Ray Frinson seorang pelajar SMA memasuki tahun kedua, ia seorang pria dengan penampilan yang sederhana dan hampir tidak memiliki bakat dalam bidang akademi ataupun olahraga. Walaupun begitu ia tetap menjalani kehidupan yang menurutnya tidak adil.
Tahun ajaran baru dimulai, dimana Ray yang sekarang sudah menjadi murid tingkat kedua di SMA Parden.
“Ding…ding…ding, diharapkan untuk semua siswa-siswi SMA Parden untuk berbaris di lapangan sekolah.” Bel sekolah yang menunjukkan pukul 08.00 pagi dimana akan dimulainya pembelajaran sekolah pada tahun ajaran baru 20XX.
“Ha... hu…” Ray yang menarik dan menghela nafas panjang. “Akhirnya aku sampai dengan tepat waktu” ujar Ray sambil melangkah kekerumunan siswa yang segera berbaris di lapangan sekolah.
Sesampainya di lapangan Ray yang masih kelelahan harus lagi mencari lokasi dimana dia berbaris bersama teman-teman sekelasnya.
“he…setelah berlari cukup jauh untuk sampai ke sekolah, aku juga harus mencari lokasi teman seangkatanku berbaris, hah… sangat menyebalkan mencari mereka diantara kerumunan yang banyak seperti ini?.” gumam Ray sambil menoleh ke kanan dan kiri mencari teman seangkatannya berada.
Dibalik kesibukan Ray mencari teman sekelasnya, ia sangat ingin istirahat sebentar akan tetapi Ray tidak dapat memenuhinya karena waktu yang sudah mepet sehingga ia langsung berbaris untuk mengikuti upacara pembukaan masuk sekolah pada tahun ajaran baru dan penerimaan siswa-siswi baru di SMA Parden.
Setelah 1 jam upacara berlangsung dengan disertai cuaca yang mulai panas, Ray pun mulai kehilangan kesadaran karena dehidrasi dan juga kelelahannya akibat perjalanan yang Ray tempuh ke sekolah membutuhkan waktu yang lama disertai dengan ia harus berjalan kaki ke sekolah.
‘Kepalaku terasa pusing?, aku… aku harus kuat.’ gumam Ray . Setelah beberapa menit kemudian Ray yang tidak tahan lagi berdiri harus tumbang yang membuat banyak siswa di sekitar melihat Ray.
“Pak… ada yang pingsan!.” teriak gadis yang berada dekat dengan Ray sambil mengangkat kedua tangan menandakan posisinya.
“ketua osis… cepat bawakan siswa yang pingsan itu ke UKS!.” panggil kepala sekolah dari depan, dan dengan cepat ketua osis bergegas lari dan menggendong Ray untuk dibawakan ke UKS agar mendapatkan perawat.
Sesampainya di UKS, Reka yang merupakan ketua osis menyerahkan Ray kepada Bu Retna agar dapat ditangani. Sebelum Reka meninggalkan ruang itu, Bu Retna meminta keterangan mengapa Ray bisa pingsan seperti ini. Reka yang tidak mengetahui apa- apa hanya menjelaskan sedikit kejadian di lapangan utama.
Dua jam berlalu setelah kejadian itu, Ray pun bangun dengan tubuh yang masih lemas ‘uh… ke…kenapa aku ada di UKS, bukannya tadi aku masih mengikuti upacara pembukaan sekolah yah?.’ Tanya Ray pada dirinya sendiri sambil memegang kepalanya untuk mengingat kejadian tadi.
Pengurus UKS yang merupakan seorang gadis cantik dan seksi bernama Ibu Retna datang menghampiri Ray yang sudah sadarkan diri dan dengan raut wajah kebingungan.
“Kamu mungkin bertanya-tanya mengapa kamu berada di tempat ini bukan ?” ujar bu Retna kepada Ray yang masih terduduk di atas ranjang. “Tadi kamu pingsan di lapangan saat kepala sekolah sedang menyampaikan pidato”.
Ray yang berusaha mengingat Akhirnya mengetahui kejadian tersebut.
“Ngomong-ngomong kenapa kamu bisa pingsan, padahal ini masih pagi dan biasanya tenaga para lelaki itu…?” ibu Retna menggantung kalimatnya dengan nada yang semakin tinggi untuk membuat Ray penasaran.
“Tenaga lelaki kenapa bu di pagi harI?.” Tanya Ray. Dengan tatapan genit dari bu Retna, ia mendekatkan tubuhnya secara perlahan kepada Ray, seketika itu Ray merasa canggung dengan wajah yang mulai memerah.
“Biasanya pria itu memiliki tenaga yang besar saat pagi hari untuk memberikan kepuasan kepada seorang wanita.” Ucap bu Retna sambil menyentuh manja wajah Ray dan membuatnya terdiam.
“Pu…puas?, a…aku harus masuk ke kelas agar aku tidak ketinggalan pelajaran.” Ucap Ray dengan raut wajah yang tidak dapat ditutupi karna pembicaraan mereka yang mulai melewati jalur kuning.
“Ha ha ha…” Tawa bu Retna yang sudah berhasil membuat Ray menunjukkan sisi kedewasaan nya. “Tenang saja aku tidak bermaksud untuk membuatmu canggung.” Ujar bu Retna dengan nada senang dan dengan ekspresi puas karena telah berhasil membuat Ray salah tingkah.
Ray yang sudah tenang kembali duduk ke posisi semula. “Ngomong-ngomong aku belum bertanya sesuatu padamu”. Ucap bu Retna sambil menyeduh 2 cangkir teh.
“Memang ibu mau bertanya apa?” Tanya Ray sambil membenarkan posisi duduknya.
“Jangan panggil saya ibu dong, aku masih muda loh dan umurku juga masih 20 tahunan.” Ucap bu Retna memasang wajah kesal.
“Ahhh… baik kak.” Ray langsung mengangguk karena memahami keadaan yang akan terjadi jika ia membicarakan tentang umur dihadapan wanita. ‘Ternyata benar wanita adalah spesies makhluk yang tidak boleh diungkit-ungkit ataupun dipertanyakan umurnya.’ Sambung batin Ray.
“Gitu dong…, kalau dipanggil seperti itukan jadi tambah adem dengarnya” Ucap bu Retna yang merasa puas dengan sebutan kepadanya. “Saya ingin bertanya , kenapa kamu bisa pingsan, padahal masih pagi.” sambil menyodorkan segelas teh kepada Ray yang masih terlihat lesu.
Ray yang sudah memegang secangkir teh, langsung meneguknya dengan habis karena tenggorokannya yang sudah sangat kering. “Sebenarnya saya pingsan karena saya berlari dari rumah ke sekolah dan itu membuat saya kelelahan.”
“Berlari?, mengapa kamu harus berlari untuk sampai ke sekolah, padahal banyak kendaraan umum yang biasanya digunakan para siswa untuk datang ke sekolah di pagi hari!.” Ucap bu Retna sambil meneguk secangkir teh yang ia genggam.
“Yahh… saya hanya ingin olahraga pagi saja bu untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mengembangkan otot-otot saya agar semakin kuat.”
Raut wajah Ray sangat jelas terlihat berbohong, akan tetapi bu Retna merupakan orang yang tidak mudah tertipu sehingga ia tidak mudah percaya dengan alasan murahan dari Ray.
“kejujuran adalah kunci kesuksesan seseorang dan juga kunci agar dapat dipercayai oleh orang lain” mendengar lontaran kalimat yang
diucapkan bu Retna, Ray terdiam dan kaku sejenak.
“Dalam keadaan seperti ini seseorang akan lebih baik mencurahkan masalahnya, karna setiap manusia adalah makhluk sosial yang berarti setiap manusia itu tidak dapat sendiri terutama menyelesaikan masalahnya sendiri bukan?.” Bu Retna semakin mendorong Ray agar ia dapat menjelaskan masalah yang sedang menimpanya.
Ray menggigit ujung bibirnya dan dengan mata yang mulai berlinang akhirnya ia menumpahkan semua yang ada di hatinya.
“Ke-kenapa aku terlahir seperti ini!, kenapa aku selalu dianggap seperti sampah oleh orang lain, apa karena aku berasal dari keluarga sederhana, aku… aku juga punya mimpi seperti mereka, aku ingin hidup normal, kenapa... kenapa… kenapa…!!” Air mata Ray yang menggenang akhirnya tertumpah, ia menunjukkan masalah yang dialaminya adalah masalah yang sama sekali tidak ada jalan keluarnya, dan sakit yang selama ini ia derita tidak akan ada obatnya.
Secara perlahan bu Retna mendekat untuk mendekap Ray dengan pelukan yang lembut dan mengelus kepala Ray seperti seorang Ibu yang merasakan apa yang dirasakan oleh anaknya.
“Tidak apa-apa, semuanya akan berubah, jangan pernah beranggapan bahwa Tuhan tidak memihak, dia akan selalu bersamamu. Ingat ini, walaupun dunia membenci mu, walaupun keadaan memaksamu untuk berhenti melangkah, jangan pernah berhenti berjuang. Teruslah maju Ray.”
Mendengar ucapan dari bu Retna, Ray akhirnya merasakan kedamaian sejenak dan menyeka air matanya yang sudah mulai membasahi pakaian bu Retna.
‘Hangat, baru pertama kali aku merasakan kehangatan yang menenangkan selama aku keluar dari rumah.’ batin Ray. “Ah… maaf bu, ehhh…maksudku kak, aku sudah mengotori pakaian kak Retna dan menunjukkan sisi paling memalukan.” Ucap Ray sambil berdiri dan menunduk atas perbuatannya.
“Ah… tidak tidak apa-apa lagipula aku sudah mengganggap kamu sebagai adik kecilku, yah… karna tubuhmu kecil dan wajahmu yang persis seperti anak SMP yang baru masuk sekolah. Ha ha ha...” Canda bu Retna untuk mencairkan keadaan.
“Terimakasih Kak Retna karna sudah mendengarkan seluruh masalah yang selama ini aku pendam. Kalau begitu saya akan pergi ke kelas. Yah… mungkin agak terlambat untuk mengejar pelajaran, tapi lebih baik terlambat dari pada meninggalkannya, bukan begitu ka?.” Ujar Ray sambil tersenyum dan bergegas meninggalkan bu Retna di ruang UKS. “Sekali lagi terimakasih kak karna sudah mengajak dan mendengarkan masalah ku, dada kakak.” Ia berlari meninggalkan ruangan itu.
Setelah Ray pergi, bu Retna yang sudah sendiripun berjalan menuju pintu belakang. Secara perlahan, Retna membuka dan melangkah mendekati Kristal yang melayang di tengah tengah ruangan.
“Aku akan menemanimu suatu saat nanti… tunggulah!.” Ucap Bu Retna sambil melangkah maju dan menyentuh Kristal magic tersebut.
Ray yang sudah kembali sehat melangkah dengan cepat menuju kelas, dia melewati banyak anak tangga dan lika-liku tiap belokan menuju kelasnya.
“Ha…ha…ha…” Bunyi nafas besar Ray yang sudah kelelahan melewati anak tangga dari lantai 1 kelantai 2 hingga ia tiba di depan pintu kelas. “Akhirnya sampai juga” ucap Ray sambil membungkuk sejenak.
Ketika Ray ingin membuka pintu itu, ia mendengar pak Petra yang merupakan guru Biologi Ray sedang menjelaskan materi pembelajaran.
“Sepertinya masih ada waktu 1 jam agar pelajaran biologi ini selesai, baiklah! Aku akan menunggu beberapa menit lagi hingga bapak itu selesai menjelaskan, dan disaat itu pula aku akan masuk dan meminta izin untuk mengikuti pelajarannya.”
Ray yang menunggu, terduduk di anak tangga yang dekat dengan kelasnya, pada waktu ia duduk, Ray teringat satu hal yaitu dimana ia dulu pernah terlambat masuk kelas dan ketika duduk di kursi ia mendapati bahwa ada permen karet yang sudah menempel pada bokongnya.
‘Entah kenapa aku masih mengingat hal itu, walaupun sudah sembilan bulan berlalu tapi itu adalah hal yang memalukan dimana aku berjalan dari lorong sekolah dengan keadaan permen karet yang masih menempel pada bokongku.’ ujar Ray dalam hati sambil menunduk kelelahan.
‘Yah memang sih bukan pertama kalinya tapi setelah 2 bulan aku masuk ke sekolah ini aku selalu dibully, dan hampir tiap saat juga mereka menggangguku dan mengejekku, yahh… seperti menyembunyikan sepatuku, menyuruhku membersihkan kelas sendiri, terkadang mereka juga memakan jajanku, walaupun aku sebenarnya jarang jajan dan bahkan hampir tidak pernah karna untuk jajan saja uang sakuku tidak akan cukup untuk ongkos pulang.’ Batin Ray menggerutu akan keadaan yang pernah ia alami.
“Baiklah sekarang saya ingin kalian semua membaca buku halaman 13 sampai halaman 20, dan juga kerjakan soal soal yang terdapat pada halaman itu.”
Ray yang mendengar ucapan pak Petra yang sudah mengakhiri penjelasan materi pembelajaran, seketika ia mulai melangkah mendekati pintu kelas, hanya saja saat Ray ingin membuka pintu itu masih ada keraguan didalam hatinya. ‘Apakah nanti jika aku masuk kedalam kelas mereka akan mengolok-olok, karna kejadian tadi padi.’ Ucapnya dalam hati.
‘Ta…tapi aku harus masuk! Demi ilmu yang harus kukejar untuk mencapai cita-citaku.’ Batin Ray bersungguh-sungguh.
“Kriet…” bunyi pintu yang dibuka.
“Permisi pak”.
“Oh Ray Frinson, gimana keadaanmu?, apakah kamu sudah baikan sepenuhnya?.” Tanya pak Petra.
“Ia pak, saya sudah baikan dan sudah bisa mengikuti pembelajaran untuk hari ini.” Jawab Ray dengan raut wajahnya yang memerah akibat kejadian tadi pagi.
“Tapi bukannya lebih baik kamu gunakan waktu 40 menit ini untuk istirahat di UKS, yah maksud saya bukan ingin mengusir, melainkan saya kasihan saja kepadamu karena mungkin saja kamu masih kurang enakan dan juga kamu sudah ketinggalan jauh pembelajaran hari ini.” Ucap pak Petra pada Ray.
“Tidak pak, saya sudah sangat sehat untuk pembelajaran hari ini. Memang saya sudah sangat telat mengikutinya, ta…tapi walaupun begitu saya tetap ingin mengikuti kelas ini walau hanya tinggal beberapa menit lagi.” Ujar Ray dengan nada tegas meyakinkan bahwa ia masih ingin mengikuti pelajaran.
“Ternyata kamu sangat bersemangat, yasudah kalau begitu, duduk lah di kursi kosong yang dibelakang, dan kerjakan tugas-tugas yang ada pada halaman 13 sampai 20.” ucapnya pada Ray.
“Baik pak, terimakasih atas perhatian bapak pada saya.”
Disaat Ray melangkah menuju kursinya, dengan sengaja ia di sandung oleh Jerk yang merupakan orang yang selalu ngebully Ray pada awal pertama Ray masuk sekolah.
“Ha ha ha ha …” Tawa para siswa yang menganggap Ray adalah sebuah lelucon yang pantas ditertawakan. “Hei hei hei…kenapa malah ditertawakan!, cepat bantu.” bentak pak Petra memenuhi seisi kelas.
“Tidak apa-apa pak saya bisa berdiri sendiri.” ucap Ray sambil menopang tubuhnya untuk kembali berdiri dan berjalan ketempat duduknya.
Setelah Ray duduk ia melihat ke arah lutut yang tergores ketika terjatuh tadi, ia mengusap lututnya yang berdarah dan langsung mengerjakan tugas yang disuruh oleh pak Petra tanpa memikirkan kejadian yang barusan menimpanya.
………….
Jarum jam menunjuk pukul 13.00 dimana waktunya SMA Parden untuk pulang.
“huh… akhirnya selesai juga.” Ucap Ray sambil meregangkan tubuhnya. ‘Untuk hari ini aku tidak terlalu tertekan juga, yahh… mungkin karena Jerk dan anggota-anggotanya tidak terlalu menjahiliku hari ini, sehingga aku bisa merasa aman dan juga aku sangat bersyukur, berkat pak Petra yang mengajakku datang kekantor untuk membantunya mengatur ulang kertas ujian yang berantakan.’ Gumam Ray gembira dalam hati.
“Saatnya pulang!.” Ray pun melangkah meninggalkan sekolah.
‘Huh… untung uangku pas untuk naik angkot pulang.”
Disela perjalanan, Ray sedikit termenung. ‘Kapan aku bisa menjadi orang sukses dan dapat hidup dengan kekayaan yang tiada habisnya yah.’ Gumam Ray sambil menatap keatas langit membayangkan sebuah harapan yang sulit ia raih.
Sesampainya di rumah, Ray langsung berganti pakaian dan sarapan. Setelah itu ia beristirahat sebentar karena merasa begitu kenyang.
‘Kapan ada hari dimana kami bisa hidup senang tanpa kekurangan uang yah?.’ Gumam Ray lagi memandangi awan biru.
Setelah Ray merasa tenaganya sudah kembali ia bergegas pergi ke kebun, dimana Ayah dan Ibu Ray bekerja membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka. “Mah, Pah… Ray datang” ucap Ray sambil menyalam dan mencium tangan ke dua orang tuanya.
“Kenapa kamu tidak dirumah saja Ray.” ucap ibu Ray sambil meletakkan cangkul yang ia pegang.
“Tidak mah… Ray mau mambantu Mama sama Bapak kerja di kebun.” Ucap Ray sambil memegang cangkul bersiap membajak tanah.
“Bukannya banyak tugas sekolah yang harus kamu selesaikan?.” Tanya Ayah Ray sambil berjalan menuju tempat perteduhan untuk beristirahat.
“Tidak kok pah karena Ray sudah menyelesaikan semua tugas-tugas Ray di sekolah tadi, yahhh… agar Ray dapat membantu Ibu sama bapak bekerja diladang ini”.
Ayah dan ibu Ray hanya terdiam dan merasa terharu atas apa yang diucapkan oleh Putranya itu. Walaupun Ray adalah anak yang memiliki tubuh pendek sekitar 140 cm dan dengan otot tubuh yang lemah, tetapi Ray selalu bekerja keras baik itu disekolah maupun di kebun untuk membantu kedua orang tuanya.
Setelah setengah hari Ray bekerja diladang, ia tidak merasa bahwa hari sudah mulai gelap.
“Ray!, hari sudah mau gelap, sudah saatnya kita pulang.” Panggil ayah Ray dari seberang kebun yang sedang membantu sang istri mempersiapkan barang bawaan.
“Baik Pah, Ray akan datang sebentar lagi.” ucapnya yang berusaha menyelesaikan bagiannya yang tinggal sedikit lagi.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Ray akhirnya menyelesaikan seluruh bagiannya.
‘Hu… akhirnya selesai juga, saatnya pulang.’ Batin Ray.
Perjalanan yang Ray tempuh untuk sampai ke rumah bersama Ayah dan Ibunya memerlukan waktu 10 menit.
“Bagaimana Ray dengan sekolahmu hari ini , apakah menyenangkan?.” Tanya Ibu Ray di tengah perjalanan pulang.
“Menyenangkan kok mah.” Ucap Ray berbohong.
“Bagus lah… harapan kami kamu bisa menjadi anak yang sukses dimasa depan nanti Ray.” ucap ibu Ray dengan senyuman di bibirnya.
Sesampainya dirumah, Ray beserta dengan kedua orang tuanya telah disambut oleh sang adik.
“Selamat datang Mama, Papa dan juga kakak” ucap Seni yaitu adik perempuan Ray.
“Kenapa Mama dan Papa pulangnya terlambat?.” Tanya Seni dengan nada khawatir sambil membantu membereskan barang bawaan oleh ayah dan kakaknya.
“Waktu diladang tadi masih ada sedikit lagi yang belum selesai, jadi… kami selesaikan deh agar Mama, sama Papa bisa istirahat besok dirumah.” Ucap Ray meyakinkan adiknya Sambil mencubit pipi adik perempuannya yang tembam.
“Ohhh…, kalau begitu Mama, Papa dan kakak langsung mandi aja biar Seni yang akan membereskan barang bawaan ini semua, nanti setelah beres semuanya kita sarapan bareng. Seni sudah masakin makanan untuk kita, biar nanti habis makan Mama dan Papa langsung istirahat saja.” Ucap Seni dengan senyuman manis di bibirnya.
Keluarga itu menjalani malam yang penuh dengan keharmonisan. Suara tawa dari mereka membuat malam yang sunyi menjadi malam dengan keramaian yang begitu sederhana.
Disaat Ray masih tertidur pulas, ia mendapatkan sebuah mimpi yang sangat aneh ‘Aku akan bersamamu dan menemanimu hinga akhir.’ ucap seorang gadis dalam mimpi Ray yang membuatnya terbangun lebih awal dari yang lain.
“Si...siapa!” Teriak Ray dalam kamar sambil terduduk. ‘Hah… ternyata aku hanya bermimpi, tapi jika itu mimpi mengapa seperti kenyataan? dan wanita itu siapa?, mengapa ia masuk kedalam tubuhku. kulit putih beserta cahaya terang yang mengelilingi nya itu sangat membuatku penasaran.’ Batin Ray bermonolog bertanya Tanya.
‘Huh… ya sudah lah itu hanya mimpi juga dan mana mungkin mimpi seperti itu akan menjadi kenyataan.’ Ray yang menyimpulkan dalam hati.
‘Ternyata sudah jam 5 pagi, lebih baik aku memasak makanan dan langsung bergegas berganti pakaian, agar aku dapat datang ke sekolah dengan cepat tanpa harus berlari seperti kemarin.’ Batin Ray.
Ray yang bangun lebih awal langsung bergegas untuk memasak sarapan pagi, ia menyempatkan diri untuk menoleh kearah jam. “Ternyata sudah jam 06.35 lebih baik aku membangunkan adikku untuk mempersiapkan makanan ini.” ucap Ray dengan pelan agar tidak membangunkan Ayah dan Ibunya.
“Seni… bangun Seni sudah jam 06.35.” Ray berhusip pelan membangunkan adiknya yang sedang tertidur pulas sambil membuka jendela kamar Seni agar ia cepat terbangun.
Akhirnya seni terbangun karena merasa kedinginan. “Huam…aku akan memasak makanan dulu kak, kakak mandi saja sana.” Ucap Seni sambil melipat selimut yang masih menempel ditubuhnya.
“Kamu tidak perlu memasak lagi adikku sayang, karna kakak sudah memasak sarapan kita untuk pagi sampai siang nanti.” Ucap Ray dengan nada lembut.
“Kakak sudah memasak sarapan ?, emang kakak tadi pagi bangun jam berapa?.” Tanya sang adik dengan mata terbelalak.
“Ia… kakak sudah memasaknya tadi pagi, karena kakak tadi terbangun lebih awal jadi nggak ada salahnya jugakan untuk membantu pekerjaan pagimu di rumah ini.” Ucap Ray dan mengelus kepala adiknya.
“Iya juga sih kak, tapi masalahnya kok kakak tumben bangun lebih awal dari Seni, biasanya kakak itu masih ngorok di tempat tidur sampai jam 7 bukan?.” Seni yang mengungkapkan sisi buruk sang kakak langsung dihadapan orangnya dengan nada bertanya.
“Lebih baik kamu persiapkan makanan saja sanah, biar kakak mandi dulu, nanti siap Seni sudah siapin makanan langsung bangunin Mama sama Papa biar kita sarapan bareng.” Ujar Ray mengalihkan pertanyaan adiknya itu sambil mengambil perlengkapan mandinya.
“Ok kak, siap…!” tangan seni yang terangkat keatas memberi hormat pada Ray.
“Dingin…” ucap Ray sambil membasuh tubuhnya. ‘Semoga nanti disekolah mereka tidak menggangguku, tapi kalau mereka ingin menggangguku sih… aku bisa kapan saja pergi ke UKS untuk bersembunyi atau memberikan bantuan ke guru yang mengajar nanti agar aku dapat membantunya di kantor, yah hitung-hitung mendapatkan nilai sikap juga sih.’ Batin Ray menyusun rencana jikalau Jerk dan teman komplotannya ingin membulinya lagi.
“Kakak… sudah selesai mandinya, cepat kak nanti nasinya jadi keburu dingin.” Teriak Seni dari ruang makan memanggil Ray.
“Ah… iya iya aku datang.” Ucap Ray yang masih mengeringkan rambut menggunakan handuk.
“Kakak mandinya lama banget, Mamah sama Papa sudah menunggu dari tadi loh, dan juga kakak bukannya mau cepat ke sekolah yah?.” Tanya Seni sambil menyendok nasi ke piring dan menuangkan teh kedalam gelas.
“Maaf tadi airnya terlalu dingin jadi aku perlahan lahan menumpahkan airnya ke tubuhku, ah… yang penting airnya dingin.” Jawab Ray sembari duduk disebelah adiknya.
“SELAMAT MAKAN” Serempak sambil mulai memakan hidangan yang telah tersedia di atas meja.
Setelah semua selesai makan, Ray membantu Seni membereskan dapur sedangkan kedua orang tua Ray pergi keluar rumah untuk berjemur dan menghirup udara pagi.
“Semuanya sudah bereskan, kalau begitu aku bersiap-siap dulu untuk berangkat ke sekolah.” Ray yang melangkah kedalam kamar untuk berganti pakaian.
…
“Ok, semua sudah lengkap dan sekarang aku tinggal berangkat.” Sembari membawa sepatunya ke depan rumah.
“Kakak sudah mau berangkat?.” Tanya adik Ray melangkah ke depan rumah menghampiri kakaknya.
“Iyah, ehhh… ngomong-ngomong kenapa kamu belum berganti pakaian?.” Tanya Ray juga kepada Seni yang duduk disampingnya yang sedang memasang sepatu.
“Ohhh… kalau sekolahku kak sedang mengadakan MOS atau sering disebut Masa Orientasi Siswa, kakak pahamkan arti Masa Orientasi Siswa?.”
“Iya kakak paham, Seni pikir kakak nggak pernah MOS apa!.” Ucap Ray sambil mengikat tali sepatunya. “emang kalian berapa hari libur sekolahnya?.” Tanya Ray.
“Empat hari kak, jadi… selama empat hari ini aku akan sibuk dirumah, yahh… makan, tidur.” ucap Seni dengan nada menjahili Ray yang sudah siap berangkat ke sekolah.
Ray hanya dapat memandang Seni dengan ekspresi suram “Dasar pemalas.” Ujar Ray dengan datar.
“Enggak-enggak aku cuman bercanda kok, lagipula aku juga akan membantu Mama sama Papa ke kebun, kan Mah… Pah…” Sambil memeluk kedua orang tuanya.
“Ya sudah kalau begitu aku berangkat sekolah dulu.” Ray yang melangkah mendekat ke kedua orangtuanya sambil berpamitan dengan mencium tangan Ayah dan Ibunya. “Ray pergi dulu mah… Ray pergi dulu pah…”
“Lah tangan ku kok nggak dicium?.” Ucap Seni bercanda sambil menyodorkan tangan kanannya ke hadapan kakaknya itu.
“Plak!” suara tangan Ray yang menepis tangan Seni dengan pelan. “Kejam ih.” Ucap Seni dengan wajah cemberut.
“Ya sudah kalau begitu aku akan pergi, dada adikku yang manis.” ucap Ray kedua kalinya sambil mencubit wajah adiknya yang lucu.
Ray yang sudah meninggalkan rumah berjalan dengan santai ke sekolah, bukan seperti kemarin, sekarang ia berangkat lebih pagi karena takut terlambat dan menghemat uang sakunya.
‘Ternyata berjalan dengan santai ke sekolah sangat mengasikkan, bukan seperti kemarin aku harus berlari dengan kencang agar sampai, dan juga itu semua karena kesalahan ku sih, yahh… karena komik yang baru aku beli dari toko buku didekat Rel kereta api.” Gumam Ray menggerutu.
Setelah setengah Jam berjalan Ray yang akhirnya tiba di sekolah, ia langsung masuk ke gedung sekolah untuk menyimpan Jaket yang ia bawa kedalam loker. “Ternyata datang lebih awal dari yang lain sangatlah seru, tapi… kalau sendiri di sekolah juga ternyata sangat menakutkan seperti ada yang memperhatikanku dari tiap sudut ruangan.” Ucap Ray dengan nada ringan dan gemetar.
“Lebih baik aku masuk keruang kelas dan menunggu yang lain datang.” Ray yang berjalan ke ruang kelasnya dan langsung duduk di kursi sembari memandangi dari dalam jendela ke arah gerbang sekolah untuk melihat siswa yang datang.
‘Ternyata banyak siswa yang berangkat bersama teman mereka dan ada juga siswa yang diantar orang tua mereka, yah… biasanya anak-anak sekolahan yang diantar ke sekolah adalah anak orang kaya sih, hah… enaknya punya orang tua kaya raya.’ Gumam Ray yang dari tadi memandang ke arah luar jendela.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!