NovelToon NovelToon

TAKDIR

Part 1 KECELAKAAN

Suara decitan mobil terdengar begitu nyaring saat Bima dengan penuh tenaga menginjak rem mobil karena terkejut melihat seseorang yang tiba-tiba melintas di depan mobilnya. Beruntung, saat itu Bima sedang mengendarai mobilnya dengan santai.

Namun, karena jarak mobil yang terlalu dekat, seseorang yang melintas di depan mobilnya itu pun tertabrak mobil yang dikendarai Bima, hingga tubuhnya terlempar ke tengah jalan.

Beruntung, jalan yang dilalui oleh Bima bukan jalanan ramai. Bahkan saat kecelakaan terjadi, tidak ada satu pun kendaraan yang lewat. Namun, tidak sampai lima menit setelah kecelakaan, beberapa mobil melintas dan berhenti untuk melakukan pertolongan saat melihat seseorang tergeletak di tengah jalan.

Bima bergegas keluar dari mobil setelah tersadar dari keterkejutannya. Pria itu langsung mendekati seseorang yang tergeletak dengan darah yang mengalir dari kepalanya.

Empat orang keluar dari mobil, kemudian membantu Bima menggotong tubuh perempuan yang tergeletak di tengah jalan itu masuk ke dalam mobil Bima. Setelah mengucapkan terima kasih pada empat orang yang menolongnya, Bima segera masuk ke dalam mobil. Kemudian, langsung tancap gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit terdekat.

Laki-laki itu terlihat sangat panik saat melihat keadaan perempuan yang tidak sengaja ditabraknya itu. Ada rasa takut yang perlahan mengalir ke hatinya. Bima sangat cemas melihat keadaan perempuan yang kini terbaring tak sadarkan diri di kursi belakang mobilnya.

Setelah beberapa menit, mobil itu sampai di depan rumah sakit. Bima bergegas keluar dari mobil, membuka pintu belakang kemudian, meraih tubuh perempuan itu dengan pelan dan menggendongnya.

Laki-laki berwajah tampan dan bertubuh kekar itu berlari masuk ke dalam rumah sakit sambil menggendong perempuan cantik berwajah pucat dengan darah mengalir dari kepalanya itu sambil berteriak minta tolong.

Beberapa petugas rumah sakit berlari mendorong brankar mendekati Bima setelah mendengar teriakan pria itu.

Bima menggusar rambutnya dengan kasar. Laki-laki itu meringis saat tangannya tak sengaja menyentuh keningnya. Laki-laki itu baru menyadari kalau keningnya ternyata terluka. Keningnya membentur kaca dengan keras saat dirinya menginjak rem dengan mendadak.

Seorang perawat perempuan mendekati Bima. Perempuan berwajah cantik itu tersenyum sambil menunjuk luka memar dan bengkak pada kening Bima.

"Bapak terluka. Mari ikut saya, biar saya obati luka Bapak." Suster cantik itu tersenyum ramah.

"Saya tidak apa-apa, Suster. Hanya luka memar saja, nanti juga sembuh."

"Tapi tetap harus diobati Pak," ujar perempuan itu. Kalau tidak segera diobati, luka Bapak bisa infeksi," jelas suster cantik itu tanpa memudarkan senyum di wajahnya.

Tidak ingin berdebat, Bima pun menganggukkan kepala, menyetujui ucapan perempuan itu.

Sang perawat tersenyum, kemudian menyuruh Bima mengikutinya ke dalam ruangan. Bima menurut, laki-laki itu mengikuti wanita itu dari belakang.

***

Bima kembali menunggu di depan ruangan IGD setelah beberapa menit lalu seorang perawat membantu mengobati lukanya. Sementara itu, perempuan yang ditabraknya itu sampai sekarang belum juga keluar dari ruang IGD, hingga membuat hati Bima semakin cemas.

Laki-laki itu meraih ponselnya, mencoba menelepon Aldrian. Berharap, laki-laki itu bisa segera ke rumah sakit untuk menemaninya sekarang. Bima benar-benar merasa panik. Apalagi, saat ini keadaan hatinya sedang tidak baik-baik saja.

Di tempat lain, Aldrian menghentikan mobilnya di pinggir jalan saat ponsel di saku kemejanya berbunyi.

"Ada apa?" ucap Aldrian setelah mengangkat panggilan teleponnya.

"Cepat datang ke rumah sakit Harmoni, aku menunggumu!" Suara Bima terdengar bergetar. Sementara Aldrian sangat terkejut mendengar ucapan Bima.

"Rumah sakit?" Aldrian tampak terkejut.

"Apa yang terjadi? Kenapa kamu ada di rumah sakit?" Suara Aldrian terdengar panik. Pikirannya sudah membayangkan yang tidak-tidak. Apalagi, Aldrian sangat tahu kalau saat ini Bima sedang tidak baik-baik saja.

Laki-laki itu baru saja ditinggalkan oleh orang yang sangat dicintainya. Pikirannya sangat kacau karena menghadapi kenyataan kalau orang yang sangat dicintainya meninggalkan dia dan memilih pergi berobat ke luar negeri bersama pria lain.

Bodohnya aku. Seharusnya aku mengikuti dia dan mengantarkannya sampai pulang ke rumah.

Aldrian merutuki kebodohannya. Seharusnya tadi ia mengikuti mobil Bima dari belakang. Seharusnya ia tidak membiarkan Bima pulang sendirian dalam keadaan kacau.

Kepergian Renata adalah pukulan berat bagi Bima. Di saat laki-laki itu mulai mencintai Renata, perempuan itu justru pergi meninggalkannya.

"Aldrian!" Suara Bima kembali menyadarkan Aldrian.

"Apa yang terjadi sama kamu, Bima. Kenapa kamu ada di rumah sakit? Kamu tidak apa-apa bukan?"

"Aku menabrak seseorang."

"Apa?"

*

*

*

Haloooo ... Author datang lagi bawa cerita Bima dan Renata nih! Buat kalian yang penasaran gimana kisah mereka selanjutnya, yuk ikuti terus kisah mereka berdua.

Part 2 RUMAH SAKIT

Setelah mematikan ponselnya, Aldrian bergegas melajukan mobilnya berbalik arah menuju rumah sakit yang disebutkan oleh Bima. Pria itu sangat khawatir saat Bima mengatakan kalau dia sudah menabrak seseorang.

Semoga saja tidak terjadi apa-apa pada Bima dan orang yang ditabraknya.

Aldrian mengendarai mobilnya dengan cepat. Laki-laki itu benar-benar sangat mengkhawatirkan Bima.

Sementara itu, di rumah sakit Harmoni, perempuan yang ditabrak oleh Bima baru saja keluar dari ruang IGD. Beberapa perawat mendorong brankar, mereka memindahkan gadis itu ke ruang rawat inap.

Bima mengikuti langkah para perawat itu dengan hati masih diliputi rasa panik. Dokter baru saja mengatakan kalau perempuan yang ia tabrak itu baik-baik saja. Benturan yang terjadi akibat tabrakan tidak terlalu parah. Oleh karena itu, perempuan itu langsung dipindahkan ke ruang rawat inap.

Beberapa orang perawat sudah membaringkan tubuh gadis itu di atas ranjang rumah sakit. Bima meminta mereka memindahkan wanita itu ke ruang VVIP. Bima ingin, wanita yang ditabraknya itu mendapatkan perawatan dan pelayanan yang bagus dari rumah sakit.

Beberapa saat kemudian, ponsel Bima berbunyi. Laki-laki itu dengan cepat mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya.

"Kamu di mana? Aku sudah sampai di depan rumah sakit." Suara Aldrian terdengar di ujung telepon.

"Aku ada di ruang rawat inap." Bima menjelaskan posisinya saat ini. Sementara itu, Aldrian mengangguk paham di balik telepon.

Bima menutup panggilan teleponnya. Pria itu menatap ke arah ranjang pasien. Kemudian, melangkah mendekati perempuan yang terbaring tak sadarkan diri si sana.

Di kepala perempuan itu terdapat luka perban. Kepalanya terluka karena menyentuh aspal jalanan. Sedangkan di beberapa bagian tubuhnya terdapat luka lecet dan memar yang sudah terlihat membiru.

Bima mengembuskan napas berat. Iris matanya memindai wajah gadis cantik yang terlihat pucat di depannya itu.

"Maafkan aku. Aku tidak benar-benar tidak sengaja menabrakmu. Aku ...." Bima tidak melanjutkan ucapannya. Tangannya terulur membelai wajah cantik gadis itu.

Kenapa tiba-tiba kamu melintas di depanku? Aku bahkan tidak melihat sama sekali dari mana kamu datang.

Bima mencoba mengingat-ingat kejadian beberapa jam lalu. Saat itu dirinya mengemudikan mobil dengan kekuatan sedang. Bima mengendarai mobilnya pelan karena dirinya sedang tidak fokus mengemudi.

Tidak disangka, takdir malah mempertemukannya dengan seorang perempuan yang tiba-tiba melintas di depan mobilnya.

Bima menoleh saat mendengar suara seseorang mengetuk pintu ruangan. Belum sempat laki-laki itu membuka pintu, wajah Aldrian muncul di sana.

"Bima."

"Aldrian."

Bima menyambut kedatangan Aldrian dengan hati lega. Pria itu bersyukur, saudara sepupunya itu akhirnya sampai di rumah sakit.

"Apa yang terjadi?" Aldrian langsung memberondong Bima dengan pertanyaan.

"Kenapa kamu bisa menabrak orang?" Aldrian mendekati ranjang, tatapannya beralih pada seorang perempuan yang kini terbaring di atas ranjang.

"Perempuan itu tiba-tiba melintas di hadapanku tanpa tahu dari mana datangnya."

Aldrian berdecak sebal mendengar alasan yang keluar dari mulut Bima.

"Kalau kamu fokus menyetir, kejadian ini pasti tidak akan terjadi." Aldrian menatap Bima yang langsung tertunduk mendengar ucapannya.

Wajah tampan pria itu berubah murung. Bima akui, dirinya saat itu memang sedang tidak fokus menyetir. Bayangan Renata pergi bersama Devan beberapa jam yang lalu membuat separuh jiwa pria itu ikut menghilang.

Rasa sakit juga kehilangan seseorang yang dicintainya membuat kesadarannya berkurang.

"Setelah apa yang terjadi padaku hari ini, apa menurutmu aku masih bisa fokus?" Bima mengembuskan napas berat. Pria itu menggusar rambutnya dengan kasar.

Beberapa hari ini adalah hari yang sangat berat bagi Bima. Ditambah lagi dengan insiden kecelakaan yang mengakibatkan seseorang terluka. Sungguh benar-benar hari yang sangat melelahkan!

Mendengar hembusan napas frustasi Bima, Aldrian ikut menghela napas panjang. Pria itu menatap Bima yang terlihat berantakan. Aldrian ikut merasa prihatin dengan keadaan yang menimpa sepupunya itu.

"Aku yang salah. Seharusnya aku mengajakmu pulang bersamaku, bukannya malah membiarkanmu pulang sendirian."

"Aku tahu, kepergian Renata menyisakan luka yang teramat dalam di hatimu. Tapi, hidup terus berjalan, Bim. Kamu harus kembali menata hatimu dengan membuka lembaran baru," ucap Aldrian memberikan nasihat.

"Bukan hanya kamu saja yang terluka. Renata pun lebih terluka lagi dibandingkan kamu. Dia memilih pergi darimu karena tidak sanggup merasakan sakit setiap kali melihatmu."

"Tapi ... Renata dengan tegar menghadapi semuanya. Dia lebih memilih meninggalkan kamu dan menata lembaran baru bersama Devan," lanjut Aldrian lagi.

"Apa Renata benar-benar jatuh cinta pada Devan?" Bima menatap Aldrian dengan menahan rasa sakit di hatinya.

"Kalau soal itu, hanya Renata sendiri yang tahu jawabannya, Bim." Aldrian menepuk bahu Bima. Menatap manik mata pria di depannya yang kini terlihat berkaca-kaca.

"Rasanya sangat sakit, Al. Sungguh sangat sakit!" Bima mengepalkan tangannya erat.

"Kenapa cinta itu harus datang terlambat? Kenapa cinta itu datang saat dia sudah pergi dariku?" Bima menitikkan air matanya. Kedua tangannya meremas rambutnya kuat-kuat.

Sementara itu, Aldrian hanya menatap iba. Merasa prihatin dengan nasib yang menimpa saudaranya itu.

"Masalahmu dengan Renata sebaiknya kamu simpan dulu. Sekarang, kamu harus fokus menghadapi masalahmu dengan perempuan itu." Aldrian menunjuk perempuan cantik yang masih tidak sadarkan diri di atas ranjang pasien.

Kepalanya berbalut perban, sementara pada tangan kirinya terdapat jarum yang menghubungkan selang cairan infus.

Bima menatap lekat wajah perempuan itu. Berharap, semoga tidak ada luka serius yang diderita oleh gadis itu.

Maafkan aku, aku benar-benar tidak sengaja.

"Gadis ini lumayan cantik. Kamu bisa berkenalan dengannya saat dia sadar nanti," celetuk Aldrian membuat Bima yang mendengarnya berdecak sebal.

Part 3 BERAPA MEREKA MEMBAYARMU?

Bima menatap gadis cantik berwajah pucat yang kini masih terbaring di atas ranjang pasien. Pria itu menghela napas panjang, tatapannya tak lepas dari wajah perempuan itu.

'Kenapa dia belum sadar juga? Padahal, sudah dari kemarin dia tidak sadarkan diri. Semoga saja apa yang dikatakan oleh dokter benar. Kalau tidak, aku tidak tahu apa yang terjadi nanti.'

"Huuuhhh!" Hembusan napas panjang terdengar dari mulut pria berwajah tampan itu. Ia sungguh tidak menyangka kalau nasibnya akan buruk seperti ini. Sudahlah ditinggal mantan istri, menabrak orang pula. Rasanya, nasib baik memang belum berpihak padanya.

'Kenapa nasibku sial sekali? Sudahlah ditinggal Renata, sekarang malah nabrak orang!'

Bima memindai wajah cantik itu. Meskipun wajahnya terlihat pucat, tetapi tidak bisa menyembunyikan kecantikannya. Benar kata Aldrian. Perempuan itu memang sangat cantik. Namun, bukan itu yang membuat Bima penasaran. Biar bagaimanapun, Renata adalah gadis tercantik yang kini sangat dicintai oleh Bima. Bagi Bima, tidak ada perempuan lain yang lebih cantik dari Renata.

'Semoga kamu baik-baik saja.' Tangan Bima terulur mengusap kepala gadis cantik itu.

Bima tidak bisa menghubungi keluarga perempuan itu karena tidak ada satupun petunjuk. Wanita itu tidak membawa apa pun. Tidak ada kartu identitas atau pun ponsel yang tertinggal di lokasi kejadian. Perempuan itu tidak membawa tas seperti wanita lain pada umumnya. Namun, jika dilihat dari baju yang melekat pada tubuh perempuan itu saat kecelakaan terjadi, sepertinya dia baru saja menghadiri sebuah pesta.

'Siapa kamu sebenarnya? Apa kamu memang sengaja ingin bunuh diri, karena itu tiba-tiba kamu melintas di depan mobilku?'

'Seandainya benar, setelah kamu sadar, aku pasti akan membuat perhitungan denganmu!'

Bima tiba-tiba merasa kesal saat membayangkan seandainya perempuan yang terbaring lemah di atas ranjang pasien itu memang berbuat sesuatu seperti yang saat ini ada dalam pikirannya.

Bima baru saja ingin bangkit dari duduknya, tetapi, pria itu mengurungkan niatnya saat netranya menangkap pergerakan tangan gadis cantik berwajah pucat di depannya.

Pria berwajah tampan itu bergegas menekan tombol untuk memanggil petugas medis. Tak lama kemudian, seorang dokter dan perawat datang ke dalam ruangan itu.

Bima langsung menyingkir dari hadapan gadis itu saat seorang dokter mendekatinya dan segera memeriksa kondisi wanita yang ditabraknya itu.

Beberapa saat kemudian, dokter dan dua orang perawat itu keluar ruangan setelah mereka selesai memeriksa kondisi pasien. Sang dokter menjelaskan pada Bima kalau kondisi perempuan itu baik-baik saja.

Mendengar penjelasan sang dokter, Bima menarik napas lega. Laki-laki itu tersenyum, berterima kasih pada dokter muda yang memeriksa kondisi wanita itu.

Bima menaikkan alisnya saat melihat melihat gadis cantik yang ditabraknya itu ternyata sedang duduk sambil menyilangkan tangannya di depan dada. Beberapa saat yang lalu, wanita itu terbaring lemah di atas ranjang. Namun, beberapa menit setelah dokter memeriksa kondisinya, tiba-tiba gadis itu sudah duduk dengan tatapan mata tajam yang mengarah padanya.

"Kamu sudah–"

"Tidak usah basa-basi!" tukas wanita itu dengan cepat, membuat Bima tersentak.

"Katakan padaku, berapa mereka membayarmu untuk melenyapkanku!"

"Apa?" Bima sangat terkejut mendengar ucapan gadis cantik yang baru tersadar beberapa menit lalu.

"Tidak usah sok polos! Berapa mereka membayarmu untuk melenyapkan aku?" Gadis itu kembali berteriak. Kedua matanya menatap tajam ke arah Bima. Sementara kedua tangannya berganti posisi. Kedua tangan mungil gadis itu terkepal. Rahangnya mengeras, sedangkan sorot matanya tajam penuh kemarahan.

"Aku tidak mengerti maksud kata-katamu, Nona!" Bima pun berucap dengan tegas. Kedua netra cokelatnya yang tadinya memancarkan rasa bersalah dan penyesalan karena telah menabrak gadis itu kini berganti dengan tatapan kesal.

Bima sungguh kesal dengan sikap perempuan di depannya itu.

"Tidak usah berpura-pura! Aku tahu kalau kamu itu adalah orang suruhan pamanku bukan? Kamu ditugaskan oleh orang tidak tahu malu itu untuk melenyapkan aku karena aku tidak mau menikah dengan bajingan tua itu?"

Bima kembali terkejut. Amarahnya naik mendengar gadis itu kembali memarahinya.

"Jaga ucapanmu, Nona! Aku–"

"Apa? Kamu mau mengelak? Aku sangat tahu pria seperti apa dirimu!" Gadis itu menatap tajam ke arah Bima. Kedua matanya yang bulat dengan bulu mata lentik itu bergerak-gerak memindai wajah tampan Bima yang masih tampak terkejut.

"Dengar baik-baik! Kalau pun kamu membunuhku sekarang, aku tidak akan takut! Aku lebih baik mati daripada aku harus menikah dengan bajingan tua yang telah dipilih oleh pamanku!"

*

*

Maaf baru update teman-teman 🙏🙏🙏

Baca juga novel karya temen aku yuk! Pasti bakal ketagihan deh!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!