🥳Selamat datang di karya terbaru Othoor Asma Khan🥳
READER'S, kali ini karya DAUGHTER of MAFIA QUEEN adalah kelanjutan dari kisah seorang Queen Mafia yaitu QUEEN Asfa Luxifer dengan Judul Karya My Secret Life. Semoga kalian suka, dan mau mendukung othoor untuk tetap terus berkarya. Kalian juga bisa lihat spoiler dari Karya terbaru othoor di cerpen Geeky Girls Revenge.
...----------------...
Gerbang tinggi dengan simbol mahkota di atas gerbang perlahan terbuka, membuat para mahasiswa dan mahasiswi yang siap menimba ilmu mulai berdatangan.
Mobil dari berbagai merek, bersama motor berbagai model semakin memadati parkiran universitas Regal Academy yang cukup luas di halaman sisi selatan.
Semua mata terpana ketika sebuah mobil sedan Honda Civic memasuki gerbang kampus, dan tiga cewek cantik dengan penampilan modis bak model di atas catwalk keluar dari dalam mobil setelah terparkir di parkiran khusus.
Seorang gadis dengan wajah lonjong, bermata hitam, hidung mancung dengan bibir semerah cabe rawit muda. Dialah Sarah Atmaja si ketua Genk Cantika.
Di sisi kanan Sarah, ada seorang gadis dengan wajah manis bermata bulat sempurna dengan bulu mata lentik dan rambut hitam terurai hingga sepinggang. Dialah Prita si gadis keturunan india bercampur Indonesia, si gadis pendiam dengan senyuman langka.
Sedangkan disisi kanan Sarah, ada seorang gadis dengan rambut pendek, mata sipit, dan tubuhnya putih mulus. Dialah Dela Vincent si gadis judes dengan seribu akal.
Ketiga gadis ini yang terkenal dengan nama genk mereka yaitu Genk Cantika. Ketiganya terkenal akan sikap arrogant, sarkas, kejam dan main hakim sendiri. Bahkan pihak kampus menutup mata dan telinga rapat-rapat akan ketidakadilan di dalam kampus.
Ketiganya berjalan menuju tangga kampus, tapi satu isyarat tangan Sarah menghentikan langkah mereka.
"Siapa dia?" tanya Sarah menunjuk kearah gerbang.
Dari arah luar gerbang. Sebuah sepeda mini berwarna hitam semakin mendekat memasuki gerbang. Di atas sepeda itu, ada seorang gadis dengan penampilan yang menyakiti mata.
Rambut terikat menjadi satu, wajah tanpa make-up dengan kacamata bulat besar berwarna pink bertengger di hidungnya. Sedangkan pakaiannya adalah kaos longgar bertuliskan princess, dipadukan dengan jeans hitam dan sepatu putih tanpa tali.
Wajah gadis itu terlihat penuh semangat dengan binar mata cerah, membuat lintasan pikiran salah satu anggota genk Cantika berkelana.
Dela menatap gadis baru dengan senyuman licik, membuat Prita yang melihat senyuman itu menghela nafas panjang.
"Kita masuk ke kelas, yuh! Lagian ngapain kita disini?" ajak Prita dengan moodnya yang tengah tak baik.
Sarah menyilangkan tangannya, membuat Dela terkekeh kecil. "Ayolah, ada mainan baru. Bukan begitu, Sar?"
"Right. Hey, kamu, kutu buku!" seru Sarah menghentikan langkah kaki si pengayuh sepeda.
Gadis berkacamata tidak paham, dan mengabaikan panggilan Sarah. Hal itu memancing emosi Sarah karena untuk pertama kalinya dirinya tak di anggap.
"Cupu!" Seru Sarah.
Gadis berkacamata kembali berhenti, dan mengalihkan perhatiannya pada Sarah yang menunjuk ke arah nya. Sejenak tatapan mata melihat sekeliling, tapi tidak ada mahasiswa yang memakai kacamata selain dirinya.
"Maaf, namaku bukan cupu." ucap gadis berkacamata dengan tegas.
Dela menepuk lengan Sarah, "Berikan tasmu!"
Sarah paham maksud dari sahabatnya itu, lalu melepaskan tas dan menyerahkan tanpa banyak bertanya. Dela berjalan menghampiri Gadis berkacamata dengan menenteng tas branded milik Sarah.
"Hay, namaku Dela. Siapa namamu?" tanya Dela mengulurkan tangannya.
Gadis berkacamata hendak menyambut uluran tangan Dela, tapi justru tas yang diberikan sebagai sambutan. "Bawa itu! Ingat jangan sampai lecet....,"
Buug!
"Oh my god! Are you crazy?!" Sarah berlari dan bergegas mengambil tasnya yang jatuh bebas mencium aspal.
Semua mahasiswa menyaksikan bagaimana gadis berkacamata dengan santainya menjatuhkan tas milik Sarah. Bahkan mata Dela membola sempurna karena terkejut. Sedangkan Prita masih stay berdiri di tempat semula.
"Maaf, saya permisi." pamit gadis berkacamata dan melangkahkan kaki meninggalkan kerumunan di depan kampusnya itu.
"Bubar!" seru Sarah menahan malu, seraya menepuk lengan Dela. "Kamu ini kenapa hah?! Ini tas favorit ku, aku tidak mau tahu. Kita harus buat perhitungan pada si cupu."
"Sorry, Sar. Tenang saja, aku ada ide. Ayo ikut!" Dela menarik tangan Sarah, tak lupa menghampiri Prita dan membawa kedua sahabatnya itu ke tempat yang pasti akan memberikan keinginannya.
Prita hanya pasrah, sedangkan Sarah masih mengomel tanpa ada habisnya. Sepanjang lorong menuju kantin, tingkah genk Cantika tidak ada yang berani berkomentar. Semua memilih pura-pura tak melihat dan mendengar.
Tiga puluh menit kemudian.
"Itu dia, si cupu. Ayo!" Dela berjalan di depan dan menghadang gadis berkacamata yang baru saja keluar dari toilet.
Langkahnya terhenti dengan tatapan mata polos. "Permisi, saya mau lewat."
Dela tersenyum, memberikan jalan agar gadis berkacamata bisa lewat. Namun, baru empat langkah maju. Sesuatu mengenai pakaian bagian belakangnya. Basah dengan bau busuk yang menyengat, aroma itu hampir saja membuat semua menu sarapan pagi tadi keluar tanpa permisi.
Gadis berkacamata mengepalkan tangannya dengan hitungan angka di dalam hati. Tawa genk Cantika terdengar jelas, membuat hatinya bergejolak.
Dela maju dan berdiri di hadapan gadis berkacamata seraya menunjuk wajah di depannya dengan senyuman sinis. "Kamu itu cupu. Jangan sok cantik! Di kampus ini, hanya kami yang berkuasa. Ingat itu cupu."
"Sudahlah. Lihat semua menonton kita, Sar pleaseee, kita balik kelas ya." pinta Prita.
"Ok, kita sudahi. Oh ya untuk kamu cupu, selamat datang di neraka genk Cantika." Sarah mengibaskan rambutnya sebelum berjalan meninggalkan tempat kekacauan.
Langkah kaki genk Cantika menjauh. Sementara gadis berkacamata melepaskan kepalan tangannya, dan kembali memasuki toilet. Beberapa mahasiswi dan mahasiswa yang menonton memilih bubar tanpa kata.
"Pake ini."
Satu sodoran baju terulur di hadapan gadis berkacamata, membuat gadis itu melepaskan kacamatanya lalu menatap orang yang berbicara padanya.
"Semua orang diam dan hilang tanpa kata. Kenapa kamu mendekat?" tanya gadis berkacamata penasaran.
Gadis dengan tubuh kurus, tapi penampilannya cukup pantas seperti anak mampu. "Anggap saja kita senasib. Pakai ini dan pulanglah! Aku akan izinkan kamu hari ini....,"
"Makasih, tapi aku tidak apa-apa. Terima kasih untuk bajunya." sela gadis berkacamata dengan senyuman manis.
Senyuman itu seperti penyakit yang menular, membuat si penolong ikut tersenyum. "Senyummu manis sekali. Aku pergi dulu, dan jika butuh apapun bisa temui aku di perpustakaan saat jam istirahat."
Gadis berkacamata mengangguk, "Tunggu, siapa namamu?"
"Nara Alona, panggil saja Nara. Siapa namamu?" tanya balik Nara dengan uluran tangannya.
Gadis berkacamata menyambut uluran tangan Nara. "Qia, Qiara Salsabila."
Perkenalan itu menjadikan keduanya semakin dekat, dan saling membantu. Disetiap waktu tidak ada jarak hingga setiap kali tengah di bully genk Cantika, keduanya selalu saling tolong menolong.
Hal itu membuat genk Cantika semakin menyiksa dua gadis yang di nobatkan sebagai mangsa utama lebih kejam dan tak berperasaan.
Sebulan telah berlalu,
Suasana kampus terasa sama tanpa ada perubahan. Di taman yang penuh tanaman dengan berbagai jenis itu, seorang gadis berkacamata tengah gelisah menatap kesana kemari. Lirikan mata ke arah jam di pergelangan tangannya.
Kemana kamu? Kenapa tidak datang, kita sudah sepakat bertemu di taman 'kan?~batin gadis itu dengan kegelisahan luar biasa.
"Hay, Cupu!" seru Dela mengejutkan gadis yang duduk di bangku taman.
"Woy, budeg ya?!" cetus Sarah menatap tajam Qia.
"Pergilah! Aku tidak ingin berdebat....,"
Dela dan Sarah serempak saling pandang lalu tertawa terbahak-bahak, membuat Qia menaikkan satu alisnya.
"Kurasa hari ini hari keberuntunganmu. Berhubung mood kami bagus," Sarah mengedipkan satu matanya ke Dela, membuat sahabatnya itu mengambil selembar kertas lipat dan menyodorkan ke Qia. "Kami memberikan kejutan terbaik untukmu hari ini. Enjoy cupu. Guy's, cabut!"
Prita berjalan di barisan akhir, tatapan matanya sekilas menatap Qia. Dimana gadis berkacamata itu terkejut dengan wajah memucat, tapi kepalan tangan yang meremas kertas menarik perhatiannya. Ntah kenapa aura Qia seakan memancar amarah luar biasa.
"Kurasa hari ini hari keberuntunganmu. Berhubung mood kami bagus," Sarah mengedipkan satu matanya ke Dela, membuat sahabatnya itu mengambil selembar kertas lipas dan menyodorkan ke Qia. "Kami memberikan kejutan terbaik untukmu hari ini. Enjoy cupu. Guy's, cabut!"
Prita berjalan di barisan akhir, tatapan matanya sekilas menatap Qia. Dimana gadis berkacamata itu terkejut dengan wajah memucat, tapi kepalan tangan yang meremas kertas menarik perhatiannya. Ntah kenapa aura Qia seakan memancarkan amarah luar biasa.
"Aku akan selidiki apa yang terjadi padamu, Nara. Aku janji." gumam Qia, seraya memasukkan remasan kertas ke dalam tasnya.
Qia meninggalkan taman kampus, tujuannya adalah perpustakaan yang menjadi tempat keduanya bersama berbagi cerita. Wajah tenang dengan tatapan tegas sejenak menarik perhatian beberapa mahasiswa, tapi siapapun yang menjadi target bully genk Cantika tidak seharusnya mendapatkan perhatian.
Perjalanan hanya sepuluh menit, dan kini pintu perpustakaan sudah ada di depannya. Sebagai mahasiswi yang sering mengunjungi perpustakaan, maka penjaga pun sangat hapal dengan sosok Qia. "Tumben sendiri, Qia?"
Qia tak menjawab, langkahnya semakin cepat melewati beberapa rak buku hingga ke ujung di deretan buku sejarah. Akan tetapi harapannya pupus, ketika di tempat favorit keduanya tak ada Nara. Tanpa menunda-nunda, Qia meninggalkan perpustakaan dengan wajah tegang.
"Ada apa dengan anak itu? Kenapa mukanya ditekuk." gumam Bu Cici bingung.
Qia kembali menyusuri lorong kampus tanpa peduli tatapan para mahasiswa. Langkahnya seakan tak terhentikan. Detak jantung berpacu semakin cepat, dengan emosi yang bergejolak bertempur di dalam hatinya.
Deretan kotak panjang nan tinggi ada di depan sana, membuat Qia semakin mempercepat langkahnya. Nomor urut yang terlihat seperti absen, hingga tulisan satu dua satu terlihat. Barulah langkahnya terhenti dengan tatapan harap-harap cemas.
Qia mengambil sesuatu dari dalam tasnya, lalu menatap benda mengkilap ditangannya itu. Satu kunci loker yang selalu Nara titipkan.
"Ayo, Qia. Kamu pasti bisa."
Kunci dimasukkan lalu diputar dua kali, dan terdengar bunyi kunci terbuka. Qia menarik pintu loker perlahan, belum sempat terbuka sempurna. Sebuah amplop merah terjun bebas.
"Apa itu?" gumam Qia berjongkok dan memungut amplop merah dari loker Nara.
Amplop dibolak-balik hingga satu inisial nampak, membuat Qia mengamati lebih seksama.
"NA." ucap Qia.
Simbol kesayangan sahabatnya, membuat Qia segera membuka amplop tanpa pikir panjang. Fokusnya membaca baris demi baris yang tertoreh di dalam surat bertinta merah.
Kepalan tangan dengan mata tajam memerah, tubuh bergetar menahan rasa di dalam dada. Cairan bening menetes tanpa permisi.
Bruug!
Qia ambruk dengan selembar kertas di tangan kanannya.
"Arrrggghhh!" Qia berteriak memenuhi lorong loker.
Teriakan Qia terdengar menyayat hati, tapi tak seorang pun mendengar kecuali dinding kampus yang diam tak bergeming.
"Tunggu pembalasanku! Siapapun yang berdosa, akan kupastikan mendapatkan hukuman setimpal. Ini janji seorang Rose Qiara Salsabila Luxifer." ucap Qia menatap kertas dengan nanar, lalu memeluk kertas itu dengan erat.
Kertas yang berisi pernyataan Nara tentang pemerkosaan yang dialaminya hingga membuat gadis itu memilih mengakhiri hidup dengan cara meminum obat tidur hingga overdosis serta ucapan selamat tinggal agar tidak ada yang mencarinya lagi.
Bukan hanya itu saja, Nara juga menyebutkan dengan detail bagaimana pelecehan terhadapnya bisa terjadi dan siapa saja dalangnya.
Qia menahan seluruh amarah di dalam hatinya dan memilih meninggalkan kampus lebih awal. Kepergian Nara dengan cara tak terduga, membuat gadis berkacamata itu segera mengayuh sepeda mininya menuju kawasan perumahan yang letaknya tak jauh dari kampus.
Tiga puluh menit sepeda dikayuh tanpa henti, hingga sebuah rumah dengan bendera putih menghentikan kayuhan nya. Disaat bersamaan, sebuah keranda keluar dari rumah minimalis di depan sana.
Qia meninggalkan sepedanya begitu saja dan memilih mengikuti iringan keranda di barisan terakhir. Bisik-bisik para warga sangat jelas terdengar dan menusuk relung hatinya.
"Kasian ya, masih muda malah bunuh diri."
"Hust, Jeng ini. Jangan bicarain yang udah ninggal deh, takutnya bangun."
Masih banyak lagi percakapan yang didengar Qia, hingga proses pemakaman berakhir. Gadis berkacamata itu masih stay di balik satu pohon agar tidak ada yang curiga dengannya.
Menunggu selama setengah jam hingga semua orang bubar dari makam baru di depan sana. Qia berjalan perlahan. Langkah kakinya kaku, tatapan mata kosong menatap ukiran nama di atas papan nisan.
"Nara Alona binti Burhan."
Qia bersimpuh di depan makam sahabatnya. Sekilas memori selama sebulan memenuhi kepalanya. Bagaimana hidupnya di dalam kampus Regal Academy menjadi berwarna karena gadis yang kini terbaring di dalam sana.
"Nara, maafkan aku. Andai aku tahu apa yang menimpamu... Hiks... Hiks."
Tangisan Qia terdengar semakin menyakitkan. Tangannya menggenggam tanah tempat Nara berpulang. Kenangan pertemuan pertama kali keduanya menari di pelupuk mata.
"Aku Rose Qiara Salsabila Luxifer berjanji akan membalaskan semua rasa sakit dan air mata mu Nara Alona. Ini janji seorang putri Queen Asfa Luxifer."
Qia membiarkan rintik hujan menemani hari berkabung akan kehilangan sahabat terbaiknya. Bumi pun ikut merasakan luka di dalam hatinya. Hingga tetesan air hujan berhenti, membuat gadis itu menengadah.
Sebuah payung hitam menghalangi hujan membasahi tubuhnya, dan satu uluran tangan berada di depannya.
"Bangun! Ayo ikut denganku."
Qia menyambut uluran tangan itu tanpa mengusap air matanya.
Keduanya berdiri berhadapan dengan tatapan penuh kasih.
"Dunia ini seperti rintik hujan. Terkadang hanya gerimis, terkadang hujan deras. Satu langkah bisa berakhir dalam tiga jalan. Meskipun tujuan kita hanya satu."
Qia mendengarkan tanpa membantah, ataupun membalasnya. Hati, jiwa dan pikiran sungguh tenggelam dalam duka.
"Pikirkan apa tujuanmu esok, dan pastikan kamu melangkah tanpa keraguan. Kuatkan hati dan jiwamu, percayalah kamu mampu."
Qia menghapus air matanya. Kemudian berbalik menatap nisan sahabatnya.
"Tenanglah. Hari ini hari terakhir aku lemah, aku janji esok menjadi awal baru duniaku. Demi persahabatan kami, demi masa depan ku." ucap Qia melepaskan satu gelangnya dan menaruhnya di atas makam Nara.
"Aku akan kembali, hingga semua rasa sakitmu terbalaskan. Aku berjanji, hidupku hanya untuk keadilan di kampus kita. Seperti mimpimu yang mengharapkan kedamaian di regal academy."
...----------------...
Karya kali ini, sama seperti My Secret Life, othoor harus tenggelam menjadi semua tokoh. Perasaan campur aduk akan banyak kasus bully di masyarakat. Mungkin dalam dunia nyata, sangat jarang yang mau menegakkan keadilan.
...😰Semua hanya terpatri pada keegoisan semu. 😰...
...----------------...
"Aku akan kembali, hingga semua rasa sakitmu terbalaskan. Aku berjanji, hidupku hanya untuk keadilan di kampus kita. Seperti mimpimu yang mengharapkan kedamaian di regal academy."
Keesokan harinya.
Tak!
Tak!
Tak!
Suara sepatu boots, terdengar begitu jelas dan mengalihkan perhatian para mahasiswa di dalam kelas. Mata kaum hawa jelalatan dengan air liur menetes. Tak ubahnya dengan hewan buas yang tergiur makanan lezat, sedangkan kaum hawa merasa perubahan udara panas di sekeliling mereka.
Bisik-bisik para mahasiswa terdengar begitu bising memenuhi keriuhan kelas. Suara siulan dan juga godaan tertuju pada wanita bergaun peach brukat di depan kelas.
"Eh, bentar dulu. Bukankah itu si cupu? Iya, gak sih?" ucap salah satu mahasiswi.
Seperti mendapatkan lampu cahaya. Geng Cantika menatap lekat ke arah wanita di depan kelas yang masih enggan memilih kursi untuk ikut kelas.
Dela meneropong dengan dua tangannya. Seolah memasang kacamata di antara mata wanita itu. "Wuih, iya guy's. Itu si cupu."
"Ayo, kita bully. Ngapain pake sok-sokan gitu. Tetep aja nggak level ama kita." Sarah melambaikan tangan pada dua temannya.
Dela dan Prita bangun dari kursi dan mengekor di belakang Sarah. Melihat geng Cantika beraksi, membuat para mahasiswa di dalam kelas diam seperti dilakban. Mereka memilih tak ikut campur. Geng Cantika bukan geng yang sembarangan. Bukan karena ketiga cewek itu cantik, tapi orang tua ketiga mahasiswi itu termasuk donatur tetap kampus.
Di belakang hanya saling senggol menyenggol. Sementara Geng Cantika sudah berdiri di depan wanita modis dengan wajah manis tersenyum tipis. "Apa kalian butuh sesuatu?"
Sarah mendekat, dan menatap wajah wanita di depannya. "Ish, kau itu SI CUPU. Guy's, kalian semua harus inget ini. Cupu tetaplah cupu. Mau berubah secantik apapun, tetap levelnya dibawah kita-kita. Bukan begitu, Qiara Salsabila?"
"Benarkah?" tanya balik Qia dengan satu alis terangkat.
Sikap Qia, membuat Sarah kesal. Biasanya Qia hanya menunduk dan menangis, tanpa menjawab pertanyaan darinya. Dela maju dan menatap sebuah kalung di leher Qia. Seingatnya, kalung itu keluaran terbaru dari sebuah brand Royal Company. "Apa kamu sekarang jadi pencuri?"
Puk!
Prita menepuk lengan Dela. "Ngaco, kamu bicara apa sih."
"Ini, loh. Kalung Rainbow Rose, mama kemarin teriak minta di beliin ini. Kalung ini hanya ada tiga, dan itu keluaran terbaru dari Royal Asfa Company." jelas Dela sambil menunjuk kalung di leher Qia.
Mendengar itu, Sarah menarik kalung Qia dengan paksa. Sontak tubuh Qia terhuyung maju. Kalung masih di leher Qia, dan Sarah masih menarik tanpa hati. Saat mata sibuk memperhatikan keaslian kalung Qia. Sebuah tangan mencengkram tangannya.
"Kamu, beraninya...."
"Ssssttt!" cengkraman tangan semakin erat dan Sarah mulai meringis kesakitan.
"Bantuin, tahan si cupu!" seru Sarah.
Qia menarik tangan Sarah dan menabrakkan tubuh anak manja itu kedua temannya.
Bruuug....
"Auuw. S!al. Rupanya kau mau main denganku." Sarah berniat bangun, tapi sesuatu menimpa telapak tangan kanannya.
Nyeri, sakit dan ngilu. "Aaarrrggghh....." teriakan Sarah, membuat ngilu para mahasiswa lain.
Gerudukan para mahasiswa dari luar kelas pun ikut mendekat dan masuk ke dalam kelas para kaum elite. Pemandangan Qia menginjak telapak tangan Sarah, membuat banyak mulut melongo dan usapan dada. Seluruh kampus tahu, siapa geng Cantika. Jika nekad membuat masalah, maka DO pasti menjadi akhir para pembuat onar.
Dila dan Prita bangun, dan siap menampar Qia. Tapi, belum sempat tangan keduanya menyentuh pipi Qia. Nada bariton keluar dari bibir manis Qia. "Don't touch me!"
Glek....
Suara Qia jauh berbeda dari biasanya. Kemana suara gemetar dan wajah pucat yang selama ini dinikmati para mahasiswa? Bukan hanya penampilan, tapi sikap dan cara bicara Qia pun berubah drastis.
Qia melepaskan sepatu boots nya dari telapak tangan Sarah dan berjongkok. Tatapan tajam terarah pada putri pengusaha batubara itu. ''Cantik, but attitude NOL BESAR."
"WHAT'S?Das...."
Plaak!
Satu tamparan keras mendarat sempurna dan tercetak di pipi kiri Sarah. Merah dengan cap lima jari. "Balasan untuk tragedi kontes musik."
Plaak!
Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Sarah. Darah mengalir di sudut bibir Sarah. Banyak mata bersyukur dan juga mengumpat. Dela dan Prita berlari keluar kelas dan kini tinggal Sarah bersama Qia. Ditemani para penonton yang bisu dan buta.
Seakan tidak gentar. Sarah menatap Qia dengan tajam dan tangannya bergerak ingin membalas tamparan si cupu. Tapi, Qia menahan tangan Sarah dan meremas nya.
"Aaaarg..."
Satu tangan lagi, Qia gunakan untuk membungkam bibir Sarah. "Rasanya pasti enak bukan? Aku masih ingat, bagaimana rasanya saat di hajar kalian tanpa belas kasihan di dalam kelas ini."
Qia mengedarkan pandangan ke arah para mahasiswa yang menunduk, ada mata yang acuh masih stay menonton tanpa rasa malu. Rasa yang sama, tak satupun mata akan membela dan membantu. "Apa kamu lihat. Siapa yang mendekat dan menolongmu? Tidak ada," Qia melepaskan tangan kiri Sarah.
Pluk....
Tangan Sarah terkulai seperti tak bertulang. Banyak mata yang mengalihkan pandangan dengan kekejaman Qia membalaskan dendam.
"Minggir-minggir..." ucap seorang pria dengan suara khas berat.
Aroma parfum yang sangat dikenali Qia. Langkah itu mendekat dan berhenti didepan sang kekasih. "Sayang, siapa yang melakukan ini? Ayo bangun."
Qia melepaskan tangannya dari bibir Sarah dan berdiri.
"Salsa, kamukan ini? Bukankah...." ucap pria itu tercekat dan menutup mulutnya sendiri.
Hampir saja keceplosan. Betapa bejat dirinya atas kejahatan yang dianggap sebagai kenakalan remaja.
"Salsa? Siapa itu? Aku Rose." ucap Qia.
Rizwan mendekati Qia dan berniat menyentuh pipi wanita itu. Tanpa disadari Riswan, tangan kiri Qia sudah mengambil satu pisau lipat di samping tas selempang nya.
Sreeet....
"Auuuw.... Kau!" seru Riswan menahan lengan yang tergores dan mengeluarkan cairan merah.
"Jangan berpikir menyentuhku! Kamu dan kamu, sama. Kalian predator tak berhati." Qia mengacungkan pisau mini dengan darah menetes.
Suasana semakin tegang, berita keributan sampai ke ruangan para guru. Beberapa rektor berlarian menuju tempat kejadian, namun terlambat. Sarah sudah terluka dan shock. Riswan juga terluka dengan para mahasiswa yang diam tanpa satu penjelasan apapun.
Gadis cantik bergaun peach duduk di sudut dan menikmati bacaan buku fiksinya. Tidak peduli dengan kesibukan para rektor dan dosen yang menyidang semua mahasiswa di tempat kejadian.
Tak ada lagi hati manusia. Semua hanyalah jiwa kosong dengan pikiran dangkal. Buta, tuli dan bisu. Yah, itulah kalian. ~ batin Qia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!