"hei para gadis cepat masuk, atau kalian semua akan dapat hukuman" panggil seorang guru melihat semua muridnya yang masih duduk santai di depan kelas mereka.
"iya Bu!" jawab mereka semua berlarian masuk kedalam kelas.
sebuah SMEA, di kota yang tak terlalu besar tapi menjadi unggulan dan selalu menciptakan lulusan terbaik di tingkat provinsi.
"Laila, tolong bantu ibu mengabsen teman-teman mu," panggil Bu Lilik uang mengajar mata pelajaran manajemen.
"siap Bu," jawab seorang gadis cantik yang bangkit dari kursinya.
rok panjang itu tak bisa menutupi lekuk tubuhnya yang indah, dan rambut panjang yang di ikat rapi itu juga menambah kecantikan alaminya.
"hei kemarin ibu sudah bilang untuk menganti baju mu yang kekecilan itu, kenapa belum di ganti," marah Bu Lilik yang memang terkenal judes itu
"maaf ibu, tapi orang tua saya belum memiliki uang," jawab Laila tersenyum pada guru wanita itu.
dia pun mulai mengabsen satu persatu murid-murid di kelasnya.
Laila Ayu Hapsari, seorang gadis yang sedang dalam masa pertumbuhan yang sangat baik.
dia menjelma menjadi bunga desa karena wajah cantiknya, sifat baik dan juga ramah.
belum lagi dia sering mewakili semua sekolahnya untuk mengikuti olimpiade matematika.
lahir dari keluarga sederhana yang masih memegang teguh aturan zaman dulu membuat Laila tak membatasi pergaulannya.
tapi dia tetap bisa membedakan mana yang baik untuknya dan mana yang tidak.
bel pelajaran sekolah sudah usai, Laila pun meregangkan otot tubuhnya.
"Laila, ayo ke kantin sebelum yang lain berebut," ajak Ina Maharani sahabat Laila dari SD.
"baiklah, semoga aku juga bisa melihat pria yang aku impikan itu ya," kata Laila tersenyum dengan semangat
"dasar Fangirl pak Qais," kata Ina tertawa.
mereka pun menuju ke area kantin, di jalan Laila dan Ina kembali bertemu dengan dia temannya yang lain.
"mau ikut ke kantin ya," kata Vera merangkul lengan Laila.
"tentu, bagaimana latihan bola volinya?" tanya Laila dengan tertawa.
"tentu lancar, oh ya tadi pak Qais sempat mengendong salah satu anak kelas dua yang pingsan saat latihan," kata Kiki.
"hei Ki, tutup mulutmu, kenapa kamu mengatakan itu di depan Laila," kesal Vera memukul bahu Kiki
"Ahmad aku keceplosan, habis tadi gadis itu menyebalkan sekali," kata Kiki kesal.
"sudahlah memang apa dayaku, apa aku harus cemburu pada pria yang bukan hak milik ku," kata Laila tertawa.
dia hanya menyukai sifat pak Qais, bukan mencintainya, karena baginya hanya satu pria yang ada di hatinya.
mereka sampai di kantin dan sangat ramai, "wah... ini kantin atau pasar, kenapa begitu ramai dan para gadis ini seperti kuli ya," kata Kiki heran.
"termasuk kamu," kata Ina yang membuat mereka tertawa.
saat mereka sudah memesan makanan dan minuman, mereka pun memilih tempat duduk yang cukup jauh.
karena kantin yang penuh sesak, mereka pun duduk di depan ruang laboratorium komputer sambil lesehan.
mereka nampak santai duduk di bawah karena memang di sekolah ini jarang murid laki-laki.
jika ada pun mereka akan sedikit melambai karena semua murid delapan puluh persen adalah wanita.
itulah kenapa bagi mereka pemandangan pria tampan itu sangat jarang dan langka.
"habis pulang mau main?" tanya Ina.
"tidak bisa, aku dan Kiki harus mempersiapkan diri untuk tampil nanti malam," jawab Laila.
"tampil, ah... aku lupa jika ada acara hiburan rakyat malam ini menampilkan wayang kulit asuhan dari ayah mu," kata Ina
"ya maklum lah, keluarga ku kan memang penganut kejawen," kata Laila tertawa.
sore itu, Laila naik motor bersama dengan Kiki dan langsung menuju rumah Laila untuk bersiap.
untunglah besok libur jadi mereka besok bisa tidur sepuasnya. tapi saat sampai di rumah Laila.
mereka berdua terkejut melihat ada mobil Jeep yang terparkir disana, "eh... ada tamu sepertinya?" gumam Laila.
mereka pun sampai dan langsung sungkem ke arah Bu Ageng dan pak Prapto.
"ada tamu Bu? siapa?" tanya laila yang masih belum melihat tamu itu.
"kang mas, ini Laila dan Kiki yang nanti malam akan menemani mu main di pentas," kata Bu Ageng.
"ternyata putri kalian sudah besar ya Ageng, Ayu lupa dengan pakde ya," kata pria dewasa itu.
Laila masih tak bisa mengenali pria tampan itu, "gak usah bingung gitu Laila, dia itu pakde Shaka," kata pak Prapto tertawa.
"pakde Shaka... apa? pakde Shaka yang dulu gemuk yang mengajari ayah main wayang," kata Laila yang baru ingat.
pria itu tertawa saja mendengar ucapan dari gadis muda itu, "ya gak usah ingat gemuknya toh nduk, oh ya ... kata orang tua kalian,kalian ini yang paling hebat dalam ngremo dan nyinden ya," kata pakde Shaka.
"inggeh pakde, seperti kata pakde dulu, jika kami mau seperti ibu dan ayah kami harus tekun belajar," jawab Laila.
Kiki yang memilih berdiri di belakang kursi kedua orang tua angkatnya, ya Kiki dan Laila adalah saudara angkat.
dia merasa jika kasih sayang antara dia dan Laila sangat jauh berbeda, bahkan pak Qais yang dia sukai malah menyukai Laila saja.
"jadi malam ini kedua gadis cantik ini yang akan jadi sinden ku?" tanya pakde Shaka.
"mboten kang mas, hanya Laila karena Kiki ada persiapan lomba voli propinsi jadi dia harus istirahat, dan mungkin hanya jadi penari ngremo pembukaan," jawab Bu Ageng.
"wah... kita begadang ya Laila," kata pakde dengan ramah.
" inggeh pakde, kalau begitu Laila pamit mau menyiapkan semua keperluan nanti malam, ibu malam nanti pakai kebaya biru kan?" tanya Laila
"tidak nduk, seragamnya ganti,nanti malam pakai bludru maroon yang kemarin batu jadi, karena penampilan kalian malam nanti akan di saksikan oleh pak bupati dan wakilnya," jawab Bu Ageng.
"siap ibu," jawab Laila.
"ayo mbak, kita masuk dan bersiap, kami undur diri, mari..."
Kiki dan Laila mulai mencari beberapa baju yang akan dia gunakan, terlebih itu adalah seragam baru.
Kiki menyiapkan sebuah tas jinjing besar yang berisi pernak-pernik dari perlengkapan kostum ngremo.
sedang Laila bingung mau bawa sanggul yang mana, "mbak, boleh kasih saran gak, aku harus bawa sanggul yang mana, kenapa kok perasaan gak ada yang pas sama baju ini sih,"
"bawa yang sedengan saja, soalnya itu pantes sama kamu, terlebih kalau di selipi bunga mawar atau melati makin terlihat cantik," kata Kiki
"terima kasih ya, aku bawa yang ini saja kalau begitu," kata Laila yang membawa dia sanggul berukuran sedang.
tak lupa dia juga membawa semua perlengkapan untuk nyinden. setelah itu keduanya pun mulai bersiap melihat catatan lagi yang sudah di persiapkan oleh ibu mereka.
pukul empat sore, Laila dan Kiki berangkat bersama pak Prapto, dan sebelumnya mereka sudah di mandikan dengan asap terlebih dahulu untuk menghalau aura buruk.
mereka mengendarai sebuah mobil panther keluaran sembilan puluh empat.
meski termasuk mobil tua, tapi mobil itu sangat terawat, sesampainya di tempat acara.
kedua gadis itu langsung bergabung dengan para pengisi acara yang lain.
"loh ndoro sendirian tumben Nyai tak ikut?" tanya seorang wanita yang langsung merangkul Laila.
"dia lagi halangan, sudah aku titip anak-anak nanti Sutar dan Parjo minta antar Kiki saat acara selesai karena dia ada pertandingan jadi gak bisa begadang."
"baik Ndoro, tapi kalau neng ayu satu ini gimana, pasti nanti pulang sendiri," kata wanita itu dengan merasa kasihan.
"kenapa sendirian, ada aku yang akan mengajaknya pulang, sudah kamu bantu dia bersiap ya Jum," kata pakde Shaka.
"inggeh Ndoro," jawab Juminten.
wanita itu berjalan saja sudah mengundang pria untuk melihatnya, terlebih proporsi tubuh yang sempurna.
Laila langsung berganti baju di bantu mbak Jum, wanita yang sudah dewasa itu masih saja senyum-senyum sendiri.
"mbak Jum kenapa?" tanya Laila heran.
"aduh kamu ini kayak gak pernah saja, mbak lagi kasmaran tau," kata mbak Jum yang menarik korset dari Laila hingga ketat.
"mbak gak bisa nafas, memang kasmaran sama siapa, kalau sama bapak nanti aku adukan ke ibu loh," kata Laila tertawa.
"hus... ngawur saja kamu ini, aku kasmaran sama Ndoro Shaka, kamu tadi gak lihat, meski dia lebih tua dari Ndoro Prapto, tapi tubuhnya dan senyumnya,belum lagi wajahnya ah bikin tak tahan pingin ah..." kata mbak Jum.
"mbak Jum gatel, sini Laila garukin?" tanya gadis muda itu.
"aduh apa sih,maaf ya gadis muda ini jadi tercemar, semoga Nyai tak marah," kata mbak Jum yang kembali tertawa.
Laila keluar dengan kebaya Jawa yang berwarna maroon dengan make up yang menambah kecantikan gadis itu yang tengah ranum-ranumnya.
Ndoro Shaka tersenyum melihat sosok Laila yang begitu cantik, Kiki yang juga sudah selesai pun hanya bisa menggoda saudarinya itu.
"aduh kamu kok kayak manten begini, coba sebentar, pakde tolong kesini sebentar," kata Kiki menyandingkan kedua orang itu.
"aduh jangan lah, saya tidak pantas bersanding sama pakde," kata Laila sungkan.
"kenapa tidak pantas, kamu itu gadis cantik loh," kata Ndoro Shaka.
"gimana kalau begini pas," kata Kiki yang memanggil anak buah Ndoro Shaka.
dia mengambil foto keduanya dan memintanya untuk mencuci foto itu, akhirnya acara pun di mulai.
Kiki memang menjadi pribadi ngremo yang membuka rangkaian acara gebyar wayang kulit semalam suntuk.
terlebih kali ini ki dalang Shaka Notonegoro yang menjadi dalang dan pria itu bukan pria sembarangan
bahkan untuk sinden saja perlu orang yang khusus di pilih olehnya, dan salah satunya adalah gadis kesayangannya Laila.
paras ayu nan teduh itu seakan menjadi obat kuat ndalang semalam suntik.
karena malam ini bertepatan dengan malam satu suro, dan gebyar wayang kulit itu itu bubar pukul setengah lima pagi.
Laila sudah menguap beberapa kali dan hampir tersungkur, tapi Ndoro Shaka menahannya.
"alah nduk... kok bisa-bisanya kamu hampir njlungup," kata pria itu dengan lembut
"mata Laila tidak bisa di buka pakde," jawab gadis itu.
"ya sudah ayo naik mobil kita pulang mengantar kan mu dulu baru pakde pulang," kata pria itu.
Laila bahkan tak sadar pria itu menaruh uang di tas kecil miliknya, "sayang, bagaimana pun caranya, pakde ingin bisa menjadikan mu milik pakde selamanya, dan mengganti panggilan dari pakde menjadi mas," batin pria itu mengusap pipi halus Laila.
dan untuk mewujudkan impian itu tak sulit, terlebih strata sosial dari Ndoro Shaka memang berada di atas keluarga Prapto.
mobil Avanza itu memasuki rumah dari keluarga Prapto, dua orang centeng membukakan pintu untuk mobil itu.
"Sugeng injing Ndoro," sapa para centeng itu.
"Iyo," jawab Ndoro Shaka sekilas.
dia pun menepuk pelan pipi Laila, "nduk bangun yuk, sudah sampai di rumah?"
"emm... inggeh pakde, mohon maaf karena Laila ketiduran, semoga Laila gak bikin pakde marah karena ngorok atau apapun itu," mohon gadis itu.
"tidak dong Laila, kamu tidurnya anteng kok," jawab Ndoro Shaka yang kemudian turun dari mobil.
dia bahkan mengulurkan tangannya pada Laila, "matur suwon pakde," kata gadis itu tersenyum manis.
tak lama mereka pun masuk di sambut oleh Bu Ageng dengan ramah, "terimakasih loh mas sudah di antarkan Lailanya, maaf jadi merepotkan karena suamiku mengantar Kiki lomba voli tingkat kabupaten," kata Bu Ageng.
"iya ageng tidak apa-apa, aku juga seneng kok bisa antar Laila pulang dengan selamat," kata pria itu tersenyum.
"ibu... Laila pamit ke kamar ya, suara Laila serak rasanya," kata gadis itu dengan nada sedikit memohon.
"baiklah, kang mas juga bisa menginap dulu di sini sebelum pulang, kan pasti mengantuk dan lelah, kamar tamu juga sudah di siapkan," kata Bu Ageng.
"terima kasih loh Ageng," jawab Ndoro Shaka.
pria itu pun memilih istirahat dulu, setidaknya dia bisa nanti berbincang dengan Laila lagi.
saat masuk kedalam kamar itu, kamar tamu sudah di beri hiasan bunga mawar dan melati seperti kesukaannya.
sedang di kamar Laila juga sama, karena gadis itu menyukai aroma bunga terutama kantil dan melati.
di tempat Kiki, gadis itu merasa bebas main karena Laila tak datang, tapi Ndoro Prapto merasa jika Kiki harus berhenti karena melihat cara mereka bermain.
karena pria itu sangat menjunjung adat kesopanan,karena wanita harus mempunyai unggah ungguh yang lemah lembut.
dan saat tim mereka keluar sebagai pemenang, reflek Kiki langsung berpelukan dengan teman-teman se timnya.
tak hanya itu mereka juga melakukan makan bersama di sekolah, dan Ndoro Prapto sangat di hormati di kota itu.
sudah bisa di bayangkan, jika Ndoro Prapto sangat di hormati di desa, bagaimana dengan Ndoro Shaka yang jauh di atas keluarga itu.
siang hari Laila batu bangun dan sudah segar,tapi dia kaget saat keluar kamar karena Ndoro Shaka yang ingin membangunkan gadis itu malam memukul dahi Laila.
"aduh sakit pakde..." rengek gadis itu.
"aduh aduh cah ayu... maaf ya pakde sibuk lihat pesan sampai tak melihatmu keluar, pakde mau ngajak kamu makan di luar, soalnya ibu mu pergi ke tempat mbok jah untuk pijat katanya," kata Ndoro Shaka.
"loh kok gak ngakak, padahal aku juga mau perawatan," kata Laila sedih.
"sudah perawatannya lain kali, Sekarang kamu wajib temenin pakde ya," terang pria itu.
"siap pakde," jawab Laila.
Laila kini ikut keluar bersama Ndoro Shaka,pria itu mengajak Laila ke kota untuk berbelanja.
mulai dari sepatu dan baju, Laila yang memang terlalu lugu jadi senang-senang saja saat di ajak berbelanja.
mereka pun puas dan memilih makan do sebuah rumah makan, dan tak sengaja malah ketemu semua tim dari voli Kiki.
"Laila!!" teriak Vera melambaikan tangannya.
"hai.. kalian disini," kata Laila yang mengandeng tangan Ndoro Shaka.
melihat pria yang berdiri di samping Laila, beberapa guru yang berada di tempat itu mencium tangan pria itu.
Laila melihatnya dengan heran,"biasa nduk, kalau kamu lebih kaya dan punya posisi bagus," bisik pria itu pada Laila.
Laila hanya tersenyum, berarti ini seperti bapaknya dan para anak buahnya atau orang yang bekerja di bawahnya.
"wah, pacar baru nih kayaknya, serasi loh," kata Agus yang memang biasa mengatakan hal tanpa berpikir panjang
"ha-ha-ha... benarkah?" tanya laila yang hanya tertawa.
sedang Qais yang tau siapa pria di samping Laila tak bisa berkata apapun.
terlebih dia tak mungkin melawan Ndoro Shaka yang memiliki kekayaan yang tak terhitung jumlahnya.
bahkan di bandingkan dengan keluarga Ndoro Prapto saja dia tak sebanding, apalagi pria itu.
"ha-ha-ha kalian itu bisa saja, Prapto apa acara kalian belum selesai?" tanya Ndoro Shaka.
"belum mas, ini kamu baru sampai, memang kenapa?" tanya Ndoro Prapto.
"tidak, kebetulan aku membungkus makanan ku karena akan makan di rumah," jawab pria itu.
"loh emang adek Ageng tak masak ya mas?" tanya Ndoro Prapto yang sangat sopan.
"dia masak kok, cuma aku pengen ngajak Laila keluar saja, Soli tolong ambil makanannya kita pulang," perintah pria itu.
"baik Ndoro," jawab pria berbadan tegap itu, bahkan semua centeng dari pria itu sangat sanggar.
Ndoro Shaka memberikan uang untuk semuanya makan-makan,Laila pun pamit, dan terlihat Ndoro Shaka begitu perhatian terhadap Laila secara lebih.
Laila dan Ndoro Shaka pun pulang, tapi saat sampai di rumah Bu Ageng terlihat tak senang.
"ada apa Ageng? kenapa wajahmu sepertinya marah begitu?" tanya Ndoro Shaka.
sedang Laila sudah bersembunyi di balik tubuh pria itu, "kang mas,jangan terlalu memanjakan gadis ini,dan Laila bagaimana kamu bisa meminta di temani jalan-jalan sama pakde, kamu tak ingat jika pakde mu habis melakukan pertunjukkan semalam suntuk," kata bu Ageng memarahi Laila.
"sek sek nduk, ini yang salah aku, kok malah nyalahne Laila, aku yang mengajaknya keluar karena mau membelikan hadiah, sebab dia sudah menampilkan pertunjukan yang sangat baik semalam," kata Ndoro Shaka.
"owalah Gusti pangeran, tak kira Laila yang merengek-rengek pada kang mas, ya sudah kalau begitu, kita makan dulu, ini sudah terlalu sore untuk makan siang sebenarnya," kata Bu Ageng tersenyum semringah.
Laila malah cemberut melihat reaksi dari sang ibu, "ada apa cah ayu?"
"lihat itu pakde, ibu cuma senyum kalau pakde yang ngajak, mungkin kalau aku akan beda ceritanya," kata Laila.
"tenang selama ada pakde tak akan pakde biarkan kamu terluka," bisik pria itu.
mereka makan bersama,bahkan setiap makanan ada tatacara agar tetap sopan.
Ndoro Shaka sangat memuji Ageng untuk menerapkannya unggah ungguh dalam keluarganya itu.
pukul lima sore, saat luka sedang latihan menari di awasi oleh Ndoro Shaka.
mobil Ndoro Prapto datang, Kiki turun dan langsung menyapa sang ibu dan Ndoro Shaka.
"bagaimana acaranya tadi lancar, dan selamat atas prestasi mu," kata pria itu tertawa senang.
"matur sembah nuwun pakde, kalau begitu Kiki pamit mau bersih-bersih dulu,"
Ndoro Shaka mengangguk dan kembali menikmati keluwesan dari gerak tari yang di bawakan oleh Laila.
pria itu benar-benar terpukau oleh setiap gerak anggun Laila, Bu Ageng menyadari hal itu.
Bu Ageng membisikkan sesuatu pada suaminya, toh sebentar lagi Laila dan Kiki akan lulus SMA dan mereka sudah waktunya mencari jodoh.
Bu ageng tau siapa yang cocok,dan itu akan membawa kemakmuran dalam keluarga mereka.
"nanti ayah yang pamit ya," kata Bu Ageng.
"itu bisa di atur Bu," kata Bu Ageng.
makan malam sudah tertawa tapi,salah satu centeng atau pengawal dari Ndoro Shaka datang untuk membisikkan sesuatu.
"sepertinya ini makan malam terakhir kita, karena setelah ini aku harus pulang," kata pria itu.
"ada apa kang mas?" tanya Bu Ageng.
"biasa nduk,ada masalah di perkebunan dan tak ada yang bisa membereskannya," jawab pria itu tersenyum.
"mboten berangkat mbenjang mawon mas, sekarang pasti akan kesulitan terlebih jalan di desa ini banyak yang rusak," kata Ndoro Prapto.
"wes gak popo," jawab pria itu tersenyum ramah.
Kiki menyikut Laila, dan memberi kode, yang sayangnya Laila tak peka atau memang memilih diam.
setelah makan malam, semua mengantarkan kepergian dari Ndoro Shaka, tapi Laila nampak belum puas bermain.
"ada apa nduk? masih kangen pakde ya?" tanya pria itu lembut.
"tidak kok, cuma mau tanya, pakde kesini lagi kapan, karena bulan depan Laila wisuda, dan ayah janji mau buatkan syukuran besar-besaran, Laila ingin pakde yang jadi dalang saat acara itu," kata gadis itu.
"Laila... tak sopan meminta hal itu pada pakde mu," kata Bu Ageng.
"gak papa nduk, iya pakde pasti datang, dan pakde hampir lupa tadi pakde mau memberikan kalung emas ini padamu, di pakai dan jangan di lepas ya," kata Ndoro Shaka.
"iya pakde," jawab Laila yang memang tak memiliki pikiran jelek.
sedang kedua orang tuanya sudah sangat bahagia karena terbukti pria itu menginginkan Laila.
setelah kepergian rombongan dari Ndoro Shaka,mereka pun memilih istirahat.
keesokan harinya, keluarga itu berkegiatan seperti biasa, pagi itu Laila dan Kiki memilih joging pagi hari.
pakaian mereka tentu pakaian yang longgar, setelah satu kali putaran, mereka berdua berhenti karena melihat penjual pecel keliling.
"Bu beli pecel," panggil keduanya.
"iya neng, mau lengkap atau gimana?" tanya ibu penjual itu.
"beli yang lengkap Bu,pakai togenya yang banyak ya,sana bumbunya," kata Laila.
"kalau saya tak usah kembang Turi," kata Kiki
mereka pun duduk lesehan sambil makan pecel di rerumputan di pinggir sungai, tak lama banyak orang datang untuk ikut beli.
"jadi berapa Bu?" tanya Laila yang ingin membayar.
"dua ribu neng," jawab ibu itu.
Laila mengeluarkan uang lima ribu rupiah,dan di kembalikan tiga ribu,"matur nuwun ya neng," kata ibu itu.
"inggih Bu, pecelnya pancet Joss, besok kalau lewat lagi tolong di sisakan untuk kami ya," kata Laila.
"terus kalau ketemu lagi,kalau tidak gimana neng?" tanya ibu itu.
"gini aja, paling mudah ibu lewat depan rumah Ndoro Prapto pemilik sanggar seni wayang kulit Sudirjo, ibu tau kan,lah... kami tinggal disana," kata Kiki.
"ya Gusti pangeran, neng berdua anak dari Ndoro Prapto itu, maaf ya neng saya tak mengenalinya," kata ibu itu.
"tidak apa-apa Bu, kalau begitu kami pamit," kata Laila yang mulai tak nyaman.
keduanya pun buru-buru pergi dari tempat itu, jika tidak pasti akan ada saja yang memberikan hasil panen dan bilang terima kasih.
karena keluarga mereka yang banyak membantu kehidupan warga sekitar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!