NovelToon NovelToon

Gadis Penyelamat Tuan Biru

1. Kecelakaan

Sebuah mobil mewah berwarna hitam tampak memasuki kawasan resort yang sedang dibangun oleh perusahaan milik keluarga Adhitama. Kedatangan mobil itu menjadi pusat perhatian para pekerja disana terutama manajer dan supervisor lapangan yang sedang bertugas. Sepertinya mereka mengenal dengan baik siapa pemilik mobil tersebut.

“Lihat, Tuan Biru sudah datang!” kata sang manajer berbisik pada supervisor.

“Benar, Tuan. Sepertinya beliau akan melakukan inspeksi mendadak,” sahut sang supervisor.

“Kau benar. Dia sangat teliti dalam bekerja. Dia belum puas kalau belum memeriksa sendiri ke lapangan secara langsung,” imbuh manajer tadi.

“Benar, Tuan. Kalau begitu saya kembali bekerja dulu, Tuan. Saya harus memantau pekerjaan mereka.”

“Ya sudah, silahkan!”

Tak lama yang mereka bicarakan pun turun dari mobil miliknya. Seorang pria bertubuh tinggi proporsional dengan setelan jas lengkap berjalan menuju ke area resort yang sedang dibangun. Pria itu adalah Biru Adhitama, pewaris tunggal keluarga Adhitama yang memiliki banyak perusahaan di kota itu.

Manajer yang mengobrol tadi dengan tergesa-gesa menghampiri CEO pemilik resort tersebut.

“Selamat datang, Tuan Biru,” sapa sang manajer yang bernama Damar seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman.

Pria itu tak menjawab. Ia hanya mengangguk lalu membalas uluran tangan manajer tersebut. Sepasang mata berwarna coklat terang milik pria bernama Biru itu sibuk memindai bangunan resort yang masih dalam proses pembangunan.

“Aku tidak yakin resort ini akan selesai dalam waktu 3 bulan lagi sesuai dengan perencanaan awal,” ucap Biru dengan suara beratnya.

Kalimat pertama yang diucapkannya membuat bulu kuduk sang manajer mendadak meremang. Ia pasti akan terkena dampak dari inspeksi dadakan ini. Minimal ia harus bekerja lembur agar proyek pembangunan resort ini harus berjalan sesuai target.

“Begini, Tuan. Kami akan....”

Belum selesai bicara, Biru sudah mengangkat satu tangannya tanda tak mau mendengar apa-apa lagi.

“Aku ingin berkeliling meninjau proyek ini langsung,” ucap Biru lalu segera melangkahkan kakinya untuk berkeliling melihat pembangunan resort tersebut.

Sang manajer pun dengan cepat mensejajari langkah Biru sambil menjelaskan progress pembangunan resort tersebut. Biru nampaknya tak senang dengan progress yang terkesan lambat dari yang direncanakan. Ada banyak hal yang dikoreksi olehnya. Mereka sibuk memantau proyek sampai tak sadar hari sudah menjelang sore.

Drrrt drrttt drrrt drrttt.

Handphone dalam saku jas Biru bergetar. Ternyata ada panggilan masuk dari asistennya yang bernama Jay.

“Hallo, Tuan.”

“Hm. Ada apa kau menelfonku?”

“Saya ingin melaporkan meeting di perusahaan hari ini berjalan lancar. Lalu tadi ayah Tuan juga ikut hadir dalam meeting itu. Beliau sepertinya marah karena Tuan pergi meninjau ke pembangunan resort sendiri,” lapor asistennya.

“Hanya itu?” tanya Biru.

“Ada satu lagi, Tuan. Tadi Nona Luna sempat menelfon ke kantor karena katanya Tuan sulit dihubungi. Nona Luna berpesan agar Tuan tidak terlambat menghadiri pesta ulang tahunnya malam ini.”

Mata Biru membulat sempurna. Ia baru teringat kalau malam ini ia harus menghadiri pesta ulang tahun tunangannya yang bernama Luna itu.

“Oh, si-al! Bagaimana bisa aku melupakan itu?! Baiklah, aku akan segera kembali sekarang.”

“Baik, Tuan. Hati-hati di jalan, Tuan. Tidak perlu mengebut, Tuan,” pesan Jay karena hafal betul bagaimana Tuannya ini menyetir saat sedang terburu-buru.

Biru segera memutuskan panggilan itu dan berpamitan pada Damar. Ia berjanji akan datang kembali seminggu lagi untuk meninjau proyek pembangunan resort itu.

Biru pun segera masuk ke dalam mobilnya. Sesuai tebakan Jay tadi, Biru langsung mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia tak mau terlambat menghadiri acara ulang tahun tunangannya. Luna akan sangat kecewa kalau ia terlambat datang.

Drrrt drrttt drrrt drrttt.

Handphone Biru kembali bergetar saat ia masih di jalan. Kali ini ada panggilan masuk yang berasal dari tunangannya, Luna.

“Hallo, Sayang. Kau dimana? Dari tadi aku susah sekali menghubungimu. Kata Jay, kau pergi melihat pembangunan resortmu ya?” tanya Luna bertubi-tubi saat panggilan tersambung.

“Iya, Luna. Ini aku masih di jalan pulang. Aku akan sampai disana tepat waktu,” jawab Biru tak ingin tunangannya khawatir.

“Janji? Tapi aku rasa kau akan terlambat datang,” keluh Luna.

“Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, bukan?”

“Hei, jangan bicara seperti itu! Aku akan tetap menunggu kau datang. Kau harus datang malam ini.”

“Baiklah, kalau begitu aku lanjutkan dulu perjalananku. Sampai ketemu di pesta.”

“Oke, Sayang. Hati-hati di jalan.”

“Luna...”

“Ya?”

“Happy birthday.”

“Jangan ucapkan sekarang, nanti saja. Ya sudah, hati-hati di jalan. Aku menunggumu.”

Biru tersenyum setelah mengakhiri panggilan tersebut. Rasanya ia sudah tak sabar ingin segera pulang menemui tunangannya.

Ia meraih sebuah kotak yang ada di kursi sebelahnya. Ia mengambil kotak itu dengan sebelah tangan lalu membukanya. Dalam kotak itu berisi kalung dengan liontin berinisial huruf L. Kalung yang ia tempah secara khusus untuk tunangannya, Luna.

Biru mengambil kalung itu dan meletakkannya di telapak tangannya. Ia yakin, Luna akan senang dengan hadiah darinya.

Namun tiba-tiba hal yang tak diinginkan terjadi, karena tidak fokus memperhatikan jalan di depannya, ban mobilnya menabrak sebuah batu yang cukup besar hingga membuat mobil itu oleng dan kehilangan keseimbangannya. Biru sangat terkejut lalu menginjak rem dengan kuat.

Ciiiiiiiitttttttt braaaaakkkkkk!

Mobil berdecit kencang saat Biru berusaha mengerem mobilnya secara mendadak. Tapi karena kecepatan mobil terlalu kencang, alhasil mobil tersebut langsung menabrak pembatas jalan hingga meluncur ke tepi jurang.

***

Sementara itu di tempat lain di sebuah desa yang cukup terpencil, ada seorang gadis yang terlihat sedang mendorong gerobak berisi jerigen-jerigen menuju ke sebuah sungai. Di desa itu belum ada pengairan yang langsung sampai ke rumah warga. Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, mereka harus menimba air di sumur atau mengambil air di sungai seperti yang gadis itu lakukan.

Gadis itu bernama Lila, seorang yatim piatu yang berusia 19 tahun. Ia tinggal seorang diri di rumah peninggalan orang tuanya. Orang tuanya meninggal sejak ia berusia 16 tahun. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Lila bekerja sebagai buruh cuci dan juga menjual buah mangga hasil panen kebunnya yang ada di belakang rumah.

Sesampainya di sungai, Lila mulai menurunkan jerigen-jerigennya. Lalu ia mengisi satu per satu jerigen itu dengan air sungai. Sambil mengisi air ke dalam jerigen, gadis itu sambil bersenandung menyanyikan lagu yang ia suka.

Saat sedang asik mengisi air, Lila tersentak ke belakang saat melihat ada sesosok mayat yang mengambang di atas sungai.

“I-itu....ap-apa itu? Aku tid-tidak salah lihat kan?” gumam Lila dengan gemetar.

Jantungnya terasa berdetak sangat kencang. Tangannya mendadak menggigil. Wajahnya pun berubah pucat. Seumur hidup baru kali ini ia menemukan mayat di sungai itu.

Lila menggosok kedua matanya kuat-kuat lalu kembali melihat ke arah sungai. Benar, memang ada mayat yang mengambang disana. Tapi, mayat siapakah itu?

.

Bersambung...

2. Siapa Aku?

Lila cepat-cepat berdiri setelah jatuh terduduk ke belakang karena terkejut melihat sesosok mayat di depan matanya. Ia dengan cepat menyusun kembali jerigen-jerigen miliknya ke atas gerobak yang belum terisi semuanya. Ia merasa sangat ketakutan. Ia ingin segera pergi dari sungai itu.

Baru saja ia mendorong gerobak itu, tiba-tiba langkahnya kembali terhenti. Ia menoleh lagi ke belakang tepat dimana mayat itu berada.

“Bagaimana kalau ternyata mayat itu masih hidup?” tanya Lila pada dirinya sendiri. Ada rasa penasaran dan kasihan mengunjungi hatinya.  

“Eh, kalau masih hidup berarti namanya bukan mayat dong,” gumam Lila.

Ia pun meletakkan kembali gerobak itu. Ia masih sangat penasaran dengan sosok mayat yang tampaknya adalah seorang pria dengan setelan jas lengkap. Bahkan sepatunya pun masih terpasang rapi.

“Aduhhh, kenapa aku jadi deg-degan seperti ini?” gumam Lila dengan tangan gemetar. 

Lila menarik nafas lalu menghembuskannya dengan pelan beberapa kali. Ia berusaha menetralkan rasa takutnya meski detak jantungnya tak bisa diajak kerjasama. Ia tetap saja merasa begitu deg-degan.

Dengan langkah yang amat pelan Lila mendekati mayat yang tersangkut di sebuah batu sungai. Makin dekat dengan sosok mayat itu, makin kuat juga debaran jantungnya. Ia berharap ia tak mendapati hal-hal aneh yang akan menakutkannya.

Lila semakin mendekat ke arah sosok mayat itu. Dengan tangan yang bergetar ia memberanikan diri untuk menarik mayat itu dan melihat wajahnya karena saat itu posisinya dalam keadaan terlungkup.

Deg. Deg. Deg.

Jantung Lila berdegup makin kencang saat berhasil membalik tubuh itu. Ternyata sosok itu adalah seorang pria yang sangat tampan dengan rahang tegas dan hidung yang mancung. Wajah pria itu sudah tampak pucat dengan bibir membiru, entah karena kedinginan akibat lama terendam di sungai atau apa Lila pun tak tau.

 

Tapi kemudian mata Lila tertuju pada luka yang ada di bagian pelipis pria itu. Luka itu tampak masih baru. Lagi-lagi dengan keadaan yang masih gemetar Lila memberanikan diri meraih tangan pria itu. Ia ingin mengecek denyut nadinya.

Eh!

Lila sempat terkejut saat menyentuh tangan yang dingin itu sampai ia menarik tangannya dengan cepat. Lalu ia kembali mengulurkan tangannya dan memeriksa denyut nadinya.

Hidup! Pria ini masih hidup!

Kemudian Lila menempelkan telinganya tepat di dada sang pria. Masih terdengar detak jantung disana.

“Dia masih hidup! Aku harus cepat menolongnya!” seru Lila dengan panik.

Lila kembali ke gerobaknya tadi lalu membuang air yang sudah ia isi ke dalam jerigen. Kemudian ia mendekatkan gerobak itu ke arah sosok pria tersebut agar lebih mudah membawa pria itu.

Tubuh Lila yang kecil tentu membuatnya kesulitan menaikkan tubuh pria yang tinggi itu ke atas gerobak. Tapi Lila tak menyerah. Dengan susah payah ia menarik tubuh pria itu hingga akhirnya berhasil ia letakkan di atas gerobaknya.

“Huh, kau berat sekali, Tuan! Tanganku sampai sakit karena mengangkatmu,” keluh Lila sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

Belum selesai sampai disitu, Lila masih harus bersusah payah mendorong gerobak yang berisi tubuh pria tersebut hingga sampai ke rumahnya, sementara jerigen miliknya ia tinggalkan begitu saja di dekat sungai. Besok ia akan kembali mengambil jerigen itu, pikirnya.

***

Setelah sampai di depan rumahnya, Lila menaruh gerobak itu di depan rumah. Ia sendiri berlari ke rumah tetangganya, Paman Hardi. Jarak antara satu rumah dengan rumah lain cukup jauh. Seperti jarak rumah Lila ke rumah Paman Hardi berjarak sekitar 20 meter. Di antara jarak rumah itu hanya ada perkebunan milik warga setempat.

“Paman...Paman Hardi...!” teriak Lila saat berada di dekat rumah itu.

Pria paruh baya yang dipanggil Paman Hardi itu langsung keluar dari rumahnya mendengar ada seseorang yang memanggilnya.

“Lila, ada apa kau lari-lari begitu? Apa ada sesuatu?” tanya Paman Hardi dengan panik.

“Paman, aku menemukan seorang pria hanyut di sungai. Dia terluka. Paman harus mengobatinya sekarang!” jawab Lila dengan panik.

“Pria siapa? Dimana dia sekarang?” Paman Hardi juga ikut panik dibuat Lila.

“Aku tidak kenal. Dia ada di rumahku. Ayo Paman, Paman harus ke rumahku sekarang!”  

“Tunggu sebentar! Paman ambil tas Paman dulu.”

Pria itu pun masuk kembali ke rumah lalu mengambil tas berwarna hitam miliknya yang biasa ia pakai jika ingin mengobati seseorang. Dengan tergesa-gesa mereka berdua pergi ke rumah Lila.

Sesampainya di rumah Lila, Paman Hardi terkejut melihat seorang pria terbaring tak sadarkan diri di atas gerobak milik Lila. Pria itu pun dibawa masuk ke dalam rumah oleh Paman Hardi dan juga Lila.

“Dia masih hidup. Tubuhnya kedinginan. Mungkin karena terendam di sungai. Kita harus mengganti pakaiannya,” ucap Paman Hardi saat memeriksa denyut nadi pria itu.

“Aku masih menyimpan pakaian almarhum ayahku. Sementara kita pakaian itu saja, Paman,” usul Lila.

“Baik, tolong ambillah sana. Biar Paman yang gantikan.”

“Baik, Paman.”

Lila pun masuk ke kamar dan mengambil pakaian ayahnya. Kemudian ia memberikan pakaian itu pada Paman Hardi.

Paman Hardi pun menggantikan pakaian pria itu. Lalu ia menemukan sebuah kalung berinisial L. Kalung tersebut ia serahkan pada Lila, biar Lila yang menyimpannya.

Setelah pakaiannya selesai digantikan, Paman Hardi tampak sibuk mengobati pria itu sementara Lila hanya bisa melihat proses pengobatannya saja.

“Bagaimana Paman?” tanya Lila penasaran saat Paman Hardi mengemas barang miliknya ke dalam tas.

“Pria ini sepertinya mengalami kecelakaan lalu hanyut ke sungai. Kakinya terluka. Kemungkinan saat sadar ia akan kesulitan berjalan. Sementara biarkan dia beristirahat dulu. Semoga saja ia segera sadar. Paman sudah menyuntikkan obat padanya. Semoga itu bisa membantu,” jelas Paman Hardi.

“Baik, Paman. Terimakasih atas bantuan Paman.”

"Ya, tidak masalah. Kalau ada apa-apa, panggil saja Paman lagi."

Setelah mengobati pria itu, Paman Hardi pun kembali ke rumahnya.  

***

Hari sudah berganti malam tapi pria itu belum sadar juga. Lila menyelimuti tubuh pria yang terbaring di atas kursi kayu miliknya yang ada di ruang tamu. Lila tersenyum menatap pria tampan itu. Besar harapan di hatinya agar pria itu segera sadar.

Hingga akhirnya pagi menjelang, Lila yang sudah bangun keluar dari kamarnya untuk membuat sarapan di dapur. Namun saat keluar dari kamar, Lila terkejut karena mendapati pria itu bergerak dan sepertinya bergumam sesuatu. Lila pun mendekat dan mencoba membangunkan pria itu.

“Tuan, kau sudah sadar?” tanya Lila saat pria itu mulai membuka matanya.

“Kau...siapa...?” tanya pria itu dengan suara seraknya.

“Aku Lila, yang menolongmu, Tuan. Tuan sendiri siapa?” Lila balik bertanya.

Pria itu memegang kepalanya yang terasa masih sangat pusing. Ia mencoba mengingat sesuatu tapi tak mampu.

“Aku.....” lirihnya terputus. “Siapa aku?”

.

Bersambung...

3. Tuan Amnesia

“Kerahkan semua anak buah untuk mencari keberadaan Biru. Biru harus segera ditemukan!” titah Tuan Abimanyu Adhitama yang tak lain adalah ayah dari Biru Adhitama.

“Baik, Tuan. Pencarian terus dilakukan sampai pagi ini,” jawab asisten dari Tuan Abimanyu.

“Sudah sampai mana pencarian di lokasi kejadian?” tanya Tuan Abimanyu.

“Mereka sedang menyisir hingga ke bagian jurang yang ada disana, Tuan. Ada warga disana yang sempat mendengar sebuah ledakan yang besar berasal dari jurang,” jawab pria itu.

Tuan Abimanyu tampak terhenyak dengan jawaban asistennya itu. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa anaknya pasti bisa diselamatkan.

“Terus lakukan pencarian! Kau boleh pergi sekarang. Laporkan setiap detail informasi yang kau tau tentang keberadaan anakku.”

“Baik, Tuan.”

Asisten itu membungkukkan badannya lalu pamit pergi meninggalkan ruang kerja Tuan Abimanyu. Hari ini beliau memilih tidak berangkat ke perusahaannya. Ia memantau pekerjaan dari rumah saja.

Saat asisten itu keluar, ia sempat berpapasan dengan istri Tuan Abimanyu yang hendak masuk ke dalam ruang kerja suaminya. Mata wanita paruh baya itu tampak bengkak. Sepertinya karna habis menangis semalaman karena risau anaknya tak kunjung pulang.

“Mas, bagaimana perkembangan pencarian Biru?” Riana langsung to the point bertanya pada suaminya.

Abimanyu mengulurkan satu tangannya meminta Riana mendekat. Wanita itu menurut. Suaminya langsung mendekapnya dengan erat.

“Sabar sebentar. Mereka sedang berusaha mencari anak kita,” jawab Abimanyu sembari mengusap punggung istrinya untuk memberikan ketenangan.

Mata Riana mulai memanas. Ia masih sangat khawatir pada Biru. Apalagi ia pergi sendirian tanpa asisten kesana.

“Aku sangat khawatir pada Biru, Mas. Sudah semalaman dia tidak pulang.” Riana terdengar terisak. Abimanyu semakin erat memeluk istrinya.

“Sabar. Kita harus yakin anak kita pasti pulang.”

Triiinnnggggg.

Suara handphone Abimanyu berdering di atas meja. Ia melepas dekapannya lalu beralih mengambil handphone itu dan menjawabnya.

“Hallo, Jay. Bagaimana? Kau dapat info baru?” tanya Abimanyu penasaran.

“Tuan, mobil Tuan Biru sudah ditemukan di dasar jurang. Tapi....”

“Tapi apa? Lanjutkan cepat!”

“Tuan Biru sendiri belum ditemukan keberadaannya, Tuan. Kondisi mobil juga cukup hancur dan terbagi menjadi beberapa bagian. Kami masih berusaha mencari keberadaan Tuan Biru di sekitar jurang ini.”

Deg.

Tuan Abimanyu sangat shock mendengar berita ini. Jatuh ke jurang? Mobilnya hancur? Biru tidak ditemukan? Mungkinkah anaknya masih hidup dalam keadaan seperti itu?

Tuan Abimanyu terdiam sejenak mencerna kata demi kata yang disampaikan oleh Jay. Kini, matanya juga ikut memanas. Dadanya terasa kian sesak mendengar berita pahit seperti itu tentang putra semata wayangnya.

“Bagaimana, Mas? Apa katanya?” tanya Riana yang tak mendengar langsung informasi itu.

Tuan Abimanyu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia berdehem untuk menetralkan suaranya.

“Terus cari dia!” Hanya itu yang ia ucapkan pada Jay lalu segera memutuskan panggilan itu.

“Bagaimana, Mas?” tanya Riana lagi. “Katakan yang jujur, Mas. Aku berhak tau kabar tentang Biru,” tanya Riana dengan cemas.

Tuan Abimanyu tampak menghela nafas dengan berat. “Mobilnya ditemukan di jurang. Tapi Biru sendiri belum ditemukan.”

“Mobilnya masuk ke jurang, Mas?” tanya Riana dengan airmata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

“Ya, mobilnya masuk ke jurang.”

Riana langsung memeluk sang suami seraya menumpahkan airmatanya. Bermacam-macam pikiran negatif langsung mengganggu otaknya. Ia tak mau putra semata wayangnya itu kenapa-napa. Ia mau putranya kembali ke rumah dengan sehat seperti sebelumnya.

***

Sementara itu di tempat lain, pria yang sedang dicari-cari keberadaannya. Malah sedang bingung mengingat siapa dirinya. Ia sama sekali tak bisa mengenal dengan baik siapa dirinya. Bahkan namanya saja ia tak tau.

“Aku.....siapa aku?” tanya Biru pada Lila.

Lila mengernyitkan keningnya. Bagaimana bisa seseorang bertanya tentang dirinya pada orang lain yang baru ia temui? Aneh-aneh saja, pikir Lila.

“Aku tidak tau kau siapa. Kita baru saja bertemu. Aku menolongmu kemarin. Aku menemukanmu di sungai,” jawab Lila dengan jujur.

“Menolongku? Sungai?” ulang Biru. Lila pun mengangguk.

Biru berusaha keras mengingat sesuatu yang berkaitan dengan sungai. Dalam ingatannya ia terbayang saat dirinya jatuh ke dalam sungai dengan setelan jas lengkap. Tapi kemudian ia terbayang saat dirinya masuk ke dalam sebuah kolam renang dan berenang dengan bebas disana.

Biru menggelengkan kepalanya berkali-kali. Pikirannya sangat kacau dia tidak bisa mengingat dengan baik.

“Tuan, kau baik-baik saja?” tanya Lila yang khawatir melihat Biru.

“Kau...apa kau tau siapa namaku?” Biru malah balik bertanya.

“Tidak, Tuan. Kita tidak saling mengenal sebelumnya,” jawab Lila.

Biru semakin bingung. Ia bahkan tak bisa mengingat namanya juga. Ia pun berusaha bangun dan duduk di kursi kayu itu.

“Kakiku sakit,” ucap Biru.

“Iya, Tuan. Mungkin terbentur sesuatu. Kemarin kata Paman yang mengobatimu, kemungkinan kau juga akan kesulitan berjalan.”

Biru memberengut. Ia tampak kesal. Sudahlah tak ingat siapa dirinya, sekarang kakinya juga bermasalah.

“Kau yakin kau tidak tau siapa namaku?” tanya Biru.

Lila menghela nafas dengan berat. Pria ini sepertinya tidak percaya dengan perkataannya. “Tidak, Tuan. Aku tidak tau. Aku saja bingung harus memanggilmu apa. Apa boleh aku memanggilmu Tuan Amnesia? Aku rasa kau mengalami amnesia, Tuan,” jawab Lila.

“Amnesia? Tidak! Tidak mungkin! Aku pasti tau siapa diriku.” Biru tak suka mendengar panggilan yang disematkan Lila untuknya.

Biru kembali berusaha mengingat siapa dirinya. Ia berusaha keras mengingat setiap kejadian yang ia alami sebelumnya. Dalam otaknya berputar beberapa kejadian yang tak runut. Hanya kilasan ingatan yang terpecah-pecah seperti puzzle yang berserakan.

“Aakkkkkhhhhhh....” Tiba-tiba Biru berteriak karena kepalanya mendadak pusing berputar-putar. Ia memegang kuat kepalanya.

“Tuan, Tuan baik-baik saja?” tanya Lila khawatir.

“Saaaakkkiiitttttt.....” teriak Biru lagi yang masih memegang kepalanya.

“Tuan tenanglah dulu, Tuan. Tuaaaannnnnn!” jerit Lila saat Biru limbung ke arahnya. Pria itu mendadak pingsan.

.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!