NovelToon NovelToon

Suamiku Dilamar Sahabatku

Story Ariel dan Luna

Hari ini hari Minggu, Luna dan Aril tengah duduk santai di ruang tengah sambil nonton tivi. Setelah selesai sarapan pagi, mereka menikmati hidup layaknya pengantin baru, Aril tidur dengan menaruh kepalanya di paha Luna. Sedangkan Luna, ia mengelus kepala Aril dengan penuh cinta dan kasih sayang, sedangkan matanya menatap ke arah tivi.

"Nanti sore kita ke Mall yuk Mas," ajak Luna sambil menatap wajah suaminya sebentar, lalu fokus lagi ke layar televisi.

"Boleh, emang kamu mau beli apa?" tanyanya sambil memainkan game di hpnya.

"Aku ingin beli baju couple."

"Loh bukannya Minggu lalu sudah beli ya?"

"Itu kan Minggu lalu, Mas. Dan sudah di pakai dua kali dipakai, aku ingin yang baru, gak papakan?" tanyanya sambil melihat ke arah suaminya.

"Enggak papa dong, yank. Lagian kan aku kerja buat kamu, jadi kamu bisa beli apa aja yang kamu sukai. Kalau uangnya kurang, kamu bilang aja. Nanti aku transfer."

"Makasih ya, Mas." Luna merasa senang punya suami seperti Ariel. Dia selalu bisa memenuhi keinginannya. Bahkan uang belanja, uang jajan, uang pribadi di bedakan. Jadi, Luna menerima tiga jatah setiap bulannya. Ya, Luna patut bersyukur karena secara materi, Ariel tak pernah membuat Luna merasa kekurangan. Bahkan semua kebutuhan dan keinginan Luna, selalu di penuhi.

Ariel juga menyewa dua jasa ART untuk membantu Luna mengurus rumah tangga, sehingga Luna hanya fokus merawat diri aja, agar selalu tampil cantik dan fress. Luna juga harus bisa menjaga berat badannya, karena suaminya itu kurang suka jika Luna punya lemak berlebih. Apalagi jika wajahnya dan kulitnya sampai terlihat kusam.

Hari-hari Luna hanya di habiskan untuk olah raga dan merawat diri, bahkan tak jarang suaminya mendatangkan orang-orang dari salon terkenal untuk membantu Luna agar Luna terlihat cantik setiap harinya. Luna juga harus menjaga pola makannya, sehingga Luna tak bisa makan sembarangan.

Lelah, pastinya. Jika dari materi, Luna memang sangat di manjakan. Sayangnya, ada harga yang harus dibayar. Yaitu dengan tampil sempurna, berat badan yang gak boleh naik dan juga gak boleh turun, dan harus tampil cantik paripurna. Tak heran di usianya yang sudah dua puluh empat tahun, Luna masih terlihat seperti anak belasan tahun. Karena perawatan yang ia pakai pun cukup mahal.

Dalam urusan ranjang, Ariel juga selalu meminta dirinya untuk bergerak lebih aktiv. Sedangkan Ariel hanya  menerima dan menikmatinya saja, berbeda dengannya yang harus banyak menggerakkan tubuhnya untuk memberikan kenikmatan untuk suaminya. Ariel seakan tak peduli, dirinya puas apa gak. Yang dia fikirkan hanyalah dirinya sendiri.

Namun walaupun begitu, Luna tetap menyayangi Ariel, apalagi ekonomi keluarganya juga membaik sejak dirinya menikah dengan Ariel. Ariel  rela mengeluarkan banyak uang untuk merenovasi rumah orang tuanya dan membelikan sawah satu hektar. Karena kebetulan Luna itu berasal dari kampung dan dia dapat beasiswa kuliah di Jakarta. Dan dari sanalah ia bertemu dengan Ariel dan menjalin hubungan dengannya. Setelah Luna lulus kuliah, Ariel langsung meminangnya dan kini sudah genap dua tahun pernikahan mereka. Sayangnya Tuhan masih belum memberikan Luna kepercayaan untuk menjadi seorang Ibu.

Padahal saat periksa ke dokter, baik Luna maupun Ariel, dua-duanya subur semua dan tak ada yang bermasalah. Ariel pun juga tak terlalu  menuntut anak, baginya yang penting Luna jadi istri penurut dan tak banyak tingkah membuat Ariel senang.

Untungnya juga orang tua Ariel tak pernah menuntut Luna untuk segera punya anak, karena bagaimanapun mereka tau, bahwa anak itu pemberian Allah. Jika Allah belum berkehendak, maka Luna juga tak akan hamil.

Kedua orang tua Ariel berada di luar kota, karena Ariel sendiri memang bukan asli dari Jakarta, dia berasal dari Bandung sedangkan Luna dari Jember. Namun karena mereka bertemu di Jakarta dan pekerjaan Ariel juga berada di Jakarta. Jadi mereka memutusksan untuk tinggal di Jakarta. Ariel membeli rumah dengan hasil jerih payahnya sendiri.

Memang dalam hal ekononi, Ariel sangat mapan, karena dia punya usaha resto. Dan dia juga suka menanam saham di beberapa perusahaan besar dan dari sanalah pendapatan Ariel setiap bulannya bertambah.

"Oh ya Sayang, masalah sahabatmu itu gimana?" tanya Ariel yang ingat dengan cerita Luna tadi malam.

"Oh Laras. Katanya sih besok dia mau ke sini, Mas."

"Emm gitu, apa dia sudah menemukan pekerjaan?" tanya Ariel. Memang Luna sering menceritakan tentang sahabatnya itu ke suaminya. Luna juga sering menceritakan suaminya ke sahabatnya-Laras. Sehingga Laras tau semua tentang kebahagiaannya dan juga masalah yang ia hadapi. Luna selalu terbuka sama Laras. Karena baginya, Laras bukan hanya sekedar sahabat tapi sudah ia anggap sebagai saudara. Untuk itu, ia selalu cerita apapun itu ke Laras termasuk rahasianya, karena ia percaya Laras pasti akan menjaga rahasianya karena mereka bersahabat sudah lama, sejak SMA.

"Kayak sih belum, Mas. Apa di resto ada lowongan pekerjaan?" tanya Luna hati-hati.

"Ada, kalau mau sahabatmu itu bisa melamar di resto aku aja, sebagai kasir."

"Baiklah, besok kan dia mau ke sini, aku bisa memberitahu dia masalah loker itu. Makasih ya, Mas. Karena sudah bantu sahabat aku dapat pekerjaan."

"Sama-sama, lagian kan sahabat kamu, sahabat aku juga. Jadi santai aja."

Mereka pun mengobrol santai, menikmati hari Minggu dengan canda tawa. Karena jika hari Senin sampai hari Sabtu, suaminya pasti akan sibuk banget bahkan tak jarang Ariel sering pulang malam karena lembur.

"Oh ya, Mas. Kapan kita ke rumah Mama dan Papa?" tanya Luna. Mengingat sudah dua bulan dia gak pernah main ke rumah mertuanya itu. Kemaren Mama mertuanay menelfon Luna dan menanyakan kapan mereka akan main ke sana.

"Kenapa?"

"Kemaren Mama nelfon nanya kapan kita mau ke sana. Aku gak enak."

"Ya sudah kalau Mama nelfon lagi, bilang aja Minggu depan gitu. Nanti aku ambil cuti hari Sabtu, jadi kita bisa menginap di sana sekalian."

"Baiklah, terus kalau ke rumah Ayah dan Ibuku, kira-kira kapan?"

"Gimana kalau tahun baru, kamu tau kan aku sibuk banget, kalau ke Bandung, aku masih bisa menyempatkan waktu ke sana, tapi kalau ke Jember, jaraknya cukup jauh," jawab Ariel membuat Luna hanya bisa menghela nafas.

Luna hanya bisa pulang setahun sekali kadanag dua kali. Saat idul fitri dan saat tahun baru. Bahkan idul fitri kemaren malah mereka gak pulang. Sehingga Luna cuma meluapkan rindunya lewat vidio call aja.

Andai di izinkan, Luna ingin pulang sendirian, sayangnya Ariel tak akan membiarkan itu terjadi. Bahkan Luna juga tak di izinkan keluar rumah tanpa dirinya. Kemanapun Luna pergi, harus di antar oleh Ariel. Entahlah kenapa Ariel bisa seposesif itu.

"Baiklah." Luna tak bisa membantah, ia hanya bisa mengiyakan saja. Membantah pun percuma, ujung-ujungnya malah bertengkar.

"Maafin aku ya, Sayang. Maaf karena aku sibuk, kita jadi gak bisa pulang ke kampung kamu."

"Enggak papa, Mas. It's okay," jawab Luna pura-pura tersenyum walaupun hatinya, seperti ada yang tercubit. Sesak.

Padahal jika boleh jujur, ia sangat merindukan orang tuanya itu. Ia sangat merindukan masakan orang tuanya dan merindukan kampungnya, tanah kelahirannya. Bahkan sang Ibu juga kadang pernah menangis karena sangat merindukan Luna. Tapi sebagai anak, ia gak bisa berbuat apa-apa. Kalau dulu, saat ia masih kuliah, ia bisa pulang sebulan sekali, tapi sejak ia menikah, ia tak bisa seenaknya bepergian. Ia sudah terikat pernikahan dan ia tak bisa sebebas saat ia masih single.

Burung Dalam Sangkar

Setiap bangun pagi, yang di lakukan oleh Luna adalah mandi, pakai baju bagus, pakai make up, memakai parfum, lalul sholat. Setelah itu, ia membangunkan suaminya. Setelah suaminya bangun dan sholat, Luna akan pergi ke dapur untuk memastikan Bibi Imah memasak sesuai yang di request oleh Ariel tadi malam. Sedangkan tugas Bibi Neni bagian cuci baju dan bersih rumah.

Luna tak bisa lama-lama di dapur, karena ia takut akan bau bawang, Bibi Imah dan Bibi Neni pun mengerti. Jadi setelah memastikan Bibi Imah memasak sesuai permintaan suaminya, Luna akan kembali ke kamar. Dan melihat suaminya yang sudah selesai sholat, Luna pun menghampiri Ariel dan duduk di sampingnya.

"Mau jalan-jalan yank?" tanya Ariel.

"Kemana?" tanya Luna.

"Di sekitar kompleks aja, jalan kaki biar sehat," ucap Ariel dan Luna pun menganggukkan kepala.

"Ya sudah kamu ganti baju aja dulu, gak mungkin kan kita jalan-jalan pagi, pakai baju  kayak gitu, cari baju kaos tapi yang agak longgar ya, aku gak rela bentuk tubuh kamu di nikmati oleh orang lain," ujar Ariel.

"Iya, Mas."

"Aku tunggu di luar."

Setelah suaminya keluar, Luna segera ganti baju, setelah itu memastikan make upnya masih bagus, tak lupa parfum ia semprotkan di bajunya. Lalu ia pergi ke lemari dan mengambil sepatu warna putih.

"Ayo, Mas. Aku sudah siap," ujar Luna. Melihat tampilan Luna, membuat Ariel tampak puas. Ia senang memiliki istri yang selalu tampil cantik setiap harinya.

"Ayo, Sayang." Ariel langsung menggandeng tangan Luna dan pergi jalan kaki mengintari wilayah komplek sekitar rumahnya.

"Kalau pagi-pagi gini enak ya, udaranya segar," ujar Ariel yang masih menggenggam tangan Luna.

"Iya, Mas."

"Oh ya, sahabatnya jadi nanti mau ke rumah?"

"Iya, tadi malam dia sudah chat aku."

"Oh, ya sudah. Tapi maaf ya, aku gak bisa menyambut kedatangannya, soalnya ada rapat saham di Perusahaan X. Gak papakan, setelah itu, aku juga harus pergi ke resto, ada sedikit masalah di sana."

"Gak papa, Mas. Dia pasti ngerti kok."

"Oh ya, gimana baju yang kemaren, kamu suka? Misal kurang, kamu bisa beli online dulu. Biar nanti aku yang transfer, atau kamu bisa tunggu Minggu depan, kita jalan-jalan lagi ke Malll mencari baju yang kamu suka."

Memang kemaren sore, Luna dan Ariel pergi ke Mall untuk beli baju couple. Ada tiga baju couple yang di beli oleh Luna, dan Ariel lah yang bagian membayar belanjaan itu, padahal Luna saudah di kasih jatah pribadi. Namun saat Luna jalan bareng Ariel, maka mau gak mau, Ariel yang akan membayarnya sehingga uang Luna tetap utuh. Bahkan uang tabungannya pun hampir menyentuh Dua Miliar, karena memang ia jarang jajan atau beli keperluan pribadi, jika pun ada yang beli, malah kebanyaan Ariel sendiri yang membayarnya.

"Aku suka, Mas," jawab Luna tersenyum cerah.

Setelah hampir setengah jam mereka jalan kaki, Ariel mengajak Luna pulang. Sesampai di rumah mereka istirahat sebentar, lalu mandi bergantian. Selesai mandi, barulah mereka sarapan pagi bersama. walaupun Luna malas untuk sarapan pagi ini, tapi demi suami. Luna tetap memaksakan untuk makan dan menelannya dengan susah payah.

Selesai sarapan, Luna akan mengantarkan Ariel sampai teras depan rumah. Di sana sudah ada sopir yang menunggu ARiel yang siap mengantarkan kemanapun Ariel pergi.

"Kamu hati-hati ya di rumah. Jangan makan sembarangan, harus banyak-banyak olah raga, agar kulit kamu tetap kencang kayak gini dan awet muda," ucapnya sambil mengusap kepala Luan dengan pelan.

"Iya, Mas."

"Iya sudah, aku berangkat dulu."

Dan setelah itu, Ariel pun berjalan ke arah mobil yang sudah standby. Sang sopir juga sigap membuka pintu mobil belakang.

"Aku berangkat ya, Sayang," ia masih sempat untuk pamita sekali lagi sambil melambaikan tangn.

"Iya, Mas. Hati-hati."

Dan setelah suaminya pergi, Luna pun menghela nafas kasar. Ia segera masuk ke dalam kamaar dan mengganti bajunya dengan baju santai. Ia juga segera menghapus make upnya dan menggelung rambutnya. Ia baru bisa bernafas lega setelah suaminya pergi kerja. Di dalam kamar, Luna menikmati hidupnya dengan bermain Hp.

Lalu tiba-tiba ada pesan masuk dari Laras.

[Lun, aku sudah dalam perjalanan, nanti jemput aku ya di stasiun]

Membaca pesan itu, Luna pun langsung membalasnya.

[Maaf, Laras. Aku gak bisa jemput kamu. Aku gak boleh keluar tanpa izin suamiku. Kamu pakai taxi online aja, biar nanti aku yang bayar di sini. Kamu juga kan sudah tau alamat rumah aku]

[Baiklah, sampai ketemu nanti ya.]

[Okay. Hati-hati ya. Aku tunggu kamu di rumah]

Luna merasa bahagia, setelah cukup lama ia gak bertemu dengan Laras, akhirnya kini ia bisa bertemu kembali. Ia sudah tak sabar untuk menghabiskan waktu berdua dengan Laras, bercerita ap aja seperti dulu lagi.

Saat jam menunjukkan pukul delapan pagi, Luna menaruh Hpnya. Ia mengganti bajunya dengan baju renang. Ia harus renang hari ini, karena kemaren dia sudah libur renang satu hari.

Bagi Luna, berenang dan olah raga kecil-kecilan di rumah itu wajib. Karena itu bisa menjaga kulitnya tetap kencang dan awet muda. Saat Luna berenang, Bibi Imah membawakan jus buah untuk Luna.

"Makasih ya, Bi."

"Sama-sama, Non."

Sejujurnya Bibi Imah merasa kasihan dengan majikannya itu. Memang benar, dalam hal ekonomi, Luna sangat di manjakan. Tapi sayangnya, Luna tak bisa bebas, karena banyak aturan yang harus dia lakukan, bahkan dia gak bisa bepergian tanpa di dampingi suaminya. Dan hanya diam di rumah seharian.

Namun sebagai pembantu, Bibi Imah tak bisa berbuat apa-apa, dan ia hanya bisa menghiburnya di kala, Luna merasa jenuh dengan aktivitasnya yang hampir sama setiap harinya.

Setelah puas melihat Luna yang tengah asyik berenang, Bibi Imah pergi dari sana. Sedangkan Luna, ia masih sibuk berenang. Setelah kelelahan, ia langsung menuju pinggir kolam dan duduk di sana sambil menikmati jus buah bikinan Bibi Imah. Bibi Imah emang sering membuatkan dirinya juz buah atau jus sayur tanpa gula. Karena katanya itu bagus buat kesehatan dan membuat kulit tampak cerah dan membuat bentuk tubuh menjadi ideal. Luna hanya tersenyum dan menerima semua apa yang Bibi buat untuknya, karena ia tau, Bibi Imah dan Bibi Neni sangat menyayangi dirinya, terutama Bibi Imah. Jadi mereka akan melakukan apapun untuknya, karena bagi mereka Luna bukan hanya atasannya  tapi sudah mereka anggap seperti putrinya sendiri.

Luna juga sangat akrab sama mereka, dan memperlakukan mereka dengan baik, mungkin karena itulah, mereka saling dukung satu sama lain dan  saling merangkul. Karena Luna tau, bukan hanya dirinya yang kadang merasa bosan, tapi mereka juga. Terutama Bibi Neni yang tak pernah keluar rumah sama sekali kecuali saat dia pulang, itu pun setahun sekali. Sedangkan Bibi Imah, masih bisa keluar walaupun hanya untuk belanja.

Setelah puas berenang dan hari semakin siang, Luna segera mandi dan mengganti baju. Apalagi ia cukup menggigil karena terlalu lama di kolam renang. Setelah mengganti baju, Luna mengajak Bibi Neni dan Bibi Imah menonton tivi di ruang keluarga. Sebenarnya nonton tivi sambil ngobrol dan nyemil itu nikmat luar biasa. Hanya saja, karena Luna tak bisa nyemil sembarangan, akhirnya mereka hanya mengobrol santai sambil menonton berita yang lagi viral.

Luna duduk di bawah, bersama dengan Bibi Imah dan Bibi Neri. Karena mereka tak akan mau jika duduk di atas sofa, akhirnya Luna lah yang mengalah dengan duduk di lantai dengan beralaskan karpet bulu yang cukup mahal.

"Bi, nanti ada sahabatku mau ke sini. Nanti tolong buatkan  minuman dan cemilan ringan ya," ujar Luna memberitahu.

"Siap, Non," jawab Bibi Imah.

"Tapi Non, Non Luna harus hati-hati ya," ucap Bibi Imah.

"Kenapa, Bi?" tanya Luna heran.

"Ya Bibi takut aja seperti film yang sering Bibi tonton di tivi di channel indoresmi, dimana suaminya selingkuh dengan sahabat istrinya. Bibi gak mau itu terjadi," ujar Bibi Imah.

"Betul, Bibi mah setuju dengan Bibi Imah. Jangan sampai Non Luna mendekatkan sahabat Non dengan suami Non. Bahaya," imbuh Bibi Neni.

"InsyaAllah sahabat saya baik, Bi. Lagian dia ke sini selain kangen ingin ketemu saya, dia juga mau cari kerjaan di kota ini." Luna yang emang suka berfikis positif membela sahabatnya itu.

"Semoga aja, dia emang baik, Non," sahut Bibi Imah. Tapi entah kenapa, ia merasa jika sahabat majikannya itu akan jadi duri dalam pernikahan majikannya.

Namun Bibi Imah tak akan membiarkan itu terjadia, Bibi Imah dan Bibi Neni pasti akan membantu Nona Luna untuk menjaga pernikahannya itu. Karena Bibi Imah dan Bibi Neni sudah terlanjur menyayangi Luna, terlebih Luna sangat baik sama mereka, jarang-jarang mereka bisa mendapatkan majikan sebaik Luna.

Kedatangan Laras, Sahabat Luna

Setelah selesai mandi, sholat dhuhur dan makan siang. Luna menghabiskan waktunya di kamar sambil memainkan hpnya, ia mendengarkan musik pakai headset sambil baca novel dari salah satu aplikasi yang ia suka. Banyak cerita yang bisa ia baca secara gratis dan ia cukup mengandalkan kuota saja.

Sebenarnya Luna juga ingin menjadi salah satu author di aplikasi itu, hanya saja Luna masih belum siap dan ia masih harus banyak belajar dengan membaca banyak karya orang lain. Mungkin nanti, jika dia sudah siap, baru ia akan terjun menjadi author, jadi bukan hanya jadi pembaca setia saja.

Jam setengah dua, Laras mendapatkan chat dari Laras.

[Lun, aku sudah ada di depan rumah kamu nih. Jangan lupa bawa uang ya, soalnya aku lagi bokek nih wkwkwkwk]

Membaca pesan itu, membuat Luna tersenyum geli. Ia pun segera mematikan lagunya dan menutup aplikasi cerita yang ia baca. Lalu ia keluar dari kamar sambil membawa uang seratus ribuan. Ia berjalan menuju depan rumah di mana kini Laras tengah menunggunya.

Karena halamannya yang cukup luas, ia masih harus berjalan menuju gerbang dan membuka gerbang sendiri, karena di sini belum ada pak satpam. Dulu sempat ada, hanya saja dia memilih resign karena sakit yang di deritanya. Dan sejak saat itu, Ariel belum mencari pengganti Pak Dar-satpam yang resign itu.

"Maaf ya lama," ujar Luna yang melihat Laras tengah menunggu dirinya di depan rumahnya.

"Gak papa, santai aja," Laras tersenyum ke arah Luna. Melihat tampilan Luna, membuat Laras tak percaya karena kini sahabatnya itu berubah seratus depalan puluh derajat. Luna emang cantik, dengan tinggi semampai dan tubuh ideal. Namun semakin ke sini, Luna semakin cantin kulit putihnya, apalagi Luna seperti sangat terawat sekali. Luna juga memakai pakaian bermerek, yang tentunya harganya tak sebanding dengan baju yang ia pakai.

"Ayo masuk, Ras," ajak Luna yang sudah membayar taxi itu.

"Eh, I ... iya," jawab Laras gugup.

"Kamu itu kenapa sih?" tanya Luna terkekeh melihat Laras yang gugup berhadapan dengannya.

"Aku grogi aja, lihat penampilanmu sekarang. Kamu makin cantik, Lun," sahut Luna jujur.

"Kamu bisa aja, Ras. Ayo masuk, kamu pasti capek kan setelah perjalanan jauh," ujar Luna sambil menggandeng tangan Laras. Ia merasa senang akhirnya bisa bertemu dengan sahabat lamanya itu, selama ini mereka hanya bisa berkomunikasi lewat Wa aja.

"Tadi gimana perjalanannya?" tanya Luna sambil membuka pintu rumah utama. Sedangkan Laras ia merasa takjub dengan rumah yang cukup luas dan mewah ini. Bahkan sejak ia berada di depan gerbang, ia sudah merasa rendah diri melihat gerbang hitam yang menjulang tinggi, belum lagi halaman rumah yang cukup luas. Di tambah ketika ia melihat rumah itu yang sangat luas, berbeda dengan rumahnya yang ada di kampung. Dan ia merasa lebih takjub lagi saat Luna membuka pintu rumahnya.

"Hei, kenapa kok bengong. Ayo masuk," ajak Luna. Ia tau mungkin Laras merasa kagum dengan rumah miliknya. Dulu juga ia merasakan hal yang sama, tapi lama-kelamaan ia pun mulai terbiasa.

"Iya. Rumah kamu besar banget Lun. Luas dan juga mewah," puji Laras sambil melangkahkan kakinya untuk masuk.

"Ini bukan rumah aku, tapi rumah Mas Ariel, Ras."

"Tapi kan kamu menikah dengannya, Lun. Yang artinya ini rumah kamu juga, kan?" tanya Laras.

"Hehe iya juga sih. Iya sudah kamu duduk dulu ya, aku mau ke belakang dulu," sahut Luna sambil berjalan ke belakang. Ia mencari Bibi Imah dan ternyata Bibi Imah tengah rujak'an jambu bersama Bibi Neni di tamah belakang.

"Bi Imah, boleh aku minta tolong?" tanya Luna setelah berada di dekat mereka.

"Iya, Non. Mau minta tolong apa?" tanya Bibi Imah sambil menyuapi jambu yang sudah di baluri bumbu rujak.

"Sahabat saya sudah datang, Bi. Saya minta tolong buatkan jus alpukat ya, Bi. Sama kue kering atau apalah yang bisa buat camilan. Sekalian Bibi masakin yang enak ya buat sahabat saya," pinta Luna sambil menatap kedua Bibi itu yang sangat menikmati rujak nya. Andai Ariel tak tergila-gila dengan tubuh idealnya, dan tak memberikan perintah ini dan itu. Tentu ia ingin bergabung dengan Bibi Imah dan Bibi Neni untuk rujak an. Apalagi siang-siang gini, sambil mengobrol, tentu jauh lebih nikmat.

"Siap, Non. Bibi buatkan dulu ya." Dan setelah itu Bibi Imah pun segera bangkit dari tempat duduknya, ia berjalan ke arah kran dan mencuci kedua tangannya dan mengelapnya dengan kain yang sudah di sediakan di samping kran. Lalu Bibi Imah berjalan ke arah dapur untuk membuat pesanan Luna.

"Non Luna gak mau nyicipin dulu?" tanya Bibi Neni.

"Sebenarnya sih pengen, Bi. Tapi enggak deh, saya takut itu bisa membuat tubuh saya gemuk," jawab Luna terkekeh.

"Makan satu biji gak akan bikin gemuk, Non. Coba aja dulu, saya yakin Non pasti suka. Apalagi jambunya saya ambil dari kulkas dan masih dingin. Ayo coba satu dulu," desak Bibi Neni sambil menjulurukan piring yang berisi jambu yang sudah di potong kecil-kecil itu. Tentu kulitnya juga sudah di kupas dan jambunya juga sudah di cuci bersih.

Karena tak tahan godaan, akhirnya Luna menyerah. Ia mengambil satu jambu itu dan mencoleknya ke bumbu rujaknya. Bumbu yang di buat sendiri oleh Bibi Imah.

"Gimana, Non? ENak, kan?" tanya Bibi Neni sambil melihat raut wajah Luna yang sangat menikmatinya.

"Emmm ya, sangat enak Bi. Dulu sebelum nikah sama Mas Ariel. Saya juga suka rujak'an sama anak kos Bi. Hampir tiap Minggu, sayangnya semua itu sudah gak bisa di lakukan lagi," tutur Luna dengan raut wajah sedihnya.

"Padahal menurut saya gak papa Non, sesekali makan apa aja yang Non suka. Asal gak ketahuan. Lagian Non itu setiap hari olah raga jadi gak akan mudah gemuk. Enggak perlu terlalu menjadi istri penurut. Bukan maksud Bibi, mengajari Non menjadi istri durhaka. Hanya saja, Bibi gak tega Non terlalu di kekang kayak gini. Bahkan untuk makan aja, semuanya harus diatur," papar Bibi Neni. Ia gak tega melihat majikannya itu tak bisa sebebas istri orang di luar sana.

"Pengennya sih gitu, Bi. Hanya saja, saya malas bertengkar jika sampai ketahuan. Saya lebih milih menghindari pertengkaran Bi dari pada harus adu mulut. Iya sudah Bibi nikmati aja rujaknya, saya mau ke ruang tamu dulu."

"Iya, Non."

Dan setelah itu, Luna pun kembali ke ruang tamu meninggalkan Bibi Neni yang masih menikmati acara rujak annya di taman belakang.

"Maaf ya, Laras. Aku lama," ujar Luna sambil duduk di sofa yang tak jauh dari Laras.

"Gak papa, santai aja Lun. Suami kamu mana?" tanya Laras.

"Mas Ariel jam segini masih kerja, Ras. Tapi Mas Ariel titip salam buat kamu, dia minta maaf karena gak bisa menyambut kedatangan kamu, soalnya Mas Ariel ada meeting dan gak bisa di tunda ataupun di batalkan."

"Enggak papa, Kok. Aku ngerti, suami kamu pasti sibuk banget."

"Ya gitulah, kalau hari Senin sampai Sabtu, dia sibuk banget. Bahkan tak jarang pulang malam, karena harus lembur. Hanya hari Minggu, dia ada waktu buat aku."

"Ya gak papa, Lun. Yang penting kan dia setia di luar sana, dan dia benar-benar bekerja buat membahagiakan kamu. Berkat dia, kamu kan bisa seperti sekarang. Menikmati hasil jerih payah dia yang bekerja tanpa kenal waktu."

"Iya juga sih."

Saat mereka mengobrol, Bibi Imah datang membawa nampan.  Ia menaruh Jus Alpukat di atas meja di depan Laras dan di depan Luna. Sedangkan kue kering dan beberapa camilan lainnya di taruh di tengah-tengah mereka.

"Makasih ya, Bi," tutur Luna lembut.

"Sama-sama, Non." Setelah itu, Bibi Imah pun pergi dari sana, karena masih harus masak. Sebenarnya tadi Bibi Imah sudah masak untuk makan siangnya, tapi sekarang ia harus masak lagi buat menyambut kedatangan Laras. Namun tak apa, Bibi Imah akan senang hati melakukannya, karena ini permintaan Luna, majikannya yang sangat baik hati. Namun sebelum masak, ia pergi menghampiri Neni dan masih sempat-sempatnya memakan beberapa jambu biji yang sudah hampir habis.

"Kamu sudah ketemu sama sahabat Non Luna?" tanya Bibi Neni sambil melihat wajah Bibi Imah.

"Ya, dia mah biasa aja. Gak ada apa-apanya di banding Non Luna. Bahkan dari segi kecantikan pun, bagai langit dan bumi."

"Syukurlah. Aku senang mendengarnya. Tapi kita harus hati-hati. Non Luna itu terlalu baik orangnya, dan akan mudah di manfaatkan oleh orang lain."

"Ya, kamu benar. Kita harus jadi pendukung Non Luna dan harus bisa membantu Non Luna apapun yang terjadi. Walaupun kata Non Luna, dia itu sahabat terbaiknya. Tapi kita kan harus tetap hati-hati dan waspada. Jangan sampai film yang sering kita tonton di Indoresmi akan menjadi kenyataan dalam kehidupan Non Luna."

"Kamu benar."

"Iya sudah, aku mau masak dulu. Kamu habisin aja jambunya, aku sudah kenyang." Dan setelah itu Bibi Imah pergi dari sana untuk memasak. Sedangkan Bibi Neni benar-benar menghabiskan jambunya yang sudah sisa dua biji itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!