Delano tidak bisa menahan dirinya lagi, tangan yang dikepal dengan sangat erat. Mata yang memerah saat melihat apa yang terjadi tepat di hadapannya saat ini, hati yang bergemuruh dan rasa sakit menjadi satu di kala melihat pengkhianatan yang ada. "Brengsek, berani sekali kau mengkhianatiku." Ucapnya dengan nafas yang tidak bisa di kontrol, melayangkan pukulan tepat mendarat di pipi kanan Bram.
Seorang wanita tanpa busana itu menarik selimut menutupi tubuh polosnya, berteriak di saat Delano memukul Bram hingga pria malang itu memar di bagian wajah. "Hentikan, jangan memukulnya lagi." Pekik Tania yang berteriak.
Delano seakan tuli dan tidak menggubris, dia terus melayangkan pukulan hingga pria itu babak belur. "Sialan, berani sekali kau merebut kekasihku, dasar keparat." Umpat kesalnya.
Delano sedang mengadakan rapat di sebuah hotel berbintang, menemui koleganya. Dia pria yang cukup terkenal di kota itu, dikenal sebagai pria tangguh dan juga hebat dalam mengelola perusahaan DZ Group. Nama perusahaan yang diambil dari namanya sendiri, Delano Zack. Dia pendiri sekaligus pemimpin di perusahaan itu, perusahaan yang turun temurun dia dapatkan dari sang ayah. Ya, dia masih mempunyai saudara tiri bernama Bram. Hubungan gelap ayahnya dengan wanita lain tak membuat mereka bertengkar ataupun dendam. Dia sangat bahagia dengan kehidupan yang sempurna, mempunyai kakak tiri dan juga sang kekasih yang begitu dia percaya dan hormati.
Banyak yang iri dengan kehidupannya yang begitu sempurna, hubungannya dengan Bram, kakak tirinya yang juga baik-baik saja. Tapi, semuanya sirna dikala kedua orang yang sangat dia percaya mengkhianatinya dengan sangat kejam.
Delano yang saat itu menemui kolega dan mencari nama pengunjung di salah satu hotel berbintang tidak sengaja melihat dua orang yang sangat dipercaya sedang bergandengan mesra dan terlihat sangat romantis. Demi memastikan kalau penglihatannya itu tidak salah, diam-diam dia mengikuti dua orang dan membiarkannya orang yang berada di kamar hotel yang sama menghabiskan waktu untuk beberapa menit kedepan, lalu dia segera bertindak dengan menendang pintu kamar hotel setelah membukanya dengan kunci, akibat ketidak sabarannya untuk memergoki dua orang yang memadu kasih dalam penyatuan kenikmatan.
Delano sangat tidak percaya, Tania dan Bram sedang menghabiskan malam bersama. Pengkhianatan yang terasa begitu menyakitkan, sang kakak tiri bersama dengan kekasihnya sedang memadu kasih akan hal intim.
"Kenapa kau melakukan itu padaku?" ucap Delano yang menatap tajam ke arah saudara tirinya.
Bram menyeka bibir yang berdarah akibat pukulan Delano yang brutal, dia tertawa karena sudah tertangkap basah. "Hah, akhirnya kau tahu juga."
"Brengsek, kau pria yang tidak di untung. Sudah aku biarkan kau menjadi wakilku di perusahaan, apa ini balasannya untukku?" geram Delano yang kembali menghajar kakak tirinya, dia sangat geram dan membenci pengkhianatan.
"Itu saja belum cukup."
"Diam kau bedebah!" Delano sangat kesal dan menendang Bram sehingga terjerembab ke atas lantai.
Bram mengepal kedua tangannya, dia sudah merasa cukup bersabar dalam menghadapi adik tirinya. Dia bangkit dan menghampiri Delano, keduanya bertarung menggunakan tangan kosong. Sedangkan Tania berteriak karena takut dengan apa yang terjadi, diam-diam dia memasang kembali pakaian dalam dan juga gaun seksinya.
"Kenapa kau melakukan ini padaku?" ucap Delano yang merasa sakit hati.
"Seharusnya kau mengerti, aku bukanlah bawahan mu yang bisa kau perintahkan seenak jidatmu saja. Kenapa ayah malah memberikan semua asetnya padamu, sementara aku? Heh, aku bahkan tidak dianggap anaknya."
"Oh, jadi kamu melakukan ini hanya demi uang dan harta saja?" Delano tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh kakak tirinya.
"Ya, kau pikir apa, hah?"
"Ck, tidak aku sangka kalau pikiranmu sangatlah licik dan juga picik. Aku bahkan menerimamu dan menganggapmu seperti kakak kandungku sendiri, tapi kamu malah menghancurkan kepercayaanku." Delano menyeka air matanya, dia sangat sedih dan juga kecewa, tapi segera mengembalikan ekspresinya seperti semula agar tidak terlihat lemah di hadapan orang-orang yang mengkhianatinya.
"Dan kau! Aku memberikan segalanya untukmu, membuatmu bisa masuk agensi model terkenal dan juga hidup glamor. Apakah cintaku yang selama ini aku tunjukkan tidak berarti apa-apa di matamu?" kini Delano menatap Tania, dia sangat kecewa mendapatkan pengkhianatan secara bertubi-tubi dilakukan oleh orang-orang terdekatnya.
Tania menelan saliva dengan susah payah, dia takut kalau pria itu akan membenci dirinya hingga karirnya di pertaruhkan. Dia segera menghampiri Delano dan memeluk lengan pria itu dengan sangat erat, memperlihatkan dua manik mata agar mendapat pengampunan. "Honey, ini tidak seperti yang kau kira. Aku tidak sengaja melakukan, lagipula kau selalu saja sibuk dan membuatku sangat kesepian." Ucapnya dengan nada manja.
Dengan cepat Delano menghempaskan tangan kekasihnya dan melontarkan tatapan tajam dan juga dingin. "Jangan sentuh aku dengan tanganku yang sangat kotor itu."
"Ayolah, kesalahan bukan terjadi karena aku sendiri saja. Tapi kau juga bersalah, sebaiknya kita introspeksi diri sendiri dan kembali seperti dulu lagi."
"Mudah sekali kau mengatakan ini padaku dengan apa yang baru saja aku lihat, singkirkan tanganmu itu atau aku akan mematahkannya." Ancam Delano, darahnya begitu mendidih di saat Tania juga menyalahkan dirinya. "Disini kalianlah yang bersalah, tapi dengan mudahnya juga menyalahkan aku. Dasar pengkhianatan!"
Bram tertawa puas melihat apa yang terjadi di depannya. "Sudahlah, kenapa kau memohon padanya. Hubungan kita sudah diketahui Delano, jangan membuang tenagamu dengan hal yang tidak penting."
Delano sakit hati mendengar perkataan dari Bram yang begitu menggores luka di hatinya, berlari dan melayangkan pukulan meninggalkan bekas memerah. Dia sangat marah, mengetahui kakak tirinya itu tidak merasa bersalah sedikitpun. "Seharusnya kau menyadari kesalahanmu itu, bukan malah semakin sombong. Ingatlah kodrat dan juga derajat mu yang sebenarnya, jika saja di saat itu aku tidak memohon kepada kakek, sudah di pastikan kau berada di kolom jembatan dan menjadi seorang gembel. Karena atas kebaikan aku lah, kau bisa hidup mewah seperti ini dan juga menganggapmu sebagai saudara kandung. Tetap saja, anak yang tidak diinginkan akan tetap menjadi sampah." Ucapnya yang menekan kata-kata kasar.
Bram mengepalkan kedua tangan, mengeraskan rahang akibat penghinaan yang baru saja dia terima.
Delano tersenyum miring dan segera beranjak dari kamar hotel, namun langkahnya dicegah oleh Tania yang langsung bersimpuh di kakinya. "Maafkan aku yang khilaf, aku tidak akan mengulanginya lagi dan beri aku satu kesempatan."
"Aku tidak peduli lagi, menyingkirlah dari jalanku!" ucap Delano yang tajam juga dingin.
"Jangan karena setitik noda hitam, kau tidak memaafkan aku."
"Wanita tidak tahu diuntung, aku cukup sabar dengan semua ini. Apa cintaku hanya semu saja? Kau menganggapku apa? Mesin ATM berjalan, begitu? Mulai sekarang, kita putus dan tidak mempunyai hubungan apapun lagi." Tegas Delano yang berlalu pergi meninggalkan dua pengkhianat.
Bram sangat marah, di hatinya dipenuhi oleh dendam dan juga ingin membalasnya secara tunai. Melihat kepergian dari adik tirinya yang menutup pintu kamar hotel dengan dengan sangat kasar semakin membuat darahnya mendidih dan terlintas rencana jahat yang memenuhi isi pikirannya saat ini. Segera dia berpakaian lengkap dan bergegas memberikan pelajaran pada Delano yang berusaha mempermalukannya. "Sialan, berani sekali dia menghinaku di depan Tania." Gumamnya yang segera mengambil kunci mobil.
Tania yang bisa melihat kemarahan yang menyelimuti hati Bram segera mencegatnya, takut kalau pria itu berbuat hal yang tidak sepantasnya. Dia takut terlibat dari perkelahian dan juga cekcok berkepanjangan, kehilangan Delano yang menjadi mesin ATM nya selama ini memenuhi kehidupan mewah dan juga karir yang cemerlang. "Kau mau apa?" dia membentangkan kedua tangan menghalangi langkah Bram.
"Ck, menyingkirlah! Dia sudah menghinaku dan aku akan membalasnya, dia pikir dia itu siapa? Aku lebih tua darinya dan seharusnya dia menghormatiku."
"Menghormati bagaimana? Kita sudah ketahuan dan tertangkap basah melakukan hubungan intim. Jangan menambah kemarahannya dengan menyusul kepergiannya itu, apa kau tidak mengenal adikmu sendiri?" ucap Tania yang memberikan peringatan pada Bram agar tidak melakukan tindakan nekat yang juga menyeret namanya. "Berikan Delano waktu, dia pasti akan memaafkan kita. Secara kau adalah kakaknya dan aku adalah kekasih yang paling dia cintai, dengan begitu kita kembali menguasainya."
Bram yang sudah tidak tahan menjitak kepala Tania yang dianggap sangat bodoh. "Apa dia akan memaafkan kita yang sudah mengkhianatinya? Apa kau pikir Delano akan memaafkanmu dengan sangat mudah setelah apa yang dilihatnya ini? Gunakanlah otakmu untuk berpikir, bukan memenuhinya dengan uang dan juga berbelanja."
"Aku mempunyai caraku sendiri dan bisa menyelamatkan diri, tapi biarkan dia mengeluarkan kemarahannya atau itu hanya akan sia-sia saja."
"Kalau kau ingin bodoh, jangan mengajakku! Menyingkirlah, karena aku tidak bisa menahannya lagi." Cetus Bram yang hendak melangkahkan kakinya, tapi wanita yang hampir saja membuatnya puas itu masih menghalangi jalan.
"Jangan sekarang, nanti saja!"
"Siapa kau yang memberiku nasehat itu? Kita hanyalah partner dalam ranjang saja dan tidak lebih dari itu, biarkan aku selesaikan masalahku sendiri dan jangan menghalangiku!" tegas Bram yang menerobos keluar dari kamar hotel tanpa memikirkan kekesalan yang ditimbulkan olehnya.
Ya, hubungan keduanya hanyalah partner pelampiasan hasrat saja. Mereka saling membutuhkan di kala kesepian meradang, terutama Tania yang paling merasakannya. Delano memang memenuhi semua kebutuhannya, tapi tidak dengan waktu kebersamaan mereka yang tersita banyak, bahkan temu janji hanya bisa sekali seminggu saja. Pertemuannya dengan Bram membuat kehidupannya sempurna, hubungan yang sangat dia inginkan dan kepuasan hanya bisa diberikan oleh kakak tiri dari kekasihnya.
Hubungan keduanya sangatlah sesederhana itu, saling membutuhkan menjadi pemicu pengkhianatan dan rasa kecewa yang dialami oleh Delano. Hubungan yang terjadi selama lima bulan lamanya diketahui dengan timing yang tidak pas dan juga kesialan keduanya. "Hem, kau lakukan saja apa mau mu itu, yang terpenting aku berusaha memperingatimu." Gumam Tania yang segera pergi meninggalkan kamar hotel, berjalan seolah-olah melupakan kejadian yang baru saja menimpanya.
Bram segera masuk ke dalam mobil dan mengejar mobil milik adik tirinya yang sudah terlihat dari kejauhan, karena tidak ingin kehilangan jejak, dia menambah kecepatan dan laju kendaraannya menyusul pria yang mengenakan mobil berwarna biru metalik. Tidak peduli begitu banyaknya kendaraan yang kesal akibat ulahnya yang nyelonong menyalip dan juga menerobos lampu lalu lintas. Dia sudah tidak peduli lagi dengan keselamatan diri selain membalaskan penghinaan yang diucapkan oleh Delano padanya.
"Kau harus membayar mahal dengan apa yang kau katakan padaku, Delano Zack." Lirihnya sambil menambah laju kendaraan yang membuat keonaran di jalan raya.
Bram begitu berambisi ingin menghancurkan Delano, dia sudah muak menghadapi sikap adik tirinya yang selalu saja memerintah. Dia merasa, dirinyalah yang cocok sebagai CEO di perusahaan DZ Group yang membuat namanya melambung dan dikenal banyak orang, apalagi mereka masih satu ayah, hanya berbeda ibu saja.
Bram memukul stir mobil dan masih menatap lurus ke jalanan, memastikan kalau dia berada di belakang mobil milik Delano. Akhirnya dia tersenyum, di saat mobilnya berada di belakang. "Hanya menunggu waktu dan kau akan tinggal nama saja." Monolognya yang merasa kemenangan ada di depan mata.
Dia sudah muak dengan ketidakadilan ayahnya yang melupakannya sebagai seorang anak, bahkan mencampakkan ibunya di saat sulit dan lebih memilih menikah dengan ibu adik tirinya.
Kebencian yang selama ini terpendam akhirnya menyeruak keluar, dia ingin mendapatkan tahta dan harta warisan dari keluarga Zack, bahkan mencantumkan marga sang ayah di belakang namanya. Sudah muak dengan ketidakadilan dan bahkan berpura-pura baik di depan Delano, menjadi bawahan yang selalu menangani kantor benar-benar membuatnya sangat iri dengan kehidupan adik tirinya itu.
Sekaranglah saatnya Bram melampiaskan dendamnya, melihat suasana jalanan yang tampak sepi dan di sebelah kanan hanya ada jurang dengan air sungai yang sangat deras. "Mati kau, Delano Zack." Batinnya yang dengan sengaja menunggu hari ini tiba, menabrakkan mobilnya.
Delano sangat terkejut dengan apa yang baru saja menimpanya, merasakan mobilnya ditabrak dari belakang dengan sengaja. Secepat kilat dia menghindar di jalanan sepi dan juga sempit itu, melihat siapa sang pelaku dari kaca spion yang ternyata kakak tirinya yang tengah tertawa puas dengan kesulitannya yang menghindar dari kesengajaan itu. "Sial," umpatnya menambah kecepatan untuk menghindar, tapi karena terlalu gegabah dan tidak memperhitungkan dengan benar, dia terjebak.
Bram semakin tertawa jahat, keahliannya dalam menyetir mobil tidak bisa diragukan lagi. Dengan begitu mudahnya dia mengejar Delano dan membuat sang target terjebak. "Kau tamat, game over." Lirihnya yang kembali menabrakkan mobilnya ke arah mobil biru metalik yang hilang kendali karena ulahnya.
Delano tidak punya pilihan lain, dengan cepat dia membuka sabuk pengaman dan membuka pintu mobil, tapi terlambat karena mobilnya terjatuh ke jurang dan menggelinding dengan hebat.
Bram mengerem mobilnya dan segera keluar, tertawa puas dan bahkan bertepuk tangan saat melihat mobil milik Delano sudah tercebur masuk ke arus sungai yang sangat deras. "Wah…itu sangat hebat, kenapa tidak dari dulu saja aku melakukan ini? Hah, ide ini terlintas begitu saja. Pria yang sangat malang, hanya Tuhan yang tahu apakah dia selamat atau sudah tiada. Tapi, aku akan mendoakan dari atas sini, semoga dia mati dan tidak akan kembali. Dengan begini akulah pemilik dari DZ Group sekaligus CEO, jabatan yang sangat aku idam-idamkan." Monolognya yang segera pergi dari tempat itu, setelah memastikan seluruh body mobil biru metalik terbawa arus sungai dan menghilang dari pandangan.
Seorang wanita yang sangat kesal saat seorang pria yang tiba-tiba saja datang di tempat kerjanya, menjadi pusat perhatian semua orang yang memandangnya sangat rendah. "Sudah aku katakan, pergilah dari sini! Apa kau ingin membuatku kehilangan pekerjaan?" kesal Anya yang menatap pria itu dengan raut wajah jengkel.
"Jika kau dipecat, maka cari saja pekerjaan yang lain. Mudah bukan?" sahut pria itu yang tidak peduli, di otaknya hanya ada uang dan uang.
"Apa kau pikir mencari pekerjaan itu gampang, hah? Buktinya sampai sekarang kau tidak bekerja dan menumpang hidup denganku." Tegas Anya sambil menarik tangan Hendra agar menjauh dari orang-orang yang mempertontonkan drama mereka sedari tadi.
"Jadi kau malu mempunyai kekasih pengangguran sepertiku, begitu?" sarkas Bram yang sangat ketus, padahal dia hanya ingin sedikit uang untuk membeli pakaian baru dan juga sepatu baru.
"Hendra, aku tidak mengatakan itu. Tolong mengertilah posisiku sekarang, aku benar-benar tidak punya uang lagi dan belum gajian." Ujar Anya yang menerangkan.
"Halah, itu hanya akal-akalan mu saja untuk tidak memberiku uang. Bukankah kau masih mempunyai simpanan uang? Pakai itu saja dulu, nanti kalau aku sudah bekerja akan menggantinya beserta bunganya, kau tidak perlu khawatir masalah itu."
"Kau selalu saja mengatakan hal itu setiap membutuhkan uang, carilah pekerjaan dan berhentilah nongkrong dengan teman-teman pengangguran mu."
"Bilang saja kalau kau tidak ingin meminjam uangmu padaku, dasar pelit!" ujar Hendra yang sudah muak dengan kekasihnya yang selalu saja mempertanyakan pekerjaan.
"Sekali saja kau mengerti aku, selama ini biaya kehidupan sehari-harimu, akulah yang menanggungnya. Aku merasa kalau kau hanya memanfaatkanku untuk biaya kehidupan mu sehari-hari. Apa seharusnya aku membiayai segala keperluanmu? Saat ini kau hanya nongkrong tidak jelas hingga larut malam dan tidak bekerja." Anya mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini tertahan di dalam hatinya, dia sudah cukup sabar dengan Hendra yang menumpang hidup padanya bagai benalu.
"Jadi kau mengungkit segalanya sekarang? Kau sangat kejam sekali, apa ini karena hasutan Kiki yang meracuni otakmu dan membenci aku. Dulu kau tidak seperti ini, tapi semenjak menjalin persahabatan dengannya, kau mulai memusuhi ku." Hendra sangat marah karena dirinya tidak bisa mendapatkan uang dari kekasihnya itu atas hasutan dari sahabat Anya.
"Kiki tidak menghasut ataupun mencuci otakku, tapi mataku sekarang sudah tidak lagi buta dengan apa yang kamu lakukan padaku. Setidaknya kamu mengerti dengan situasiku saat ini, kesulitan ekonomi dan bahkan membuat aku bekerja bagai kuda dengan istirahat beberapa jam saja. Lihatlah dirimu sendiri, selalu meminta uang dan mengatakan aku pelit saat tidak memberikannya. Carilah pekerjaan apa saja yang menghasilkan," terang Anya yang mencoba memberi Hendra pengertian.
"Apa kau tidak melihat, sudah banyak perusahaan yang menolakku. Lalu, usaha apa yang kamu maksudkan itu, heh?" Hendra mendekatkan wajahnya dan menatap lekat wajah kekasihnya.
"Itu karena kau terlalu memilih pekerjaan."
"Aku hanya ingin pekerjaan yang duduk di ruangan ber AC dan hanya memegang komputer saja, tidak sepertimu yang bekerja di swalayan dan juga di tempat lain. Kapan kayanya?" ledek Hendra yang berlalu pergi karena tidak mendapatkan apa-apa.
Anya menghela sambil memegang dadanya, menggelengkan kepala karena pria yang menjadi kekasihnya begitu pemilih dan bahkan menganggapnya sebagai pohon uang kehidupan. "Ya Tuhan, mengapa aku bisa mencintai pria sepertinya?" gumamnya seraya berlalu pergi meninggalkan tempat itu, kembali melanjutkan pekerjaannya. "Setelah istirahat nanti, aku akan menghampirinya dan mencoba untuk berbicara dengan baik. Semoga saja dia berubah menjadi baik seperti dulu lagi." Begitu menyimpan kenangan manis bersama dan tersenyum saat mengingatnya.
Dulu Hendra merupakan kekasih ideal dan juga sangat sempurna di matanya, hingga pria itu hanya menjadi benalu membuat responnya biasa saja. Tapi, lama kelamaan hal itu berubah dan membuat hubungannya sedikit renggang saat kekasihnya itu di PHK dari perusahaan yang mengurangi karyawan besar-besaran. Semenjak hari itu, kekasihnya berubah seratus delapan puluh derajat dengan sifat dan sikap bertolak belakang.
Di saat jam makan siang, Anya memutuskan untuk mencari kekasihnya yang berada di tongkrongan seperti biasanya. Dia sudah hafal dan masih mencintai pria itu dengan segala kekurangan. Membawakan bekal yang dimasak olehnya, dengan senyum yang terukir di wajah. "Semoga dia senang dengan bekal makan siang ini." Dia melirik bekal itu, berniat untuk makan bersama-sama seperti dulu.
Dia melihat seorang pria dengan pakaian seperti preman, menghampirinya dengan perlahan berniat untuk memberikan kejutan. Tapi niatnya terhenti di saat mendengar obrolan Hendra lewat telepon.
"Aku tahu, dia kekasihku. Dia sangat pelit dan tidak memberikanku uang sepeserpun, jadi aku akan membayar hutangku esok saja."
"Tidak bisa begitu, perjanjiannya hari ini, kau tidak bisa menundanya lagi karena sudah jatuh tempo. Jangan meminjamnya saja kau cepat, tapi kembalikannya sesuai jadwalnya."
"Sumber keuangan ku hanya Anya saja, dan sekarang dia tidak memberiku uang."
"Kau sangat lemah sekali."
"Hai, aku tidak lemah seperti yang kau kira. Kau tenang saja, aku akan membayarnya besok, Anya akan memberikan uangnya. Lagipula kau itu temanku, berikan sedikit waktu sampai hari esok."
"Hah, baiklah. Tapi mengapa kau masih mempertahankan Anya yang hanya seorang wanita miskin?"
"Pertama dia sumber keuanganku, aku bergantung padanya. Dia memang cantik, tapi wajahnya terlihat sangat tidak terawat membuatku sangat bosan, kalah cantik dengan Intan, si kembang desa."
Anya meremas kotak makan siang dan tak sengaja terjatuh, sontak Hendra mematikan teleponnya beranggap tidak terjadi apapun.
"Anya, kau disini?"
"Oho, jadi begini kau yang menjelekkan aku?"
"Bu-bukan maksudku begitu, kau hanya salah paham saja." Bujuk Hendra seraya memegang tangan Anya.
Anya segera menghempaskan tangan pria itu dan memungut kotak makan siang yang tumpah. "Kita putus!" sarkasnya tegas menjauh dari Hendra yang bahkan tidak mengejarnya sama sekali.
"Hah, palingan nanti dia akan datang dan memohon untuk balikan denganku, lagu lama." Lirih Hendra yang acuh.
Anya yang kembali ke swalayan menjadi tidak fokus menjalankan pekerjaan yang memberinya uang.
"Ada apa? Mengapa kamu melamun?" tanya Kiki yang mencolek pinggang sahabatnya.
"Bukan apa-apa."
"Pasti karena Hendra, sudah aku katakan kalau pria itu tidak baik dan memanfaatkanmu saja."
"Jangan membahasnya lagi, aku sudah putus dengannya."
"Akhirnya matamu terbuka juga, itu pilihan yang sangat tepat."
Di malam harinya, Anya berjalan seorang diri untuk pulang kerumah. Menikmati suasana yang berjalan di pinggiran sungai, sangat menyejukkan dan juga membuatnya tentram.
Matanya tak sengaja melihat seseorang yang mengapung, membuat bulu kuduknya berdiri takut kalau itu adalah setan penunggu sungai. Rasa penasaran yang begitu besar membuatnya untuk memberanikan diri berjalan mendekat. Hingga melihat seorang pria yang mengapung dan segera ditolong tanpa memikirkan bajunya yang basah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!