Dring,, dring,, dring,,
Bunyi alarm pagi hari membangunkan seorang gadis yang berusia 28 tahun, dia pun segera mengernyapkan matanya untuk menyesuaikan dengan cahaya yang masuk dari jendela kamarnya. Dia pun segera bangun lalu menuju kamar mandi untuk sikat gigi. Setelah dari sana dia segera keluar kamarnya menuju dapur.
“Selamat pagi, ibu!” ucapnya memeluk seorang ibu paru baya yang masih terlihat cantik di usianya yang akan menginjak usia 50 tahun, walau ibunya itu sering sakit semenjak sang suami pergi meninggalkannya tapi kecantikannya masih terpancar.
“Pagi juga sayang!” balasnya dan tetap terus melanjutkan proses memasak untuk sarapan mereka serta tetap membiarkan sang putri yang masih memeluk pinggangnya.
“Ibu, apa ada yang bisa kubantu?” tanya seorang gadis sembari melepas pelukannya dari malaikat tak bersayapnya itu.
“Hmm,, bisa gak kamu bantu ibu untuk cuci sayur itu.” Tunjuk sang ibu.
“Oke deh bu, Vio siap membantu.” Balas Violet sambil tersenyum. Yah gadis itu bernama Arelia Violetta Smith ahh lebih tepatnya dia adalah wanita dewasa karena umurnya sudah matang tapi karena dia masih belum menikah maka dia masih bisa juga di sebut gadis. Vio atau Violet begitu sehari-hari dia di sapa segera melaksanakan perintah sang ibu tercinta untuk mencuci sayur.
Kalian mungkin bertanya-tanya kenapa aku di beri nama Violet, aku pun sudah menanyakannya kepada ibu dan ayahku dan mereka mengatakan bahwa saat ibu mengandung diriku ayah dan ibu sangat menyukai warna Violet atau ungu untuk itulah asal dari namaku Violet sedangkan untuk Arelia itu di berikan karena memiliki arti berhati emas mungkin karena aku anak pertama sekaligus putri pertama yang mungkin akan menanggung banyak tanggung jawab sehingga harus punya kesabaran yang ekstra untuk itulah mereka memberi nama Arelia dan untuk Smith sendiri itu nama dari almarhum ayahku.
“Vio, apa adikmu belum bangun?” tanya Ibu Anggi
“Sepertinya belum bu, biasalah anak cowok. Dia juga kan semalam pulangnya larut malam jadi pasti masih mengantuk bu.” Balas Vio segera menyelesaikan cuci sayur dan segera menyerahkan kepada sang ibu.
“Hmm,, sepertinya ada yang menggosipkan aku nih!” ucap suara bariton tiba-tiba mendekat ke arah dua wanita kesayangannya yang berbeda generasi itu. Dia pun segera memeluk dua wanita kesayangannya itu lalu mengecup kening mereka bergantian.
“Kakak pikir kau masih tidur.” Ucap Violet.
“Sebenarnya sih aku masih mengantuk tapi hari ini aku harus bimbingan skripsi pagi ini. Jadi mau tak mau harus bangun.” Jawabnya.
“Ohiya segera selesaikan itu nak.” ucap Ibu Anggi.
“Tentu ibuku sayang.” jawabnya.
“Dek, apa Carra juga akan melakukan bimbingan?” tanya Violet menatap sang adik.
“Tentu saja. Aku dan Carra itu sepaket jadi tentu saja kami pasti akan melakukan bimbingan bersama-sama dan dia juga sudah menerorku untuk segera bangun tadi.” Jawabnya sambil tersenyum membayangkan wajah sang kekasih.
Violet dan sang ibu pun hanya tersenyum melihat senyum di wajah satu-satunya pria di rumah ini.
“Edgar setelah kalian lulus apa rencana kalian?” tanya Violet menatap sang adik sekilas karena dia mulai menata piring di meja makan sederhana mereka.
“Aku dan Carra sudah membicarakannya dan kami berencana untuk segera menikah tapi sepertinya Carra ingin mommy-nya sembuh dulu.” Jawab Edgar lesu dan dia segera duduk di salah kursi di meja makan itu.
“Ingat dek walau Carra wanita kaya tapi jika kalian menikah nanti kewajiban menafkahi Carra adalah tanggung jawabmu.” Ucap Ibu Anggi sambil mulai menata sarapan yang baru saja dia masak.
“Aku tahu itu ibu dan kalian juga tahu kan cafeku akhir-akhir ini mulai berkembang pesat dan kalian juga tenang uang yang kupinjam dari Carra saat membangun bisnis itu sudah kulunasi. Jadi cafe itu sekarang adalah milikku. Aku yakin walau penghasilannya mungkin tidak bisa menyamai uang bulanan Carra dari keluarganya tapi aku pasti akan memastikan bahwa semua kebutuhan Carra akan terpenuhi.” Ucap Edgar.
Violet yang melihat keyakinan sang adik pun hanya tersenyum bangga dengan semua keberhasilannya yang sejak kematian sang ayah untuk biaya kuliah Edgar membiayai dirinya sendiri dari penghasilan cafenya walau kadang Carra yang membantunya dan dia sekarang bersyukur bahwa sang adik sudah melunasinya walau dia yakin Carra pasti menolaknya karena Carra dan Edgar sepasang kekasih yang saling mencintai, di mana ada Carra di sana ada Edgar begitupun sebaliknya mereka itu sepaket.
“Itu baru adik kakak. Semoga semua rencanamu berjalan lancar yaa dek!” ucap Violet.
“Terima kasih kak tapi jika nanti aku dan Carra menikah, apa gak masalah aku melangkahimu kak?” tanya Edgar ragu.
“Edgar!!” tegur sang ibu karena dia tahu hal ini adalah hal sensitif untuk putrinya itu.
Violet pun tersenyum, “Hey menikah itu ibadah dan jika memang kau yang lebih dulu menikah nanti dengan Carra kakak gak masalah kok. Kakak justru senang karena ternyata adik kecil lelaki kakak sudah dewasa.” Ucap Violet.
“Kak, apa kau belum bisa melupakannya?” tanya Edgar.
Violet lagi-lagi tersenyum, “Lebih baik kita sarapan untuk itu kita lanjutkan nanti. Edgar bukankah kau harus bergegas ke kampus. Ayo segera sarapan mana lagi kau belum mandi nanti saat Carra sudah tiba di sini kau belum siap lagi.” Potong ibu Anggi mengalihkan pembicaraan putra putrinya itu.
Edgar pun hanya mengangguk begitupun dengan Violet dan mereka pun sarapan dalam diam. Setelah selasai sarapan Edgar segera berlalu untuk siap-siap menuju kampusnya sementara Violet membantu sang ibu beres-beres bekas sarapan mereka tadi.
“Sudah nak lebih baik kau juga siap-siap. Itu sudah mau pukul 7 loh nanti kau terlambat.” Ucap Ibu Anggi saat Violet akan membantunya mencuci piring.
“Ibu ini cuma dikit kok.” tolak Violet tetap meneruskan membantu sang ibu.
“Ahh dasar keras kepala.” Timpal ibu Anggi.
“Keras kepala begini aku ini tetap putrimu ibu.” Balas Violet.
“Tentu saja nak, kau itu putri kami.” Ucap ibu Anggi seketika terkenang wajah sang suami.
Violet pun segera memeluk ibunya itu berhubung juga proses mencuci piring sudah selesai, “Aku juga rindu ayah bu. Kapan-kapan ayo kita kunjungi makamnya.” Ucap Violet yang mengerti bahwa sang ibu merindukan ayahnya.
“Heheh,, iya deh. Sudah sana kamu lepas pelukan dulu dan segera bersiap-siap agar kau tidak terlambat nanti.” ucap Ibu Anggi.
“Siap ibu laksanakan.” Ucap Violet segera berlari ke kamarnya untuk siap-siap menunaikan kewajibannya mengajar sebagai seorang guru taman kanak-kanak. Yah Violet berprofesi sebagai seorang guru TK sekarang walau sebenarnya dia lulusan S1 Manajemen Bisnis sama seperti pendidikan sang adik sekarang. Dulu Violet bercita-cita melanjutkan pendidikan S2 tapi hal itu tidak terlaksana karena usaha sang ayah yang tiba-tiba bangkrut dan tidak lama setelah itu sang ayah meninggal hingga dia pun harus menguburnya dan kini dia menjadi seorang guru TK.
“Selamat pagi ibu, kakak!” ucap seorang gadis yang memiliki tinggi sekitar 168 dan berat badan ideal bak model.
“Selamat pagi juga nak!” ucap Ibu Anggi menyambut pelukan gadis itu.
“Kak!” ucap gadis itu beralih memeluk Violet.
“Pagi juga Carra sayangku!” balas Violet menyambut pelukan dari Carra. Yah, gadis itu adalah Carramel Berlian Robert atau biasa di panggil dengan Carra. Gadis yang sama yang menjadi topic pembicaraan mereka saat sarapan.
“Kakak! Seminggu lagi ulang tahunku, kau harus datang yaa!” ucap Carra melepas pelukannya dan segera duduk di samping Violet.
“Emm,, i-itu,,” ucap Violet berpikir.
“Ouh ayolah kakak. Pokoknya kau harus hadir titik tidak pake koma.” Ucap Carra bersikeras.
“Huh, baiklah sayangku. Ohiya kamu ingin hadiah apa dari kakak?” tanya Violet menatap gadis bermata biru itu.
“Aku tidak butuh hadiah apapun darimu, aku hanya butuh kau hadir saja.” Balas Carra.
“Baiklah akan kakak usahakan untuk datang.” Ucap Violet.
“Harus kak!! Aku memaksa.” Ucap Carra cemberut, Violet pun tersenyum.
“Sayang, kapan kau tiba?” tanya Edgar yang baru saja keluar dari kamarnya dengan setelan kampusnya.
“Sekitar sepuluh menit yang lalu.” Jawab Carra lalu segera mendekati sang kekasih.
Violet dan ibu Anggi pun hanya tersenyum melihatnya, “Edgar lama banget sih siap-siapnya, kakak aja perempuan kalah denganmu.” Goda Violet.
“Itu karena kakak tidak harus make up karena jika kakak make up maka pasti lama.” Ucap Edgar.
“Edgar benar kakak, riasanmu ini terlalu natural tapi aku menyukainya. Kau sangat cantik kak walau riasanmu seperti itu, aku mengagumimu kak.” Ucap Carra.
Violet yang di puji pun hanya tersenyum, “Kau ini padahal kau lebih cantik dari kakak Carra. Kau bagai model!” puji Violet balik.
“Hahahh,, itu karena kau tidak memakai riasan kak jika kau memakai riasan maka aku yakin model papan atas pun pasti kalah darimu.” Ucap balik Carra.
“Sudah-sudah sana kalian berangkat nanti terlambat loh.” potong ibu Anggi karena jika tidak di hentikan maka akan terus berlanjut.
“Okay, sayang ayo kita berangkat. Ibu kami pamit! Kakak kami pamit!” izin Edgar lalu segera menyalami dan mengecup kening kedua wanita kesayangannya itu.
“Kakak, ibu kami pamit!” izin Carra lalu memeluk kedua wanita berbeda generasi itu.
“Iya kalian hati-hati di jalan.” Ucap Ibu Anggi dan Violet bersama-sama lalu sambil melambai tangan kepada sepasang kekasih itu. Edgar dan Carra pun segera melaju menuju kampus mereka.
“Ibu, Vio pamit juga yaa mau ke sekolah.” Izin Violet menyalami tangan ibunya lalu mengecup pipi sang ibu.
“Kamu juga hati-hati sayang.” balas ibu Anggi.
“Siap ibuku sayang. Ibu juga jaga diri dengan baik di rumah jangan lupa istirahat.” Balas Violet lalu segera mendekati vespa kesayangannya yang merupakan pemberian ayahnya saat ulang tahunnya yang kedua puluh tahun. Violet segera melajukan vespanya menuju sekolah TK tempat di mana dia berbagi pengetahuan dan kebahagiaan bersama anak-anak kesayangannya.
Ibu Anggi pun segera masuk kembali ke rumah sederhana mereka itu karena hanya tinggal rumah sederhana itu yang bisa mereka beli saat semua aset keluarga Smith di jual untuk melunasi hutang. Untunglah rumah itu walau sederhana tapi tetap terlihat indah karena selalu di jaga kebersihan dan perawatannya oleh mereka.
***
Sekitar 30 menit akhirnya Violet sampai di TK Melati di mana TK itu merupakan tiga besar TK terbaik di kota itu hingga TK itu terlihat seperti sekolah mewah lainnya dan tentu saja murid yang sekolah di sana sudah pasti anak-anak orang berada. Kelas di TK itu pun terbagi menjagi beberapa kelas dan Violet mengajar di kelas D dimana itu adalah kelas keempat dari lima kelas yang ada.
Begitu Violet sampai sudah ada juga murid-muridnya, “ Selamat pagi, Ibu Vio!” sapa mereka.
“Pagi juga anak-anak! Ohiya apa semua sudah tiba?” tanya Violet sambil mengecek muridnya satu persatu.
“Okay, karena semuanya sudah tiba ayo kita ikut berbaris dulu.” Ajak Violet begitu dia selesai mengecek muridnya.
Mereka pun berbaris dengan di pandu oleh guru mereka masing-masing dan setelah 15 menit berlalu akhirnya kini mereka sudah masuk ke kelas dan mulailah Violet mengajar anak-anak itu membaca, menulis, menyanyi, bergambar dan tentu saja dengan metode yang menarik agar anak-anak itu tidak bosan.
Violet mengajar di sana dari pukul 08.00 sampai pukul 11.00 dengan satu kali istirahat. Setelah memastikan semua anak didiknya pulang di jemput oleh orang tua atau bodyguard mereka barulah Violet akan pulang karena dia merasa bertanggung jawab akan keselamatan anak didiknya sehingga kadang Violet akan terlambat pulang ketika ada orang tua muridnya yang terlambat menjemput anaknya. Tapi Violet menikmati profesinya itu dengan senang hati karena dengan bertemu mereka segala kegundahan yang ada di hatinya hilang dengan melihat celotehan dan tawa dari anak didiknya.
***
Sementara di sisi lain, “Wow, bagus sekali kau baru pulang. Apa sekarang sudah ingat mommy? Bilangnya tiga hari tapi kenyataannya baru saja pulang.” Omel wanita yang kira-kira seumuran dengan ibunya Violet.
“Maaf mom. Aku harus menyelesaikan masalah yang ada di New York lalu tiba-tiba ada masalah juga dengan perusahaan yang ada di Paris jadi mau tak mau setelah selesai masalah perusahaan di New York aku harus pergi ke Paris. Jadi maafkan anakmu ini yang baru pulang hari ini.” ucap seorang pria tampan dengan mata hijaunya yang mungkin memiliki tinggi sekitar 183 cm.
“Mommy tidak ingin mendengar alasanmu. Apa kau sudah menemukan kekasih?” tanya Mommy Grysia menatap sang putra.
“Mom, bukankah sudah ku katakan aku masih belum ingin menikah.” Ucapnya.
“Lalu kapan kau akan menikah? Apa nanti setelah Mommy tiada?” tanya Mommy Grysia.
“Mom jangan ngomong begitu. Aku yakin penyakit mommy akan sembuh. Aku akan mengarahkan semua dokter jantung terbaik untuk menangani mommy. Aku tidak ingin kehilanganmu Mom.” Ucap Deren menatap sang mommy. Yah, dia adalah Deren Brillian Robert putra sulung keluarga Robert sekaligus pewaris kerajaan bisnis keluarga Robert yang mendunia yang cabangnya hampir di semua Negara.
“Deren, Mommy tahu bahkan sangat tahu dengan penyakit dan kondisi Mommy. Jadi satu permintaan Mommy sebelum mommy tiada menyusul daddy, mommy ingin melihatmu menikah. Bisa?” Mommy Grysia menatap sang putra dalam.
Deren yang di tatap seperti itu pun hanya diam saja, “Jika kau belum memiliki kekasih maka lebih baik menikahlah dengan Carra. Mommy ingin melihatmu menikah selain itu juga agar ada yang menjaga Carra saat mommy tiada.” Ucap Mommy Grysia.
Deren yang mendengar ucapan mommy-nya itu pun hanya bisa terperagah kaget, “Maksud mommy Carra? Carramel Berlian Robert?” tanya Deren menyebut nama lengkap adiknya itu.
Deren yang mendengar ucapan mommy-nya itu pun hanya bisa terperagah kaget, “Maksud mommy Carra? Carramel Berlian Robert?” tanya Deren menyebut nama lengkap adiknya itu.
Mommy Grysia segera mengangguk mengiyakan perkataan putranya itu, “Mommy apa kau tidak salah menyuruhku menikahi adikku sendiri.”ucap Deren.
“Kau juga tidak lupa kan, apa hubunganmu dengan Carra? Ingat kalian tidak memiliki hubungan darah, jadi apa salahnya kalian menikah dan segera memberiku cucu.” Balas mommy Grysia.
Deren pun terdiam karena memang benar apa yang di katakan oleh mommy-nya bahwa dia dan Carra tidak memiliki hubungan darah. Dia hanyalah anak yatim piatu yang kemudian di angkat oleh keluarga Robert lalu kemudian di jadikan dan di perlakukan layaknya anak kandung tanpa di bedakan dengan Carra yang benar-benar anak mereka bahkan dia di jadikan pewaris dari seluruh perusahaan keluarga Robert sementara Carra hanya menjalankan bisnis butik sang mommy dan beberapa bisnis perhotelan. Walau Carra memiliki saham dan warisannya tapi seluruh saham utama dan warisan utama keluarga Robert di berikan padanya yang tidak memiliki darah Robert.
Untuk itulah mengapa dia sangat menghormati dan menyayangi orang tua angkatnya itu karena dia bertekad akan selalu menuruti perintah daddy serta mommy-nya selagi dia sanggup tapi menikahi Carra itu adalah hal yang tidak mungkin. Memang benar mereka tidak memiliki hubungan darah dan bisa saja menikah tapi dia semenjak di angkat dan di jadikan anak oleh keluarga Robert dia hanya menganggap bahwa Carra adiknya yang harus dia jaga dan lindungi. Lalu bagaimana mungkin dia menikahi seorang gadis yang sudah di anggapnya adik.
“Mommy mintalah yang lain aku tidak mungkin menikahi Carra, kami mungkin tidak memiliki hubungan darah tapi aku sudah menganggapnya adikku sejak kalian menjadikan aku anak pertama di keluarga ini. Aku tidak pernah memandang Carra sebagai seorang wanita yang harus aku cintai karena selamanya dia hanyalah adikku.” Ucap Deren lesu karena dia tidak ingin menyakiti hati mommy-nya itu. Dia mungkin tidak memiliki hubungan darah dengan sang mommy tapi dia menyayangi keluarga ini dengan tulus karena dia bisa merasakan mempunyai keluarga berkat ini.
Mommy Grysia pun hanya menghela nafas, dia tahu bahwa putranya itu akan menolaknya tapi dia juga ingin segera melihat sang putra menikah sebelum penyakit yang di deritanya ini merenggut nyawanya sewaktu-waktu, “Mommy tahu kau tidak mungkin melakukan ini, mommy pun sebenarnya tidak ingin kau melakukan ini hanya saja mommy ingin melihatmu menikah. Jadi jika kau belum memiliki seorang gadis untuk di nikahi jadi kenapa tidak menikahi Carra walau dia adalah adikmu tapi kau dan Carra tidak punya hubungan darah.” Ucap mommy Grysia mengusap kepala sang putra.
Mommy Grysia dan almarhum sang suami memang tidak pernah membedakan Deren dan Carra karena sejak mereka mengambil Deren dari panti asuhan tempat tinggalnya sejak saat itu mereka menganggap bahwa Deren adalah putra sulung keluarga Robert yang akan menjadi pewaris mereka kelak karena mommy Grysia divonis tidak bisa hamil lagi setelah melahirkan Carra di karenakan dia punya penyakit jantung. Carra saja lahir premature saat itu karena mommy Grysia yang sering pingsan akibatnya segera di adakan operasi Caesar untuk menyelamatkan mommy Grysia dan janinnya saat itu.
Deren yang mendengar perkataan sang mommy segera mengangkat wajahnya menatap wajah yang sudah tidak muda lagi itu, “Jadi jika aku menemukan gadis yang akan kunikahi, mommy tidak akan memaksaku menikahi Carra?” tanya Deren.
Mommy Grysia pun mengangguk, “Yah karena mommy hanya ingin putra sulung mommy ini menikah sebelum mommy pergi.” jawab Mommy Grysia.
“Baiklah aku akan mencari gadis yang akan ku nikahi tapi mommy janji gak boleh bicara lagi begitu. Aku tidak sanggup jika harus kehilangan mommy. Mommy harus yakin sembuh karena mommy juga harus melihat Carra menikah.” Ucap Deren.
Mommy Grysia pun hanya tersenyum, “Tapi sepertinya mommy sudah sangat merindukan daddy-mu sayang. Dia sering datang ke mimpi mommy seolah mengajak mommy untuk pergi bersama.” Jawab Mommy Grysia.
Deren yang mendengarnya langsung memeluk wanita itu, wanita yang sudah menjadi mommynya sejak usianya 9 tahun, “Mommy tolak dulu jika daddy mengajak mommy lagi, katakan kepada daddy bahwa aku dan Carra masih membutuhkan mommy di sini.” Ucap Deren menangis memeluk mommy-nya.
Mommy Grysia lagi-lagi tersenyum, “Mommy janji sampai kau menikah nanti mommy akan tetap ada di sini. Maka cepatlah cari gadis yang kau cintai dan nikahi dia. Jangan sampai kau menikahi seorang gadis hanya karena perjanjian atau nikah kontrak karena mommy ingin kau bahagia.” Ucap Mommy Grysia.
“Mommy aku menyayangimu.” Ucap Deren semakin mengeratkan pelukannya dan menyembunyikan kepalanya di perut sang mommy.
“Mommy juga menyayangimu nak, kau selamanya adalah putra sulungku, putra sulung keluarga ini. Ingat cepatlah menikah, mommy memberimu waktu satu bulan untuk menemukan cintamu. Jika lewat dari itu kau harus menikahi Carra mau ataupun tidak.” Ucap Mommy Grysia.
“Ingat juga harus gadis yang kau cintai bukan pernikahan kontrak. Selain itu juga jika kau sudah menemukannya segera ajak ke mommy, mommy ingin menyeleksi sendiri calon istrimu dan calon menantu keluarga Robert. Bisa?” Lanjut mommy Grysia.
Deren hanya mengangguk walau dia tidak yakin menemukan gadis yang dia cintai hanya dalam waktu sebulan tapi setidaknya dia terhindar harus menikahi adiknya sendiri walau hanya sebulan. Untuk urusan mencari gadis untuk dia nikahi itu akan menjadi urusannya nanti walau ini sulit karena dia harus mencari gadis yang dia cintai apalagi harus melalui seleksi sang mommy.
Jika gadis yang mencintai atau pura-pura mencintai sih banyak bahkan mereka rela naik ke ranjangnya tapi gadis yang akan lolos seleksi sang mommy pasti bukanlah gadis seperti itu karena mommy-nya itu memiliki mata yang jeli.
***
Keesokkan paginya, Deren siap-siap untuk segera ke kantornya. Deren tiba pria gila kerja, berkat kegilaannya itu membuat perusahaan Robert yang jaya semakin jaya bahkan dia bisa menambah cabang baru di Negara yang belum terbangun cabang perusahaannya.
“Selamat pagi kak!” sapa seorang gadis begitu melihat Deren turun dari kamarnya.
Deren pun tersenyum lalu segera mendekati gadis itu dan mengecup puncak kepalanya, “Selamat pagi juga adik manjaku.” Balas Deren.
Gadis itu pun hanya cemberut sambil mengerucutkan bibirnya, “Kak mah ihh terus saja begitu. Baru tiba langsung menggodaku.” Ucap Carra yang hanya di balas senyuman oleh Deren.
“Sudah-sudah ayo sarapan. Bukankah kalian punya urusan.” Lerai Mommy Grysia. Mereka pun diam lalu menikmati sarapan mereka walau hanya bertiga.
“Mom, aku berangkat!” pamit Deren mengecup pipi sang mommy dan segera keluar menuju mobilnya di mana di sana sudah ada asistennya menunggu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!