Diruangan yang temaram dengan suara teriakan serta tangisan pilu memohon untuk memberhentikan penyiksaan.
Pria muda duduk disebuah kursi sambil menyesap champange nya dan menatap pria paruh baya yang tengah disiksa oleh anak buahnya.
Pria paruh baya itu adalah seorang mafia asal Jerman yang berani mengibarkan bendera perang pada pria muda mafia asal italy yaitu Madrick Vallencio. Mad yang terkenal akan kekejamannya dan kelincahannya dalam menghabisi musuh yang berani menipunya.
Mafia paruh baya tersebut adalah Triston Feroanus yang sekarang dirinya duduk dikursi tua dengan tangan dan kaki terikat rantai yang sangat kuat. Tubuhnya penuh dengan luka cambuk dan sayatan. Bahkan tubuhnya sudah sangat lemas untuk memberontak. Berkali-kali Triston memohon ampun tapi bukan Mad jika ia menerima ampunan dari musuhnya.
Mad berdiri dari duduknya seraya menyalakan rokok yang berada dimulutnya. Mad membungkukkan badannya menatap mata Triston yang sudah lemah. Mad menggembulkan asap rokok tepat kewajah Triston hingga membuatnya terbatuk-batuk.
"Triston Feroanus, berani-beraninya kau mengibarkan bendera perang padaku hah?" tanya Mad tepat didepan wajah Triston.
"Kau taukan? Apa akibatnya jika kau berani main-main denganku? Tak hanya kau yang menjadi korban ditanganku tapi juga anak istrimu" sambung Mad dengan sorot mata yang tajam menatap manik mata Triston.
"Kumohon jangan bunuh anak istriku, bunuh aku! Mereka tak tahu apapun" balas Triston dengan air mata yang lolos dipipinya. Ia menyesal telah menipu Mad dengan membeli pistolnya menggunakan uang palsu.
"Aku tak peduli" ucap Mad dan langsung berdiri tegap dihadapan Triston. Triston berteriak ketika pucuk rokok Mad yang menyala tekena luka sayat ditanganya. Mad semakin menekan rokoknya diluka sayatan Triston.
Mad menyudahi aksinya dan kembali ketempat ia duduk tadi sambil menyesap champange-nya lagi.
"Gaston!!" teriak Mad memanggil orang kepercayaanya dan Gaston pun datang sambil menunduk hormat.
"Ambilkan laptopku yang berisikan vidio panggilan langsung keluarga Triston" perintah Mad dan Gaston pun menurutinya.
Triston menggeleng-gelengkan kepala dan menatap Mad dengan tatapan memohon.
"Kumohon Mad--" ucapan Triston terpotong karna Mas langsung menyahutnya.
"Jangan sebut namaku dengan mulut kotormu, aku tak sudi! Panggil aku tuan" sanggah Mad dan kembali menyesap champange-nya.
"Tuan kumohon jangan bunuh keluargaku mereka tak bersalah" ucap Triston sambil menunduk menangis.
Gaston pun datang dengan membawa laptop ditangannya dan langsung diletakkan dimeja depan Triston.
"Dady, help me dady" teriak seorang gadis kecil berusia 7 tahun. Triston pun menangis menatap nasib putrinya yang duduk dikursi dengan tangan dan kaki terikat sama seperti nasibnya.
"Aarrrghhhh dady!!" teriak anak kecil itu dari sebrang sana.
"Julia!!!" teriak Triston saat melihat putri kecilnya dicambuk oleh anak buah Mad. Sungguh manusia iblis tak punya hati.
"Tuan kumohon lepaskan mereka" ucap Triston menatap Mad yang tersenyum kecut.
"Jangan harap" balas Mad.
"Gaston suruh mereka bunuh anak istri Triston, aku tak ingin ia merasa tersiksa" perintah Mad pada Gaston dan Gaston patuh akan perintah Mad.
Dor
"Dadyyy!!!"
Dor
"Triston!!!"
Setelah itu tak terdengar suara teriakan dari sebrang sana dan terakhir adalah teriakan istrinya.
"Tidakkk" teriak Triston.
"Sekarang giliranmu" ucap Mad dengan seringai iblisnya. Triston hanya bisa pasrah menerima kematiannya. Mad berdiri sambil membawa botol wine lalu menuangkan ketubuh Triston yang penuh luka.
"Aaarrrggggghhhhhh" teriak Triston saat wine berakohol itu mengenai lukanya.
"Cukup main-mainnya" ucap Mad, Mad mengeluarkan pistol nya dan langsung menembak kearah kepala Triston hingga Triston mati seketika.
"Bakar dia" perintah Mad dengan anak buahnya. Mad berjalan keluar ruangan penyiksaan dan ingin membersihkan diri.
Mad masuk kedalam kamarnya dan langsung menuju kekamar mandi. Mad mengguyur badannya dibawah air dingin dan matanya terpejam. Bayangan seorang gadis kecil cantik sekitar umur 11 tahun sedang mengobati luka dikepala pria remaja berumur 17 tahun. Pria remaja itu adalah Mad.
Flashback on
Seorang gadis cantik sedang duduk kursi taman sambil memegang boneka teddy bearnya dan menangis. Mad saat itu sedang mengintip anak gadis itu. Rambut hitam legamnya yang panjang menutup wajah imutnya yang sedang menangis.
Mad berjalan kearah gadis kecil itu dan menunduk didepan gadis kecil itu.
"Kau kenapa menangis?" tanya Mad, gadis kecil itu mendongak dan menatap Mad dengan mata merahnya akibat menangis. Mad terpesona dengan wajah cantik gadis itu.
"Kau siapa?" tanya gadis itu dengan polos.
"Aku Madrick Vallencio" balas Mad dengan senyuman tulusnya, senyuman yang jarang ia tunjukkan kepada siapa pun dan kini gadis itu beruntung mendapatkan senyuman Mad.
"Kau kenapa menangis?" tanya Mad dengan lembut.
"Orang tuaku dibunuh oleh seorang mafia dan aku berhasil kabur" ucap gadis polos itu dan kembali menunduk menangis.
Mad yang mendengar itu pun langsung menggepalkan tangannya. Siapa yang berani mengusik ketenangan gadis kecil ini. Saat itu juga Mad mengklaim gadis kecil itu miliknya dan Mad sudah menjadi seorang mafia sejak umur 16 tahun karena menggantikan ayahnya yang meninggal karena mati terbunuh buronan polisi
"Kenapa bisa dibunuh?" tanya Mad lagi.
"Ayahku tak sengaja menggores mobil mafia itu dengan sepeda ontelnya. Sungguh ayahku tak mampu mengganti mobil itu dan ayah ku dibunuh berserta kakak dan ibuku" Mad lagi-lagi menggeram marah.
Hanya masalah sepele kau tega membunuh orang tua gadis kecil ini? Akanku balas dendamnya batin Mad.
"Siapa namamu gadis kecil?" tanya Mad.
"Olivya Macrime" jawab gadis itu.
Tiba-tiba ada sebuah batu yang terlempar dan mengenai kepala Mad hingga akhirnya berdarah.
"Hahaha" tawa lima orang anak yang melempar batu kearah Mad.
"Hei pergi kalian!!!" teriak seorang gadis dan ternyata itu Olivya sambil mengangkat balok kayu dan akhirnya lima anak itu pergi takut akan balok kayu yang dibawa Oliv
"Kau tak apa Mad? Darahnya banyak sekali, ayo ikut aku ke panti. Aku akan mengobati lukamu itu" ucap Oliv dan Mad hanya mengangguk setuju. Oliv menuntun Mad dengan hati-hati. Oliv melepaskan sweater biru yang ia gunakan lalu meletakkan kearah luka kepala Mad.
"Kata ibuku darahnya kalo tidak berhenti, harus ditutupi dengan kain" ucap gadis itu menekankan sweaternya diluka kepala Mad. Oliv menjinjitkan untuk menyamakan tingginya dengan Mad. Mad pun tak tega melihatnya kesusahan dan langsung mengambil alih sweater tersebut.
Setelah sampai dipanti, Oliv berlari masuk kedalam sedangkan Mad duduk dibangku taman yang ada ditaman panti ini. Oliv keluar sambil membawa kotak p3k lalu duduk disebelah Mad.
"Emm bisakah duduk dibawah agar aku bisa mengobati lukamu? Kau terlalu tinggi dariku" tanya Oliv dengan polos dan Mad hanya menggangguk. Mad duduk dibawah dan Oliv diatas kursi lalu dengan telaten Oliv mengobati luka Mad.
Setelah selesai mengobati luka Mad, Olive tersenyum malu.
"Kenapa kau tersenyum?" tanya Mad dengan alis berkerut.
"Kau sedari tadi menatapku" jawab Oliv dengan polosnya. Mad hanya tersenyum mengusap puncak kepala Oliv.
"Aku pulang dulu ya. Makasih sudah diobatin. Bye" Mad pamit pulang.
"Bye" balas Oliv
Flashback Off
Mad menyudahi guyuran airnya, ia bergegas mengeringkan badannya lalu menuju ke walk in closet untuk memakai baju. Mad menggunakan kaos santainya seakan tak ada sosok mafia dalam dirinya.
Mad mengambil kunci mobilnya diatas nakas lalu beranjak keluar kamar. Mad menuruni tangga dengan sedikit berlari lalu memanggil Gaston.
"Gaston" panggil Mad saat dirinya sudah diruang tamu.
"Iya tuan?" balas Gaston dengan hormat.
"Apakah Oliv ada diapartemenya?" tanya Mad.
"Tidak tuan, Oliv--"
"Panggil dia nona, Gaston" sanggah Mad dengan tatapan tajamnya.
"Nona Oliv sedang keluar apartemen, kata anak buah tuan yang bertugas menjaga nona Oliv" jawab Gaston.
"Kemana dia?"
"Toko buku tuan" Mad menuju bagasi mobil untuk mengikuti Oliv ketoko buku. Mad sudah hafal toko buku langganan Oliv.
🔫🔫🔫
Seorang gadis cantik sedang mengelilingi toko buku. Gadis itu adalah Olivya Macrime, sudah hampir 20 menit Oliv mengelilingi toko buku karena buku yang dicarinya tak kunjung ketemu.
"Apakah stoknya habis?" guman Oliv dengan kesal. Oliv menghentikan langkahnya saat jarak 1 meter darinya, buku yang ia cari ada didepannya. Oliv mengambil buku itu dengan semangat.
"Yeyyy Ketemu" serunya dengan senang. Oliv menuju kasir dan membayarnya, ia merogo-rogo saku celananya. Ia mulai merasa panik saat ia lupa tidak membawa uang.
Tamatlah aku, aku lupa tak bawa uang batin Oliv.
"Ini mbak" Oliv menoleh kearah pria disebelahnya yang membayar bukunya. Pria dengan dengan kemeja merah maroonnya tersenyum kearah Oliv dan Oliv pun membalas senyuman itu.
"Aku tau kau lupa tak bawa uang" ucap pria itu.
"Seharusnya kau tak perlu repot.membayarnya" balas Oliv mengambil kantong yang berisikan buku yang ia beli, ralat tapi laki-laki itu yang beli.
"Tak apa, aku ikhlas" balas pria itu. Oliv dan pria itu berjalan keluar toko buku.
"Cafe dulu yuk" ajak pria itu dan Oliv pun mengangguk setuju, ia tak menaruh kecurigaan pada pria tersebut entah mengapa, ia merasa dia pria yang baik.
Oliv dan pria itu duduk disalah satu bangku cafe, pria itu memanggil pramusaji dan memesan minuman.
"Ada yang bisa kami bantu?" tanya pramusaji itu dengan sopan dan note kecil ditangannya untuk mencatat pesanan.
"Cappucino Ice nya satu" ucap pria itu dan beralih menatap Oliv.
"Apa?" tanya Oliv
"Kau tak pesan sesuatu?" tanya Pria itu.
"Aku--"
"Aku yang bayar" sahut pria itu seakan tau apa yang akan diucapkan gadis didepannya ini
"Cola float nya satu" ucap Oliv pada pramusaji itu.
"Baiklah. Ditunggu" kata pramusaji itu dan melenggang pergi.
"Oh ya. Kenalin namaku Bryan Ferrandos" ucap pria itu yang bernama Bryan sambil mengulurkan tangannya. Oliv tersenyum dan membalas jabatan tangan Bryan.
"Aku Olivya Macrime" balas Oliv.
Mereka tak menyadari bahwa ada seseorang yang sedari tadi memeperhatikannya sejak mereka keluar dari toko buku tadi. Pria itu adalah Mad dengan menggunakan topi hitam dan juga masker hitam. Ia menyeringai saat mengetahui nama Pria yang sedang duduk berhadapan dengan gadisnya.
"Bryan Ferrandos" gumannya dengan seringaian.
"Apakah kau mau menjadi temanku Oliv?" tanya Bryan yang masih dapat didengar oleh Mad. Saat ini Mad duduk dibangku belakang Oliv.
"Tentu saja" jawab Oliv dengan antusias.
Apakah setelah kau tau semuannya kau tetap mau berteman dengannya? Batin Mad masih dengan seringaiannya. Mad membiarkan gadisnya berteman dengan Bryan, ingat!! Hanya teman. Mad mengeluarkan hpnya dan mulai mengirim sms seseorang setelah itu Mad pergi meninggalkan Cafe.
Setelah Mad pergi meninggalkan cafe, hp Oliv berbunyi pertanda ada sms masuk. Ia membuka pesan itu, alisnya berkerut setelah membaca isi pesan itu.
From : +33147xxxxxx
Hai... Olivya
Semoga kau tak menyesal berteman dengannya.
Itulah isi pesan yang diterima Oliv. Tentu saja itu pesan dari Mad tapi Oliv tak mengetahuinya bahkan apartemen yang ia tinggali sekarang adalah pemberian Mad melalui kepala panti asuhan yang ditempati Oliv saat kecil dan hp yang Oliv gunakan juga pemberian Mad.
Oliv bekerja disebuah minimarket sebagai kasir untuk kebutuhan hidupnya. Sekarang ia adalah seorang sebatang kara, semenjak meninggalnya seluruh keluargannya.
"Adapa Oliv? Ada masalah?" tanya Bryan saat melihat Oliv hanya terdiam melamun.
"Tidak! hanya pesan masuk dari operator yang katanya aku menang hadiah. Tapi itu tidak mungkin karena aku tak pernah ikut undian" jawab Oliv bohong dan memasukkan hpnya kedalam saku celananya.
"Jangan percaya begituan" balas Bryan dengan senyumannya.
Semoga aku tak menyesal berteman dengannya. Dia pria yang baik batin Oliv.
Oliv meminum minumannya yang sudah datang sejak tadi.
"Baiklah Bry, aku harus pulang. Terima kasih untuk traktirannya kali ini" ucap Oliv sambil berdiri dari duduknya dan hendak berjalan keluar cafe, tapi tanganya dicegat oleh Bryan.
"Ayo kuantar kau pulang" Oliv menggelengkan kepala dan tersenyum.
"Tidak usah Bry. Apartemen ku dekat" tolak Oliv dengan lembut.
"Jangan menolak Liv, anggap ini rasa terima kasihku karena kau mau menerima pertemananku" balas Bryan.
"Baiklah" putus Oliv, lalu ia berjalan bersama Bryan menuju mobil Bryan yang terpakir disebelah cafe.
Bryan membukakan pintu mobil sebelah pengemudi untuk Olivya.
"Thank's" ucap Olivya dan masuk kedalam mobil milik Bryan, setelah itu Bryan masuk kedalam kursi pengemudi. Bryan mengendarai mobil dengan kecepatan sedang.
"Kamu diapartemen tinggal sama siapa Liv?" tanya Bryan, menolek kearah Oliv sekilas.
"Sendiri" jawab Olivya.
"Oh, Keluargamu? Masih lengkapkan?" tanya Bryan lagi.
"Aku hanya sebatang kara, keluargaku dibantai dan aku berhasil kabur" balas Oliya. Pengeliatannya menjadi buram karena air mata yang sudah menumpuk dipelupuk matanya.
"Maafkan aku Liv, aku tak bermaksud membuatmu menangis" ucap Bryan dengan menyesal dan menggenggam tangan satunya Olivya yang satunya lagi memegang setir mobil.
"Tidak apa. Aku selalu begini, terlalu terbawa perasaan" balas Olivya dan menghapus airmatanya. Bryan hanya terseyum dan melepaskan genggaman tangannya pada tangan Olivya.
Mobil milik Bryan memasuki area apartemen yang terbilang elite. Bryan hampir terperangah akan apartemen yang Olivya tinggali.
"Ini aku tinggal diapartemen hadiah dari kepala panti yang aku dulu tinggali" ucap Olivya seakan tau ekspresi bingung milik Bryan dan Bryan hanya ber-oh ria.
"Baiklah, aku masuk dulu ya. Thanks udah dibayarin bukunya dan udah dianterin" ucap Olivya sambil tersenyum.
"You're welcome" balas Bryan dan Olivya mulai melangkah masuk lobby apartemen.
🔫🔫🔫
Mad memasuki mansionnya dengan langkah lebarnya.
"Gaston!!!" panggil Mad dengan teriakan.
Gaston yang merasa dirinya dipanggil pun tergesa-gesa karena takut jika tuannya marah.
"Ya tuan ada ap--"
"Perintahkan anak buahmu untuk menjaga Olivya lebih ketat. Karena saat ini gadisku sedang berteman dengan pria brengsek" sahut Mad memotong ucapan Gaston!
"Siap tuan" balas Gaston sambil menunduk hormat dan melangkah pergi.
"Berta!!" Mad memanggil Berta selaku kepala maid dimansion ini lalu duduk disofa yang tersedia diruang tamu mansionnya.
"Ya tuan?" tanya Berta dengan hormat.
"Ambilkan aku botol vodka" ucap Mad.
"Baik tuan" Berta melangkah pergi untuk melaksanakan perintah tuannya.
Tak lama kemudian, Berta datang dengan nampan ditangannya dan juga botol vodka. Mad mengambil botol itu lalu membukanya dengan kasar dan menegaknya dengan kasar. Saat ini Mad tengah dilanda kemarahan dan kecemburuan. Sebenarnya Mad merasa cemburu saat melihat gadisnya berdekatan dengan pria brengsek itu, tapi ia tahan, karena belum saatnya puncak permainan Madrick Vallencio.
Tbc
Italy, Milan
Olivya POV On
Sejak pertemuanku dengan Bryan waktu itu, aku dan Bryan lebih sering berkomunikasi membahas hal yang menurutku tak penting. Soal pesan dari orang yang tak dikenal kemarin, aku anggap hanya pesan dari orang iseng. Buktinya aku tak menyesal sedikitpun menerima pertemanan Bryan. Justru aku merasa senang, karena aku tak merasa kesepian seperti dulu lagi.
Saat ini aku sedang membaca novel yang aku beli kemarin. Oh ralat, lebih tepatnya dibelikan oleh Bryan. Aku duduk disofa balkon apartemen mewahku yang merupakan hadiah dari kepala panti asuhanku dulu. Sekarang aku sedang menikmati semiliran angin malam sambil ditemani coklat panas dan novel ditanganku. Sungguh nikmat dunia bagiku.
Aku menutup novelku lalu berdiri dari dudukku dan berjalan menuju pembatas balkon. Aku menatap keatas, dimana ada bulan bersinar dengan dikelilingi bintang-bintang yang juga menyinari malam ini. Sungguh indah. Aku tersenyum saat angin malam menerpa wajahku. Aku jadi teringat oleh Ibuku dan Kakakku, dimana saat kita bertiga berada ditaman belakang rumah sambil menatap indahnya bintang bertaburan.
Flashback On
Aku,Ibu,dan kakakku sedang bertiduran diatas rumput dengan alas kain. Saat ini kami sedang menatap indahnya langit malam dengan bintang yang menghiasinya.
"Olivya, jika suatu saat kakak dan ibu sudah berada diatas sana apa yang kamu lakuin?" tanya kakakku bernama Ranelly Macrime.
"Aku akan ikut kalian" jawabku tanpa mengalihkan pandanganku pada bintang.
"Jika kami menghadap Tuhan sekalipun?" kali ini Ibuku yang bertanya. Nama Ibuku yaitu Orlan Macrime.
"Ya, aku akan ikut. Kalian adalah bagian dari hidupku, kemanapun kalian pergi aku akan ikut. Menghadap Tuhan sekalipun" jawabku dengan enteng.
Ranelly bangun dari tidurnya dan menatapku yang masih posisi terlentang.
"Tidak Olv, kau tak boleh ikut. Ada masadepanmu yang sedang menantimu, kau akan bahagia dengan suamimu kelak yang begitu menyayangimu" ucapnya penuh keyakinan.
Aku pun bangun dan duduk. Aku menggeleng-gelengkan kepala seraya tersenyum.
"Tidak kak, kebahagiaanku hanya bersama kalian" balasku.
"Kau memang keras kepala Olv" ketus Kakakku dan kembali menidurkan badannya. Begitu juga denganku, ikut merebahkan tubuhku.
Entah mengapa perkataan kak Ranelly begitu nyata bagiku atau aku hanya sedang berhalusinasi.
"Oh ternyata kalian disini" itu adalah suara ayah, seorang ayah yang sangat pekerja keras walau terkadang gajinya tak cukup untuk kami makan. Tapi ayah bukanlah seorang yang pantang menyerah begitu saja dan ia rela tak makan hanya untuk Kak Ranelly dan Aku makan. Bahkan ia tak pernah mengeluh lapar. Pernah saat itu, aku terbangun tengah malam untuk mengambil minum, dan kulihat ayah sedang makan sisa makanku dan Kak Ranelly yang tak habis aku merasa kasihan padannya, segitu besarkah rasa perhatiannya pada keluarga kecilnya? Sungguh aku sangat beruntung punya ayah sepertinya.
"Ayah? Sudah pulang?" Ibuku bangun dan menghampiri ayah yang berdiri didekat pintu yang menghubungkan taman belakang rumah.
"Dari tadi loh ayah panggilin, tapi tak satupun dari kalian yang merespon" ucap ayah dengan nada seperti ingin mewek.
"Kita lagi asik berbincang yah, jadi gk tau deh kalo ayah datang. Maaf ya yah" ucapku dengan senyuman unyukku.
"Tak apa, bukan masalah bagi ayah" balas ayah. Ayahku adalah seorang sopir bus umum, ayahku bernama Werson Macrime. Ayahku adalah putra bangsawan, namun Ibunya ayahku tak menganggap Ayahku sebagai anaknya lagi karena Ayah lebih milih ibu yang tak direstui ibunya daripada keluarga egoisnya dan harta.
Flashback Off
Tak terasa, air mata sudah mengalir dipipiku dan lama kelamaan tangisanku menjadi terisak.
Cling
Hpku berbunyi, aku menghapus air mataku dan masuk kedalam kamar untuk mengambil hpku yang berada diatas kasur. Aku membuka pesan yang barusan masuk. Dahiku berkerut saat membaca pesan itu. Aku lari menuju balkon dan mengedarkan pandangan untuk mencari seseorang, tak ada siapapun. Hanya kendaraan yang berlalu lalang, lalu aku membaca ulang pesan itu.
+33147xxxxxxxx
Jangan menangis Olivya sayang, air matamu akan terbuang sia-sia. Simpan air matamu untuk besok kau menangis kebahagiaan.
Itulah isi pesan yang kuterima dan aku tak berniat untuk membalasnya. Aku kembali mengedarkan pandangan dan mataku berhenti pada sosok pria yang memakai hoodie hitam,celana hitam dan masker hitam, ditambah dengan kacamata hitam. Aku tau tatapanku dan dia bertemu, dapat dilihat jika wajah dan tubuhnya menghadap kearahku. Lalu tak lama kemudian hpku kembali berbunyi dan aku membuka pesan masuk itu yaitu nomor yang sama.
+33147xxxxxxxx
Olivya sayang, aku tahu kau sedang melihatku saat ini dan kau juga sudah membaca pesanku. Kenapa kau tak membalas pesanku sayang?
Itulah isi pesan kedua yang kuterima. Aku kembali melihat posisi pria misterius itu berdiri tapi ia sudah tidak ada dan menghilang. Aku merasa takut dan kembali masuk kedalam kamar lalu mengunci pintu balkon dengan nafas yang memburu. Lalu aku berjalan kearah ranjang dan merebahkan tubuhku diatas ranjang. Aku merasa takut dan pusing secara bersamaan. Aku terkejut saat tiba-tiba hpku berbunyi pertanda panggilan masuk dan aku melihat siapa yang menelponku, perlahan sudut bibirku terangkat, membentuk sebuah senyuman. Ternyata Bryan yang menelponku. Aku menggeser tombol hijau dan meletakkan hpku ketelingaku
"Halo Bry adaapa?" tanyaku mendahului.
"Hai Liv, apa aku mengganggumu dengan menelponmu malam-malam begini?" balasnya dari seberang sana.
"Tidak Bry, aku justru senang ada yang menemaniku malam-malam" ucapku
"Apa perlu aku ke apartemenmu sekarang? Untuk menemanimu" tawarnya padaku. Terlihat ambigu sekali, ada pria yang berkunjung ke apartemenku malam-malam
"Tidak usah Bry! Sudah sangat malam"
"Yasudah, Eh Liv! Aku tutup dulu ya, Mom memanggilku. Bye, good night" ucapnya dan ia mematikan teleponnya secara sepihak tanpa membiarkan aku membalasnya.
Aku kembali merebahkan tubuhku dan mencoba memejamkan mata.
Olivya POV off
🔫🔫🔫
Seorang pria sedang duduk disofa yang ada diruang kerjanya sambil menyesap wine ditangannya. Pria itu terus menatap foto seorang gadis yang ia dapat dari anak buahnya. Senyuman dibibirnya tak kunjung surut, ibu jarinya terus mengelus-ngelus foto gadis itu.
Tok tok tok
Pintu ruang kerjanya terketuk oleh seseorang dari luar.
"Masuk!" ucap pria itu tanpa mengalihkan pandangannya kearah foto seorang gadis. Dan masuklah anak buahnya yang usianya lebih tua dari tuannya. Pria itu adalah Madrick yang sedang fokus menatap foto gadisnya.
"Adaapa?" tanya Mad dengan tatapan tajamnya karena mengganggu pikirannya akan foto gadis yang ia genggam. Anak buahnya tak kunjung menjawab dan membuat Mad menggeram marah.
"Katakan apa tujuanmu menggangguku?!! Jika kau hanya terus membisu!! Lebih baik kau keluar sebelum peluruku menembus jantungmu" bentak Mad pada anak buahnya yang bernama Raco.
"Itu tuan-- tu-- tuan" ucap Raco dengan takut dan terbata-bata.
Dorr, Pyarrr
Raco terkejut saat guci disebelah posisi ia berdiri sudah pecah akibat tembakan Mad.
"Katakan cepat!!! Aku tak suka bertele-tele" bentak Mad.
"Mr. Edeve telah menipu kita, ia memberikan uang palsu untuk bertranksaksi" ucap Raco sambil menunduk.
Edeve dengan nama lengkap Edeve Biancaro adalah seorang mafia asal America. Edeve terkenal sebagai seorang mafia penipu cerdik, tapi tak secerdik Madrick.
Wajah Mad sudah merah dan rahangnya mengeras.
"Bajingan itu membeli apa saja?" tanya Mad dengan wajah yang masih menujukkan ekspresi marah.
"100 buah pistol Glock 20 dan 50 buah pistol Colt 1911" jawab Raco. Lagi-lagi Mad menggeram marah karena itu pistol keluaran terbaru produksi nya.
Glock 20 adalah sejenis pistol yang ringan dan tipis namun mematikan. Glock 20 ini dibuat dengan bahan-bahan yang berkaulitas dan mampu mengurangi hentakan yang timbul. Glock 20 mampu memuat 15 peluru 10mm dan mempunyai kecepatan 1600 kaki per detik.
Colt 1911 berisi 7 buah peluru dan stiap satu butirnya bisa dimuntahkan dengan kecepatan 1.225 kaki perdetiknya.
Mad berdiri dari duduknya dan menegak wine dengan kasar, ia tak peduli dengan panasnya tenggorokan ketika menegak wine dengan kasar. Rasa panasnya sudah terganti dengan panas api kemarahan. Ia marah karena ia telah rugi sebanyak 1,5 milliar dolar. Mad memerintahkan Raco untuk menangkap si bajingan Edeve bagaimana pun caranya.
"Arahkan semuanya untuk mengepung Edeve dan anak buahnya. Aku akan pergi melihat gadisku. Aku pulang harus siap untuk bergerak" ucap Mad tanpa mau dibantah dan melangkah keluar ruangan.
Malam ini, Mad berniat ingin melihat gadisnya yaitu Olivya. Dengan menyamar dirinya semata-mata orang misterius. Mad mematut dirinya didepan cermin, ia mengenakan celana hitam,hoodie hitam,masker hitam dan terakhir ia memasangkan kaca mata hitamnya.
Mad melangkah keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga dengan cepat.
"Hoi pencuri!!" teriak salah satu anak buahnya. Bahkan anak buahnya yang sudah bertahun-tahun bekerja dengannya pun tak mengenalinnya.
Dasar Bodoh! Batin Mad dengan senyum devilnya dibalik masker hitamnya. Ia berbalik menatap anak buahnya yang meneriakinya pencuri tadi. Perlahan Mad menurunkan masker hitamnya tanpa harus melepas kacamatanya.
"Tu--tuan?" tanya anak buahnya dengan gugup. Ia merasa bodoh karena telah lancang meneriaki tuannya atau menuduh tuannya sebagai pencuri.
Mad kembali menarik maskernya keatas dan berbalik pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada anak buahnya yang masih bingung dan takut. Bingung karena tuannya merubah penampilan dan takut karena ia telah meneriaki tuannya sebagai pencuri.
Mad berjalan kearah lamborgini hitamnya yang terpakir didepan pintu mansion miliknya. Ia mengendari mobil dengan kecepatan tinggi.
Mad telah sampai didepan apartemen milik gadisnya. Ia melihat kamar apartemen gadisnya yang lampunya masih menyala. Ia tersenyum saat melihat Olivya sedang memejamkan mata saat angin malam menerpa wajah cantik nan imutnya. Tak lama kemudian Olivya menangis dan itu membuat hati Mad teriris walau bukan ia yang membuat Olivya menangis tapi hati Mad seakan sudah menjadi satu dengan hati Olivya. Mad mengeluarkan hpnya dan mulai mengirim pesan pada gadisnya. Dapat dilihat, Olivya begitu bingung dan takut. Mad dapat melihat Olivya yang sedang seperti mencari seseorang yang telah mengirimkannya pesan. Mad tertawa kecil, wajah bingung Olivya membuat Mad semakin gemas.
Mad sedikit terkejut juga saat Olivya berhasil menemukannya. Olivya begitu intens menatap Mad. Mad pun mengirimkan pesan lagi untuk mengalihkan pandangan Olivya dan berhasil, Olivya kembali fokus pada pesan yang Mad kirim dan ini kesempatan Mad untuk lari bersembunyi yang tak akan bisa dilihat Olivya walau dirinya masih dapat melihat Olivya dengan jelas. Mad melihat Olivya yang sudah masuk kekamarnya dengan tergesa-gesa. Setelah itu Mad tak tahu apa yang dilakukan Olivya didalam kamarnya.
Mad mengambil hpnya dan mulai menelpon seseorang.
"Awasi terus gadisku selama aku pergi! Aku akan pergi selama 3 hari ke America untuk mengepung Si bajingan Edeve" ucap Mad dan langsung mematikan telponya secara sepihak.
"See you my honey" guman Mad menatap pintu balkon kamar Olivya yang sudah tertutup.
🔫🔫🔫
Mad sudah siap dengan balutan baju ala mafianya. Tanpa menunggu besok, Mad akan pergi ke America malam ini juga. Mad merasa tak sabar ingin memecahkan kepala Edeve yang sudah menipunya. Mad melangkah menuju balkon kamarnya saat suara helikopternya sudah sangat dekat.
Mad mendongakkan kepalanya dan melihat ada tiga helikopter miliknya. Dua helikopter untuk ditumpangi anak buahnya dan satu helikopter yang berukuran besar dari yang lainnya untuk dirinya sendiri dan pilot yang mengendarainya.
Helikopter untuk ia naiki sudah turun rendah dan mensejajarkan pada balkon kamar milik Mad. Mad melompat masuk kedalam heli tersebut dan mulai memasang sabuk dan juga microphone nya.
Setelah 6 jam dalam penerbangan dari Italy menuju ke America. Mad tidak beristirahat dulu, melainkan langsung bertindak. Tidak ada rasa lelah dalam diri Mad ketika dirinya sedang dilanda kemarahan.
Saat ini, heli milik Mad dan juga anak buahnya sudah berada tepat diatas atap rumah mafia America yaitu Edeve.
Mad turun dengan bantuan tangga yang panjang menuju ke balkon kamar milik Edeve. Mad mengintip melalui celah pintu balkon Edeve yang terbuat dari kaca. Edeve sedang tidur dengan istrinya dan juga anak laki-lakinya yang masih umur 5 tahun. Mad tersenyum miring, Edeve ketika sedang tidur dengan keluarga kecilnya, ia tak terlihat seperti sosok mafia.
Mad menembak pintu kaca balkon milik Edeve dan membuat Si mafia itu terbangun begitu juga dengan Istrinya.
"Siapa kalian?" tanya Edeve dengan suara yang tinggi. Mad hanya tersenyum ala senyuman devilnya. Topi hitamnya yang menutupi mata abu-abu milik Mad.
"Siapa kalian?" bentak Edeve dengan menaikkan suaranya dan terlihat wajah merah padamnya.
"Hai Mr. Edeve Biancaro, senang berjumpa denganmu" ucap Mad dan mendongak menatap Edeve dengan seringaiannya.
"Mad--Mad-Madrik?" balas Edeve dengan raut wajah yang ketakutan.
"Ya, aku Madrick Vallencio. Seorang mafia asal Italy yang kau tipu dengan bertranksaksi dengan uang palsu
"Apa kabarmu Mr. Edeve?" tanya Mad sambil duduk disofa yang ada dikamar Edeve sambil menyalakan rokoknya.
"Mau apa kau kemari hah?!!" bentak Edeve dengan wajah marah dan juga takut.
"Tentu saja ingin menghancurkan kepalamu, karena kepalamu lah yang mempunyai pemikiran untuk menipuku" balas Mad santai dan menggembulkan asap rokok dari mulutnya.
Istri Edeve berniat keluar kamar dengan menggendong anaknya namun langkahnya jadi terhenti saat terdengar suara tembakan.
"Selangkah lagi kau berani keluar dari sini. Kutembak kepala putramu" ucap Mad dengan raut wajah yang kesal.
"Let's start the game" ucap Mad dengan senyuman devilnya
Tbc
Disebuah ruangan yang temaram dengan pencahayaan yang minim dan disertai suara jeritan yang sangat pilu. Dua orang paruh baya tengah duduk dikursi yang sudah usang dengan kedua tangan dan kakinya terikat, siapapun yang melihatnya pasti akan merasa iba dengan penampilan dari dua orang yang tengah terikat itu.
Dua orang itu adalah seorang mafia asal America dan istrinya, Edeve Biancaro dan Yatty Biancaro. Wajah mereka sudah penuh lebam dan luka sayat. Seperti biasa, Mad duduk didepan mereka sambil menyesap champagne milik Edeve yang ia ambil dari lemari pendingin milik Edeve. Bukan Mad yang menyiksa mereka melainkan anak buahnya.
"Gaston!!" panggil Mad dengan suara tingginya dan menggema diruangan tersebut. Kali ini Mad ingin menyiksa Edeve dan Istrinya Edeve digudang yang ada dimansion milik Edeve sendiri.
"Ya tuan?" tanya Gaston dengan hormat.
"Ambil semua uang milik Edeve dibrankas dan juga pistol produksi kita yang ia curi" ucap Mad dengan santai.
"Hei!! Aku tak mencuri pistolmu bodoh" balas Edeve.
"Baiklah, Pistol yang Edeve Biancaro beli dengan uang palsu" ucap Mad dengan tatapan tajamnya mengarah pada Ed.
"Momy!!!! Dady!!! Where Are You?" teriak seorang bocah dari luar.
"Hohoho.... Putramu sudah bangun rupanya. Apa sebaiknya aku membawanya kemari ya?" ucap Mad dengan seringaiannya.
"Kumohon jangan sakiti putraku, ia masih sangat kecil" pinta Yatty dengan airmata yang sudah deras.
"Sstt jangan menangis istriku, jika Edran dengar gimana?" ucap Edeve dengan pelan. Edran Biancaro adalah nama putra dari Edeve dan Yatty.
"Biarkan Edran dengar. Ingat ini juga salahmu telah membeli pistol dengan uang palsu. Jika saja kau tak melakukan itu, mungkin aku dan Edran tidak akan terancam nyawa seperti ini" balas Yatty dengan bentakan.
"Yat--"
"Apa kau tak punya banyak uang untuk membeli pistol murahan itu hah? Kau juga terlalu egois Ed. Menyesal aku terlambat mencegahmu melakukan itu Ed" ucap Yatty lagi dan memotong ucapan suaminya Edeve.
"Apa? Coba kau ulangi kalimat terakhir mu tadi" pinta Mad dengan raut wajah yang dingin.
"Aku menyesal terlambat mencegahnya" ucap Yatty dengan nada yang lirih.
"Maksudnya?" tanya Mad masih dengan wajah yang dingin.
Dan mengalirlah cerita dari mulut Yatty.
Flashback On
Yatty masuk kedalam mansion dengan menggandeng seorang bocah laki-laki ditangan kanannya dan tangan kirinya membawa tas berisi belanjaanya. Yatty mendudukkan Edran disofa yang ada diruang keluarganya.
"Mom, mainan Edran mana?" ucap Edran dengan polos. Walaupun diusianya yang masih terbilang sangat kecil, Edran sangat fasih dalam mengucapkan huruf 'R'.
"Iya, mau main yang mana dulu?" tanya Yatty dengan lembut.
"Yang mobil remot dulu mom" balas Edran sambil mengusap hidung mancungnya.
"Baiklah" guman Yatty dan memberikan tas belanjaan yang berisi mainan milik Edran.
"Mainnya yang anteng ya. Mom mau kebelakang dulu ambil minum" ucap Yatty sambil mengusap puncak kepala Edran. Edran pun hanya mengangguk dan tersenyum.
Yatty berjalan kearah dapur, disana ia bertemu dengan anak buah suaminya yang sedang bersiap siaga.
"Siang nyonya" sapa anak buah tersebut.
"Siang juga Dam" balas Yatty dengan ramah. Nama bodyguard tersebut adalah Damian.
"Kemana Edeve?" tanya Yatty sambil mengambil sirup jeruk dilemari pendingin.
"Tuan lagi melakukan pembayaran dengan anak buah Mr. Madrick" balas Damian.
"Apa Edeve melakukan kecurangan kali ini?" tanya Yatty dengan khawatir sehingga ia menghentikan aksinya.
"Emmm ti- tidak nyonya" jawab Damian dengan ragu.
"Jangan bohong padaku Damian" ucap Yatty masih dengan tenang walaupun dalam hatinya ia khawatir suaminya melakukan kecurangan pada Mr. Madrick
"Iya Nyonya, Mr. Edeve melakukan pembayaran menggunakan uang palsu" ucap Damian dengan pasrah.
"Bodoh, kenapa tidak ada yang mencegah aksi konyolnya itu hah? Kalian tau kan kalo
Mr. Madrick itu mafia yang sangat kejam" teriak Yatty dengan suara yang meninggi.
Yatty mengusap wajahnya dengan kasar dan menjambak pelan rambutnya.
"Antarkan aku ke bandara" ucap Yatty dengan wajah takutnya.
"Tidak Nyonya" balas Damian.
"Apanya yang tidak?! Suamiku akan dapat masalah besar" bentak Yatty.
"Oke kalo kalian tak ingin mengantarkanku, aku akan berangkat sendiri" putus Yatty dan melangkan melewati Damian.
"Nyonya, akan kuantar nyonya" cegat Damian, ia sudah mengabdi pada Edeve untuk menjaga keluarga kecilnya saat tuannya sedang melaksanakan aksinya
"Kasa!!" teriak Yatty pada kepala maid disini. Kasa pun datang dengan berlari
"Ya nyonya?"
"Jaga Edran, aku akan ke bandara" ucap Yatty lalu berlari kecil keluar mansion.
"Mom mau kemana mom?" tanya Edran saat Yatty melewatinya.
"Mom ada perlu sebentar, kamu main sama Kasa ya?" ucap Yatty dan dibalas anggukan oleh Edran.
Yatty pun masuk kedalam mobil yang sudah ada didepan pintu mansion dan ada Damian yang menyopirinya. Yatty beberapa kali mencoba menelpon Edeve tapi nomornya selalu sibuk.
"Lebih cepat lagi Damian" ucap Yatty dengan raut wajah ketakutan dan tak sabar.
Akhirnya Yatty dan Damian sudah sampai dibandara. Yatty memasuki bandara dan mulai menanyakan pesawat pribadi milik suaminya akan berangkat pukul berapa. Harapan Yatty pun pupus, pesawat pribadi milik Edeve sudah berangkat 16 menit yang lalu dan tidak ada jadwal penerbangan menuju Italy pada jam segini dan akan ada 6 jam lagi. Yatty hanya bisa berdoa agar Madrick si mafia kejam itu akan memaafkan kesalahan suaminya.
2 hari kemudian
Edeve masuk kedalam mansion, hari ini ia sehabis pulang dari Italy untuk melakukan kecurangan terhadap Mad.
"Edeve" panggil Yatty dengan suara tinggi.
"Ya?" balas Edeve sambil merangkul Yatty dari samping.
"Edeve, kamu nipu Mr. Madrick ya?" tanya Yatty dengan sinis.
"Iya, emang kenapa?" balas Edeve dan menanyakan pertanyaan balik.
"Kamu taukan, kalau Mr Madrick itu mafia yang kejam, aku gak mau ya kalau sampai keluarga kita terancam. Kamu yang bakalan tanggung semuanya" setelah mengucapkan itu, Yatty pergi meninggalkan Edeve yang masih berdiri ditempat. Yatty mengabaikan panggilan Edeve.
Flashback Off
"Sebulan yang lalu, kami berencana kabur dan bersembunyi di negara Indonesia dengan kota yang terpencil yaitu kota Sulawesi. Hampir 3 minggu kami tinggal disana. Setelah kami merasa aman, kami kembali ke America dan baru tadi pagi kami sampai dan nasib baik tak berpihak pada keluarga kecilku, kami terancam nyawa saat ini" ucap Yatty dengan menangis sesegukan.
"Gion lepaskan Yatty" ucap Mad dan membuat Yatty mengangap tidak percaya. Gion melepaskan rantai pada tangan dan kaki Yatty dan mulai mengobati luka lebam dan sayat pada tubuh Yatty.
"Kau dan anakmu bisa bebas. Tapi tidak dengan suami laknatmu ini" ucap Mad dengan seringaiannya menatap Edeve.
"Terima kasih tuan" balas Yatty dengan senang walaupun jauh dalam lubuk hatinya ia begitu sayang dan khawatir pada suaminya.
"Yatt kamu tega ninggalin aku?" ucap Edeve.
Yatty hanya menatapnya sinis
"Kamu juga tega padaku dan Edran. Kamu hanya memikirkan kesenangan duniamu, tidak memikirkan nasibku dan Edran. Lagipun aku menikahimu bukan karena cinta tapi demi Edran. Kau merebut keperawananku dan menanam benihmu dalam tubuhku. Maka itu aku mau menerimamu hanya untuk Edran. Agar dia lahir memiliki seorang ayah" ucap Yatty dengan bentakan dan Edeve hanya menunduk merutuki aksi bodohnya.
Seandainnya ia tak melakukan kecurangan pada Mad.
Seandainya ia tak melakukan kecerobohan dimasa lalu
Seandainya ia dulu mencintai Yatty dengan cara yang benar. Mungkin ini semua takkan pernah terjadi. Tapi sayang waktu terus berputar maju dan tak bisa untuk mundur walau hanya sedetik.
"Maafkan aku, maaf. Aku memang salah, aku memang egois. Pergilah, jaga Edran baik-baik. Carilah pendamping yang kamu cintai dengan tulus. Mad bunuh aku sekarang, aku sudah siap menghadapi kematianku" ucap Edeve dengan tegas.
"Ed--"
Dorr
"EDEVE!!" pekik Yatty saat melihat suaminya sudah tak berdaya, kepalanya tertembak oleh Mad
"Ed.... Hiks hiks" Yatty menggucang tubuh Edeve yang masih terikat dikursi.
"Terima kasih sudah berbaik hati untuk membebaskanku dan juga Edran" ucap Yatty dan melangkah untuk keluar gudang, namun langkahnya terhenti ketika Mad mengucapkan hal yang membuat hatinya menjadi sangat takut.
"Berani kau melaporkan polisi, nyawamu dan anakmu akan melayang sebelum aku masuk penjara" desis Mad dengan tatapan tajamnya.
Yatty hanya menggeleng sebagai jawaban tanpa berniat menoleh kearah Mad dan melanjutkan langkahnya untuk keluar gudang. Yatty melihat anaknya yang sedang asyik memakan camilan sambil menonton televisi diruang tamu. Edran berlari kearah Yatty dan memeluk kaki Yatty.
"Mom darimana? Edran panggil dari tadi" ucap Edran dengan polos sambil mendongak kearah Yatty.
"Mom... Emmm mom" Yatty bingung ingin menjawab apa kepada putranya, akankah ia beritahu bahwa Dadynya telah dibunuh oleh seorang mafia kejam? Tidak! Ed masih terlalu sangat kecil untuk mengetahui itu semua.
"Mom, adaapa? Kenapa mom gugup sekali? Mom sakit?" tanya Edran dengan raut wajah yang khawatir.
Yatty berjongkok dihadapan Edran untuk menyamakan tingginya dan mengusap pipi gembil milik Edran
"Tidak sayang, mom sehat kok" ucap Yatty dengan senyuman dan mencium pipi gembil Edran.
"Apa aku bisa percaya padamu mom?"
"Kenapa tidak?"
"Bajumu banyak sekali noda darah mom. Itu darah siapa?" tanya Edran dengan polos
"Ini darah ti--" ucapan Yatty terpotong saat tiba-tiba Mad datang sambil memasukkan tanganya ke saku celananya.
"Itu darah Dadymu" ucap Mad dengan dingin
"Darah Dady? Kenapa dengan Dady? Apa Dady terlukan Mom?" tanya Edran dengan mata berkaca-kaca seperti ini menangis.
"Dadymu--"
"Dadymu terbunuh" lagi-lagi Mad menyela ucapan Yatty. Edran sudah merintikan airmata, anak mana yang tak menangis ketika ayahnya terbunuh? Kecuali, dia yang tak menyayangi ayahnya dan menginginkan ayahnya pergi.
"No!!! Mom, paman ini bohongkan? Dady have promise with me for buy play station for me" teriak Edran dengan airmata yang sudah deras dipipinya.
"Sstt tenanglah sayang" ucap Yatty dengan merangkul putranya penuh sayang. Tidak hanya Edran yang merasa kehilangan, namun dirinya pun sama. Sama merasakan kehilang seseorang yang ia cintai. Edran melepaskan pelukan Yatty dan berlari meninggalkan Yatty yang sedari tadi memanggilnya.
"Kenapa kamu mengatakan itu semua pada Edran?" tanya Yatty dengan sinis.
"Lebih cepat, lebih baik" balas Mad dengab santai. Tiba-tiba Edran datang dengan sebilah pisau dapur, Yatty terkejut dengan apa yang dilakukan Edran, Edran menggores tangan putih mulusnya dengan pisau.
"EDRAN!!! APA YANG KAU LAKUKAN?" pekik Yatty dan menggenggam tangan Edran yang memegang pisau dan hendak digoreskan pada denyut nadinya.
Edran memberontak dan Yatty tetap merangkulnya dengan erat.
"Lepaskan mom, lepaskan Edran!!! I want together with Dady" ucap Ed dengan teriakannya.
"Edran tenanglah sayang, tenang" bisik Yatty. Edran sudah tenang dan memberontak lagi, namun masih dapat didengar isakan tangisannya. Yatty melepaskan pelukannya dan mengambil pisau ditangan Edran lalu membuangnya. Yatty menangkup wajah merah Edran akibat menangis.
"Setelah Dady yang meninggalkan Momy, apakah Edran juga berniat meninggalkan Momy sendirian?" ucap Yatty dengan lembut.
"Apakah Edran juga tega membiarkan Momy hidup sendiri, tanpa Dady dan Edran?" sambung Yatty. Edran hanya menggeleng dan menangkup wajah Yatty.
"No mom, Edran tidak akan meninggalkan mom sendirian, Edran akan menggantikan posisi Dady untuk menjaga Momy" balas Edran dengan polos, lalu memeluk Yatty dengan sangat erat.
"Good Boy" bisik Yatty sambil mencium puncak kepala Edran.
Mad menyaksikan semuanya yang dilakukan Anak dan Istri Edeve. Mad tersenyum miring saat melihat Edran menggoreskan pisau ditangannya, Edeve mewariskan sifatnya pada Edran.
"Gaston!!" teriak Mad dengan suara kerasnya. Gaston datang dengan menunduk hormat.
"Ya tuan?" tanya Gaston
"Siapkan helikopternya, kita akan kembali ke Italy sekarang" ucap Mad dan melenggang pergi meninggalkan Yatty dan Edran yang diam mematung melihat dirinya.
Gaston mulai mengarahkan anak buahnya untuk bersiap-siap. Gaston sendiri bingung dengan tuannya, Mad bilang akan selama 3 hari di America. Namun sebelum sehari Mad sudah mengajakanya kembali. Gaston pikir, tuannya akan jalan-jalan dahulu mengunujungi negara bebas ini, namun pikirannya salah. Mad tetaplah Mad, yang tak menyukai jalan-jalan, baginya hanya membuang waktu berharganya.
Mad sudah berada didalam heli, dengan perlahan heli mulai menaikan ketinggian dan melaju meninggalkan mansion milik Edeve. Mad juga tak habis pikir, sudah sering kali ia ditipu dengan bertransaksi menggunakan uang palsu. Mad memandangi awan gelap dimalam hari, tiba-tiba wajah cantik milik Oliv tergiang penuh dipikirannya. Perlahan Mad menarik sudut bibirnya dan membentuk sebuah lengkungan senyuman.
"Gadis nakal, berani sekali kau mengusik pikiranku" guman Mad dengan senyumannya.
Olivya sedang menonton televisi dengan camilan kentang dipangkuannya. Rasa gemetar dalam dirinya begitu kentara saat ia melihat berita ditelevisi yang menunjukkan korban pembunuhan yang sangat sadis yaitu ulah Mad.
"Seorang korban ditemukan tewas dimansion rumahnya sendiri. Diduga korban tersebut adalah seorang mafia yang menjadi buronan para polisi. Walaupun ia menjadi buronan polisi tapi tetap saja polisi akan menyelidiki kasus pembunuhan ini..."
"Setelah hasil otopsi keluar, mafia tersebut tewas dengan tiga peluru yang bersarang diotaknya dan banyak sekali luka sayat disekujur tubuhnya. Polisi tetap menyelidiki kasus ini, karena pembunuh tersebut sangat main bersih" ucap reporter tersebut. Olivya mengehela nafas gusar, sejak dua hari yang lalu, ada korban pembunuhan juga yaitu sama korbannya seorang mafia.
Apakah pembunuhnya seorang mafia? batin Olivya sambil melamun dan menggigit ujung kukunya.
"Ahhh, kenapa para mafia suka sekali membunuh? Aku sangat trauma pada seorang mafia. Karena mafia lah, aku hidup sebatang kara" ucap Oliv dengan sendu. Oliv benar-benar trauma akan mafia, sangat trauma.
"Ya Tuhan semoga jodohku bukan bagian dari seorang mafia atau anak buah mafia" gumannya sambil menatap keatas seperti memohon sesuatu dengan Tuhan.
"Semoga aku takkan bertemu lagi dengan yang namanya mafia"
***
To Be Continue
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!