"Akhirnya selesai juga pekerjaanku, kalau tidak ada vas yang jatuh aku pasti sudah pulang dengan rekan kerja yang lain, hanya karena aku orang baru mereka menyuruhku membereskan kekacauan yang dibuat kepala pelayan itu," gerutu Kesya mengeluh sambil terus mengajak kakinya berjalan menyusuri koridor perusahaan yang tampak sepi.
Keysa adalah seorang remaja yang baru berusia 18 tahun, baru seminggu lulus SMA dan sekarang bekerja sebagai pegawai di perusahaan Herlambang Group yang merupakan salah satu perusahaan terbesar di kota A. Rencananya untuk melanjutkan kuliah pupus ketika Kesya mengetahui bahwa ayahnya menderita penyakit jantung kronis, dan karena kekurangan dana, Kesya akhirnya terpaksa bekerja untuk membayar biaya pengobatan ayahnya. Sebenarnya Kesya tidak harus menanggung semuanya sendiri karena ia masih memiliki seorang kakak perempuan bernama Indah namun, Kesya tidak bisa berpangku tangan pada kakak tirinya, sehingga ia turun tangan untuk membantu membayar biaya pengobatan ayah tercintanya yang saat ini terbaring di rumah sakit.
"Ngomong-ngomong, ada lift yang terbuka, aku harus naik lift agar aku bisa sampai ke lobi utama secepatnya," pikir Kesya dalam hati.
Kesya baru saja masuk ke dalam lift dan bau alkohol menyerbu hidungnya, Kesya yang tidak terbiasa dengan bau alkohol mulai merasakan perutnya bergejolak hingga terasa mual, sehingga ia langsung menutup hidungnya dengan tangan. Matanya yang berwarna karamel menatap pria itu yang kini berdiri di ujung lift dengan kepala tertunduk. Andai Kesya tahu lebih awal pasti dia memilih untuk naik tangga darurat saja atau memilih lift yang lain, tapi semua sudah terlambat dan kini ia terjebak bersama lelaki mabuk ini.
Kesya yang masih baru tidak tahu jika lift ini hanya boleh digunakan oleh orang penting saja dan lelaki mabuk itu adalah pemilik perusahaan raksasa ini-- Bos Kesya sendiri.
"Aku tidak menduga jika perusahaan yang terkenal akan kedisiplinan para pekerjanya malah membiarkan lelaki mabuk berkeliaran seperti ini," gerutu Kesya dalam hati.
Gadis itu langsung terlihat terkejut saat melihat pria itu mendongak dan mata merah menyala itu membuat tubuh Kesya langsung gemetar ketakutan, pria itu tidak berbicara tetapi mulai berjalan dan membuat jarak mereka semakin terkikis hal itu membuat Kesya segera memberikan tatapan waspada. Kesya memilih lebih dekat ke pintu keluar lift dengan memeluk tas jinjingnya erat-erat. Dan satu tangan lainnya dia gunakan untuk menutupi hidungnya agar tidak mencium pekatnya aroma alkohol didalam ruangan sempit ini.
“Ayo cepat buka,” kata Kesya dalam hati sambil terus menatap lurus ke depan. Tapi pintu dihadapannya masih tertutup rapat bahkan detik jam juga seakan berjalan melambat hingga membuat atmosfir didalam ruangan ini semakin mencekam saja.
“Santi, kenapa kau begitu kejam meninggalkanku dengan pria brengsek itu?” gerutu si pemabuk sambil terus melangkah mendekati Kesya dan menganggap gadis di hadapannya saat ini adalah orang yang tadi dia sebutkan namanya.
Pria itu kini berdiri di depan Kesya dengan tatapan membara dari tatapan itu seolah ingin mencabik-cabik tubuh kecil ini hidup-hidup. Kesya semakin gemetar dengan dahi yang sudah basah oleh keringat dingin. Kedua tangan kekar pria itu mencengkram bahu Kesya dengan erat. Rasa mual dan takut kini mulai mendominasi tubuh Kesya yang semakin terguncang.
“Brengsek, kenapa kamu diam?” sentak lelaki mabuk itu sambil memindahkan tangannya dari bahu Kesya untuk mengangkat dagu gadis malang itu.
"Pak, saya bukan wanita yang Anda sebutkan tadi, tolong lepaskan saya," pinta Kesya dengan tubuh bergetar hebat.
“Kamu pikir penglihatanku tidak berfungsi lagi, Santi,” suara bariton itu membuat bulu kuduk Kesya berdiri sempurna.
Tanpa bicara lelaki mabuk itu langsung mencium bibir Kesya dengan tangannya yang besar meremas gunung kembar gadis itu, Kesya terus meronta sambil memukul dada lelaki itu namun sia-sia karena kekuatan kecilnya tidak mempan pada lelaki berotot di hadapannya saat ini. Kesya yang malang mau tak mau menangis sedih atas hari buruknya di perusahaan ini.
Suara pintu lift terbuka membuat harapan Kesya melambung setinggi langit, dia dengan sekuat tenaga langsung menggigit bibir pria itu hingga melepaskan ciuman sialan ini, "Tolong...tolong" teriak Kesya keras mengharapkan bantuan.
“Santi, kamu tidak akan pernah lepas dariku,” kecam lelaki mabuk itu pada Kesya sembari mengikutinya.
“Geovan, apa yang kamu lakukan pada gadis ini!" seorang lelaki langsung menarik kasar tubuh Geovan agar menjauhi Kesya yang masih mencoba melepaskan diri.
"Andi, jangan ikut campur." Geovan meminta dilepaskan tapi Andi tidak peduli dan malah memegang sahabatnya itu dengan sangat erat agar tidak melukai gadis malang dihadapannya sekarang.
"Kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan, aku sudah menyuruhmu untuk melupakan wanita sialan itu," kata Andi kepada Geovan dengan suara tegas dan penuh nada kebencian.
Kesya berdiri di depan pintu lift dengan tubuh gemetar dan kini seragam kerjanya robek akibat ulah pria mabuk itu. Andi menatap Kesya dengan tatapan kasihan dan juga iba. Andi harus membereskan sikap brutal sahabat sekaligus bosnya ini setiap kali Geovan membuat masalah.
"Siapa namamu?" tanya Andi pada Kesya.
"Nama saya Kesya. Pak sungguh, saya tidak melakukan apa-apa, pria itu sendiri mencoba menyakiti saya," kata Kesya dengan air mata yang terus berjatuhan tanpa henti.
"Aku tahu, sekarang pulanglah dan kembali bekerja besok, masalah seragam ini kamu bisa meminta yang baru kepada kepala pelayan dan katakan jika Asisten Andi yang menyuruh kamu," kata Andi. "Ini uang untukmu," kata Andi mencoba membungkam mulut gadis itu dengan uangnya agar sikap memalukan yang Geovan lakukan barusan tidak menyebar ke publik.
"Anda datang untuk menyelamatkan saya, saya sudah berterima kasih." Setelah berbicara Kesya langsung pergi menjauhi Andi begitu saja tanpa menerima uang yang lelaki itu sodorkan padanya.
Andi menatap punggung Kesya yang berjalan pergi dengan tubuh masih gemetar. Jika dilihat dari kepolosan dan juga caranya bicara pastilah dia baru lulus sekolah, pasti karena kekurangan biaya jadi memilih langsung bekerja. Kira-kira itu yang sedang dipikirkan oleh Andi sekarang.
"Andi, kenapa kamu membantu Santi?" tanya Geovan yang masih belum menyadari apa yang baru saja dilakukannya.
"Diam, kamu benar-benar merepotkan saja. Perempuan sialan seperti itu masih saja kamu cintai entah apa yang sedang ada di otakmu ini," keluh Andi kepada sahabatnya saat dia membantu Geovan keluar dari perusahaan.
Kesya yang malang meninggalkan perusahaan dengan langkah gontai, dia menutupi bibirnya yang sakit karena sikap brutal orang asing itu. Kesya tidak bisa bekerja terus di perusahaan terkutuk ini dan lebih baik besok dia menyerahkan surat pengunduran diri saja dan mencari pekerjaan lain.
"Aku pasti bisa mendapatkan pekerjaan lain secepat, dan aku harus berusaha lebih giat lagi demi Papa." Kesya mencoba untuk memotivasi dirinya sendiri agar terus berjuang.
Getaran ponsel yang ada di tasnya membuyarkan lamunan Kesya. Dengan tangan yang masih bergetar dia melihat nama Indah tertera dilayar ponselnya dan tanpa menunggu waktu lama Kesya segera menggeser tombol hijau.
[Ada apa Kakak menghubungi saya? Apakah Papa baik-baik saja?] tanya Kesya dengan suara gemetar.
[Dokter berkata bahwa Papa harus segera dioperasi. Jangan berpikir untuk berhenti bekerja!] Indah secara tidak langsung mengancam Kesya dan ini sudah hal biasa tapi tetap saja Kesya merasakan sakit hati dan juga tertekan.
[Kakak, sesuatu yang buruk terjadi pada saya, saya berjanji akan mendapatkan pekerjaan baru sesegera mungkin.] Kesya mencoba untuk bernegosiasi. Dia tidak mau menceritakan hal yang lebih detail lagi pada Indah sebab wanita itu tidak akan pernah mau mengerti penjelasan yang akan ia berikan.
[Kesya ingat ini baik-baik. Jika kamu berani keluar dari pekerjaanmu, maka Kakak tidak akan pernah membiarkanmu melihat Papa lagi.] Setelah berbicara Indah segera mengakhiri panggilan teleponnya secara sepihak.
Kesya hanya bisa tersenyum getir meratapi takdir.
Cairan bening itu terus jatuh tanpa henti di pipi Kesya seakan menemani setiap langkah yang dia lewati menyusuri jalan ini. Kegelapan malam seakan menunjukkan sekeping hati yang patah, apa yang akan dilakukan remaja itu ketika takdir tidak berpihak padanya. Ingin mengambil keputusan untuk keluar dari perusahaan besar ini, tetapi hidup tidak memberinya pilihan selain untuk tetap tinggal, kesedihan Kesya bertambah ketika membaca pesan singkat dari Indah yang mengatakan bahwa dia tidak perlu datang ke rumah sakit jika dengan tangan kosong.
Perkataan Indah terus saja terngiang di telinga Kesya seakan diucapkan berulang tanpa jeda. Beberapa orang yang lewat memandang Kesya dengan pandangan tidak acuh, bahkan ada yang mengatakan hal-hal buruk tentang Kesya meskipun mereka tidak mengenal Kesya, tapi mengapa mereka terus bergosip tentangnya, Kesya yang malang hanya bisa terus berjalan dengan tatapan terluka dan nanar.
Kesya menatap langit gelap tanpa bintang dan bulan yang selalu terlihat dari bumi. "Tuhan, mengapa Engkau memberiku ujian yang begitu berat? Tapi aku percaya bahwa engkau pasti akan memberiku kebahagiaan suatu hari nanti dan aku tidak boleh meragukan apa yang telah Engkau siapkan untukku," gumam Kesya pelan sambil memejamkan mata.
Setetes kristal bening jatuh di pipinya, Kesya membuka matanya dan melihat tetesan kristal itu jatuh lagi dari gelapnya langit yang tertutup gumpalan awan, sekarang Tuhan sangat baik padanya karena menurunkan hujan untuk menyamarkan air matanya. Kesya mengartikan hujan ini sebagai keberuntungan karena dengan hujan. Kini Kesya bisa menangis sampai puas tanpa takut ada yang memperhatikannya bahkan tetesan hujan juga terus berjatuhan semakin banyak dan lebat hingga dengan sekejap mata bisa membuat baju Kesya basah kuyup. Bisakah Kesya mengartikan jika semesta sedang berduka melihat kondisinya yang memilukan ini.
***
Warna jingga mulai menghiasi langit terdengar suara Kokok ayam menyanyi dan menarik Kesya keluar dari alam mimpi. Kesya merasa matanya berat dan tidak bisa terbuka dengan sempurna semua itu pasti karena ia terlalu banyak menangis hingga tanpa sadar tertidur dengan baju yang masih basah kuyup. Tapi Kesya masih berusaha untuk membuka matanya dan menyingkirkan rasa malas serta mengabaikan tubuhnya yang mengigit kedinginan. Kesya mulai mengarahkan punggung tangannya untuk menyentuh keningnya sendiri mengecek suhu tubuhnya dan benar seperti apa yang ia perkirakan jika ia demam dan karena sebab itulah Kesya menggigil kedinginan.
"Aku tidak boleh sakit, Papa membutuhkan banyak biaya," ucap Kesya menyemangati dirinya sendiri. "Mereka bisa memecat saya jika saya tidak masuk bekerja hari ini", gumam Kesya memasuki kamar mandi.
Perusahaan Herlambang Group.
"Apakah kamu berniat bekerja atau tidak. Kenapa kamu belum memakai seragam?!" Bu Rani berteriak pada Kesya dengan lantang, sangking kerasnya suara Bu Rani sampai semua pekerja langsung menatap kearahnya dalam kesunyian.
Bu Rani adalah seorang kepala pelayan di perusahaan Herlambang, tugas Bu Rani adalah mengatur dan juga memberi perintah kepada semua pekerja di bidangnya. Bu Rani dikenal sangat kejam dan juga selalu disiplin, sehingga tidak segan-segan memecat siapapun yang mencari masalah di bawah kepemimpinannya.
"Ma-maaf Bu Rani, baju saya robek tadi malam dan Asisten Andi meminta saya untuk meminta pada Bu Rani seragam baru," kata Kesya pelan dengan tubuhnya gemetar ketakutan.
Kesya semakin menggigil ketika merasakan hawa dingin yang semakin menembus setiap sendi-nya membuat tubuh Kesya semakin lemah tak berdaya. Tapi dia tidak boleh menyerah dengan keadaan ini dan Kesya tetap berusaha bersikap dengan tegap seperti tidak merasakan sakit sama sekali.
Kesya bergidik mengingat adegan ketika seorang pria mabuk merebut ciuman pertamanya di lift semalam. Kesya juga samar-samar bisa mendengar rekan kerja lain berbicara buruk tentang dirinya padahal mereka tidak saling mengenal sebab Kesya baru dua hari bekerja di perusahaan ini.
"Asisten Andi," kata Bu Rani mencoba mengulangi apa yang baru saja dikatakan Kesya dengan nada suara tidak percaya.
"Ya," jawab Kesya dengan suara lemah.
Bu Rani menatap kosong ke arah Kesya sambil menyilangkan tangan di depan dada dan berkata, "Kamu pikir aku bodoh! Bagaimana mungkin pekerja baru sepertimu bisa mengenal Asisten Andi? Sama sekali tidak mungkin! Pasti maksudmu Andi yang lain." Cerocos Bu Rani yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan gadis di depannya sekarang. "Kamu dipecat, cepat keluar dari perusahaan ini. Aku tidak ingin melihat pembohong seperti kamu masih berkeliaran di tempat ini!" Bu Rani berkata dengan lantang dan mantap.
Kesya yang semula menundukkan kepalanya, langsung mendongak saat mendengar akan dipecat. Kesya menjatuhkan lututnya ke lantai dan kemudian memegang kaki Bu Rani saat dia berkata.
"Bu Rani, tolong jangan pecat saya, saya benar-benar tidak berbohong dan semua yang saya katakan adalah benar," keluh Kesya dengan air mata berlinang.
"Lepaskan kakiku. Baru bekerja dua hari saja kamu sudah demam tinggi. Bagaimana mungkin perempuan penyakitan seperti kamu bisa berkerja di sini." Bu Rani dengan kejam malah menghina Kesya. "Kau juga sudah berbohong dengan mengatakan jika Asisten Andi yang menyuruh kamu, kau pikir aku akan percaya dengan kebohongan kamu begitu saja." Keangkuhan Bu Rani tidak bisa menerima penjelasan yang Kesya berikan.
"Bu Rani. Cepat suruh dia keluar dari ruangan ini, atau dia mungkin terkena penyakit menular," kata Liza menatap Kesya dengan tatapan benci.
"Benar apa yang Liza katakan barusan." Kata Gina mendukung apa yang dikatakan Liza.
Kedua wanita itu sejak awal tidak menyukai Kesya, ketika gadis itu masuk ke perusahaan. Kesya sangat cantik meski hanya memakai riasan natural dan juga lipstik tipis di wajahnya bahkan semua pekerja lelaki lainnya sering mencuri pandang kearah Kesya, hal ini semakin membuat rasa benci di hati Liza dan Gina bertambah.
“Bu Rani, lebih baik selidiki dulu apa yang dikatakan Kesya,” tanya Asri kepada Bu Rani.
"Tinggalkan ruangan ini sekarang, atau kamu harus diseret oleh kedua orang itu," Bu Rani mengancam Kesya tanpa perduli dengan usulan Asri barusan. Bu Rani menatap kearah kedua lelaki yang sudah pasti akan menuruti permintaannya dengan suka rela.
“Bu Rani, pertimbangkan apa yang saya katakan tadi,” Asri berkata kepada Bu Rani. Asri tidak begitu mengenal Kesya namun, ia merasa kasihan pada remaja yang jauh lebih muda darinya itu.
"Jika kamu merasa keberatan, kamu sebaiknya pergi dengannya." Ancam Bu Rani pada Asri. Hal itu membuat Asri langsung menutup mulutnya rapat-rapat.
"A-aku akan pergi sendiri," kata Kesya yang tidak ingin melibatkan orang lain dalam masalahnya.
"Kamu baru lulus SMA, sudah pandai berbohong," kata Bu Rani setelah melihat Kesya keluar dari pintu ruangan ini.
Kesya memegangi kepalanya yang terasa pusing, dia berhenti sejenak dengan satu tangan berpegangan pada dinding. "Tidak apa-apa saya dipecat dari tempat ini, bukankah dari awal saya juga ingin keluar dari perusahaan ini. Saya akan mencari pekerjaan baru dan itu sebabnya saya tidak bisa sakit," pikir Kesya sembari melanjutkan langkahnya.
***
Semua karyawan langsung menundukkan kepala ketika melihat Tuan Geovan dan Asisten Andi baru saja melewati pintu depan perusahaan ini. Andi menatap seorang gadis yang wajahnya sangat familiar baginya, Andi sampai mengerutkan kening mencoba mengingat siapa gadis itu dan dimana mereka bertemu dan akhirnya Andi teringat pada gadis malang yang ketakutan semalam setelah keluar dari lift perusahaan ini.
"Geovan, ini gadis bernasib sial yang hampir kamu nodai tadi malam." Mendengar ucapan Andi langkah Geovan langsung terhenti seperti ada paku yang tiba-tiba menancap di kakinya.
"Apa maksudmu Andi?" tanya Geovan bingung.
"Apakah kamu lupa siapa gadis yang kamu sentuh di lift tadi malam?" Andi bertanya balik.
"Santi, siapa lagi," kata Geovan enteng dan dengan wajah tanpa dosa.
Semua pekerja masih membungkukkan badannya karena dua orang berpengaruh di perusahaan itu masih berdiri di dekat pintu keluar. Kesya terus berjalan dengan kepala tertunduk dengan satu tangan terus memegang kepalanya yang semakin lama semakin berat. Gadis itu tidak menyadari kalau dia berjalan mendekati Geovan dan juga Asisten Andi.
Bu Rani tidak sengaja melihat Kesya semakin mengikis jarak dengan pemilik perusahaan ini pun buru-buru berlari sambil memanggil nama gadis itu dengan kedua tangan yang sudah terkepal erat seolah wanita paruh baya itu berusaha menahan emosinya.
"Kesya, berhenti," kata Bu Rani dengan suara setengah tertahan di tenggorokannya.
Andi dan Geovan menatap Kesya yang masih berjalan mendekati mereka dengan kepala yang tertunduk.
Kesya menghentikan langkahnya dan kemudian mengangkat kepalanya ketika menyadari jika ada sepasang sepatu pantofel hitam yang berjejer dengan sepatu usang miliknya. Kesya mengangkat pandangannya kemudian manik karamel itu menatap kearah wajah lelaki yang bayangannya masih membuat Kesya bergidik ketakutan. Pun Kedua langsung berjalan mundur dengan wajah pucat dan tubuh semakin gemetar antara takut dan kedinginan, Kesya hendak berbalik untuk berlari namun kepalanya terasa berat hingga ia mulai kehilangan kesadaran. Semua pekerja langsung membulatkan kedua bola matanya tak percaya saat melihat Tuan Geovan dengan cepat menyambar tubuh Kesya seakan takut gadis itu jatuh ke lantai marmer perusahaan ini.
Andi yang berdiri di belakang Geovan hendak menangkap tubuh Kesya namun, gerakannya kalah cepat sebab Geovan lebih dulu menangkap tubuh Kesya karena posisinya dengan perempuan itu lebih dekat. Semua pekerja yang berada di lobby utama melihat dengan sangat jelas bahwa dua orang yang sangat berpengaruh di perusahaan ini berebut untuk menangkap tubuh seorang pelayan perusahaan Herlambang. Hal langka ini baru kali pertama terjadi dan tidak heran jika semua perempuan yang berada di lobby utama merasa iri dan juga benci dengan trik murahan yang sedang Kesya mainkan, ya, semua perempuan yang melihat adegan langka ini tentu saja mengira Keysa sedang mencoba untuk mencari perhatian Tuan Geovan.
Asisten Andi dikenal ramah suka membantu dan juga senyum, sehingga orang-orang di perusahaan tidak terkejut bahwa pria itu memiliki inisiatif untuk menangkap tubuh Kesya, tetapi Asisten Andi sangat berbeda dengan Tuan Geovan yang selama ini dikenal kejam dan juga arogan bahkan Tuan Geovan juga dikenal tidak pernah perduli dengan urusan orang lain namun, kali ini lelaki itu menunjukkan kepeduliannya pada seorang pelayan-aneh bin ajaib.
Beberapa perempuan sampai menggosok mata karena takut salah melihat adegan dihadapannya sekarang. Tapi yang masih para perempuan itu lihat adalah Tuan Geovan memegang tubuh pelayan di kantor ini dengan tatapan yang tidak terbaca-datar dan dingin.
“Kenapa aku merasa familiar dengan bau badan ini?” pikir Geovan sembari melihat wajah Kesya yang nampak pucat terkulai lemas dalam dekapannya dengan demam tinggi.
"Tuan Geovan, biarkan saya saja yang membawanya ke ruang istirahat di perusahaan ini," ucap Andi yang takut jika sampai kesadaran Geovan kembali dan justru akan menghempaskan tubuh Kesya ke lantai marmer perusahaan ini.
Tanpa kata Geovan langsung memberikan tubuh Kesya pada Andi yang dengan sigap langsung menerimanya karena takut perempuan itu jatuh.
Bu Rani tergopoh-gopoh melangkah mendekati Tuan Geovan dan juga Asisten Andi dengan pemikiran bisa cari muka dihadapan mereka dengan harapan bisa naik jabatan.
"Tuan Geovan, saya memecat gadis ini karena mencoba berbohong mengatakan bahwa Asisten Andi memintanya untuk meminta seragam kerja lagi karena serangan perempuan ini yang lama sobek. Padahal diawal pertama perempuan ini masuk kerja sudah saya berikan seragam baru," lapor Bu Rani dengan tatapan penuh kebencian mengarah pada Kesya yang masih tidak sadarkan diri.
'Seragamnya robek.' Geovan mengulang kata itu didalam hati seakan merasa tidak asing.
Geovan masih mencoba menemukan serpihan ingatan yang hilang dari benaknya karena pengaruh alkohol semalam. Beberapa saat kemudian perlahan tapi pasti ingatan saat berada di dalam lift mulai kembali padanya meski tidak terlalu detail tapi hal itu sudah membuat Geovan menyadari mengapa dia merasa familiar dengan aroma parfum perempuan ini. Dan Ternyata yang diciumnya tadi malam bukanlah Santi melainkan gadis ini.
"Kamu urus semuanya!" titah Geovan kemudian meninggalkan Andi begitu saja.
Entah mengapa melihat wajah pucat dan mata perempuan itu yang sembab dengan demam tinggi membuat hati Geovan terusik dan merasa tidak tenang. Geovan mengartikan jika Kesya sakit dan juga menangis pasti karena sikap kasar semalam, kenapa juga Geovan sampai lepas kendali dan semua itu karena pengaruh alkohol sialan itu.
Andi dengan sangat hati-hati menggendong tubuh Kesya lalu berjalan ke ruang istirahat untuk para pekerja kantoran jika sedang tidak enak badan. Bu Rani dengan setia mengikuti Asisten Andi dengan harapan mendapatkan pujian karena telah memecat perempuan menyusahkan seperti Kesya.
"Jarang sekali aku mendapatkan kesempatan emas seperti ini, aku akan mendapat kenaikan gaji jika Asisten Andi merasa senang dengan ketegasan ku hari ini dan aku harus mencoba untuk membuka percakapan," gumam Bu Rani dalam hati memikirkan keuntungannya sendiri.
"Perempuan ini benar-benar sangat merepotkan sekali, hanya bekerja dua hari saja sudah menimbulkan masalah, saya sangat menyesal telah menerima perempuan penyakitan seperti dia," kata Bu Rani, masih mengikuti Asisten Andi dari belakang.
Asisten Andi mengetatkan rahangnya ketika mendengarkan ucapan Bu Rani. Tapi lelaki itu memilih untuk tetap diam dan fokus membawa Keysa menuju ke ruangan istirahat dan setelah sampai disana dengan sangat hati-hati sekali Asisten Andi membaringkan tubuh Kesya di atas ranjang yang tersedia, lalu seorang perawat mendatangi Kesya.
"Periksa dia, aku akan keluar terlebih dahulu!" perintah Asisten Andi lalu berjalan keluar dari ruangan ini tanpa menunggu jawaban sang dokter.
Bu Rani mengikuti Asisten Andi berjalan keluar dari ruangan ini dan kini Bu Rani sudah berada dihadapan Asisten Andi dengan menundukkan pandangannya.
"Kamu seharusnya tidak mengatakan bahwa perempuan itu sakit, dia pasti sakit karena ada alasannya karena tidak akan ada orang yang ingin sakit di dunia ini," kata Asisten Andi memperjelas keberatannya atas ucapkan kepala pelayan dihadapan ini. "Dan satu hal lagi, tentang seragam yang perempuan itu minta, akulah yang menyuruhnya meminta padamu, dan jika kau mau menyalahkan maka salahkan aku dan jangan perempuan malang itu." Asisten Andi berbicara dengan nada suara setengah tertahan di tenggorokannya seakan sedang menahan emosi.
Bu Rani segera mengepalkan tangannya dan mengutuk kebodohannya sendiri karena tidak menyelidiki masalah ini terlebih dahulu dan ini semua karena perempuan bodoh itu, jika perempuan itu tidak bekerja di perusahaan ini maka Asisten Andi tidak akan pernah marah padanya. Bu Rani tidak mau mengakui kesalahannya dan justru semakin membenci Kesya.
"Asisten Andi maaf, saya pikir perempuan itu berbohong," kata Bu Rani dengan tangan yang sudah dibasahi oleh keringat dingin.
"Hal serupa jangan sampai terjadi lagi!" Asisten Andi mengancam Bu Rani secara terang-terangan.
Usai bicara Asisten Andi langsung masuk kedalam ruangan Kesya berada meninggalkan Bu Rani yang masih berdiri membeku dengan luka tidak berdarah yang membuat sakit jantung dan juga hancur hatinya. Harapan ingin mendapatkan pujian dan juga naik jabatan pupus sudah ketika mendengarkan ancaman Asisten Andi barusan.
"Lihat saja Kesya, aku akan memberimu pelajaran." Bu Rani mengepalkan satu tangannya lalu menampar tangan lainnya yang terbuka dengan tatapan tajam dengan penuh rencana. Andaikan bisa diartikan Kesya bagaikan seekor lalat yang akan Bu Rani lenyap kan dari perusahaan ini dengan satu kali tepukan tangan saja.
Ruangan Kesya berada.
"Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Asisten Andi kepada Dokter Ayu yang tadi memeriksa kondisi Kesya.
Asisten Andi melihat kearah Kesya yang kini masih tidak sadarkan diri dengan salah satu tangan yang sudah tertancap selang infus.
Dokter Ayu adalah Dokter yang bertugas untuk memeriksa setiap pekerja yang sakit di perusahaan ini. Dan siapapun yang bekerja di perusahaan ini juga bisa meminta obat pusing kepala dan juga semacamnya karena jika sakit tidak terlalu parah maka gak perlu pulang kerja.
“Dia menggigil kedinginan dan kalau saya tidak salah tebak perempuan ini pasti kehujanan semalam dan dia juga terlambat makan, sehingga asam lambungnya kambuh dan memperburuk kondisinya, tetapi setelah menerima dua kantong cairan infus, kondisinya akan membaik kembali." Dokter Ayu menjelaskan panjang lebar pada Asisten Andi.
"Aku sangat kasihan padanya," gumam Asisten Andi sembari melihat Kesya dengan sorot mata teduh. "Tolong jaga dia sampai aku kembali," pinta Asisten Andi sembari menarik pandangannya pada Dokter Ayu.
“Tentu saja,” jawab Dokter Ayu dengan senang hati.
Ruangan Geovan berada.
"Kenapa aku begitu menjijikkan sekali, kenapa aku mencium seorang pelayan didalam lift, bagaimana jika dia memiliki penyakit menular atau lebih buruk lagi penyakit kronis." Geovan mengutuk kebodohannya sendiri karena terlalu banyak minum yang membuatnya tanpa sadar mencium perempuan lain dan bukan Santi-perempuan yang sangat ia cintai.
Saat Geovan sedang sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan kini sorot matanya dipenuhi dengan sosok Asisten Andi yang berjalan ke arahnya dengan wajah nampak kesal.
“Andi, ada apa? Kenapa mukamu masam seperti sampah di pinggir jalan?” kata Geovan santai.
"Geovan, apakah kau tidak merasa bersalah telah menodai perempuan polos seperti itu." Seloroh Asisten Andi pada Geovan secara gamblang.
“Aku hanya menciumnya dan menyentuh bagian atasnya sedikit, tapi kenapa kamu bertingkah seolah aku baru saja merenggut kesuciannya." Tegas Geovan dengan enteng. Karena Geovan percaya bahwa hubungan intim saat ini sudah menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan oleh para remaja.
Bagi Geovan dan juga Andi berhubungan bebas adalah hal yang biasa. Apalagi Geovan, meskipun dia sudah mencintai Santi, tapi di belakang perempuan itu Geovan juga memiliki perempuan lain yang Geovan jadikan penghangat ranjang ketika Santi tidak bisa menemaninya bermain.
"Coba lihat CCTV didalam lift kemarin malam, menurutmu gadis lugu dan polos itu terlihat seperti wanita malam yang rela menjajakan tubuhnya untuk disentuh siapa pun?" tanya Asisten Andi. Pertanyaan itu lebih mirip seperti teguran di telinga Geovan.
"Siapa tahu, perempuan itu mencoba menggoda aku," ucap Geovan yang masih belum ingat seluruh kejadian saat didalam lift semalam.
Geovan langsung membulatkan kedua bola matanya saat melihat apa yang terjadi di dalam lift. Hatinya bergetar saat melihat cairan bening menetes dari kelopak mata perempuan itu dengan tubuhnya yang bergetar hebat menahan ketakutan yang sebelumnya tidak pernah Geovan bayangkan. Bahkan mata Geovan melihat dengan sangat jelas jika perempuan itu mencoba untuk mendorong tubuhnya menjauh. Tapi dirinya sendiri justru makin brutal mendekati perempuan itu.
Andi melihat perubahan wajah Geovan yang sangat nyata dan ia tersenyum puas karena sahabat sekaligus bosnya itu bisa menyadari kesalahannya pada perempuan malang itu.
"Panggil perempuan itu setelah dia bangun!" titah Geovan pada Asisten Andi dengan tatapan tak terbaca.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!