"JANUAR!!"
Pria yang disebut namannya itu pun pergi begitu saja tanpa menghiraukan teriakan orangtunya. Laki-laki tersebut melewati ruang tamu dan tak sengaja bertemu dengan sang kakak, Mahen.
Mahen merupakan anak yang baik dan juga pekerja keras. Ia satu-satunya anak dari keluarga Trysatia yang bisa diandalkan dan merupakan penerus dari semua perusahaan yang didirikan orangtunya.
Sedangkan Januar ia seperti kebalikan dari kakaknya. Tidak ada satupun sifatnya yang berkesan di dalam keluarganya. Ia merupakan anak yang pembangkang serta tak mau dikekang. Hidupnya sangat bebas serta gaya hidup yang Westernisasai sangat tak cocok untuk orang Indonesia yang ramah dan juga penuh dengan nilai kesopanan.
Mungkin bagi seberapa orang hal itu wajar karena ia baru saja melewati masa remajanya dan belum bisa dibilang dewasa. Januar masih berumur 19 tahun dan ia sedang berkuliah di salah satu universitas terkenal di Indonesia, Universitas Indonesia.
Mungkin bagi semua orang bisa kuliah di tempat itu adalah sesuatu yang sangat membanggakan karena hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk ke universitas tersebut, namun bagi Januar itu hanyalah hal biasa saja.
Januar termasuk orang yang sangat pintar namun sayang kepintarannya tertutupi dengan kenakalan yang melekat padanya.
"Januar! Bunda panggil kamu!" nasehat Mahen kepada adiknya yang melenggang begitu saja.
Januar berhenti berjalan dan melirik sang kakak yang duduk di kursi sofa sambil berkutat dengan pekerjaan kantornya.
"Lo siapa? Terserah gue."
"Kamu!!" Mahen mengusap dadanya agar ia bisa menahan emosi yang dibuat oleh adiknya.
Pria itu pun menarik napas beberapa kali untuk menenangkan dirinya dan lebih berpikir dingin. Ia tersenyum kepada adiknya, Mahen tahu jika adiknya bukanlah tipe orang yang mudah diajak bicara.
"Kenapa? Lo mending urusin diri lo."
"Niat bunda itu baik. Dia gak pengen kamu kenapa-kenapa. Kamu balapan liar gitu apa untungnya, bagaimana jika kamu jatuh dan luka, pikirkan perasaan bunda."
Januar menggeram terbukti dengan desisan marah yang ia keluarkan. Ia mendorong pipi bagian dalamnya dan memainkan lidahnya. Pria itu menatap sang kakak sambil mengangguk puas.
"Lo pikir lo siapa yang berhak ngelarang gue? It's my life not your life, urusin diri lo sendiri, gak usah mikirin hidup orang. Kaya hidup lo benar aja. Telinga gue sampe panas dengar ceramah gak berguna lo tiap hari."
Januar memutar bola matanya dan kemudian berlalu begitu saja. Mahen terdiam dan pena yang sedang ia pegang terjatuh begitu saja. Pria itu menatap punggung sang adik.
Namun raut muramnya langsung berubah penuh semangat saat melihat sang kekasih yang datang untuknya.
Capella berpapasan langsung dengan Januar. Januar berhenti berjalan dan menatap Capella dengan lekat. Ia memperhatikan Capella seksama. Capella yang merasa tak nyaman menundukkan kepala.
Ia jarang bertemu dengan Januar. Karena pria itu yang jarang berada di rumah. Setiap melihat Januar Capella merasa gugup dan tak berani menatap pria itu dengan langsung.
"Nasehatin pacar lo gak usah ngurusin hidup orang."
Capella mengangkat kepalanya terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Januar. Ia pun melirik ke arah Mahen yang tengah menuju ke arahnya.
Setelah mengatakan itu, Januar pun pergi dengan wajah dingin. Laki-laki tersebut bahkan tak bisa menghargai seorang tamu yang sebentar lagi akan menjadi kakak iparnya.
"Kamu tidak apa-apa sayang? Kamu tau sendiri kan Januar seperti itu. Jadi jangan dimasukkan ke hati."
Capella menarik napas panjang dan berjalan mendahului Mahen. Ia pun duduk di sofa yang tadi menjadi tempat Mahen bekerja.
Capella menatap Mahen serius. Kemudian ia pun menyunggingkan senyum yang sangat cantik.
"Aku tahu jadi tidak apa-apa. Januar memeng seperti itu. Walau... Kadang aku sedih jika Januar terus bersikap dingin pada ku." Capella mengangkat wajahnya dengan sedih, "apa Januar tidak menyukai ku? Bagaimana dia tidak merestui kita dan tidak ikhlas aku menjadi kakak iparnya."
Mahen pun menggelengkan kepala dan langsung memeluk tubuh Capella. Ia pun mengusap punggung Capella dengan penuh sayang.
"Ella, tidak seperti itu. Dia bukan tidak menyukai mu. Tetapi dia tidak menyukai ku. Dia memang seperti itu, kepada semua orang juga begitu. Kepada bunda, ayah, dan aku dia bahkan menganggap kita seperti orang asing."
"BANGS.AT!! MAHEN SI.ALAN LO!!" teriak Januar dari luar dan berjalan terburu-buru ke arah Mahen.
Pria itu menarik kerah baju Mahen yang tengah memeluk Capella. Kemudian ia meninju wajah kakaknya dengan keras.
"Januar!! Apa yang kamu lakukan!!" histeris Capella dan berusaha memisahkan Mahen dan Januar.
Januar melirik Capella dan mendorong tubuh wanita itu yang menghalangi dirinya. Hingga Capella pun tersungkur di lantai.
"Akhh!!"
"Kau!! Baj.ingan!! Kau boleh memukul ku tapi kau tidak boleh melukai dia!!" marah Mahen melihat kekasihnya didorong.
Kemudian Mahen pun membantu Capella berdiri. Capella menggelengkan kepala agar Mahen tidak terpancing dengan Januar.
"Lo!! Lo kan yang udah bocorin ban honda gue!! Sialan lo!!"
Mahen pun yang sudah habis kesabaran menatap adiknya itu dengan tajam. Ia lantas tersenyum miring menantang Januar.
"Kenapa jika aku yang melakukannya? Kamu tidak lihat bunda sampai nangis di kamar gara-gara kamu. Dan aku membiarkan dia nangis begitu saja. Kamu benar-benar anak durhaka."
Januar seolah menganggap perkataan Mahen hanyalah angin lalu. Terbukti dari pria itu yang balik menantang Mahen.
"Bunda? Bunda lo palingan. Lo kan anak kesayangan Bunda."
Megan menatap Januar anak bungsunya dengan mata yang penuh air mata. Ia menghampiri Januar dan menggelengkan kepala. Megan tak menyangka jika Januar akan menganggapnya seperti itu.
"Bunda sama sekali tidak pernah menganggap mu seperti itu, Januari. Kau dan Mahen sama-sama anak ku. Aku menyayangi kalian sama rata. Kau yang hanya salah sangka dengan bunda."
Januar sejujurnya sudah muak berbasa-basi seperti ini. Pria itu menatap Capella dan menyeringai.
"Lo mau sama dia karena apa? Dia gak sebaik yang lo pikirin."
Megan menatap Capella dengan penuh mohon maaf. Ia mengusap tangan Capella agar wanita itu bisa memaafkan anaknya.
"Capella."
"Tidak apa-apa Tante."
"Cuih!! Drama!" Ucapan Januar benar-benar menyakiti hati Capella. Namun wanita itu berusaha terlihat baik-baik saja.
Mungkin ia bisa lebih mendekati Januar agar pria itu bisa menerima dirinya dan lebih bisa beradaptasi dengan laki-laki tersebut.
"Aku mencintainya."
"Cinta emang buat orang buta sampe lo gak bisa liat siapa Mahen sebenarnya. Dia bahkan lebih buruk dari gue. Jangan sok suci lo!"
Capella menatap Mahen. Ia bukan karena marah dengan pria itu tapi ia khawatir jika Mahen akan terpancing dengan adiknya.
"Tidak apa-apa. Aku menerima mu apa adanya."
"Mulut mu jika dibiarkan tidak akan berhenti terus mengoceh hal yang tidak penting."
Januar mengangkat satu alisnya seakan mengejek Mahen. Hampir saja terjadi cekcok antara adik kakak tersebut, namun Megan langsung menghalanginya.
"Kalian ini apa-apaan. Mahen, kamu harus bisa bersikap dewasa kepada adik mu."
Mahen menghela napas panjang dan menatap Januar penuh dengan dendam. Cukup ia menahan amarah selama ini karena pria itu.
Januar pun tersenyum miring. Ia melirik Capella dan menarik tangan Capella hingga Capella tersentak dan jatuh ke dalam pelukan Januar.
Kemudian Januar dengan secepat kilat menyambar bibir Capella dan mencuri ciuman pertama Capella yang bahkan Capella tak pernah lakukan bersama Mahen.
Mahen dan Megan terkejut bukan main. Mahen yang melihat sang kekasih dilecehkan oleh adiknya lantas langsung menghajar Januar brutal.
Capella masih syok dengan apa yang ia alami. Wanita itu menangis histeris namun Megan langsung menegangkan. Megan tak bisa lagi untuk membela Januar. Kali ini anak bungsunya itu benar-benar keterlaluan.
"HAHAHA!" tawa Januar puas sudah mencuri ciuman dari kekasih kakaknya. Ia menatap sang Kakak dengan wajah penuh kemenangan. Kakaknya tampak marah padam.
"Kau!!"
_____________
Tbc
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA
Semenjak kejadian di rumah Mahen membuat Capella lebih sering terlihat murung di dalam kamar. Ia seakan belum percaya dengan apa yang dilakukan oleh Januar kepadanya. Capella bisa saja melaporkan Januar namun wanita itu harus mengambil tindakan memaafkan.
Ia tak ingin Januar makin membencinya. Selain itu Capella tahu betul jika calon ibu mertuanya sangat menyayangi Januar, jika ia akan melaporkan Januar maka Megan pasti akan sangat sedih.
Megan bak orang tua kandung Capella. Ia hanya hidup tanpa keluarga dan karena Megan adalah sahabat ibunya ia pun dijodohkan dengan Capella saat ia masih kecil dengan Mahen.
Namun ternyata cinta pun tumbuh di antara keduanya. Capella baru menyadari itu saat Mahen memutuskan untuk menyatakan perasaan padanya.
Capella menarik napas panjang seraya menyentuh keningnya. Ia tak bisa tidur semalaman. Capella terus menyentuh bibirnya yang sudah disentuh oleh Januar.
"Bagaimana ini? Apakah Mahen akan membenci ku?" tanya Capella khawatir.
Ia pun menarik selimut ke atas kepalanya dan menutup dirinya di dalam selimut. Adegan di mana Januar menciumnya terus terbayang di kepala Capella.
Capella tak bisa membohongi diri sendiri bahwa ia pun trauma. Namun ia menyembunyikan itu dan menganggap dirinya baik-baik saja agar mereka tidak mengkhawatirkan dirinya.
"Mahen maafkan aku tidak bisa menjaga diri untuk mu," sesal Capella sembari menitikkan air mata.
Ia larut dalam kesedihan dan juga rasa tak tenang. Hingga suara dering ponsel yang bergetar di sampingnya membuat Capella mendapatkan kesadarannya.
Wanita itu menyibak selimut dan kemudian meraih ponsel di sampingnya. Capella menghela napas panjang saat tahu dari siapa telepon tersebut.
Dengan malas ia pun mengangkat telepon orang tersebut. Kemudian Capella mendekatkan ponsel itu ke telinganya. Hingga suara di seberang sana membuat Capella yang bermalas-malasan semakin malas untuk melakukan pekerjaannya.
"Baiklah, nanti aku langsung ke sana."
Capella memastikan ponsel tersebut dan melemparkannya asal. Ia menyentuh kepalanya seraya memijatnya.
"Sangat melelahkan, kenapa juga harus sepadat ini. Aku lelah Tuhan!! Sehari saja aku tidak bekerja sepertinya nyaman," keluh Capella sembari memanyunkan wajahnya.
Ia pun turun dari ranjang dan mengganti pakaiannya dengan pakaian kerja. Seorang jurnalis haruslah siap siaga dan akan memenuhi setiap panggilan kapan saja. Tidak peduli itu mau jam berapa.
Seperti saat ini, Capella harus bekerja di saat hari baru saja menunjukkan pukul 1 pagi. Ia masih mengantuk apalagi tadi Capella telah menangis hal itu makin membuat matanya susah terbuka.
Capella pun keluar dari dalam kamar mandi dengan pakaian yah sudah siap untuk bekerja. Kemudian wanita itu menyiapkan segala kebutuhannya untuk mencari informasi dan meliput kejadian kecelakaan maut balapan liar di jalan raya.
Capella mendesah kecil. Kenapa anak-anak zaman sekarang sangat menyukai balapan liar yang sangat berbahaya. Hal itu malah membuatnya semakin banyak pekerjaan.
Tapi jika tidak begitu Capella pun tidak akan bisa mendapatkan uang.
"Beginilah ingin cari uang. Harus merelakan segala hal. Huh melelahkan," ucap Capella dan kemudian ia pun keluar dari kamarnya dan menuju pintu utama.
__________
Capella menatap jalan raya yang dipenuhi dengan warga yang berkerumun karena penasaran dengan kejadian yang memakan banyak korban.
Capella sudah mengumpulkan informasi dan juga meliput kejadian itu. Capella menatap ke arah para korban yang selamat.
Capella pun mendekati kerumunan tersebut dan berusaha mencari informasi. Namun ia sangat terkejut saat tahu bahwa salah satu korbannya adalah Januar.
Tanpa pikir panjang Capella langsung berusaha untuk menemui Januar dan ia pun berhasil dekat dengan Januar.
"Januari," ucap Capella yang membuat Januar yang berusaha menahan rasa sakit di tubuhnya pun berhenti berjalan. Ia berbalik dan menatap Capella dengan dingin.
Capella terdiam sembari memperhatikan seluruh tubuh Januar yang penuh dengan luka. Wanita itu mendekati Januar namun Januar menghindari dirinya.
Capella tak bisa tinggal diam melihat Januar yang terluka parah seperti itu. Capella menundukkan kepalanya saat tahu jika Januar tak ingin disentuh dirinya.
"Kamu tidak apa-apa?"
Januari memutar bola matanya malas. Kenapa Capella bertanya seperti itu sementara ia dapat melihat sendiri bahwa saat ini Januar terluka parah dan alasan apa yang membuat Januar harus menjawab pertanyaan tidak bermutu itu.
"Buta mata lo?" tanya Januar yang langsung menohok di jati Capella.
Capella terdiam dan menyadari kesalahannya. Ia pun menatap Januar dengan senyuman di wajahnya.
"Aku akan menelpon Mahen," namun belum sempat hal itu ia lakukan Januar langsung merampas ponselnya dan mematikan sambungan telepon dengan Mahen.
Ia pun melemparkan hp Capella begitu saja di jalan aspal. Capella rasanya tersedak dengan air liurnya sendiri saat melihat bagaimana bentuk ponselnya dan dengan entengnya pula Januar menghancurkannya.
"Januari," cicit Capella dan mengambil handphonenya yang dilemparkan oleh Januar.
Januar tersenyum miring melihat Capella. Capella tersenyum pedih melihat handphonenya.
"Puas lo?"
"Kenapa kamu lakuin ini?"
"Lo mau gue dimarahin sama dia dan semua akses gue diblokir? Awal lo buka mulut dengan kejadian ini!" ancam Januar dan pergi begitu saja.
Capella meski sudah dizolimi oleh Januar tapi ia masih memiliki hati. Januar sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. Dan kakak mana yang bisa tahan melihat seorang adik dalam keadaan susah.
Capella pun tak peduli lagi dengan amarah Januar. Ia pun menahan tangan Januar yang membuat marah di wajah Januar.
"Kamu terluka. Aku akan mengobati mu," ucap Capella dan mengeluarkan obat merah yang kebetulan selalu dibawanya.
Capella pun menyuruh Januar duduk terlebih dahulu. Akan tetapi Januar tidak akan menurut begitu saja.
Pria itu protes namun Capella tak peduli dengan protesan pria itu. Ia hanya mendengarkan kemarahan Januar yang membabi buta.
"Apa-apaan lo? Apa yang lo lakuin?" tanya Januar dan menjauhkan tangan Capella.
Capella menahan tangan Januar dan kemudian ia pun mengoleskan obat merah itu secara paksa ke tubuh Januar.
Januar histeris bukan main. Ia pun menggeram marah sembari mencekal tangan Capella.
"Berani-beraninya lo nyentuh gue!!"
"Tapi, jika tidak begitu luka mu akan semakin parah."
Capella tak memperdulikan dengan bajunya lagi. Ia pun merobek sisi bajunya dan membalutkannya ke tubuh Januar.
Januar yang semula bak orang kesurupan langsung jinak dengan perhatian yang dicurahkan oleh Capella.
"Sudah selesai." Capella pun mengangkat wajahnya namun secara tak sengaja ia pun menangkap basah Januar sedang memperhatikannya.
Capella terdiam dan begitu pula dengan Januar yang langsung mengalihkan wajahnya dan kemudian merubah raut dirinya menjadi seorang pria yang kaku.
"Minggir lo!" sentak Januar dan kemudian mendorong Capella.
Capella terdiam di tempat dan meneteskan air mata. Bahkan hati calon adik iparnya pun tak berhasil ia rebut. Capella takut jika mereka tak bisa menerima kehadiran Capella.
Capella menatap punggung tegap Januar. sangat mirip dengan Mahen. Hanya bedanya Mahen lebih bersikap dewasa dan sangat peduli dengan dirinya.
Berbeda dengan Januar yang hidupnya penuh dengan kebebasan dan tidak suka dikekang. Ia bahkan bisa terbilang jarang berada di dalam rumah.
"Maafkan aku belum bisa menjadi adik yang baik untuk mu."
__________
Tbc
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMAKASIH
Capella menutup mulutnya saat ia terus menerus menguap. Wanita itu menghela napas panjang dan memejamkan mata lalu mengerjapkannya beberapa kali hingga ia tak lagi merasa ngantuk.
Namun Meksi cara itu hanya efektif beberapa waktu setidaknya bisa menahan kantuk Capella. Hampir semalaman ia tak tidur dan terus bekerja melawan hasrat ingin tidurnya yang sangat besar.
Dan pagi ini bukannya tidur Capella malah membelakan diri untuk datang ke kantor Mahen dan membawakan makanan untuk pria itu.
Ia tahu Mahen paling menyukai masakannya. Mahen adalah orang yang benar-benar memujanya melebihi apapun.
Mengingat hal itu membuat Capella pun semakin semangat untuk ke kantor Mahen. Bisa dikatakan Mahen adalah salah satu semangat Capella.
"Pasti Mahen akan menyukainya," gumam Capella sembari menatap rantang yang ia bawa.
Ia pun berjalan masuk ke dalam perusahaan Mahen. Hampir semua orang sudah mengenal siapa dirinya dan tak asing dengan Capella. Capella pun menyapa balik orang yang menyapa dirinya.
Wanita itu tersenyum lebar dan memasuki lift dengan semangat. Lift tersebut pun mengantarkan dirinya ke ruangan Mahen.
Sesampainya di depan pintu kerja Mahen, Capella sejenak menarik napas dan mengangkat tangannya ingin mengeruk pintu ruangan Mahen. Namun hal itu diurungkannya tatkala mendengar pertengkaran di dalam ruangan tersebut.
Saat mengetahui Mahen tengah bertengkar dengan siapa membuat panik Capella. Lantas Capella pun masuk dan tak menghiraukan keadaan yang memburuk di dalam ruangan tersebut.
Mata Capella melotot saat Januar memukul Mahen dengan kuat.
"Lo kan yang blokir ATM gue?"
"Kalau iya kenapa? Kamu tahu Januar, apa yang kamu lakukan semalam benar-benar membahayakan. Bunda khawatir di rumah dan kau sama sekali tidak mempedulikan bagaimana Bunda mengkhawatirkan mu. Kau hanya memikirkan ego mu sendiri. Lebih baik aku memberikan mu hukuman dan memblokir ATM mu!"
"Bang.sat!!" Januar semakin geram mendengar jawaban dari sang kakak.
Laki-laki itu mengepalkan tangannya dan kemudian hendak memberikan tinjauan keras ke arah sang kakak, namun Capella yang baru datang langsung menahan tangan Januar.
"Januar hentikan!!" teriak Capella dan kemudian menurunkan tangan Januar yang hendak ia gunakan untuk memukul kekasihnya.
Januar mendesis kesal dan kemudian melirik Capella dengan marah. Ia pun lantas mendorong tubuh kecil Capella hingga Capella terjatuh ke lantai.
Amarah Mahen semakin jadi saat melihat kondisi kekasihnya. Rantang yang ia bawa untuk Mahen pun sudah tak berbentuk dan berhamburan di lantai.
Capella tersenyum sedih menatap makanan itu yang sudah tidak layak. Wajah Januar menyeringai puas. Ia pun makin membuat kesal dua pasang kekasih itu dengan menginjak makanan tersebut lalu memutarkan sepatunya dengan kuat.
"Hahahaha."
"Kau!! Kau boleh menyakiti ku tapi kau tidak boleh menyentuh dirinya. Aku sudah memberikan toleransi untuk mu dari dulu, tapi tampaknya sekarang aku tidak bisa memberikan toleransi kepada mu lagi!!"
Mahen dengan brutal meninju adiknya. Januar tidak mungkin tinggal diam, ia lantas membalas serangan sang Kaka hingga akhirnya perkelahian antara dua saudara itu tak dapat dihindari.
"Januar!! Mahen!! Hentikan!!"
Capella berusaha bangkit setengah mati hingga ia pun kemudian menarik tangan Mahen dan menggelengkan kepala agar Mahen tidak melakukan hal tersebut lagi.
"Hentikan! Dia adik mu!"
"Tapi dia sudah keterlaluan Ella!"
Capella menggelengkan kepala. Ia tahu sikap Januar memang sangat keterlaluan. Namun Capella tidak ingin Mahen berkelahi karena sirinya.
"Hentikan! Aku baik-baik saja," ucap Capella dan tersenyum lebar dan memeluk tubuh Mahen dengan erat.
Pemandangan sepasang kekasih di depannya membuat Januar ingin muntah. Ia pun keluar dari ruangan sang kakak sambil menahan perutnya mual.
"Pasangan tidak tahu diri. Dasar wanita murahan," ucap Januar dan menutup pintu dengan keras.
Mahen mengusap kepala Capella dengan sayang. Ia tahu pasti Capella akan tersinggung dengan ucapan sang adik.
"Jangan pernah kau masukkan perkataannya dalam hati. Aku tahu kau sakit hati tapi aku tidak ingin kau menjadikan ini beban. Lupakan."
Capella menganggukkan kepalanya.
"Ya aku akan menganggapnya biasa saja. Lagipula Januar masih labil mungkin emosinya belum terkendali dengan baik."
__________
Tangisan serta jeritan wanita yang terlihat rapuh di dalam acara berita di televisi itu berhasil menggugah perasaan Capella.
Wanita itu tak sampai hati saat melihat seorang ibu menangisi anaknya yang sudah tiada.
"Benar-benar jahat. Bagaimana mungkin anak secantik itu dijadikan korban pemerkosaan dan dibunuh. Kasihan sekali. Pasti orangtuanya tidak bisa memaafkan pelaku. Jika aku orangtunya juga aku tidak bisa memaafkan bajingan seperti itu. Ada apa dengan pria zaman sekarang. Kenapa begitu tega," ucap Capella tak sampai hati mendengar tangisan seorang ibu.
Ia pun hendak mematikan televisi tersebut namun saat melihat siapa tersangka dari kasus itu membuat Capella mengurungkan niatnya.
Rasanya Capella hendak mati di tempat saat melihat wajah tersangka itu yang tidak diblur.
Apalagi saat mereka menyebutkan nama Mahen yang merupakan pimpinan dari perusahaan terkenal di Indonesia membuat Capella tak mampu menahan rasa terkejutnya lagi.
Wanita itu lemas di tempat dan menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin Mahen seperti itu, apa yang ia lihat pasti salah.
"Tidak mungkin. Itu bukan Mehen," ucap Capella dan seraya menitikkan air mata. Ia benar-benar tak menyangka dengan apa yang baru saja dilihatnya.
Capella yakin jika dia salah lihat. Tidak mungkin Mahen melakukan perbuatan keji itu. Namun seberapa keras Capella terus menolaknya tak akan merubah apapun.
Semuanya tetap sama dan Capella tahu tangisan yang ia keluarkan sekarang tidak ada gunanya. Semuanya sudah terlanjur terjadi dan Capella harus menahan rasa sakit itu mati-matian.
"Kenapa kau jahat sekali."
Capella pun cepat bergegas mengganti pakaiannya dan kemudian langsung berangkat menuju ke rumah Mahen. Ia harus memastikan kebenarannya dan apa yang ia dengar hanyalah hoax.
Besar harapan Capella berharap bahwa itu bukanlah Mahen tapi hanyalah orang yang mirip dengan Mahen.
Kepercayaan Capella pun semakin meningkat saat ia mengingat betapa Mahen menghargai seorang wanita dan tak mungkin melakukan hal itu.
"Semuanya tampak bohong. Aku tidak percaya. Dan pasti itu perbuatan orang yang ingin menjatuhkan Mahen."
Capella memejamkan mata dan keluar dari taxi yang ia tumpangi. Saat sampai di rumah Mahen ia pun tak menemukan siapapun.
Capella menitikkan air mata dan berbalik ingin pulang. Namun suara di belakangnya membuat Capella berhenti berjalan dan menoleh ke belakang.
Ia terdiam saat tahu jika itu adalah Januar. Januar menyeringai puas dan terlihat kekesalan di wajah Capella.
"Lo akhirnya sadar kan siapa kakak gue sebenarnya. Dia bukan orang baik dan tidak akan sebaik itu. Semua yang lo liat palsu. Dia sudah membunuh orang dan memperkosanya. Capella yang malang, kasian sekali. Hahahaha."
"DIAM!! MAHEN TIDAK MUNGKIN SEPERTI ITU!" marah Capella dan tak dapat membendung emosinya.
Januar menyeringai dan mengangkat satu alisnya. Lalu ia tertawa gelak melihat kekesalan di wajah Capella. Capella menangis dan Januar senang melihat wanita itu tersiksa.
"Kenapa lo? Hahahaha! Gak bisa menerima kenyataan! Rasakan sendiri, orang yang terus lo bela ternyata gak lebih dari seorang baji.nga.n."
"Aku... Hiks." Capella terus mengeluarkan air mata dan kemudian wanita itu tumbang namun Januar cepat menangkap tubuh wanita itu.
"Menyusahkan," cicit Januar dan menghela napas kesal.
__________
Tbc
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMA KASIH.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!