NovelToon NovelToon

BIRU

Pengalaman pertama

Menjadi pembunuh bayaran adalah pilihan terpahit yang harus di ambil seorang pria yatim piatu bernama Biru, pemuda berusia 23 tahun yang sejak kecil harus menjalani hidup dalam kerasnya dunia jalanan sendirian, mengamen di lampu merah sejak usianya masih 8 tahun harus dia jalani demi agar dia bisa bertahan hidup sejak dia kabur dari panti asuhan tempatnya tinggal saat itu karena merasa sering di bully oleh teman-temanya.

Beruntungnya meski dirinya hidup di jalanan dan terlunta-lunta, semangatnya untuk sekolah masih begitu besar, sehingga dia berhasil menyelesaikan sekolahnya sampai lulus smu dengan biaya hasil dari dirinya bekerja serabutan apapun dia lakukan demi untuk bisa makan dan sekolah, hidupnya hanya seputar bekerja dan sekolah, berjuang untuk kehidupannya sendiri.

Sampai saat lulus smu dia benar-benar tak mampu untuk meneruskan kuliah karena terkendala biaya.

"Biru, apa kau mau ikut bekerja dengan ku?" Seorang pria pemilik rumah makan tempatnya bekerja sebagai buruh cuci piring itu tiba-tiba mengajaknya berbicara, padahal selama hampir satu tahun ini Biru bekerja padanya dan seperti biasanya Biru selalu mejadi transparan seoalh tak di anggap dimana pun dia berada, entah itu di sekolah atau dimana p[un, namun Biru tak pernah mempedulikan hal itu.

Baginya hidupnya sudah sibuk untuk memikirkan bagaimana dia bisa makan hari ini, dia tak punya waktu untuk mengurusi tanggapa orang lainatau perlakuan orang lain terhadapnya.

"Maaf bos, bukankah selama ini saya memang bekerja bersama Anda di sini?" Biru mengernyit bingung.

"Oh, maksudku, pekerjaan lain, bukan pekerjaan ini!" Terangnya.

"Aku hanya lulusan smu bos, tapi kalau kira-kira aku mampu mengerjakan pekerjaanya, aku akan coba." Jawab Biru sadar diri dengan kemampuan dirinya.

"Aku melihat mu menghajar para pencopet di ujung gang tadi malam, kemampuan bela diri mu bagus juga, apa kau pernah ikut latihan bela diri?" Tanya Haris pria berusia sekitar 40 akhir yang masih terlihat gagah itu.

"Hidup di jalan itu keras bos, jika aku tak bisa membela diriku sendiri, tak akan ada yang mau membela anak jalanan seperti ku ini," terang Biru santai.

"Jika kau tertarik untuk merubah nasib kehidupan mu, temui aku di sini!" Haris memberi selembar kartu nama berisi alamat dan nomor telepon yang bisa di hubungi.

Pemilik rumah makan yang jarang sekali datang ke kedainya itu lantas pergi begitu saja meninggalkan Biru yang menatap kartu nama berwarwarna hitam bertuliskan nama Haris Wijaya dengan tinta emas.

Pukul 8 malam Biru pulang ke tempat kostnya, namun alangkah terkejutnya dirinya saat semua barang-barangnya yang tak seberapa banyak itu sudah berada di luar pintu kostnya, rupanya ancaman ibu kost nya itu benar-bvenar terjadi bahwa dia akan mengusirnya dari tempat itu jika dirinya tidak juga membayar tunggakan sewa kamar yang belum di bayarnya dari bulan kemarin.

"Ah, ibu kost sial!" Umpatnya sambil memasukan ke dalam ransel beberapa lembar bajunya yang berserakan di depan pintu kamar yang sudah di gembok oleh pemiliknya agar Biru tak dapat masuk lagi ke dalamnya.

Di tengah kegalauannya berjalan tanpa tujuan, dia teringat akan kartu nama yang di berikan bosnya, tanpa pikir panjang lagi, dia langsung memesan ojek online untuk mendatangi tempat itu.

Biru kini berada di depan bangunan menyerupai sebuah ruko, tiba-tiba rolling dor ruko itu terbuka,

"Biru?" Tanya Haris kaget saat mendapati Biru kini berdiri seperti orang kebingungan di depan bangunan tempat dirinya bermukim.

"Bos, aku---" belum saja Biru menyelesaikan perkataannya, Haris sudah langsung mengajaknya masuk ke dalam sebuah mobil jeep hitam yang keluar dari bangunan itu yang di kendarai oleh seorang wanita.

"Orang baru, bos?" Seru wanita itu sambil sedikit melirik ke arah Biru dan memperhatikannya dari kaca spion mobil.

"Biru, ayo naik! Kita langsung bekerja, kamu datang ke sini karena menerima tawaran ku, bukan?" Haris mengulangi ajakannya saat Biru terlihat seperti ragu-ragu ketika hendak naik ke dalam mobil itu.

"I-iya bos!" Setengah kaget Biru langsung masuk ke dalam kursi penumpang di samping sopir perempuan itu, sementara Haris duduk di belakang.

"Biru, dia Yola, akan menjadi rekan mu dalam bekerja, dan Yola kau harus membimbing Biru sampai dia menjadi hebat seperti mu, dan aku rasa dia hanya perlu di asah sedikit, karena modal beladirinya cukup mumpuni." Terang Haris pada wanita yang di balik kemudi yang di panggilnya dengan nama Yola itu.

"Siap bos, beres!" Jawab Yola, sementara Biru hanya terdiam saja karena bingung tak tau apa yang harus dia katakan saat ini, bahkan dia juga tak tau dan tak berani bertanya pekerjaan apa yang akan mereka lakukan malam-malam begini.

Melihat pakaian yang di kenakan Haris dan Yola yang terkesan sangar dengan jaket kulit berwarna hitam dengan celana hitam membuat pikiran Biru mau tidak mau menebak-nebak apa pekerjaan yang di lakukan mereka, apalagi saat sekilas terlihar gagang senjata muncul dari balik pinggang Yola yang asik mengemudi, sementara Haris sibuk dengan ponselnya.

"Berhenti di depan, target memakai baju abu-abu dan celana pendek hitam, bertopi putih, lakukan tugas mu tanpa meninggalkan bukti apa pun!" Titah Haris saat mereka berada di dekat pasar malam dengan orang yang ramai berlalu lalang.

Yola mengangguk paham, lantas Haris menyerahkan sebuah spuit atau alat suntik dengan jarum suntik kecil yang entah berisi cairan apa di dalamnya, warnanya agak kekuningan seperti air seni.

Jantung Biru berdetak sangat kencang memperhatikan semua interaksi antara Yola dan Haris, sungguh dirinya tak tau berada di situasi seperti apakah sekarang ini, yang jelas hati kecilnya mengatakan kalau pekerjaan bosnya itu bukan pekerjaan yang wajar.

Kepala Biru di penuhi berbagai pertanyaan dan tebakan, apakah mereka itu copet, atau jambret, tapi mengapa ada alat suntik segala, ataukah mereka itu pengedar obat terlarang?

Ah, sungguh semua pertanyaan itu membuat kepalanya ingin meledak saja, sementara dia pun tak berani beranjak dari mobil itu karena di dorong rasa penasaran yang teramat kuat atas apa yang akan di lakukan Yola dan Haris sebenarnya.

Kini jantung Biru seakan berhenti berdetak ketika tiba-tiba semata-mata dirinya melihat Yola menyuntikkan alat suntik kecil yang di sembunyikannya di balik tangan jaketnya dengan santai sambil berjalan ke pinggang pria itu. Sehingga dalam kurang dari 10 langkah pria berbaju abu-abu yang di sebut Haris sebagai targetnya itu menggelepar kejang-kejang di tanah dengan mulut yang berbusa.

Keputusan Akhir

Biru seakan terhipnotis melihat semua aksi Yola yang sangat cepat dan tak ada seorang pun yang menyadarinya.

Dalam waktu yang sekejap saja, orang-orang langsung berkerumun melihat pria yang sedang kejang-kejang, saat perhatian semua orang tertuju pada korban, Yola dengan santainya kembali ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi sambil melihat hasil kerjanya.

"Tiga,,,dua,,,satu,,,"

Mulut Yola komat kamit menghitung mundur, tepat pada hitungan terakhir korban langsung lemas dan tak bereaksi apa-apa lagi.

"Misi selesai," terdengar suara Haris mengabari seseorang lewat sambungan teleponnya.

"Cabut!" Seru Haris memerintahkan Yola untuk segera pergi dari tempat yang terlihat semakin ramai saja orang-orang menonton pria yang kini mungkin sudah menjadi mayat itu.

Biru masih mengunci rapat mulutnya, tak berani berucap sepatah kata pun meski rasa penasaran di kepalanya semakin penuh sesak dengan pertanyaan.

"Berhenti di depan mini market itu!" Titah Haris menunjuk sebuah mini market yang letaknyaa sekitar beberapa meter di depan mereka.

"Biru, kau hampiri pria berkaca mata itu,"

"A-aku bos? Ta-tapi?" Tubuh Biru tiba-tiba gemetaran saat mendapat perintah dari Haris, meski kehidupannya sudah terbiasa dalam dunia kekerasan, tapi kalau untuk membunuh seperti yang Yola lakukan tadi dia sungguh tak berani.

"Hanya mengambil tas yang nanti akan dia berikan, aku tau kau belum siap turun lapangan, ini hanya sebagai perkenalan saja." ucap Haris seperti yang dapat membaca ketakutan yang di rasakan Biru saat ini.

"Ayo cepat, biar semuanya cepat selesai, aku ngantuk!" Oceh Yola seakan tak punya dosa apa-apa setelah menghabisi nyawa orang dan dia dengan santainya mengatakan ngantuk ingin segera tidur.

Biru akhirnya membuka pintu mobil dan turun, demi Tuhan rasanya dia ingin kabur saja dari tempat itu, namun entah mengapa kakinya justru malah menghampiri pria paruh baya berkaca mata sesuai perintah Haris, bahkan dia langsung menerima sebuah tas hitam yang di sodorkan pria itu tanpa menolak sedikit pun meski dia tak tau apa isi tas itu.

Biru berusaha untuk tetap tenang saat dia kembali ke dalam jeep itu.

"I-ini bos!"

"Hahaha,,, good job bro!" Haris menyeringai sambil menepuk-nepuk bahu Biru pelan.

'Orang-orang seperti apa sebenarnya mereka ini sebenarnya? mereka seperti terlihat biasa saja bahkan masih bisa tertawa lepas tanpa ada rasa bersalah dan ketakutan sama sekali setelah mereka mengambil alih tugas malaikat pencabut nyawa,' gerutu Biru dalam batinnya.

"Ayo ikut masuk, mulai sekarang kau tinggal di sini." Ajak Haris saat mereka sudah berada di depan ruko tempat pertama Biru datang menemui Haris.

"Emh, sebaiknya aku pulang saja, bos!" Tolak Biru yang tak ingin terlibat semakin jauh lagi dengan orang-orang yang menurutnya psikopat itu.

"Apa kau takut? Atau Jangan-jangan kau kencing di celana melihat aksi ku tadi saking takutnya!" Ledek Yola dengan tawa mengejek.

"Ah sialan, aku tidak takut, aku hanya---" harga diri Biru sedikit terusik saat seorang perempuan justru meledeknya seperti itu.

"Ayo cepat masuk, besok pagi kita masih ada misi!" Lerai Haris.

Karena merasa gengsi dengan perkataan Yola, dengan setengah terpaksa Biru mengekor kedua orang yang telah terlebih dahulu berjalan masuk ke dalam bangunan itu.

Mata Biru bergerak ke sana kemari menyapu setiap sudut ruangan yang di lewatinya memperhatikan apa saja yang ada di ruangan itu, namun tak ada yang aneh dalam bangunan itu, semua tampak biasa dan normal seperti rumah kebanyakan.

"Ini bagian mu," Haris memberikan segepok uang seratus ribuan ke hadapan Biru.

"Uang apa ini bos?" Biru tak serta merta mengambil segepok uang merah itu, dia tak tau bayaran untuk apa uang itu, sementara dia tak merasa melakukan pekerjaan apapun.

"Mulai saat ini kau sudah menjadi bagian tim kami, jadi kau mendapat bagian yang sama dengan kami." Terang Haris.

"Tim?" Beo Biru memasang wajah bingungnya.

"Ya, sejak kau memutuskan untuk datang menghampiri kami di sini, itu berarti kau sudah menjadi bagian kami." Lanjut Haris.

Biru termenung, bagaimana bisa dirinya terjebak dengan orang-orang tak jelas ini, sungguh hatinya ingin sekali berontak, namun logikanya bertentangan saat melihat segepok uang di hadapannya yang sepertinya bisa membuat hidupnya di katakan layak dan setara dengan orang kebanyakan bahkan mungkin lebih.

"Tidur bro, besok pagi kita kerja." Yola menyambar uang bagiannya dan masuk ke dalam salah satu kamar yang ada di ruangan itu.

"Kau boleh pakai kamar mana pun di sini, kecuali kamar ku dan kamar dia, istirahatlah. Aku tau kau pasti kaget dengan apa yang kau lihat tadi, tapi setidaknya kau punya bayangan pekerjaan apa yang nanti akan kau lakukan, hidup ini pilihan apa yang kau lihat buruk belum tentu sepenuhnya buruk, dan apa yang kau lihat baik belum tentu suci tak berdosa seperti yang ada dalam pikiran mu, hidup jarus realistis, jika bukan kita yang berjuang untuk hidup kita, tak akan ada orang lain yang peduli dengan kesusahan kita, coba kau renungi semua itu. Aku yakin kau lebih tau karena kau mengalaminya selama ini." Urai Haris terdengar begitu serius.

Ucapan Haris memang terdengar tak ada salahnya, meski tak sepenuhnya benar juga. Semalaman Biru tak bisa memejamkan matanya barang semenit pun, matanya terus saja menatap langit-langit kamar sambil mencerna kata demi kata yang di sampaikan Haris.

Terbersit lagi dalam bayangannya bagaimana dirinya di buli di sekolahan hanya karena dia tak mampu membeli sepatu baru yang sudah lusuh, bagaimana saat smu teman-temannya menjadikan dirinya kacung di suruh-suruh sesuka hati demi upah yang tak seberapa.

Bayangan tentang impiannya yang ingin melanjutkan kuliah di universitas favorit nya, membuat dirinya mulai tergiur dan merasa yakin untuk bergabung dengan Haris, terlepas dari apapun pekerjaan yang akan di lakukannya dan juga resiko apa yang akan di hadapinya kelak, dia hanya ingin merubah garis hidupnya menjadi seperti orang kebanyakan dan merasakan bagaimana rasanya hidup tanpa beban, tanpa harus berpikir bagaimana caranya bertahan hidup dihari esok.

'Tuhan, jika menjalani hidup di jalan mu aku tak mendapat kebaikan mu, maka ijinkan aku hidup di jalan ku, meski itu jauh dari jalan mu, aku hanya ingin membeli semua impian ku, aku janji akan kembali ke jalan mu secepat mungkin.' Gumam Biru dalam batinnya.

Setelah membuat penjanjian dengan pemilik hidupnya, hatinya merasa lebih tenang dan lebih yakin untuk menjalani pekerjaan yang akan Haris berikan padanya, apapun itu.

Ironis memang, tapi itulah kenyataan hidup, dimana uang terkadang bisa membuat prinsip hidup orang berubah dan memutuskan untuk melakukan hal yang di luar nalar, logika, dan mengesampingkan dosa.

Bukan Target sebenarnya

Sejak saat itu, Biru menjadi sangat lihai menjagal nyawa manusia sesuai pesanan klien seperti hanya menepuk nyamuk yang lewat di hadapannya, memisahkan ruh dari raga seseorang sudah bukan seperti sebuah dosa, namun seperti sebuah kegiatan rutin bak petani yang membajak sawahnya.

Uang tabungan Biru pun kini sudah sangat cukup untuk menghidupi dirinya yang seorang diri, tak lagi harus memutar otak apa yang akan dia makan di esok hari, bahkan kini dia bisa membeli semua keinginannya dari hasil kerjanya itu termasuk mobil dan rumah yang kini dia tempati, bahkan dirinya juga kini sudah berhasil tercatat sebagai mahasiswa arsitektur di universitas favoritnya, meskipun terlambat, namun Biru cukup bangga karena pada akhirnya bisa menempuh kuliah dan mendalami ilmu arsitektur yang selama ini sangat di sukainya.

Biru yang dulu saat sekolah selalu di buli dan menjadi bahan olok-olokan karena kemiskinannya, kini berubah menjadi Biru sang mahasiswa tampan, keren, dan menjadi incaran para mahasiswi di kampusnya meski usianya beberapa tahun lebih tua di banding para mahasiswa di sana, namun pesona Biru sungguh mengalahkan semuanya.

Namun sayangnya Biru seperti tak pernah tertarik dengan para wanita cantik yang berada di sana, dia selalu dingin pada wanita mana pun, hidupnya hanya seputar belajar dan melaksanakan misi dari Haris saja, tak ada yang lain.

Tak ada yang tau jati diri Biru yang sebenarnya, semua orang taunya dia hanya seorang mahasiswa biasa saja, seperti halnya Haris yang semua orang taunya hanya seorang pengusaha kedai makanan biasa, sementara Yola sebagai SPG produk makanan di sebuah Mall, tak ada yang menyangka kalau dibalik semua topengnya itu mereka adalah pembunuh berdarah dingin.

"Biru, apa kau tak menyukai perempuan?" Tanya Yola yang merasa sangat penasaran karena selama ini dirinya tak pernah melihat Biru mempunyai kekasih atau terlihat menyukai lawan jenis.

"Aku masih normal kak, hanya saja sejauh ini belum ada wanita yang dapat membuat hati ku tertarik." Jawab Biru di tengah kesibukannya meracik sebuah minuman yang akan di berikan pada targetnya kali ini di sebuah klub malam.

"Hey, yang kau panggil kak ini pun seorang wanita, apa kau juga tak tertarik? Heran, masih saja memanggilku dengan sebutan kakak, padahal usia kita hanya terpaut 3 tahun saja, berasa aku ini wanita tua di hadapan mu!" gerutu Yola yang selalu saja protes karena Biru selalu memanggilnya dengan sebutan kak, padahal sudah sejak lama Yola menaruh hati pada pria yang usianya 3 tahun lebih muda darinya itu, namun sayangnya Biru selalu menganggapnya sebagai kakak dan rekan dalam bekerja saja tidak pernah lebih sedari awal, membuat wanita yang dapat di kategorikan cantik itu merasa curiga kalau Biru jangan-jangan tak menyukai perempuan.

"Sudahlah kak, jangan meledek ku terus, mangsa kita sudah datang." Biru menunjuk pria berperawakan pendek dengan perut buncit dan menggandeng mesra 2 wanita di sisi kanan dan kirinya bak don juan.

Dari kejauhan Haris sudah memberi kode agar dirinya dan Yola segera bersiap-siap melancarkan aksinya.

Yola dengan sengaja menubruk bahu pramusaji yang akan mengantarkan minuman ke meja targetnya sehingga saat perhatian pelayan pria itu teralihkan, Biru dengan leluasa menukar minuman yang ada di atas nampan itu dengan minuman racikannya seolah pura-pura membantu si pelayan tadi.

Kali ini klien meminta buruannya hanya di lumpuhkan saja tanpa harus di bunuh, sehingga Biru menggunakan racun racikannya yang dapat menghilangkan kesadaran korbannya selama 3 jam kedepan.

Tugas selanjutnya setelah setelah Biru mendapat pesan berisi tulisan 'OK' dari Haris, dirinya harus berpura-pura berkelahi dengan Yola, mereka menciptakan keributan sebesar mungkin seolah sepasang kekasih yang sedang ribut besar sehingga menarik perhatian sebagian besar pengunjung klub, untuk memberi kesempatan Haris membawa target ke luar klub, semua itu sudah sangat matang di rencanakan dengan Haris sebagai pembuat skenario.

Belum sampai 10 menit Biru dan Yola membuat keributan, beberapa orang keamanan klub mendatangi mereka, dan alhasil mereka di seret keluar dari tempat itu secara paksa, dengan senyum lebarnya, saat mereka sudah berada agak jauh dari klub mereka lantas memesan taksi onlen untuk kembali ke ruko yang kini di sebut Biru dengan sebutan kantor, karena dirinya sudah tak tinggal di sana lagi.

Tak banyak yang Biru bicarakan dengan Yola di sepanjang perjalannya menuju kantor, setiap kali Biru menyelesaikan pekerjaan penuh dosa itu, sebenarnya jauh di dasar hatinya merasa sangat bersalah, membayangkan orang yang di bunuhnya mungkin meninggalkan istri yang akan menjadi janda, atau anak yang akan menjadi yatim, namun kembali lagi itu semua sudah menjadi pilihan hidupnya, saat dirinya berulang kali ingin berhenti melakukan pekerjaan ini, dia merasa kalau dirinya itu sudah terlanjur penuh dosa dan yang pasti Haris juga tak akan membiarkannya berhenti dari pekerjaan ini begitu saja.

"Woy, udah nyampe, ngelamun jorok ya!" tegur Yola karena mendapati Biru yang tak turun-turun dari taksi saat mereka sudah sampai di depan ruko.

Biru lantas bergegas turun dari mobil, entah mengapa seharian ini suasana hatinya terasa tak enak, moodnya juga benar-benar jelek, membuatnya beberapa kali hampir tak fokus dalam melaksanakan tugasnya, untungnya untuk misi malam ini bisa di katakan sukses besar, bayaran untuk pekerjaan kali ini pun terbilang besar meski tak sampai harus menghabisi nyawa buruannya, Haris bilang katanya klien kali ini adalah klien kakap.

Namun Biru tak pernah ingin tahu tentang siapa kliennya atau apapun, yang dia tahu hanya kerja lalu di bayar dan selesai.

Namun betapa terkejutnya saat dirinya dan Yola masuk ke dalam bangunan itu, tampak Haris dan pria yang menjadi target mereka tadi sedang bercengkerama dengan akrabnya, bahkan sesekali mereka tertawa lepas.

Biru dan Yola saling melempar pandangan, rupanya bukan hanya Biru yang merasa kaget dengan pemandangan yang terpampang di hadapan mereka, namun Yola pun merasakan kekagetan yang sama.

"Bos, dia---?" Tunjuk Yola ke arah pria buncit itu seakan meminta penjelasan dari Haris.

"Hahaha sorry aku sengaja merahasiakan target kita yang sebenarnya, atas permintaan klien kita, pak Anggoro." Tunjuk Haris pada pria di depannya.

"Jadi, dia klien kita, lantas siapa targetnya?" Biru tiba-tiba menjadi kepo.

"Target tertidur di kamar, menunggu siuman lantas pak Anggoro akan menyelesaikan sesuatu hal dulu dengannya sebelum di habisi." Haris menunjuk kamar tengah yang dulunya di pakai Biru saat dia masih tinggal di tempat itu.

Biru berjalan beberapa langkah menuju kamar itu, entah mengapa hatinya sangat penasaran dan ingiin sekali melihat siapa yang menjadi targetnya kali ini.

Deg, jantung Biru terasa berhenti saat melihat seorang wanita yang sangat di kenalinya dan selalu ada dalam hatinya semenjak dia di bangku sekolah menengah atas itu terbaring lemah di atas kasur yang dulu biasa menjadi tempatnya beristirahatnya itu.

Wanita cantik berkulit putih yang sampai saat ini masih selalu datang di mimpinya itu benar-banar tampak nyata di hadapannya, membuat tubuh Biru mematung di ambang pintu menatap lekat gadis itu, gadis yang tertidur akibat meminum obat racikannya tadi, sungguh ini membuat Biru benar-benar merasa gila.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!