NovelToon NovelToon

Terbiasa Denganmu (Kisah Cinta CEO Amnesia)

Bab 1. Menyingkirkan Alan

Alan Mahendra adalah seorang CEO sebuah perusahaan Mebel ternama nomor satu se-Asia Tenggara. Ia mempunyai kekasih bernama Sonia. Tapi sayang Sonia tidak mendapatkan restu dari kedua orang tua Alan. Karena Sonia tidak ingin buru-buru memiliki anak setelah menikah dengan Alan nantinya. Sebab ia masih nyaman di dunia kerjanya. Padahal kedua orang tua Alan sudah sangat menginginkan seorang cucu.

Walaupun Alan sudah memberikan penjelasan bahwa itu sudah menjadi kesepakatan mereka berdua, orang tua Alan tetap tidak setuju dengan keputusan kedua pasangan muda itu. Alan menjadi bingung harus dengan apalagi ia membuat kedua orang tuanya setuju.

Tok, tok, tok, Gilang mengetuk pintu ruangan Alan yang terbuka. Sudah 5 tahun Gilang bekerja di perusahaan keluarga Alan. Gilang terkenal dengan loyalitasnya. Alan sangat senang dengan semua yang dikerjakan Gilang. Gilang di tempatkan di bagian keuangan.

"Masuklah Gilang", ucap Alan.

Gilang masuk ke ruangan dengan membawa berkas-berkas yang diminta oleh Alan sebelumnya. Gilang duduk dihadapan Alan lalu memberikan berkas-berkas tersebut kepada Alan.

"Pak Alan kenapa? Soalnya wajah Bapak kelihatan muram", tanya Gilang penasaran.

"Tidak ada apa-apa Lang. Hanya masalah keluarga", jawab Alan sambil melihat berkas-berkas itu dan menandatanganinya. "Oh, iya Gilang. Kamu persiapkan diri ya. Sesuai janji saya, kamu akan menjadi GM di bagian keuangan".

Gilang sangat terkejut. Ia tidak menyangka Alan serius dengan ucapannya. Sungguh nikmat yang tiada terkira. Kerja kerasnya selama ini akhirnya mendapat apresiasi. Gilang sangat berterima kasih ke pada Alan yang selalu mempercayainya.

"Kamu pantas mendapatkannya pastikan kamu tidak mengecewakan saya!", lanjut Alan.

Tiga hari kemudian, resmilah Gilang menjadi GM (General Manager) keuangan di perusahaan Alan. Semua karyawan memakluminya karena memang Gilang layak di posisi tersebut.

Tapi tidak dengan Bobby yang tidak lain adalah kakak sepupu Alan. Mendengar Gilang naik jabatan, Bobby sangat tidak menyetujuinya. Bobby mendatangi ruangan Alan dan marah-marah kepadanya. Menurut Bobby, Alan harus berdiskusi dengannya terlebih dahulu sebagai direktur di perusahaan itu. Alan seakan-akan tidak menganggapnya sebagai bagian dari perusahaan tersebut. Memutuskan hal itu dengan sepihak. Bobby menjelek-jelekkan sikap Alan sebagai seorang CEO di perusahaan itu.

Alan mencoba menjelaskan kepada Bobby jika Gilang sudah sepantasnya mendapatkan itu semua. Gilang bukan karyawan biasa. Gilang sudah membuktikan dirinya mampu menjadi karyawan terbaik di perusahaan itu. Bobby malah berkilah bahwa bukan masalah Gilang yang di pertanyakannya. Tapi, sikap Alan yang suka mengambil keputusan sendiri tanpa berdiskusi dulu dengan petinggi perusahaan lainnya itu yang Bobby tidak suka.

Sebenarnya, Bobby iri dengan Alan. Perusahaan itu adalah perusahaan keluarga. Bobby sudah lama memimpikan dirinya menjadi CEO. Tapi, harapan itu pupus semenjak Alan pulang dari luar negeri yang telah menyelesaikan perkuliahannya. Alan langsung diangkat menjadi CEO di perusahaan itu. Hal itu tidaklah adil bagi Bobby. Bobby perpikir ia lebih tua dan lebih berpengalaman dibandingkan Alan. Seharusnya dirinyalah yang lebih pantas mendapatkan kedudukan tersebut.

Alan tidak ingin ribut dengan Bobby terlebih ia sudah dianggap Alan seperti kakak kandungnya sendiri. Alan meminta maaf pada Bobby atas semua kesalahannya. Lain kali Alan akan berdiskusi dengannya terlebih dahulu jika ia ingin mengambil keputusan.

Bobby selalu merasa sangat jengah dengan sikap Alan yang selalu bertindak sesuka hatinya. Bobby merasa selalu tidak dianggap sebagai direktur di perusahaan itu. Mau seperti apapun Alan meminta maaf, hati Bobby sudah dipenuhi dendam dan kecemburuan terhadap Alan. Maaf dari Alan tidak akan menembus di hatinya. Ia tetap tidak suka pada Alan.

Lama kelamaan Bobby sudah tidak tahan lagi. Dirinya frustasi melihat Alan dengan segala kenikmatannya menjadi CEO. Ia akan merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan Alan selamanya. Ya, bagi Bobby tidak ada waktu untuk menunggu lebih lama lagi. Bobby sangat haus akan kekayaan dan kejayaan. Lebih cepat ia menyingkirkan Alan lebih cepat pula ia mendapatkan yang dia inginkan.

Dan waktu itu pun tiba. Bobby membuat kerja sama palsu yang harus di ikuti oleh Alan. Bobby mengatakan kerjasama itu akan sangat menguntungkan untuk perusahaan.

"Alan, saya sudah mempelajari kerja sama ini. Kamu tidak perlu membacanya lagi. Ini akan membuang-buang waktu. Dan kita tidak punya banyak waktu lagi. Apa kamu tidak mempercayai ku sebagai direktur di sini?", Bobby mencoba mengintimidasi Alan.

"Tidak begitu Kak. Saya percaya kok sama Kak Bobby. Kak Bobby pasti juga menginginkan perusahaan ini terus maju", jawab Alan setuju walaupun ada sedikit keraguan di hatinya.

Ya, Alan percaya begitu saja dengan perkataan Bobby. Karena memang Alan tidak pernah berpikir buruk mengenai Bobby.

Keesokannya, Bobby ikut serta mengantar Alan sekaligus menjadi supir Alan untuk pertemuan fiktifnya. Bobby mengaku pertemuan mereka telah di atur di kota X. Dalam perjalan Alan masih belum menyadari kebohongan Bobby. Alan masih sibuk dengan gawainya. Ia tidak memperhatikan kemana Bobby membawanya.

Saat Alan sesekali melihat jalanan, ia sedikit aneh karena jalan yang di pilih Bobby bukan jalan yang biasa di lewati untuk ke kota X. Namun, Alan tetap belum curiga, ia mengira Bobby memotong jalan.

Tapi, lama-kelamaan Alan mulai curiga pada Bobby. Perasaan Alan, sudah dua jam mereka diperjalanan. Seharusnya, mereka sudah sampai di tujuan. Lalu Alan melihat maps di gawainya. Dan benar saja, mereka malah menjauh dari kota X.

"Kak, apa-apain ini? Mau kemana kita sebenarnya?" tanya Alan bingung.

"Saya ingin membawamu jauh dari kehidupanmu. Bila perlu kau menghilang untuk selamanya", jawab Bobby sambil tersenyum jahat.

"Apa maksudmu kak? Kamu ingin menyingkirkan ku", tanya Alan yang mulai emosi.

Bobby tertawa terbahak-bahak. Ia tidak menyangka bisa sampai titik ini untuk menyingkirkan Alan. Dari situ Bobby mengungkapkan kebenciannya pada Alan. Dan menginginkan posisi Alan saat ini. Perdebatan pun terjadi. Alan mempunyai ide untuk merekam semua percakapan mereka di gawainya sebagai bukti kejahatan Bobby.

"Saya perintahkan, cepat putar balik sekarang juga!", ucap Alan kepada Bobby yang menyetir.

"Siapa kamu berani memerintah ku!"

"Saya atasan anda! Sebaiknya anda menuruti perintah saya atau saya tidak segan-segan memecat anda!", Alan sudah di puncak kesabarannya.

"Atasan? Saya tidak pernah menganggap kamu sebagai atasan. Kamu hanya anak kecil yang beruntung saja. Saya lah yang pantas menjadi CEO di perusahaan itu dan sebentar lagi semua akan saya dapatkan!"

"Tidak! Saya tidak akan membiarkan itu terjadi!".

Tiba-tiba Bobby menghentikan mobilnya diatas sebuah jembatan yang di bawahnya terdapat jurang dan sungai yang dalam. Bobby memaksa Alan turun dari mobilnya. Dan terjadilah perkelahian.

Alan tidak terima di perlakukan sangat rendah pada Bobby. Alan pun membalas Bobby dengan meninju wajah Bobby. Hal itu membuat Bobby semakin murka. Bobby berhasil mencengkram leher Alan lalu ia mendorong Alan ke pagar batas jembatan tersebut.

Separuh badan Alan sudah melewati pagar itu, namun Alan tetap berusaha melawan Bobby. Alan berhasil menendang Bobby. Alan bisa terlepas dari Bobby. Alan semakin terbawa emosi. Ia tidak memikirkan lagi siapa Bobby di keluarganya. Ia ingin Bobby tahu jika ia juga bisa bermain-main dengannya.

Alan ingin menendang Bobby tapi, ternyata Bobby bisa mengelak dan badan Alan menjadi tidak seimbang sehingga terbentur pagar jembatan. Bobby melihat itu, dan merasa inilah kesempatannya. Bobby berlari ke arah Alan lalu mendorongnya.

Bobby sudah bertekad kuat untuk menyingkirkan Alan. Dan pada akhirnya Alan kalah dan terjatuh kedalam sungai yang dalam itu. Bobby tidak mengetahui jika Alan sempat merekam pembicaraan mereka. Tapi, sayangnya ponsel Alan telah terjatuh ke dalam jurang itu juga saat perkelahian mereka tadi.

Bobby melihat ke bawah jembatan memastikan Alan benar-benar sudah musnah dari kehidupannya. Bobby begitu senang rencananya telah berhasil untuk menyingkirkan Alan. Sedikit lagi keinginannya akan segera terwujud.

Lalu mobil Alan di bawa Bobby ke tempat lain. Ia memeriksa mobil tersebut untuk memastikan tidak ada barang-barang bukti yang akan tertuju padanya. Ia sedikit memanipulasi rem mobil Alan dan setelah itu ia dorong ke sebuah jurang di tempat lain yang jauh dari lokasi Alan terjatuh. Seolah-olah itu adalah murni kecelakaan.

***

Bab 2. Menemukan Jasad

Siang hari yang begitu cerah namun, tidak dengan hati Dini yang sedang bersedih. Hari ini adalah hari dimana kekasihnya, Wahyu akan menikah dengan wanita lain yaitu Bella anak kepala Desa. Dini baru tahu jika Wahyu telah di jodohkan dengan Bella.

Dini merasa hatinya seperti di sayat-sayat dengan sebilah pisau, perih sekali. Angannya menjadi istri Wahyu telah sirna. Padahal ia begitu mencintai Wahyu. Tapi, hari ini Wahyu bukanlah miliknya lagi. Mengingat itu saja Dini sangat terluka. Ia menangis tersedu-sedu mengingat dirinya yang malang.

Untuk menghilangkan kesedihannya, Dini pergi ke sebuah sungai yang berada di tengah hutan. Walau kata orang-orang sungai itu angker, ya setidaknya Dini bisa tenang sendirian di sana. Dini duduk di atas sebuah batu yang besar di pinggir sungai. Pikirannya masih berkutat saat-saat indah bersama Wahyu.

Rasanya hari-hari indah bersama dengan Wahyu sangat singkat. Dan kini begitu saja Wahyu meninggalkannya demi wanita lain. Yang membuat Dini kecewa adalah Wahyu yang tidak pernah mengatakan apapun mengenai perjodohan ini padanya. Lalu, surat undangan pun sampai kepadanya dengan nama Wahyu dan Bella di dalamnya. Saat itu Dini merasa petir telah menyambarnya dan langit seakan-akan runtuh. Jika saja Wahyu memberitahunya lebih dahulu mungkin Dini lebih siap menerima pahitnya kenyataan itu.

Dini masih menangis tersedu-sedu mengingat kekasihnya bukanlah jodohnya. Selama ini pandai sekali Wahyu menyembunyikan itu semua darinya. Tidak ada keraguan sedikitpun terhadapnya. Ya, memang dirinya lah yang bodoh, pikir Dini. Cinta telah menutup mata, telinga dan hatinya. Sehingga kabar besar seperti itu tidak pernah terdengar olehnya.

Tidak tahan dengan rasa yang dari tadi ia pendam, Dini pun berteriak sekuat-kuatnya. Ia yakin tidak ada satupun orang yang akan mendengar teriakannya. Ia pun berulang-ulang kali berteriak sambil meneteskan air matanya. Setelah itu barulah hatinya puas. Ia pun terduduk lemas kembali di batu itu sambil mengatur napasnya.

Lalu tiba-tiba sekilas Dini melihat sesuatu di balik akar-akar pohon yang besar di tepi sungai itu. Dini melihat kembali untuk memastikan apa yang dilihatnya barusan.

Dini tidak percaya ada mayat yang terdampar di dekatnya. Tiba-tiba bulu kuduknya merinding. Ada rasa takut yang menjalar di dalam tubuhnya melihat mayat seperti itu.

"Tolong! Tolong!", Dini berteriak minta tolong berharap ada yang mendengarnya dan membantunya.

Tapi, sepertinya percuma Dini minta tolong, karena tidak ada siapa-siapa di sana selain dirinya. Tentu saja, kawasan ini seperti daerah terlarang untuk penduduk desa. Padahal kalau dilihat-lihat lagi sungai ini sangatlah indah dan masih asri. Entah siapa yang pertama kali mematenkan bahwa sungai ini angker sampai-sampai tidak ada yang boleh dan mau ke tempat ini.

Dini pun memberanikan diri untuk mendekati mayat itu. Karena ada rasa iba di hati Dini. Ia berjalan perlahan, walaupun takut ia harus membantu jasad itu keluar dari jeratan akar pohon besar di sana.

Dini masuk ke dalam sungai. Untungnya pinggir sungai itu dangkal hanya sebatas pahanya. Dini menarik napasnya dan juga menelan ludahnya melihat mayat yang sudah ada di hadapannya.

Dini mulai memegangnya dengan tangan yang tiba-tiba gemetar. Perlahan-lahan ia menarik mayat itu keluar dari akar pohon tersebut. Tidak lama kemudian, mayat itu pun berhasil keluar.

Dini membawanya ke tepi sungai. Ia melihat begitu banyak lebam di tubuh pria itu. Dan Dini melihat lebam di kening pria itu. Mungkin tubuhnya terbentur bebatuan di sungai, pikir Dini.

Ia ingin memastikan bahwa yang dia temui benar-benar mayat atau tidak. Dini membaringkan mayat itu, lalu ia letakkan kepalanya di dada mayat itu. Dini yakin bahwa ia mendengar detak jantungnya.

Ternyata tubuh itu masih bernyawa. Dini pun bertekad memberi napas buatan pada pria itu supaya ia tertolong.

Tapi, Dini tiba-tiba saja menjadi grogi. Terlebih menyadari pria itu sangatlah tampan. Dini merasakan tubuhnya memanas. Ia pun mengipas-ngipasi wajahnya dengan tangan.

Dini memang ingin segera menolongnya, tapi itu tandanya ini adalah ciuman pertamanya. Haruskah dia merelakan ciuman pertamanya pada pria yang bukan pilihan hatinya? Tapi, tidak ada cara lain. Menyelamatkan nyawa seseorang itu lebih penting.

Dini pun membuang jauh-jauh pikiran aneh di kepalanya. Tangannya gemetar memegang hidung dan mulut pria itu. Sekali lagi Dini melihat ke kanan dan kiri untuk memastikan memang tidak ada siapa-siapa. Kalau tidak dia akan merasa malu karena hal ini.

"Bismillah", ucap Dini yang niatnya benar-benar ingin menolong.

Dini menarik napas dalam-dalam lalu dengan cepat ia menyatukan bibirnya pada pria itu. Seketika Dini merasakan detak jantungnya semakin terasa kencang. Ada rasa menggelitik di dadanya. Ia kemudian tersadar lagi dan menghembuskan napasnya ke dalam mulut pria itu. Lalu ia menekan-nekan dada pria itu dengan kedua tangannya.

Namun, pria itu masih belum sadar. Mau tidak mau Dini harus memberi napas buatannya lagi. Wajah Dini sudah merah padam melakukan hal tersebut. Akhirnya Dini pun melakukannya lagi.

"Uhuk, uhuk", pria itu terbatuk-batuk mengeluarkan air dari dalam mulutnya.

Dan akhirnya Dini berhasil membuat orang itu sadar. Tapi, pria itu masih sangat lemah.

"Tenang Mas, alhamdulillah anda sudah sadar", ucap Dini sambil membantu pria itu duduk.

"Saya kenapa ya? Kok rasanya badan saya sakit semua? Kepala saya juga terasa sakit dan pusing banget", ucap pria itu merintih kesakitan.

"Anda tadi hanyut di sungai", jawab Dini?

"Apa hanyut? Tapi, aku nggak ingat apapun", kata pria itu yang masih menikmati rasa perih di badannya. "Kamu siapa?", tanyanya lagi.

"Em, saya Dini, warga desa sini. Jadi, tadi saya kebetulan ada di sungai ini. Terus tiba-tiba saya lihat tubuh anda terjebak di sana", jawab Dini menceritakan sambil menunjuk akar pohon tadi. "Ya, terus saya bantu anda tadi".

Ya, pria yang di tolong Dini adalah Alan. Mendengar cerita Dini, Alan sangat berterima kasih karena telah menolongnya. Kemudian, Dini membantunya berjalan dan keluar dari hutan. Karena untuk sampai ke sungai itu harus menempuh jalan setapak melewati hutan. Kaki Alan sangat lemas, sampai-sampai ia tidak bisa membawa badannya sendiri.

***

Bobby menelepon Ibnu, ayah Alan. Ia mengaku telah mangalami kecelakaan dan Alan masuk ke dalam jurang bersama dengan mobilnya.

Setelah itu, Bobby mencari batu krikil yang tajam. Setelah mendapatkannya, Bobby langsung menyayat bajunya dan wajahnya. Lalu ia berguling-guling di tanah.

Sekarang penampilan Bobby sudah seperti orang yang habis kecelakaan. Ia tinggal meneteskan obat tetes mata dan berpura-pura menangis melihat Alan yang jatuh ke jurang. Tapi, aktingnya masih lama lagi. Ia menunggu sambil merokok.

Setelah dua jam berlalu, akhirnya orang tua Alan beserta polisi dan timnya datang ke lokasi. Bobby menceritakan kejadiannya pada mereka.

"Bagaimana bisa terjadi Bob?", tanya Ibnu yang tengah bersedih sambil mencengkram kedua pundak Bobby.

"Saya juga tidak mengerti Om. Kejadiannya begitu cepat", jawab Bobby sambil berpura-pura menangis.

"Tapi, kenapa kalian ke sini? Bukannya kalian mau ke kota X?"

"Kota X? Tidak Om, Alan pasti salah dengar. Saya bilang kota S bukan X", Bobby berkilah.

Bobby terus beralasan saat ditanyai. Bobby berusaha meyakinkan mereka bahwa semuanya murni kecelakaan. Pada saat mobil Alan tidak dapat di rem, Bobby sudah memperingatkan Alan untuk keluar bersama dengannya. Tapi, sayangnya Alan tidak bisa bergerak dengan cepat. Sehingga ia masuk ke jurang bersama mobilnya. Berbeda dengan Bobby yang berhasil keluar sebelum mobil itu masuk ke jurang. Begitulah situasi yang dikarang Bobby pada orang tua Alan dan pihak polisi.

***

Bab 3. Lupa Ingatan

Dini membawa Alan pulang ke rumahnya. Sampai di rumahnya, emak dan Abah nya kaget melihat Dini membawa seorang pria.

"Din, siapa dia?", tanya Abah.

"Tolongin dulu Bah, nanti Dini ceritain", pinta Dini.

Abah pun membantu Dini, dan membawa Alan masuk ke rumah lalu merebahkannya di sofa. Alan sepertinya sudah pingsan lagi saat di jalan.

Setelah itu, Dini pun menceritakan semua kejadiannya dimana ia menemukan Alan yang hanyut di sungai. Sarah, emak Dini melihat ada luka lebam yang cukup lebar di dahi Alan. Ia pun sangat iba melihat kondisi pria yang ada di hadapannya.

"Din, ambil air dingin dan kompres luka lebamnya, sekalian ambil salep buat ngobatin lebamnya", ucap Sarah menyuruh Dini.

Dini pun segera mengambil air dingin dan obat salep seperti yang diperintahkan emaknya. Setelah itu, Dini dengan hati-hati mengompres Alan. Lalu, tiba-tiba Alan mulai sadar dan merintih kesakitan.

"Syukur lah, kamu sudah sadar lagi", ucap Dini lega.

Abah membantu Alan untuk duduk. Lalu, Emak pergi ke dapur ingin membuatkan teh untuk Alan. Alan pun kembali bingung karena dia sudah berada di dalam sebuah rumah.

"Dimana saya?", tanya Alan bingung.

"Nak, kamu di rumah saya", jawab Abah.

"Siapa kalian?", tanya Alan lagi begitu melihat kedua orang asing di hadapannya.

"Mereka orang tua saya", jawab Dini yang sedang duduk di samping Alan.

Lalu Alan menoleh pada Dini. Ia ingat wanita itulah yang memberikan pertolongan padanya tadi. Alan melihat Dini yang sedang tersenyum padanya. Manis, manis sekali senyumannya, begitulah hati Alan berkata.

Sebuah senyuman yang membuat hati Alan terasa hangat. Sebuah senyuman yang langsung menenangkan hati Alan. Ada rasa ketertarikan pada Alan terhadap Dini saat itu.

Emak datang membawakan secangkir teh untuk Alan. Emak menyuruh Alan untuk segera meminum teh itu, agar Alan lebih rileks.

"Oh, ya kamu tinggal dimana? Dan kenapa bisa sampai hanyut di sungai?", tanya Dini.

Mendengar pertanyaan Dini, Alan menjadi bingung. Dahinya berkerut, memaksa isi kepalanya untuk mengingat sesuatu. Namun, semakin Alan keras mencoba, ingatan itu semakin sulit digapainya.

Alan heran mengapa satu pun tidak ada yang melekat di pikirannya. Dini bilang ia hanyut di sungai. Bagaimana itu bisa terjadi? Alan sama sekali tidak mengerti.

Walaupun Alan mencoba mengingat lagi, yang di ingatan pertamanya adalah Dini yang menolongnya tadi. Tiba-tiba Alan merasa kepalanya berdenyut saat kuat seperti balon yang di tiup dan akan segera meletus. Alan merintih sambil memegang kepala bagian belakangnya.

"Kamu kenapa?", tanya Dini yang khawatir melihat pria di hadapannya kesakitan.

Alan menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin melihat Dini khawatir terhadapnya, "Maaf Din, sepertinya saya tidak bisa menjawab pertanyaan kamu tadi".

"Oke, kalau begitu boleh kami tahu nama kamu siapa?", tanya Dini yang penasaran dan ingin memastikan sesuatu.

Ya, Dini sedikit heran dengan sikap Alan. Pria yang di hadapannya itu tampak linglung. Apalagi ia tidak bisa menjawab mengapa dia bisa hanyut di sungai dan dari mana asalnya. Dini sudah menduga-duga bahwa pria yang dihadapannya ini telah hilang ingatan. Dan satu pertanyaan lagi jika ia tidak bisa menjawabnya berarti dugaan Dini memang benar.

Dan lagi-lagi Alan merasakan pusing dan denyut yang luar biasa di kepalanya. Alan merintih kesakitan sambil memegang kepalanya. Dini dan kedua orang tuanya menjadi semakin panik melihat Alan yang kesakitan seperti itu semacam orang kesurupan.

"Kepala saya sakit jika saya mengingat sesuatu", ucap Alan yang masih memegangi kepalanya.

"Ya sudah, kalau begitu jangan dipaksa ya", jawab Dini.

"Kenapa? Kenapa aku tidak bisa mengingat namaku?", ucap Alan bingung dan sedih.

"Sepertinya kamu kehilangan ingatanmu. Mungkin karena kepala kamu terbentur bebatuan di sungai", jelas Dini.

Alan tampak berpikir. Mungkin yang dikatakan Dini itu benar. Ia telah hilang ingatan. Sedikit pun tidak ada yang membekas di pikiran Alan.

"Mak, Abah, kayaknya kita harus memeriksakan kondisi kepalanya deh. Takutnya ada apa-apa. Mana dia lupa ingatan", usul Dini.

"Abah sih setuju, tapi rumah sakit dengan fasilitas yang lengkap belum ada di kota kita. Kita mesti keluar kota lagi. Kamu ingatkan mbok Sri, ujung-ujungnya di rujuk ke rumah sakit di luar kota", jelas Abah.

"Emangnya tidak bisa di usahakan Bah? Kasihan lihat dia seperti itu", sambung Emak.

"Bisa, tapi mungkin lusa Abah bisa mengantarnya".

Dini menatap sendu wajah Alan. Dini tidak sampai hati melihat kondisi pria dihadapannya. Ia khawatir sesuatu buruk akan terjadi padanya.

Alan pun berbalik menatap Dini yang sedang melihatnya. Dini memberikan senyuman pada Alan. Sebuah senyuman yang mengatakan bahwa Alan akan baik-baik saja. Alan pun membalas tersenyum pada Dini.

Mungkin setelah melihat senyuman Dini, Alan menjadi tenang. Namun, berbeda dengan hati Dini. Hatinya sedang tidak baik-baik saja. Dini menutupi kegugupannya dengan memalingkan wajahnya.

Ya Allah, Aku kenapa ya? Kok jadi salah tingkah gini sih? Ya Allah kenapa engkau mengirimkan satu makhluk tampan ini di hadapan hamba? Mana senyumnya manis banget lagi, kata Dini dalam hati.

Ya, mungkin memang ini sudah menjadi takdir Dini dan Alan. Mereka berdua memiliki konflik dalam percintaan mereka. Dini yang di tinggal menikah oleh Wahyu. Lalu, Alan yang hubungannya bersama Sonia tidak direstui oleh kedua orang tuanya.

"Pak, Bu, sepertinya tidak perlu repot-repot ke rumah sakit. Saya merasa baik-baik aja kok. Jika saya tidak mencoba mengingat masa lalu saya, kepala saya tidak akan sakit", pinta Alan.

"Gak bisa gitu dong. Biar bagaimana pun, kita harus memeriksakan.... ", Dini belum selesai bicara.

"Din, aku gak apa-apa. Tidak ada yang perlu di khawatirkan", potong Alan yang melihat Dini tampak mengkhawatirkannya.

Akhirnya, mereka pun menuruti keinginan Alan. Emak menyuruh Alan untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu. Alan pun menuruti perintah emak.

Lalu, emak pergi ke kamar mencari baju Abah yang cocok untuk dipakai oleh Alan. Saat itu, tiba-tiba terdengar suara yang mengucapkan salam di depan rumah mereka. Abah pun membalas salam dan keluar untuk melihatnya.

"Ada apa ini ramai-ramai?", tanya Abah bingung.

"Maaf Abah, tadi kami melihat Nak Dini membawa seorang pria. Kami cuma ingin tahu siapa pria itu", tanya Edi salah seorang warga desa dengan sopan.

Lalu Abah memanggil Dini keluar untuk menjelaskan kepada warga desa. Abah sengaja menyuruh Dini yang menjelaskan agar tidak ada kesalahpahaman. Karena Dini lah yang dipertanyakan warga desa. Jadi, Dini harus menjelaskannya sendiri.

Dini pun bersedia menjelaskan siapa pria yang di bawanya tadi. Ia menceritakan bagaimana awalnya ia menemukannya di sungai sampai ia membawanya ke rumah. Dan tidak lupa pula Dini memberitahukan tentang amnesianya.

"Kenapa Nak Dini ke sungai itu? Bukannya sudah dilarang untuk ke sana?" tanya Pak Edi.

"Maaf Pak, tapi saya nggak apa-apa kok. Lagi pula mungkin memang sudah diatur kan pak, kalau tidak, mungkin teman saya itu tidak terselamatkan", jelas Dini.

"Syukurlah kalau Nak Dini tidak apa-apa. Lalu apakah dia perlu di bawa ke rumah sakit?", tanya pak Edi lagi.

"Sepertinya keadaannya baik-baik saja Pak. Dia tidak mau merepotkan kami katanya".

"Baik sekali dia masih memikirkan orang lain. Tapi, apakah dia akan tinggal di sini?".

"Karena Pak Edi menanyakan hal itu, saya sekalian ingin meminta izin pada bapak-bapak dan ibu-ibu agar pria itu tinggal di sini".

"Tadi sempat kami bicarakan. Jika tinggal serumah dengan Nak Dini, kami tidak setuju. Maaf, takutnya terjadi fitnah".

Abah dan Dini paham dengan pemikiran warga desa. Lalu Abah mempunyai ide.

"Bagaimana jika pria itu tinggal di gudang samping rumah saya itu? Gudang itukan terpisah dengan rumah saya. Tapi, tetap makan dan mandi di rumah saya. Atau dari kalian ada yang bersedia membantu pria itu?", ucap Abah.

Para warga saling memandang. Tidak ada dari mereka yang bisa membantu pria itu. Bukan hanya tidak memiliki tempat untuk menampungnya tapi juga karena keadaan ekonomi mereka.

Dan pada akhirnya warga Desa setuju dengan usul Abah. Kini Dini merasa lega karena ia bisa membantu pria itu. Lagi pula entah mengapa rasanya ia tidak rela jika pria itu jauh darinya.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!