NovelToon NovelToon

Mertua Yang Jahat

Hinaan di tempat kerja.

“Oh Andre, betapa tampannya wajahmu, andai saja kau tau isi hatiku, oh Andre,” ucap Santi membaca buku, yang ternyata buku itu adalah milik Rika.

“Wah, nih orang enggak ngaca ya, masa sih saingan gue si Rika, gak level banget deh, turun deh harga diri gue kalau harus bersaing sama dia.”

Santi merobek lembaran kertas buku yang dibaca tadi, lalu memasukkannya ke dalam saku baju kerjanya, sambil melenggang keluar dari ruang loker karyawan.

“Enaknya nih kertas gue apain ya, ah gue tempel di whiteboard aja ah, biar nanti pas breefing kan di ruangan itu, ha ha ha biar pada liat, pada baca, mampus lo Rik, gue bikin malu loh,” gumamnya dalam hati.

Seperti biasa, sebelum CLUB buka, 1 jam sebelumnya para karyawan berkumpul di ruang meeting. Mereka akan membahas segala persiapan, baik dari segi menu, kerapian ruangan, dan lain-lain. Mereka juga membahas tentang tata tertib karyawan, baik dari segi pakaian, rambut serta dandanan bagi karyawati.

Jam menunjukkan pukul 10 pagi, semua karyawan memasuki ruang meeting setelah mereka berganti pakaian seragam dan menata rambut.

Tak boleh sehelai pun rambut yang terurai bagi karyawati. Dan bagi karyawan, rambut wajib menggunakan minyak rambut.

Beberapa karyawan bagian staf sudah memasuki ruangan, lalu menyusul yang lainnya. Tidak lama kemudian para karyawan bagian lapangan pun memasuki ruangan satu-persatu.

Tomi melihat dan membaca kertas yang tertempel di whiteboard, dan tak berapa lama dia tertawa dengan kerasnya hingga membuat orang di sekelilingnya memandang ke arahnya.

“Gila, Rika gila, berani banget dia bikin pengumuman, dasar, gak tau diri, ngaca napa sih.”

Karena suara Tomi yang besar sampai terdengar ke luar ruangan, hampir semua karyawan penasaran.

“Kenapa sih lo Tom, aya naon teh, gak jelas gaya lo,” sambut Kalina, sambil garuk-garuk kepala dan terheran-heran dengan Tomi.

Yang lainnya pun menyusul ikut penasaran.

“Ya ampun Rika, ternyata lo diam-diam pikiran lo liar juga ya,” pekik Santi, matanya pun terbelalak dan mulutnya pun menganga, seolah-olah dia terkejut.

“Lo kenapa sih San, gaya lo lebay banget,” celoteh Tomi melihat tingkah Santi yang pecicilan.

Santi pun menjawab, “Gimana enggak lebay, coba deh lo banyangin, kalo Rika jadian sama Andre, aduh, apa kata dunia, masa sih saingan gue si Rika, gak level banget kan, sumpah deh, gak rela gue, aduh Tom, semoga ini semua cuma mimpi ya.”

Kalina pun ikut bicara, “Eh, ada Rika, bisa kena SP lo, dia kan bebas, asal ngespe-ngespein orang, awas lo San, lo bisa jadi sasarannya.”

Rika pun masuk ke dalam ruangan meeting, betapa terkejutnya Rika saat melihat whiteboard dan membaca kertas yang tertempel.

Tak lama kemudian Andre pun masuk ke ruangan itu dan menyaksikan semuanya.

Sambil menahan malu, Rika menarik kertas yang tertempel di whiteboard dan merobeknya, Andre pun menahan tangan Rika yang hendak merobek kertas itu dan mengambilnya dari tangan Rika.

Karena menahan malu yang amat sangat, Rika pun berlari dan meninggalkan ruangan itu, dengan di sambut sorakan teman-teman yang ada.

“Idih, dia yang bikin pengumuman , dia juga yang merasa malu, caper banget sih lo!” seru Santi, Kalina, Hesti, Tomi, juga yang lainnya ikut bersorak, ruangan pun gaduh.

Pak Narto selaku manager CLUB yang akan memimpin breefing pagi itu, sementara wakilnya yaitu pak Bambang mengawasi.

Melihat ada kegaduhan di ruang meeting, pak Narto bergegas menuju ruang meeting sambil berkata , “Ada apa nih, kenapa ribut-ribut?”

“Itu tuh Pak, Rika, anak kesayangan Bapak, yang Bapak selalu puja-puja, lagi taruh cinta Pak,Ha ha ha.“ jawab Santi dengan gaya mengejek.

Yang lain pun juga ikut bersorak sambil memukul meja. Tomi, Rizal, Laila, dan yang sudah hadir di ruang meeting semua ikut bersorak.

Laila pun ikut bersuara, “Jatuh cinta kok di umumin, anehkan, lagian gak sadar diri banget sih, mana mungkin An....... “

Belum selesai Laila bicara, Andre pun menggebrak meja sambil berteriak, “Udah, cukup! Puas lo semua! ”

Andre pun meninggalkan ruang meeting tanpa berpamitan dengan pak Narto. Dan sepertinya pak Narto paham dengan tindakan Andre, dia pun tidak berkata apa-apa.

Breefing pun tetap berjalan, walau Rika dan Andre tidak mengikuti kegiatan tersebut.

Andre menyusul Rika, tapi di ruang kichen tidak dia temukan. Setiap ruangan Andre periksa, tapi Rika tetap tidak ada. Andre pun naik ke ruang atas, ruang atas adalah ruang musholla, di mana para karyawan dan karyawati beribadah dan beristirahat saat split tiba.

Ternyata Rika ada di dalam ruangan musholla, Andre melihat Rika menangis sesegukan. Sebelum Andre masuk ke ruang musholla, dia menyempatkan untuk membaca isi lembaran kertas yang dia ambil dari tangan Rika tadi.

Betapa terkejutnya Andre saat membacanya, Andre pun tersenyum lebar sampai menampakkan gigi depannya yang Besar-besar dan putih itu. Andre pun tertegun, lalu dia duduk di depan teras musholla.

“Ehm, ni kertas baiknya gue apain ya, kasian Rika, mungkin dia malu banget. Ah gue simpen aja deh,”

gumamnya dalam hati sambil tangannya melipat secarik kertas tadi dan disimpannya ke dalam dompet yang berada di saku belakangnya.

Andre berdiri setelah memasukkan kertas tadi ke dalam dompetnya dan melangkah ke dalam ruangan musholla, di lihatnya Rika sedang mengelap air matanya.

Ketika Rika memandang ke arah pintu, sedikit terkejut dia memandang ke arah pintu, dilihatnya Andre melangkah mendekatinya.

Rika pun berkata dengan suara meninggi, “Ngapain lo ke sini, puaskan lo ketawain gue! “

Andre pun menjawab dengan berpura-pura, “Ketawain apaan, emang apaan sih yang diketawain, gue aja baru masuk, tapi suasana udah gaduh, mana gue tau.”

“Lagian tadi pak Narto juga gak ngomong apa-apa. Trus lo kenapa, kenapa nangis, cengeng amat kaya bocah.”

Andre pun duduk di samping Rika, sambil mengambilkan tisu yang ada di atas meja, sejajar dengan gelas-gelas air mineral, lalu diberikan tisu itu pada Rika, Rika pun menerimanya dengan senyuman.

Dan akhirnya Andre mengajak Rika untuk kembali ke ruang meeting dan Rika pun mengiyakan.

“”””””””””””

Sementara keadaan di ruang meeting sudah kondusif, Pak Narto menerangkan tugas masing-masing setiap flour, dan setiap minggu ada perpindahan tugas, di mana setiap karyawan wajib menguasai materi, baik yang bertugas di kichen, di bartender, maupun sebagai waiter, kecuali kasir.

Tugas kasir hanya menjalani tugasnya, baik dalam menerima pembayaran, menerima barang datang, menerima tamu khusus, dan mengurus administrasi club.

Semua karyawan memperhatikan apa yang sedang Pak Narto jelaskan, pak bambang selaku wakilnya, berdiri di samping Pak Narto sambil mengawasi para karyawan.

Pintu pun diketuk dari balik pintu, Pak Bambang langsung membukakan.

Andre dan Rika masuk ke dalam ruangan itu dan berkata pada Pak Bambang, “Maaf Pak, permisi, izin masuk Pak.”

Tanpa menunggu jawaban dari Pak Bambang, Andre dan Rika langsung masuk ke dalam ruangan dan mencari bangku kosong, dan mereka pun duduk di tempat masing-masing.

Karyawan lain pun tidak diam saja, mulailah satu persatu bersuara dengan pelan sambil berbisik-bisik.

Awalnya Pak Narto terus bicara soal tugas-tugas karyawan, tetapi suara bisik-bisik itu semakin lama semakin kentara, Pak Narto pun merasa terganggu, hingga akhirnya Pak Narto pun marah dan berkata sambil membuka pintu ruangan,

“Kalau ada yang masih bicara, silakan keluar. Saya tidak perlu kalian yang masih mau ngobrol sendiri, saya butuh karyawan yang bertanggung jawab dan berkualitas. Kalau kalian masih saja bersikap kekanak-kanakan, kapan majunya club ini. Bukan Cuma saya yang bertanggung jawab atas kemajuan club ini, tapi kita semua. Dan hasilnya pun kita semua yang menikmati, jangan sampai permasalahan yang ada menjadikan mundurnya kualitas kerja kita, mengerti?”

Para karyawan pun menjawab dengan suara keras, “mengerti Pak.“

Sontak Santi mengacungkan tangan tanda ingin bicara pada Pak Narto,

“Pak, izinkan saya bertanya, bagaimana jika seorang kepala waiters sedang jatuh cinta, sedangkan sikap dan kinerjanya jadi menurun? “

Pak Narto pun memberikan penjelasan dan berkata,

“Saya harap, apa pun masalah pribadi kalian, jangan sampai mengganggu waktu kalian kerja, jangan sampai kualitas kalian dalam bekerja menurun, Saya tidak suka itu, jika kalian membutuhkan konseling, kalian bisa temui Pak Bambang, jika ada masalah dalam pekerjaan, kalian bisa menemui Saya. Saya minta pada kalian, bersikaplah profesional, jangan kekanak-kanakan. “

Pak Narto pun segera menutup breefing pagi itu, dan pandangannya mengarah pada Rika.

Pak Narto pun memanggil Rika dengan sedikit berteriak karena suara para karyawan mulai ricuh,

“Rika, Saya tunggu di ruangan saya, sekarang.”

Rika pun menolehkan kepalanya ke arah Pak Narto dan langsung menganggukkan kepalanya tanda setuju. Dan Pak Narto pun meninggalkan ruangan.

Santi pun mulai berkicau, “ Pandai kali kau cari muka pada atasan, ngaca lo! Belum 1 tahun udah bisa naik, sekarang nyari perhatian ma Andre, mana mau Andre sama lo, udah item, jerawatan, eh bisulan deh, kalo jerawat kan kecil-kecil, kalau gede berarti bisul, ha ha ha ha ha.”

Santi pun tertawa terbahak-bahak di susul dengan tawa karyawan lainnya.

Laila pun tak kalah ikut menanggapi, “Mimpi aja terus Rik, sampe hujan batu pun enggak bakalan mimpi lo jadi kenyataan.”

Akhirnya Rika angkat bicara, telinganya sudah lelah mendengarkan ocehan teman-temannya.

“ Ya Tuhan, salah gue apa sih sama kalian, gue enggak pernah usil sama kalian, gue enggak pernah ikut campur urusan kalian, lalu kenapa gue selalu kalian bully?!”

Akhirnya Andre menarik tangan Rika dan mengajaknya keluar ruangan.

“Udah lah Rik, jangan di dengerin, Pak Narto nunggu di ruangannya tuh, nanti dia marah loh kalo lo lama.”

Rika pun menuruti perkataan Andre dan melangkah menuju ruangan Pak Narto.

Pak Narto sudah menunggu Rika di ruangannya sambil membereskan kertas-kertas yang berada di atas meja kerjanya, tak lama kemudian Rika pun mengetuk pintu.

“Permisi Pak.”

“Ya, masuk.”

Pak Narto menyuruh Rika masuk ke dalam ruang kerjanya dan mempersilahkan Rika duduk.

“Duduk Rik, ada yang mau saya bicarakan. Oh ya, absensi karyawan tolong di selesaikan ya, ini kan sudah tanggal 14, jangan sampai tanggal 20 belum selesai, Saya tidak mau nanti karyawan lain semaunya ngatur jadwal mereka, alasannya tukeran lah, sakitlah apalah, saya kasih waktu 2 hari agar segera di selesaikan. “

Rika menganggukkan kepalanya, lalu bertanya,

“Pak, jadwal liburnya tetap 4 hari kan? Lalu, dapat jatah hari minggunya gimana, tiap karyawan boleh dapat libur hari minggunya berapa kali?”

Pak Narto menjawab, “jatah libur tetap 4 hari, tapi seperti biasa, tiap karyawan dapat hari minggu hanya 1 kali saja, tempat kita ini resto plus, jadi kalo bisa hari minggu itu masuk semua. Tapi kalau Saya enggak kasih libur hari minggu, dibilang kejam, di bilang enggak pro ke karyawan, tapi di sisi lain, Saya di tuntut untuk memberikan servis lebih pada pengunjung.”

“Iya Pak, Saya mengerti. Oh ya, ada lagi yang mau dibicarakan Pak? Kalau tidak ada, Saya izin pamit pak.”

“Saya mau tanya, tadi ada apa ribut-ribut? Dan kamu pake nangis segala, memang ada apa?” tanya Pak Narto penasaran.

Rika pun bingung menjawabnya, dia hanya terdiam dan menundukkan kepalanya.

“Ya sudahlah, jika kamu enggan untuk menjawab enggak apa-apa. Tapi kalau bisa, bersikaplah lebih profesional, kamu di sini diandalkan. Ya sudah, kembali lagi ke tempatmu,” kata Pak Narto.

Rika pun keluar dari ruangan Pak Narto dan kembali bekerja.

Sementara karyawan yang lainnya mengawasi gerak-gerik Rika. Mereka pun menduga-duga perihal kejadian tadi di ruang meeting.

Ema mendekati Rika yang sedang sibuk mempersiapkan jadwal absensi karyawan, seraya bertanya, “Hai Rika, si hitam manis yang berambut panjang, sibukkah dirimu hari ini? “

Rika pun menoleh dan mendapati sahabatnya.

Ya, hanya Ema yang bersikap baik padanya, hanya Ema yang tidak pernah mengejek fisiknya, hanya Ema yang mengerti keadaannya.

“Gue lagi sedikit sibuk, sedikit ya enggak banyak. Jadi kalo lo mau ngomong, ngomong aja,“ jawab Rika dengan ketus.

Ema pun menimpali, “Ih judes banget, abis makan orang ya, judes banget sih lo. Jangan gitu dong, gue kan enggak salah, gue kan enggak pernah jahat sama lo, sedih deh gue rasanya. “

Rika pun tersenyum mendengar jawaban sahabatnya, dan berkata,

“Trus gue mau marah ama siapa, ya gue cari kambing hitamlah buat keluarin unek-unek dikepala gue. Abis Cuma lo yang enggak pernah ngejek gue, ya udah, gue jadiin deh lo kambing hitam, dan enggak mungkinkan lo ngebales, he he he.“

Ema pun menimpali jawaban Rika dengan gelak tawanya. “Nah, gitu dong, senyum, gue rela kok jadi kambing hitam, asal lo bisa senyum lagi. “

Ema pun melihat Tomi dan Santi melangkah ke arahnya, dan berkata pada Rika,

“Ehm, kecebong nganyut, nagapin lagi kesini, males deh gue nimpalin nenek sihir itu. “

Rika pun tertawa, tetapi tawanya langsung berhenti ketika matanya melihat Santi dan Tomi melangkah ke arahnya.

Tomi berkata pada Rika, “Ka, gimana, jadwal udah di bikin belum? Udah tanggal 14 nih, gue mau ngatur jadwal kencan gue, ngeri bentrok, he he he. “

Mendengar perkataan Tomi, Ema tidak tinggal diam, dia pun berkata, “Ya Tuhan, kok tiba-tiba perut gue sakit ya Rik, kok gue mual ya. “

Tomi pun langsung mengacak- acak rambut Ema yang sudah di konde, sambil berkata, “Yeeee, sabar ya Neng, entar Abang bikin jadwal buat kita kencan. “

Rika pun terbahak-bahak mendengar candaan mereka, dan Ema pun menimpali, “Ih Tom, jangan dong, lo pikir gue konde rambut gue ini gak pake ongkos, mahal nih.”

Berbeda dengan Santi, yang hanya diam cemberut, tak lama dia berkata pada Rika,

“Rika, gue minta hari minggunya dua ya, gue ada acara.”

Rika pun menjawab perintah Santi dengan tegas,

“Yah maaf San, enggak boleh. Jatah anak-anak Cuma dapet sekali dalam sebulan. Itu udah ketentuan club. Tugas gue cuma bikin jadwal, tapi semua ketentuan hari yang nentuin Pak Narto, itu juga sudah ketentuan pusat. Kalo lo mau protes ya sama pusat sana.”

Santi pun marah mendengar jawaban Rika. Tanpa sadar tangan Santi mendorong tubuh Rika dan tangan kirinya menjambak rambut Rika yang sudah tertata rapi.

“Lo pikir club ini punya lo, seenak lo aja bikin jadwal, pake bawa-bawa nama pusat segala. Cara lo kalo cari muka jangan ngorbanin temen-temen dong, mereka kan punya keluarga yang harus mereka urus, masa dalam sebulan cuma dapet sekali, lo gak ngotak Rik! Pikir dong pake otak, trus lo sendiri gimana, lo sendiri bikin jadwal buat lo gimana, yang udah-udah lo bikin buat diri lo bisa dapet hari minggu lebih dari satu. Trus pake samaan lagi sama Andre. “

Tak terima Rika di dorong oleh Santi, Ema pun membalas perbuatan Santi dengan mengguyur air mineral ke kepala Santi.

Santi pun berteriak, dan Tomi pun terkejut melihat perbuatan Ema dan berkata, “Gila, gak nyangka gue sama lo Ma, lo bisa bar-bar juga ya! “

Tomi pun bergerak, dia mengusap kepala Santi yang basah. Tomi pun menarik tangan Rika yang tersungkur akibat dorongan tangan Santi.

Melihat dari kejauhan, Andre pun bergegas mendekati mereka dan berkata, “Sudahlah, apa sih yag kalian ributin, dari tadi pagi gak kelar-kelar ributnya.”

Santi pun mendekati Andre dan bergelayutan ditangan Andre yang kekar itu sambil berkata,

“Ini loh Sayang, ternyata ada penggemar kamu secara diam-diam, aku tadi baca di pengumuman, kertasnya di tempel d whiteboard.”

Rika terdiam dan wajahnya mulai memerah karena mendengar ocehan Santi dan melihat tingkah Santi yang membuat Rika muak.

Rika pun beranjak dan meninggalkan mereka.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 siang, waktunya restoran di buka. Santi pun bergegas membenahi pakaian dan rambutnya yang basah.

Siang itu ramai dengan pengunjung, para pelayan pun melayani pengunjung dengan ramah dan cekatan. Banyak pilihan menu hidangan yang lezat hingga membuat para pengunjung akan kembali lagi.

Hingga waktu menunjukkan pukul 3 sore, saatnya split, restoran pun segera tutup sementara. Para karyawan beristirahat di ruang atas.

Andre mencari Rika, dan bertanya pada teman-teman yang lain, tapi mereka tidak mengetahui keberadaan Rika.

Dalam hati Andre berkata, “Gue harus ngomong sama Rika.”

Andre melangkah menuju kamar mandi sambil merogoh saku belakangnya untuk mengambil dompetnya. Setelah dia masuk ke kamar mandi, Andre membuka dan membaca kertas yang tadi pagi dia ambil dari tangan Rika.

Andre pun tersenyum di buatnya. Dia kembali keluar dan mencari Rika kembali, tapi tak dia dapatkan.

Andre melangkah ke lantai tiga, di mana tempat itu di jadikan gudang dan pendingin. Di situlah Rika ditemukan oleh Andre. Tapi Rika tidak sendirian, Rika bersama Santi, Laila dan Tomi. Mereka sedang mengintrogasi Rika.

Ketika Santi hendak menampar wajah Rika, Andre segera mendekat dan memegang erat tangan Santi. Andre melihat Rika menangis sesegukan.

“Apa-apaan sih lo San, salah Rika sama lo apa?” tanya Andre pada Santi yang sedang marah-marah pada Rika.

“Salah dia lo mau tau, kesalahan dia yang terbesar adalah suka sama lo, dia gak pantes suka sama lo, gue gak mau lo di rebut dari gue!” jawab Santi dengan sedikit berteriak.

Andre pun menanggapi dengan suara pelan, dan menjawab perkataan Santi,

“Sejak kapan kita jadian San, kita gak pernah jadian, gue gak pernah nganggap lo pacar, kita cuma temenan. Lagian, kalo Rika suka sama gue, itu hak dia. Dan lo bertiga sebagai saksi ya, denger baik-baik, Gue suka sama Rika! Sekali lagi gue bilang, Gue juga suka sama Rika!!!”

Andre pun langsung menarik tangan Rika dan meninggalkan mereka.

Sementara mereka bertiga yaitu Santi, Laila dan Tomi hanya melongo mendengar jawaban Andre.

Cinta yang berujung pemecatan.

“Sudahlah Rik, enggak usah di pikirin omongan mereka, mereka hanya iri. Oh ya, nanti pulangnya bareng ya, ada yang mau gue omongin sama lo.”

Sahut Andre yang berusaha menenangkan hati Rika. Rika pun menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Waktu semakin malam, sudah menunjukkan pukul 11.00 malam. Pengunjung pun sudah mulai sepi. Waktunya restoran tutup.

Rika mulai membagikan tugas pada anak buahnya untuk membersihkan meja dan lantai. Rika pun turut bekerja melakukan pekerjaan yang di atur untuk anak buahnya.

Pak Bambang dan Pak Narto berjalan berkeliling sambil ikut merapikan seluruh ruangan. Pada pukul 12.00 malam, para karyawan diperbolehkan pulang.

###

Andre menunggu Rika keluar dari pintu karyawan. Setelah dia melihat Rika keluar, Andre pun memanggil dan mendekatinya.

“Oh, lo nungguin, gue pikir tadi lo cuma basa-basi minta pulang bareng,” kata Rika dengan ketus.

Sebenarnya dia tidak berniat berkata ketus dan bersikap judes, tapi karena dia menahan rasa malu yang amat sangat atas kejadian tadi pagi, dan atas pembelaan Andre pada dirinya.

“Gue beneran kok, ada yang mau Gue omongin, oh iya, Gue laper, kita makan dulu yuk,” ajak Andre pada Rika.

“Rika pun menjawab masih dengan nada ketus,

“Emang lu punya duit ngajak gue makan, palingan juga lo yang minta di bayarin.”

“Ha ha ha, tau aja lo, Gue gak punya duit. Yok ah, traktir gue makan,” balas Andre menjawab dengan tawanya.

Itulah kebiasaan Andre, selalu minta di traktir oleh teman wanitanya, hingga banyak di antara mereka yang salah sangka.

Mereka berhenti di depan gerobak ketoprak yang masih buka. Andre memesan 2 porsi ketoprak dan mengajak Rika untuk duduk sambil menunggu.

Karena saling diam, Andre pun memulai membuka pembicaraan.

“Rik, lo mau tau gak apa yang saat ini gue rasain?”

Rika: “Enggak, gue enggak mau tau.”

Andre: “Ih , gitu amat sih lo, masih judes aja, udah dong, emang lo gak cape apa judesin gue.”

Rika: “Siapa yang judesin lo, gue cuma males denger gombalan lo. Gue lagi males ngomong.”

Andre: “Ya udah kalo lo males ngomong, berarti gak males kan buat dengerin gue ngomong? Gue lagi enggak ngegombal kok.”

Rika: “ Ya udah, gue dengerin, dengerin doang kan?”

Andre: “ya, lo cukup dengerin, lo gak perlu kasih komentar, yang penting nanti lo yang bayar ya, he he he.”

Andre pun menanggapi piring yang sudah terisi ketoprak dan menyuguhkan ke arah Rika. Rika pun menyambutnya dan langsung melahapnya.

Andre pun mulai berbicara.

“Lo tau gak sih Rik, kalo gue tuh suka sama lo. Lo tuh beda dengan temen-temen yang lain. Mereka yang suka hura-hura, sedangkan lo enggak. Pokoknya lo beda dengan yang lain di mata gue.”

Rika masih terus mengunyah makanannya dengan cuek, sampai Andre berkata,

“Lo mau kan jadi cewek gue, jadi calon istri gue?”

Rika pun tersedak dengan makanan yang sedang dia kunyah. Andre pun dengan sigap mengambil air minum yang sudah di sediakan oleh penjual ketoprak, dan Rika meminumnya perlahan-lahan.

Tangan Andre pun mengusap punggung Rika, dengan sedikit khawatir Rika tak bisa bernapas.

Setelah itu Rika pun bertanya,

“Lo yakin dengan ucapan lo? Apa setiap cewek yang lo ajak makan cara lo merayu kaya gini?”

Andre pun menanggapi dengan serius. “gue serius Rika. Gue serius dengan apa yang gue omongin. Gue enggak pernah seserius ini. Kalo lo gak percaya, nanti suatu saat gue bakal ajak lo untuk kenalan sama mama gue.”

Mendadak dada Rika sakit, Rika sungguh tidak percaya atas ucapan Andre barusan.

“Kita jalanin aja dulu, gak salahkan, sambil kita adaptasi saling mahamin kekurangan masing-masing, ” kata Andre.

“Iya, kekurangan lo itu selalu minta di traktir," jawab Rika sambil tertawa.

Andre pun tak kalah menanggapi, “Nah tuh tau, ha ha.”

Andre pun langsung merangkul bahu Rika yang duduk di sampingnya sambil berkata perlahan,

“Janji ya, jangan nangis lagi. Aku janji, mulai sekarang aku akan selalu ngebela kamu, aku berusaha ngejagain kamu.”

Rika kaget mendengar kata-kata barusan yang di ucapkan Andre. Rika pun balik berkata sambil tertawa,

“Bahasa lo kaku bener Dre, kaya kanebo yang belom di aerin, ha ha ha.”

Andre pun tersipu di ejek Rika, dan mereka pun pulang bersama. Andre mengantar Rika sampai depan rumah, setelah itu Rika meninggalkan Andre, dan masuk ke dalam Rumah.

Rika tinggal sendiri dengan menyewa rumah kecil yang tak jauh dari tempatnya bekerja.

Ke dua orang tuanya berada di kota seberang, yaitu kota Lampung. Sedangkan dia bekerja di kota metropolitan, yaitu Jakarta.

Semua saudara kandung Rika tinggal di Jakarta, karena mereka mencari rezeki di kota ini.

Karena dia tinggal sendiri, dia pikir tidak ada orang, ternyata ada Beni yang tak lain adalah abang kandungnya sedang menunggunya.

Rika berjalan ke arah pintu rumah kontrakannya, dilihatnya Beni sedang duduk di teras.

“Assalamu’alaikum” Rika memberi salam pada Beni.

Beni pun menjawab, “wa alaikumsalam.”

Rika pun masuk ke dalam rumah, dan tak lupa dia bersalaman dan mencium tangan Beni.

Terjadilah percakapan antara Rika dan Beni.

Beni: “Larut banget Rik pulangnya, gue dari tadi loh nunggu lo. “

Rika: “Oh, dari tadi, tumben ampe nunggu gue, emang ada yang penting? “

Beni: “Lo dari mana, pulang kerja kok larut banget, biasanya juga jam 12.30 malam da sampe, kan deket. “

Rika: “Oh, gue makan dulu, laper. Tuh sama Andre, temen kerja gue. Tapi udah bukan temen lagi sih. “

Beni: “Maksud lo, udah bukan temen gimana, lo musuhan? “

Rika: “Gak lah Bang, masa gue musuhan, maksud gue, die itu udah bukan temen gue lagi, tapi sekarang dia itu udah jadi pacar gue... He he he. “

Beni: “Jiiiaaah, ade gue punya pacar sekarang, kenalin gue ya nanti, bakal gue tatar, ha ha ha. “

Rika: “Awas lo Bang, jangan galak-galak ama dia, gue yang marah nanti. Oh ya, sebenarnya ada apan sih Bang, kok lo sampe mau nungguin gue pulang? “

Beni: “Gue mau numpang tidur, males gue di rumah, ngoceh mulu si Ratu.”

Ratu adalah istri Beni. Mereka tinggal bersama putra mereka yang masih bayi, yang letaknya tidak jauh dari rumah Rika.

Malam pun semakin larut. Mereka pun tidur terpisah, Rika tidur di kamar tidur dan Beni di ruang tamu menggelar karpet untuk alas tidurnya.

######

Hubungan Rika dan Andre berlanjut dan semakin mesra.

Banyak yang iri jika melihat pasangan itu, hingga banyak yang menduga bahwa Andre hanya memanfaatkan kebaikan Rika dalam hal materi, karena kedudukan Rika yang menjadi kepala pelayan dengan gaji yang lumayan besar, sedangkan Andre hanya pelayan biasa yang mendapatkan gaji lebih kecil dari Rika.

Santi pun tidak tinggal diam, dia mencari cara agar Rika dan Andre berpisah. Santi pun melaporkannya kepada manager CLUB yang tak lain adalah Pak Narto.

Santi mencari Pak Narto di ruangannya, tapi Pak Narto tidak ada. Lalu dia bertanya pada Tomi, yang ketika itu Tomi sedang menyapu lantai di depan ruangan Pak Narto.

“Tom, lo liat Pak Narto gak? Di ruangannya gak ada, dilantai bawah juga gak ada.”

Tomi pun menjawab dengan santai,

“Pak Narto tadi pulang, dia udah bilang sih ke gue barusan.”

Santi pun menimpali jawaban Tomi dengan sinis,

“Emangnya lo siapa, Pak Narto pake izinnya sama lo? Emang lo pemilik resto ini?!”

Wajah Santi jemberut, karena tak terima jawaban dari Tomi. Dia pun melangkah menuju lantai bawah.

Para karyawan sedang melayani pengunjung yang ramai. Santi pun mengerjakan pekerjaannya ikut melayani pengunjung.

Ada beberapa meja yang harus dia bersihkan. Soal pekerjaan, Santi sangat bertanggung jawab.

Tapi sayang, sikap iri dan dengki terhadap sesama karyawan yang membuat dia tidak mudah naik jabatan.

Dia selalu ingin menjatuhkan kawannya yang terlihat baik, terutama pada Rika.

Dalam dua tahun, Rika mampu menjadi karyawan teladan. Rika mendapatkan penghargaan berupa uang saku dan naik jabatan. Kinerja Rika patut di contoh.

Tapi sayang, banyak yang iri terhadap Rika. Rika pernah menduduki jabatan kasir.

Karena tugas kasir bukan hanya menerima pembayaran, tapi juga merangkap iklan resto tersebut, dengan terpaksa Pak Narto memindahkan Rika menjadi kepala pelayan.

Sedangkan kasir saat itu di gantikan oleh Hesti.

Penampilan pisik sangat mendukung, dan itu ada pada Hesti.

Tapi sayang, kepandaian Hesti masih kurang, dan kekurangan itu bisa di tutupi oleh Rika.

Sambil melakukan pekerjaannya, Santi mencari Pak Bambang.

“Gue bakal aduin semua pada Pak Bambang, enak aja Rika bisa pacaran sama Andre, alah, paling Andre cuma morotin Rika aja, ha ha, mampus lo Rika, gue bakal depak lo dari sini, dan kedudukan lo sekarang bakal gue gantiin,” gumam Santi dalam hati.

Siang pun berlalu, waktunya resto tutup sementara. Santi pun masih melanjutkan misinya mencari Pak Bambang.

Santi ke ruang atas, tepatnya di ruang musholla, di dapatinya Pak Bambang yang sedang duduk bersila sambil komat-kamit.

Karena tidak berani mengganggu Pak Bambang yang sedang zikir, Santi pun dengan rela menunggu sampai masuk waktu asar.

Tak lupa Pak Bambang melakukan sholat sunah qobliyah asar dengan dua salam.

Melihat itu Santi pun menepuk jidatnya, “Ya ampun Pak Bambang yang ganteng sejagat raya, lama banget pak, pake sholat sunah segala, kan gue cape nunggu lo Pak,” gerutu Santi dalam hati.

Mulailah ruangan itu di penuhi para karyawan yang ingin ibadah, sedang Santi duduk d depan teras menunggu Pak Bambang selesai.

Pak Bambang pun telah selesai ibadah dan beranjak ke luar. Santi pun memburu Pak bambang dengan segera.

“Pak, Pak, Pak Bambang.” Santi mengejar Pak bambang dengan langkah lebih cepat.

Pak Bambang pun menoleh ke arah Santi, dan bertanya, “Ada apa?”

“Ada yang mau saya bicarain Pak, bisa saya minta waktunya Bapak?” Tanya Santi.

Bukan menjawab pertanyaan Santi, tetapi Pak Bambang malah balik bertanya,

“Kamu sudah sholat belum? Kalau belum, sholat dulu sana!” Perintah Pak Bambang pada Santi.

“Santi pun menjawab dengan tergesa-gesa.

“Aduh Pak, ini darurat, penting Pak, pentiiiing! Lagian saya sudah sholat kok Pak.” Jawab Santi berbohong.

Melihat wajah Santi yang masih berbedak tebal, Pak Bambang pun tertawa dan berkata,

“Udah sana, sholat dulu aja, nanti temui Saya kalo udah selesai, saya ada di ruang kerja Saya.” Pak Bambang pun melangkah dan meninggalkan Santi.

Santi pun merasa kesal. Dengan sangat terpaksa Santi kembali ke ruang musholla dan melakukan sholat asar.

Setelah melakukan ibadah, Santi bergegas melangkah menuju ruang kerja Pak Bambang.

Ternyata Pak Bambang sedang menerima tamu. Tamu itu di dampingi Rika dan Hesti.

Biasanya jika tamu di dampingi mereka, akan ada acara besar di club itu.

Seperti acara ulang tahun, reuni dan lainnya. Jadi jika acara berlangsung, tamu bertambah banyak lagi.

Santi pun menunggu di luar. Dan tak lama kemudian mereka pun keluar dari ruangan kerja Pak Bambang.

Santi pun menyelinap masuk ke dalam ruang kerja Pak Bambang.

Terjadilah percakapan antara Santi dan Pak Bambang.

Santi: “Pak, ada yang mau Saya bicarakan, penting Pak. Oh ya, Saya sudah sholat ya Pak.”

Pak Bambang: “ Kebiasaan kamu ya, kalo masuk beri salam dong, atau bilang permisi, asal nyelonong aja.”

Santi: “Boleh saya duduk Pak?” Santi pun duduk tanpa menunggu jawaban dari Pak Bambang.

Pak Bambang: “Ada apa Santi, kayanya penting banget yang mau kamu omongin.”

Pak Bambang sambil merapikan berkas-berkas yang ada di meja kerjanya.

Santi: “Begini Pak, Bapak tau gak kalau Andre dan Rika udah jadian? Mereka pacaran Pak. Kan peraturan d sini gak boleh ada hubungan khusus antar karyawan. Itu mereka kok gak Bapak kasih sangsi sih.”

Pak Bambang: “kamu punya bukti kalo mereka punya hubungan khusus? Semua kasus di sini harus punya bukti nyata ya, jangan asal ngadu. Semua harus ada laporannya. Karena setiap pengaduan akan di proses secara hukum yang ada di sini.”

Santi: “yaaa, Bapak enggak percaya sih, mangkanya Pak, kalo menilai jangan yang Bapak liat aja. Mereka pinter loh Pak menyembunyikan hubungan mereka agar tidak di ketahui pihak club. Denger-denger nih Pak, katanya sih, Andre mau melamar Rika Pak. Wah, masa sepasang sejoli kerja bareng Pak, nanti malah enggak profesional Pak. Semua sih terserah Bapak, Saya kan cuma kasitau Bapak aja, kalo Kepala pelayan di sini sudah melanggar peraturan yang sudah di tetapkan.”

Pak Bambang: “Coba kamu isi ini dan tandatangan. Setelah itu kamu kasih ke Pak Narto ya.”

Santi: “Loh, kok ke Pak Narto pak? Pak Narto gak ada Pak, mangkanya Saya laporan ke Bapak.”

Pak Bambang: “Tunggu dia sampai ada, kalo gak ada hari ini, ya tunggu besok.”

Santi: “Aduh Pak, kelamaan.”

Pak Bambang: “Sudah sana, Saya banyak kerjaan.”

Santi pun berlalu, dan meninggalkan Pak Bambang yang masih di ruang kerjanya.

Waktu pun berlalu, jam sudah menunjukkan pukul 11.00 malam. Para karyawan pun bersiap untuk pulang.

Semenjak Andre menyatakan cintanya pada Rika, mereka sering pulang bersama, dan tak lupa, Andre mengantar Rika sampai depan rumahnya.

Seiring waktu berjalan, laporan Santi tentang hubungan Rika dan Andre menjadi beban pikiran Pak Bambang.

Di waktu senggang sengaja pak Bambang memperhatikan mereka berdua.

Sepenilaian pak Bambang hubungan mereka berdua masih wajar, tak ada yang menonjol.

Tapi di lain waktu sempat tak sengaja pak Bambang mendengar obrolan mereka berdua yang tak lain adalah Rika dan Andre, bahwa Andre membuat janji pada Rika akan memperkenalkan dirinya pada orang tuanya.

Ketika itu Pak Bambang hendak memesan makanan di sebuah kedai, tak sengaja Pak Bambang duduk membelakangi mereka, dan mereka tidak mengetahui bahwa orang yang duduk di depannya adalah wakil manager club tempat mereka bekerja, yaitu pak Bambang.

Di kedai itulah tak sengaja Pak Bambang mendengar semuanya, bagaimana hubungan mereka sebenarnya.

Sontak di pikiran pak Bambang suatu kekhawatiran tentang terancamnya karir Rika, sungguh sangat di sayangkan.

########

Paginya setelah selesai breefing, ketika para karyawan telah meninggalkan ruangan meeting, Pak Bambang menghampiri Rika dan Andre.

Pak Bambang berkata pada mereka,

“Rika, Andre, nanti pada waktu jam split Saya tunggu di rung kerja saya ya. Ada yang ingin saya bicarakan pada kalian.”

Andre bertanya pada Pak Bambang,

“mengenai apa Pak?”

Pak Bambang menjawab dengan muka asam,

“Nanti aja, nanti juga kamu tau.”

Pak Bambang pun meninggalkan mereka, dan mencari pak Narto. Karena semua ini harus di bicarakan pada Pak Narto.

Pak Bambang memasuki ruang kerja pak Narto tanpa mengetuk pintu, pak Narto pun kaget di buatnya.

Pak Narto: “Halah kamu Bang, ku pikir siapa, ada apa dengan mukamu, kok asem gitu?”

Pak Bambang: “Ada yang mau saya bicarakan To sama kamu, mengenai Rika.”

Pak Narto: “Ada apa dengan Rika, soal acara besok malam kan udah beres, udah selesai, orangnya juga udah masuk depe kok sama Hesti.”

Pak Bambang: “Bukan soal itu, ini soal hubungannya dengan Andre. Sepertinya hubungan mereka bukan main-main. Saya dengar sendiri kalau Andre ingin memperkenalkan Rika pada orang tuanya.”

Pak Narto: “waduh, kita bisa kehilangan Rika ini! Dia andalan kita, sampai saat ini belum ada yang bisa menggantikan kedudukannya.”

Pak Bambang: “ tapi bagaimana pun kita gak bisa mencegah mereka, usia mereka juga sudah pada dewasa. Oh ya, saya tadi sudah bilang pada mereka mau bicarakan sesuatu. Coba nanti kamu aja yg handle.”

Pak Narto: “Bikin janji jam berapa kamu sama mereka?”

Pak Bambang: “Nanti, pas jam split, baiknya selesai sholat asar aja biar lebih santai dan banyak waktunya.”

Pak Narto: “Baklah.”

Pak bambang pun keluar dari ruang kerja pak Narto, dan kembali ke ruang kerjanya.

Pak Bambang merasa ada yang memperhatikan gerak-geriknya, di tahannya gerak langkahnya, tapi tidak ada sesuatu apa pun.

Ketika Pak Bambang membuka pintu ruang kerjanya, dia melihat sebuah bayangan berkelebat ke arah lantai atas, tapi tak terdengar suara.

Dan Pak Bambang pun mengabaikannya. Tak lama kemudian ada suara seperti benda besar yang jatuh, tak lama kemudian ada suara wanita berteriak,

"Aduh sakiiiiitttt ! help dooong. Help me doooong! Please!

Pak Narto dan Pak Bambang mendengar teriakan itu, tapi hanya Pak Narto yang mendatangi suara itu, sedang pak Bambang tidak, dia hanya tersenyum.

“Paling-paling si Santi, si biang kerok, he he he,” gumam pak Bambang dalam hati.

Pak Narto mendatangi suara itu, dia mendapati Santi yang terjatuh di anak tangga.

“Aduh Pak, sakit pak pinggul saya,” Santi meringis kesakitan.

“Kamu sih kaya bola bekel, pecicilan banget sih jadi perempuan, bisa gak sih sikapmu kalem sebentar saja.” Pinta Pak Narto pada Santi.

“Ih Bapak, namanya juga musibah, saya mana tau bakal jatuh, kalo tau juga saya gak mau,” kata Santi sambil mengusap pinggulnya.

“Mangkanya kalau mau jadi detektif kudu belajar dulu, nguping sih kamu, hidupmu itu San, selalu aja mau tau urusan orang lain, gak baik San,” kata pak Bambang yang tiba-tiba hadir di hadapan Santi.

Pak Bambang segera memanggil Tomi dan Rudi melalu i-pone yang menempel di dinding, maka tak lama kemudian saluran i-pone dinding pun tersalurkan ke meja kasir.

“Hes, tolong panggil Tomi dan Rudi ke tangga arah lantai 3, cepat ya.”

“Baik Pak,” jawab Hesti.

5 menit kemudian datanglah Tomi dan Rudi, mereka di perintahkan menggendong Santi yang tak mampu berjalan.

Maka mereka menggendong Santi ke arah mudholla, agar Santi bisa meluruskan badannya.

Tak lama kemudian datang Rika dan Andre menghadap pak Narto. Andre pun bertanya,

“Bapak panggil saya, ada apa Pak?”

“Iya, saya manggil kalian berdua, mari kita bicara di ruangan saya,” perintah pak Narto pada Andre dan Rika.

“Ya, masuk. Silah kan duduk,” perintah Pak Narto pada Rika dan Andre.

“Begini, saya mau tanya pada kalian berdua, seberapa jauh hubungan kalian? Ehm, maksud saya, sudah seserius apa hubungan kalian?”

Rika dan Andre terdiam. Mereka tidak percaya akan dipanggil manager secepat ini.

Pak Narto pun melanjutkan bicara.

“Kalian tau dan paham atas peraturan club ini, tidak ada yang boleh antar karyawan memiliki hubungan khusus. Kenapa kalian melakukannya? Apa perasaan kalian gak bisa di bendung?”

Akhirnya Andre angkat bicara,

“Saya mencintai Rika Pak, niat saya saat ini ingin memperkenalkan Rika pada orang tua saya.”

”Berarti kalian siap dengan sangsi yang akan kalian terima ya, saya juga belum tau, kamu atau Rika nanti yang akan di keluarkan.”

“Mending Saya aja Pak, kasian Rika, ini semua bukan salah dia, ini salah saya Pak,” cegah Andre.

“Semua keputusan bukan di tangan saya, tapi dari pusat, saya memanggil kalian agar mental kalian di persiapkan.”

“Kalo udah gak ada yang di bicarakan lagi, saya izin pamit Pak.” Kata Rika.

Tanpa menunggu jawaban dari pak Narto, Rika pun beranjak dari kursinya dan keluar tanpa ada kata-kata lagi.

Andre pun mengekorinya dari belakang, dan berkata dengan pelan,

“Rik, jangan lupa besok malam aku jemput kamu ya di rumah, dandan yang cantik ya, pasti mamaku suka sama kamu.”

Rika pun menanggapi perkataan Andre dengan wajah datar.

“Ehm.”

#####

Benar saja, keesokan harinya pada pukul 7 malam, saat itu pengunjung sedang ramai sekali, ada karyawan pusat datang. Dia menyerahkan amplop coklat pada Hesti.

Hesti pun mencari pak Narto dan memberikan surat itu padanya.

Pak Narto membuka surat itu dan membaca isinya, ternyata keputusan pusat adalah mengeluarkan Rika dari club tanpa uang pesangon.

Sungguh tidak tega perasaan Pak Narto, dia merasa sangat kehilangan karyawannya yang sangat dia andalkan.

Memang Rika tidak cantik, tapi dia pandai. Pandai mempromosikan club, dengan ide-ide cemerlangnya mampu menembus omset di luar dugaan.

Sedangkan saat ini, dia di keluarkan tanpa pesangon.

Pak Narto pun melangkah mendekati Rika yang sedang mengatur meja kecil di samping meja bilyard.

“Rik, nih! “ Kata pak Narto pada Rika.

Rika pun mengetahui apa maksudnya.

Di ruang kerjanya pak Narto termenung, dia sangat menyesali atas segala yang terjadi.

Ya, terpaksa pak Narto menerima keputusan dari pusat, bahwa Rikalah yang dikeluarkan dari pekerjaan ini tanpa uang pesangon.

Mengapa harus Rika? Karena Rika adalah seorang atasan yang harus menjunjung tinggi peraturan club, sedangkan dia telah melanggarnya.

Setelah Rika menerima surat itu, Rika segera membereskan barang-barang pribadinya di loker karyawan.

Dengan berat hati dia melangkah meninggalkan club yang saat itu keadaan masih ramai.

Tak ada satu pun karyawan mengetahui pemecatan itu, termasuk Ema.

Sedangkan Andre sedang tidak berada di tempat, dikarenakan libur.

Minta Restu.

Semenjak pemecatan Rika, suasana club sedikit berubah, dan sebagian karyawan merasa sangat kehilangan sosok yang penting untuk club.

Karena ada perasaan bersalah, pak Narto dan pak Bambang mengunjungi rumah Rika. Mereka berniat memberikan tanda terima kasih atas segala pengabdian Rika selama bekerja.

“Assalamu alaikum,”pak Bambang memberi salam di depan pintu rumah Rika sambil mengetuk pintu. Tapi tak ada jawaban dari dalam.

Ketika salam yang ketiga kalinya, barulah ada jawaban dari dalam rumah, yang tak lain adalah jawaban salam dari Rika.

“Waalaikum salam,” jawab Rika sambil membuka pintu.

Rika pun terkejut meihat kedatangan kedua orang itu, yang tak lain adalah bos dan wakilnya.

“Ya ampun Bapak, gak nyangka Bapak bisa mampir ke kontrakan saya, silahkan masuk Pak,maaf, keadaannya seperti ini.”

Rika pun mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah.

“sebentar ya Pak, saya bikinin minuman dulu,” kata Rika sambil hendak beranjak mengangkat tubuhnya, yang awalnya posisinya duduk.

“Gak usah Rika, kami ke sini hanya sebentar, duduklah kembali,” kata pak Bambang pada Rika.

Maka Rika pun kembali duduk dan berkata,

“saya senang Pak Narto dan Pak Bambang mampir ke rumah saya, seneng banget hati saya.”

Pak Narto pun menjelaskan,

“Begini Rika, maafkan saya ya, kalo cara saya memberikan surat pada malam itu tidak berkenan, tapi sepertinya lebih baik begitu, jadi enggak heboh.”

“Iya Pak, gak apa-apa, saya mengerti kok. Saya pun enggak kecewa ama Bapak, bapak udah baik sama saya, mungkin emang udah jalannya Pak. Ya, doakan saja agar saya bisa cepat dapat gantinya,” pinta Rika.

Pak Bambang berkata sambil menyodorkan sebuah amplop pada Rika,

“Oh ya Rika, ini, tolong terima ya, mudah-mudahan bermanfaat.”

“Ya ampun Pak, saya jadi terharu,” Rika membalas perkataan pak Bambang, matanya pun mulai berkaca-kaca.

“Sudahlah, kami pulang dulu ya, saat seperti ini nih yang saya tidak suka,” kata pak Narto sambil mengacak-acak rambut Rika.

Sikap pak Narto lebih santai dari biasanya.

Rika dan pak Bambang pun tertawa melihat sikap pak Narto yang ternyata matanya juga mulai berkaca-kaca.

Apa lagi sikap pak Narto yang lebih santai membuat Rika lebih berani untuk membalas sikap pak Narto.

“Ehm, ternyata begini ya kalo di luar, gue di anggap bocah, ha ha ha. Sering-sering ya Pak main ke sini, saya seneng banget di mampirin,” kata Rika.

“Iya, insyaalloh ya, nanti kami main lagi,” kata pak Bambang.

Mereka pun berpamitan.

Setelah mereka pulang, Rika bersiap-siap untuk pergi ke rumah Andre. Rika berdandan secantik mungkin, dan memilih pakaian yang terbaik yang dia punya.

Sambil menunggu Andre, Rika memainkan ponselnya, dan tak lama kemudian Beni dan Ando datang.

“Assalamualaikum,” Ando memberi salam dari baik pintu.

Rika pun menjawab salam Ando, yang tak lain adalah adik laki-laki Rika,

“waalaikumsalam, masuk aja Do, gak gue konci kok.”

Ando membuka pintu rumah Rika yang tidak di kunci, dan masuk ke dalam bersama Beni.

“wedeh, da cantik aja kau, mau kemana kau Rik,” tanya Ando pada Rika dengan logat Lampungnya.

"ehm, adik songong, panggil gue langsung nama aja. Terserah gue lah mau kemana, yang jelas gak nyusahin lo he he he,” Rika pun membalas perkataan Ando dengan canda.

Rika pun kembali berkata pada Ando,

“Gue mau dikenalin sama orang tuanya cowok gue, doain ya biar orang tuanya kasih restu buat hubungan kita berdua.”

Ando pun membalas dengan menjawab,

“Pastilah gue doain, biar lancar, biar enggak pacaran doang, tapi bisa kawin, ha ha ha.”

Beni pun ikut menimpali,

“Nah itu maksud gue, jangan cuma pacaran, tapi di ajak kawin, pacaran juga jangan kelamaan, buang-buang waktu aja, ingat, umur lo bukan remaja lagi.”

“Iya, tau! Umur gue da tua, gitukan maksud lo Ben? Makasih ya Ben uda ngingetin gue, lo abang yang baik buat gue walau sering ngeselin,” jawab Rika dengan nyeleneh.

Kemudian ada suara yang memberi salam dari balik pintu, yang tak lain adalah suara Andre.

“assalamualaikum,”

Orang yang di dalam pun menjawab salam tersebut dengan berbarengan,

“Waalaikumsalam.”

Ando pun membuka pintu dan bertanya,

“Cari siapa Bang?”

“Maaf, saya cari Rika, apa Rika ada?” kata Andre.

Beni pun beranjak dari tempatnya dan mempersilahkan Andre masuk.

“Ayo masuk bang, nih Rika udah rapi. Oh ya, kenalin gue Beni abangnya Rika,” sapa Beni sambil mengulurkan tangannya.

Andre menyambut uluran tangan Beni dan hendak mencium punggung tangan Beni.

Beni menahannya, karena merasa tidak layak Andre mencium tangannya.

“Berasa udah tua banget gue, kalo lo cium tangan gue, he he he,” kata Beni.

Ando pun tak diam saja, dia pun ikut memperkenalkan diri pada Andre.

“ Oh ya, gue Ando, adik Rika yang paling ganteng.”

Rika pun ikut menimpali dan berkata,

“Iyalah ganteng, masa cantik.”

Mereka pun saling tertawa.

“Ehm, oh ya Bang Beni, saya minta izin untuk mengajak Rika ke rumah, saya ingin memperkenalkan Rika pada keluarga saya,” kata Andre.

Beni pun menjawab, “Ya udah, hati-hati ya, pulangnya jangan terlalu malam, gue titip adik gue ya.”

Andre pun menganggukkan kepalanya sambil berkata, “Siap bang.”

Andre dan Rika pun keluar dari rumah dan meninggalkan Beni dan Ando.

Waktu telah menunjukkan pukul 7.00 malam, jalanan saat itu penuh dengan kendaraan yang melintas.

Di dalam kendaraan umum di padati para penumpang yang entah dari mana mereka asalnya, Andre berusaha melindungi tubuh Rika dari himpitan para penumpang.

Andre berbisik di telinga Rika,

“Wangi banget kamu Rik, kamu juga cantik banget hari ini.”

“mulai deh gombal,” sahut Rika.

Andre pun menjelaskan keadaan rumahnya pada Rika,

“Rika, sebenarnya aku belum ngomong apa-apa sama keluargaku, aku ingin kasih mereka kejutan, dan apa pun reaksi mereka, jika adahal yang enggak enak, tolong jangan diambil hati ya, aku rasa kamu bisa ngerti ya.”

“Iya,” jawab Rika sambil menganggukkan kepalanya.

Andre pun berteriak pada sang sopir agar segera menepikan kendaraannya.

Andre mengajak sambil menggandeng tangan Rika agar segera turun dari angkutan umum itu.

Mereka berjalan di pinggir jalan yang bayak orang lalui, tak lama kemudian mereka pun sampai.

Andre memberi salam di depan rumahnya yang terbuka pintunya. Ada 3 anak kecil 1 perempuan dan 2 laki-laki sedang asyik bermain boneka dan mobil-mobilan.

Mereka pun menyambut Andre dengan bersorak,

“asyik, Bang Andre pulang, bawa makanan gak Bang?” tanya adik Andre yang perempuan yang bernama Lisa, usianya masih 5 tahun.

Andre pun menjawab sambil menggendong Lisa,

“Yah maaf, Bang Andre gak bawa makanan. Tapi bang Andre ajak temen nih, kenalin Lisa, ini Kak Rika.”

“Halo,” sapa Rika pada adik-adik Andre. Mereka bersalaman dan mencium tangan Rika.

“Mama di mana?” tanya Andre pada Rico, yang tak lain adalah adik Andre yang berusia 7 tahun.

“Mama di dalem Bang, kalo gak salah di kamar Kak Putri,” jawab Rico.

Melihat ada yang datang, papa tiri Andre yangb tak lain adalah Om Faisal melongokkan kepalanya dari ruang sebelah.

Ruangan sebelah digunakan untuk menjahit. Lumayan banyak karyawan om Faisal, sekitar 10 orang.

Andre pun melangkah menuju ruangan sebelah di mana om Faisal berada.

Andre menemui papa tirinya dan bertanya,

“Mama mana Om? Oh ya, kenalin Om, ini temen Andre.”

Om Faisal mengulurkan tangannya dan disambut oleh Rika, Rika pun menyalaminya dengan mencium tangan om Faisal.

Om Faisal menyambut kedatangan Rika dengan ramah, dan mempersilahkan Rika duduk di ruang tamu.

Andre meninggalkan mereka dan melangkah ke ruang tengah hendak mencari keberadaan mamanya.

Andre melihat pintu kamar Putri yang terbuka. Putri adalah adik Andre yang usianya 17 tahun, dan melangkah masuk.

Di lihatnya mamanya sedang membaca majalah.

“Mah,” Andre pun mendekat dan memeluk mamanya sambil mencium kening sang mama.

Itulah Andre, masih saja bersikap manja pada mamanya.

Sebenarnya sikap Andre itu bukan bermaksud manja, tapi dia bangga pada mamanya karena perjuangan mamanya selama ini untuk anak-anaknya.

“Mah, aku mau kenalin mama sama Rika,” kata Andre pada mamanya.

Sang mama pun terkejut mendengarnya.

“Kok kamu gak bilang sebelumnya, paling enggak kamu cerita dulu ke Mama,” kata Sang mama.

Andre pun mengajak sang mama menuju ruang tamu, di dapati om Faisal yang sedang menemani Rika.

Andre memperkenalkan Rika pada sang mama,

“Mah, kenalin, ini Rika.”

Rika mengulurkan tangannya ke arah mamanya Andre. Mamanya Andre pun menyambut uluran tangan Rika dengan malas-malasan sambil berkata,

“Silakan duduk. Maaf kami gak punya makanan untuk disediakan.”

Andre hendak beranjak dari tempat duduknya dan berkata, “Air putih aja sih ada.”

Sang mama pun langsung memandang Andre dan memberikan kode agar Andre tidak beranjak dari tempat duduknya.

Andre mengerti maksud sang mama, maka dia pun kembali duduk.

Om Faisal berusaha mencairkan suasana yang kaku, dia menanyakan perihal Rika status hubungannya pada Andre.

“Kamu kenal Andre di mana Rika? Oh ya, beginilah keluarga kami, bisa dibilang keluarga besar, ya gak Mah. Oh iya, saya ini papa tirinya Andre, papa kandungnya Andre sudah meninggal sekitar 10 tahun yang lalu. Di tahun ketiga, mama menikah saya Om. Nah, yang ini anak-anak mama yang dari Om."

Begitulah penjelasan Om Faisal pada Rika, dan Rika mendengarkan dengan santun.

Sang mama memperhatikan Rika, menatapi wajahnya, penampilannya, serta aroma wewangian yang Rika gunakan.

Dalam hati sang mama berkata,

“Kampung banget sih ini anak, dekil pula. Masa selera anakku serendah ini. Muda-mudahan gak ada niatan serius di hati Andre. Anakku layak mendapatkan yang terbaik.”

Suasana hati Rika menjadi berubah, dari gembira menjadi sedih, ternyata kenyataan yang dia dapatkan tak seindah harapannya.

Rika merasakan kesedihan yang mendalam melihat sikap mamanya Andre yang tidak bersahabat, hingga membuat Rika merasa gerah berada di tengah-tengah mereka.

Melihat perubahan mimik wajah Rika om Faisal pun mencairkan suasana.

Om Faisal bertanya pada Rika,

“Oh ya Rika, coba ceritakan tentang keluargamu, seperti tentang ayah dan ibumu, saudaramu dan pekerjaanmu?"

Riak pun berusaha untuk melunak dengan menjawab pertanyaan Om Faisal.

"Anak mami saya banyak Om, kakak saya ada 5 orang, 4 laki-laki 1 perempuan. Adik saya 2 orang, laki-laki dan perempuan. Mami dan papi saya tinggal di Lampung, saya asli kota Lampung Om.”

Om Faisal pun kembali bertanya pada Rika,

“Lalu kamu tinggal di Jakarta dengan siapa?”

Rika pun menjawab dengan berusaha santai, “Saya tinggal sendiri Om, Saya menyewa rumah kecil, kakak Saya yang laki-laki seua sudah berumah tangga, jadi gak mungkin Saya menumpang pada mereka. Lagian mereka juga pada menyewa rumah juga.”

“Wah, mandiri sekali kamu ya, terus pekerjaan kamu gimana, kamu satu kerjaan sama Andre?”

Belum sempat Rika menjawab, Andre pun mengajak Rika untuk pulang. Dia melihat perubahan sikap Rika yang awalnya ceria menjadi muram.

“Rika, udah malem, kita pulang yuk. Mah, Om, Andre anter Rika pulang dulu ya, takut kemaleman, tadi juga udah di pesenin ama bang Beni, pulangnya jngan terlalu malam.”

Rika pun berpamitan, tidak lupa dia menyalami keduanya, walau sikap mamanya Andre tidak bersahabat, sampai mamanya Andre tidak mengulurkan tangannya untuk di salami, tetapi Rika berusaha mengambil tangan mamanya Andre dan menciumnya sebagai bentuk tanda penghormatan.

######

Setelah Andre dan Rika berpamitan, tinggallah om Faisal dan mama Lina, yang tak lain adalah mamanya Andre.

Om Faisal pun menegur mama Lina sikapnya yang tak baik itu dan berkata,

“Mah, kamu kenapa sih, sikapmu gak bersahabat banget. Dia datang secara baik-baik, dan itu pun Andre yang mengajaknya.”

“Gimana aku gak mau bersahabat, melihatnya saja aku jijik, kampungan banget itu anak, dekil pula. Itu muka kaya jalanan yang belum di aspal. Masa seleranya Andre serendah itu sih, gak level banget aku liatnya,”

jawab mama Lina dengan sinis.

“Ya Alloh Mah, kok kamu melihat orang dari bentuk fisiknya sih, sepertinya Rika itu anak baik, menurut Ku, gak salah kalo Andre memilih Rika, apa lagi untuk dijadikan istri, Saya mendukung itu,”

jawab om Faisal sambil berlalu meninggalkan mama Lili sendirian.

#####

Di jalan Andre mengantar Rika untuk pulang, di lihatnya raut wajah Rika yang mulai menggenang. Andre pun berkata,

“Maafkan sikap mamaku ya Rik, mama emang gitu kok sama orang yang baru dia kenal, tapi dia sebenarnya baik.”

“Iya, gak apa-apa, aku tau kok setiap orang tua pasti pengen anaknya dapet yang terbaik,”

jawab Rika dengan suara lesu.

Sesampainya di rumah, Rika meminta Andre agar segera pulang, dengan alasan ingin beristirahat.

“Pulanglah dre, gue lelah, gue pengen istirahat.”

“Ya, aku pulang ya, kamu istirahat, jangan keluyuran,” kata Andre sambil mencium kening Rika.

Baru pertama kali dia diperlakukan seperti itu dengan laki-laki.

Sebenarnya hati Rika saat itu sedih dan kecewa, tapi karena sikap Andre yang berusaha menenangkan hatinya, hilanglah rasa sedih dan kecewa itu.

######

Di rumah Andre, mama Lina sedang menunggu kepulangan Andre, tak lama kemudian Andre pun sampai, dan memberi salam.

Mama Lina pun menyambutnya dengan wajah asam.

“Duduk Dre, Mama mau bicara,” kata mama Lili pada Andre.

Andre pun duduk dengan rasa malas.

“Dengar ya Dre, maksud kamu apa mengenalkan Mama pada wanita itu? Menyebut namanya saja Mama malas, apa kamu bermaksud untuk memperistri dia? Emang gak ada lagi wanita di dunia ini yang lebih cantik dari dia?”

tanya mama Lina pada Andre dengan nada emosi.

“Mah, dengar dulu, Rika itu wanita baik Mah, enggak glamor, gak neko-neko, dan gak pelit. Andre nyaman dekat dia Mah. Dia juga dari keluarga baik-baik. Alasan Mama apa gak suka sama Rika?”

Kata Andre, yang berusaha menjelaskan siapa Rika.

“Pokoknya Mama gak setuju kalo kamu pacaran sama dia, titik! Pokoknya Mama gak setuju!”

Begitu marahnya mama Lina pada Andre, mama Lili pun beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Andre.

Sementara om Faisal mendengarkan dari ruangan sebelah, di mana tempat itu di jadikan ruangan kerja untuk para penjahit karyawannya.

Om Faisal menghela nafas panjang, dia sangat mengerti sifat istrinya yang selalu memandang segalanya dari materi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!