menyudahinya.

Elvan kembali meletakan ponselnya ke atas nakas. Dia yang akan kembali berbaring, kini mengurungkan niatnya saat melihat pintu kamarnya terbuka. Ternyata yang datang itu istrinya.

‘’Sayang, kamu dari mana saja?’’ tanya Elvan sambil menatap ke arah istrinya.

Clara terlihat terkejut, namun dia buru-buru merubah ekspresi wajahnya agar suaminya tidak mencurigainya.

‘’Aku habis menginap di rumah Mamah,’’ jawabnya.

‘’Kok kamu tidak izin dulu sama aku?’’ Elvan sedikit tak suka karena istrinya seolah menganggap keberadaannya itu tak ada. Bahkan hanya untuk berpamitan saja tidak. Namun karena dia tidak mau ada masalah dengan istrinya, dia mencoba untuk mengesampingkan perasaan itu.

‘’Maaf, Mas. Aku lupa,’’ ucap Clara sambil menundukkan pandangannya seolah memperlihatkan penyesalannya.

‘’Baiklah, untuk kali ini Mas memaklumi, tapi untuk lain kali kalau mau kemana-mana harus berpamitan dulu ya,’’ pinta Elvan.

Clara sudah mengira jika suaminya pasti akan memaafkannya. Sekarang dia merasa lega, karena tidak harus mencari-cari alasan lain. Karena suaminya juga tidak bertanya apa pun lagi.

.....

Pagi ini Elvan pergi ke kantor dengan terburu-buru, karena pagi ini dia ada meeting pagi. Sebenarnya jika dia ingat kalau ada meeting, pasti dia akan berangkat lebih pagi. Namun nyatanya dia lupa. Jika saja Reno tidak meneleponnya, pasti dia tidak akan langsung berangkat

Bi Ijah berlari kecil keluar rumah. Untung saja Elvan belum pergi.

‘’Tuan, tunggu! Ini saya menyiapkan bekal karena tuan belum sempat sarapan,’’ ucap Bi Ijah sambil berjalan mendekati mobil Elvan.

‘’Terima kasih, Bi. Bibi sangat perhatian sama saya. Padahal seharusnya istri saya yang menyiapkan semuanya.’’

‘’Sama-sama, Tuan.’’

Setelah Elvan menerima bekal kotak makan itu, dia segera mengemudikan mobilnya menuju ke kantor.

Hanya tiga puluh menit perjalanan, kini dia sudah sampai di kantor. Elvan bergegas pergi memasuki kantor setelah dia turun dari mobil.

Sesampainya di ruangannya, ternyata Reno sedang duduk di kursi menunggu kedatangannya. Reno mengernyitkan keningnya saat melihat penampilan Elvan yang terlihat berantakan. Ditambah lagi Elvan yang membawa bekal dari rumah. Sungguh tidak seperti Elvan yang biasanya.

‘’Bro, kenapa penampilan hari ini terlihat berantakan? Lalu kenapa pakai bawa kotak makan segala? Jangan-jangan belum mandi juga nih.’’

‘’Enak saja, kalau mandi ya sudah. Kalau makan ya belum. Salah siapa coba tadi telepon suruh berangkat cepat-cepat.’’

‘’Hehe ... tapi kan kita sebentar lagi memang harus pergi bertemu klien. Sebentar-sebentar, aku mau memanggil office girl,’’ Reno memegang telepon kantor yang ada di atas meja. Lalu dia menghubungi bagian office girl dan meminta salah satu karyawannya untuk segera datang ke ruangan itu.

Tak lama, Elvan dan Reno mendengar ada yang mengetuk pintu ruangan itu. Reno membukakan pintu ruangan itu. Dia melihat Rania berdiri di depan pintu.

‘Wah untung saja dia yang datang,’ batin Reno sambil menyunggingkan sedikit senyumannya.

‘’Apa Pak Reno yang memanggil saya?’’ tanya Rania.

‘’Benar, mari ikut saya!’’ pintanya.

Rania mengikuti Reno hingga kini dia berdiri di depan meja kerja Elvan.

‘’Cepat pasangkan dasinya, terus rapikan rambutnya yang berantakan,’’ ucap Reo kepada Rania, sambil menunjuk Elvan.

‘’Eh apa-apaan ini?’’ Aku tidak minta kamu panggil office girl untuk mengurusku. Aku bisa mengurus diri sendiri,’ ucap Elvan.

‘’Sudahlah, menurut saja,’’ pinta Reno.

‘’Tapi, Pak. Saya tidak bisa,’’ ucap Rania.

‘’Menurutlah! Dia tidak akan marah kok,’’ ucap Reno.

Rania masih berdiri di tempatnya, tanpa menuruti permintaan Reno.

‘’Maaf, Pak. Jika tidak ada hal lain yang harus saya lakukan, lebih baik saya pergi saja. Lagian saya tidak mau menyentuh atasan saya tanpa persetujuannya.’’

‘’Menyentuh? Saya ini hanya menyuruh kamu untuk merapikan dasi dan rambutnya saja yang berantakan. Bukan menyentuh yang lain,’’ kata Reno.

‘’Tetap saja, Pak. Jika saya melakukan itu saya lancang. Kalau begitu saya permisi dulu,’’ setelah mengatakan itu, dia pergi dari ruangan itu.

Elvan tertawa sambil menatap asistennya.

‘’Makannya jangan mengerjai anak gadis orang. Tidak nurut kan dia,’’ ucap Elvan.

‘’Tadinya kan mau mendekatkanmu sama dia.’’

‘’Kamu saja tuh yang dekati dia, lagian aku ini sudah punya istri,’’ Elvan tak habis pikir dengan pemikiran Reno.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!