NovelToon NovelToon

Istri Rahasia Bintang

JANJI

"Hai!" Sapa Vaia pada Bintang yang kini wajahnya menenuhi layar ponsel gadis itu.

"Kau darimana? Aku telepon dari tadi kenapa tak diangkat?" Tanya Bintang yang wajahnya terlihat khawatir.

"Aku sibuk di toko karena Ayah dan Bunda sedang pergi ke rumah Opa. Dan aku meninggalkan ponselku di kamar. Jadi aku tak tahu kalau kau menelepon," jelas Vaia panjang lebar yang langsung membuat Bintang mengangguk dan tak lagi khawatir.

"Ngomong-ngomong, kau sudah makan?" Tanya Vaia selanjutnya pada Bintang.

"Aku sedang makan!" Bintang memamerkan gelas mie instant yang langsung membuat ekspresi wajah Vaia menjadi kurang senang.

"Bisakah kau mengurangi makan makanan instan?"

"Tidak bisa! Aku harus berhemat, agar aku bisa segera melamarmu dan menikahimu," jawab Bintang beralasan.

"Ck! Kita bisa menikah kapan saja! Kenapa harus pusing memikirkan biaya-"

"Tidak bisa begitu, Vaia! Aku ingin membuatkan pesta pernikahan yang megah untukmu," potong Bintang mengungkapkan tekadnya pada Vaia.

"Lalu aku juga ingin memberikan kehidupan yang layak untukmu setelah kita menikah nanti."

"Aku ingin mewujidkan semua hal itu melalui kerja kerasku sendiri," tutur Bintang yang sesaat langsung membuat hati Vaia meleleh. Bintang memang pria pekerja keras yang hidupnya penuh tekad dan tujuan.

Dan satu-satunya tujuan Bintang sekarang adalah menikahi Vaia, lalu memberikan kebahagiaan berlimpah untuk gadis itu.

"Aku mengerti! Terima kasih atas semua kerja kerasmu selama ini, Bintang!" Vaia menyeka butir bening yang mendadak menggenang di sudut matanya.

"Hei, kau menangis?" Tanya Bintang yang tangannya terlihat menyentuh layar ponsel.

"Aku hanya merasa terharu atas semua kerja kerasmu selama ini! Dan kau yang juga keras kepala karena menolak pekerjaan yang diberikan Tante Ayunda dan malah memilih pekerjaanmu yang sekarang." Jawab Vaia yang masih berusaha mengendalikan emosinya.

"Aku hanya tidak mau membuat Om Ben cemburu," Bintang sedikit terkekeh.

"Kau masih perang dingin dengan Om Ben?"

"Sedikit!" Bintang kembali terkekeh.

"Salahku juga yang dulu mengaku-aku sebagai anaknya. Sampai sekarang sepertinya dia masih kesal," sambung Bintang lagi mengenang kekonyolan yang ia lakukan di acara keluarga Halley dan Rainer belasan tahun silam.

Saat itu juga adalah awal pertemuan Bintang dengan Vaia, hingga akhirnya mereka menjadi teman sepermainan meskipun jarang berjumpa, dan hingga sekarang pun Bintang dan Vaia hanya bisa menjalin hubungan jarak jauh. Namun meskipun begitu, Bintang merasa kalau hatinya dan hati Vaia sudah sama-sama daling tertaut dan tak akan ada apapun yang akan memisahkan mereka berdua.

"Aku harus kembali bekerja," ujar Bintang setelah pria itu melihat arloji di tangannya.

"Tetap jaga kesehatan dan kurangi makan makanan instant seperti itu!" Pesan Vaia mengingatkan sang kekasih.

"Ya!"

"Dan aku ada pengiriman barang ke sana tiga hari lagi!" Ujar Bintang yang langsung membuat kedua bola mata Vaia membulat sempurna. Dan raut wajah Vaia seketika langsung berubah sumringah.

Bintang memang bekerja di sebuah perusahaan yang mengurus pengiriman barang-barang logistik ke berbagai kota di negara ini.

"Kau akan lama disini nanti?" Tanya Vaia yang terlihat begitu antusias.

"Dua minggu! Sudah siap ke pantai dan berjemur bersama?"

"Ya!" Jawab Vaia penuh semangat.

"Siapkan baju renangmu dan aku akan datang tiga hari lagi!"

"Aku akan menunggumu!" Vaia sudah berputar-putar kegirangan.

"Aku lanjut bekerja dulu!" Pamit Bintang selanjutnya.

"Ya! Bye!"

"Bye! I love you!"

"I love you too!" Balas Vaia yang tqk berhenti tersenyum sampai layar ponsel gadis itu mati dan video call bersama Bintang terputus.

"Eheeem! Berapa harga air mineral ini?" Deheman serta pertanyaan dari seorang pelanggan sontak membuyarkan lamunqn Vaia. Sepertinya Vaia tadi terlalu bersemangat video call bersama Bintang, hingga tak menyadari jika ada pelanggan yang menunggu untuk membayar belanjaannya sejak tadi.

Ya ampun!!

"Eh, iya! Harganya lima ribu," jawab Vaia cepat masih sambil menahan tawa karena ingat pada janji Bintang yang akan datang tiga hari lagi.

****

Bintang keluar dari rest area bersama seorang rekannya sembari berbicara perihal kota selanjutnya yang akan menjadi tujuan mereka.

"Aku ke toilet sebentar!" Pamit rekan Bintang tiba-tiba yang sepertinya sudah sangat kebelet.

"Aku tunggu di mobil!" Ujar Bintang sembari memperhatikan sekelilingnya saat pria itu berjalan ke arah truk kontainer yang biasanya akan ia kemudikan bergantian dengan rekannya tadi.

Bintang melemparkan tasnya ke dalam kabin truk, dan hendak masuk, sebelum kemudian kawanan pria bertopeng dan berbaju serba hitam yang menghampiri sebuah mobil menarik perhatian pria dua puluh sembilan tahun tersebut.

Apa mereka perampok?

Bintang masih memperhatikan dari kejauhan saat para pria tadi menodongkan senjata api pada pria paruh baya di dalam mobil. Terlihat juga kalau mereka sempat adu mulut sebelum kemudian salah satu dari kawanan perampok hendak memukul pria di dalam mobil.

Bintang yang biasanya tak pernah mau ikut campur dengan urusan orang lain, mendadak malam ini berubah haluan. Bintang dengan cepat menghampiri orang-orang yang bertikai tersebut dan bergegas mencegah salah satu perampok yang hendak memukul pria di dalam mobil.

"Hentikan!" Cegah Bintang seraya menahan tangan pria bertopeng tadi.

"Kau siapa? Jangan ikut campur!" Gertak pria bertopeng lain seraya mendorong Bintang hingga jatuh terduduk. Namun Bintang bangkit berdiri dengan cepat dan balas mendorong pria bertopeng yang yadi mendorongnya. Alhasil, tindakan sederhana Bintang tersebut sukses membuat pemuda itu dikeroyok oleh kawanan pria bertopeng.

Namun bukan Bintang namanya jika tak melakukan perlawanan. Bintang terus membalas pukulan demi pukulan yang dilancarkan ke arahnya, meskipun ia haris babak belur setelahnya.

"Urusan kita belun selesai, Pak Tua!" Para pria bertopeng menuding pada pria paruh baya di dalam mobil.

"Aku akan lapor polisi!" Jawab pria di dalam mobil tak gentar.

"Kami akan balik melaporkanmu!" Ancam salah satu pria bertopeng. Entah ada masalah apa sebenarnya Bintang juga tidak tahu.

"Dan kau anak muda!" Salah satu pria bertopeng ganti menuding pada Bintang.

"Jangan ikut campur urusan orang lain yang kau sendiri tidak tahu apa masalahnya!" Ujar pria bertopeng itu memperingatkan Bintang.

"Pergi kalian semua!" Usir Bintang tanpa gentar.

Para peia bertopeng itu akhirnya masuk ke mobil mereka yang terparkir sedikit jauh dari mobil pria tua yang tadi ditolong oleh Bintang. Pria tua itu kini sudah keluar dari mobilnya dan menghampiri Bintang.

"Terima kasih, Nak!" Ucap pria tua tadi pada Bintang yang hanya mengangguk.

"Kau butuh tumpangan? Ayo ikut!" Ajaknya lagi.

"Tidak usah, Pak! Saya bersama rekan saya-" Bintang hendak menunjuk ke truk kontainernya, saat ternyata truk tersebut sudah tidak ada.

Apa?

Apa itu artinya rekan Bintang baru saja meninggalkan Bintang di rest area?

Sial!

Pasti rekan Bintang mengira kalau Bintang sudah duduk di bagian belakang kabin karena tas Bintang yangvsyfah bearda dj dalam kabin tadi.

"Kau yakin tidak ingin ikut?" Tawar pria tua itu lagi. Wajahnya hanya terlihat samar di rest area yang minim penerangan ini.

"Tidak, terima kasih!" Tolak Bintang sekali lagi.

Bintang akan menelepon rekannya saja nanti atau menelepon kantornya.

"Baiklah! Terima kasih sekali lagi!" Ucap pria tua itu sekali lagi, sebelum kemudia berbalik dan hendak kembali ke mobilnya.

Namun di luar dugaan, saat pria tua tadi hampir mencapai mobilnya, sebuah mobil tanpa lampu tiba-tiba melaju kencang ke arah pria tua tersebut dan seperti memang berniat untuk menabraknya.

"Pak, awas!!" Seru Bintang yang langsung bergerak cepat untuk menyelamatkan pria tua tadi.

Namun untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, tubuh Bintang yang justru tertabrak mobil tanpa lampu tadi, lalu terpental beberapa meter jauhnya hingga kepala Bintang berbenturan dengan pembatas beton di sisi tempat parkir dan tubuhnya terkapar di atas aspal.

Mobil yang menabrak Bintang langsung tancap gas dan kabur, meninggalkan Bintang yang sudah tak sadarkan diri dan bersimbah darah.

.

.

.

Hai!

Karya ke-39 akhirnya bisa ngerjain Bintang dan Vaia 🙈🙈

Sinopsisnya bikin emosi, ya?

Ceritanya juga mungkin bakal menguras airmata.

Boleh skip yang nggak kuat.

Bintang sudah muncul sebelumnya di "Beauty & Berondong" bab 74-75. Dia ngaku-ngaku sebagai anaknya Ben dan endingnya dia dilempar Ben ke panti asuhan milik Ayunda itu, ya.

Kalau Vaia adalah anak sulungnya Ayah Arga dengan mendiang istrinya. Jadi Vaia bukan anak kandung Bunda Vale, ya! Hanya anak sambung statusnya.

Terima kasih yang tetap setia mengikuti. Bulan ini rilis dua judul karena alhamdulillah udah sehat dan sedang mengejar target.

Jangan lupa like 💜💜

FIRASAT

Praaaang!

Vaia tersentak saat gelas kaca yang ia pegang tiba-tiba lolos dari tangannya dan jatuh menghantam lantai.

"Kak Vaia! Ada apa?" Tegur Ezra yang buru-buru pergi ke dapur, saat mendengar suara gelas pecah.

"Aku tidak tahu!" Jawab Vaia tergagap.

"Tadi aku hanya sedang mengambil minum dan tiba-tiba gelasnya jatuh dan pecah," ujar Vaia lagi yang kini terlihat bingung.

"Awas! Biar Ezra yang membersihkannya, Kak!" Ujar Ezra yang langsung sigap membimbing Vaia agar menyingkir dari pecahan gelas di dekatnya. Ezra lalu mengambil sapu dan pengki serta kain lap untuk membersihkan pecahan gelas yang berserakan.

"Ada apa, Ezra? Kau memecahkan gelas?" Tanya Bunda Vale yang juga sudah keluar dari kamar. Ayah Arga terlihat mengekori Bunda Vale.

"Kak Vaia yang tak sengaja menjatuhkannya, Bund!" Lapor Ezra masih sambil membersihkan pecahan gelas.

"Kau baik-baik saja, Vaia?" Tanya Ayah Arga khawatir. Pria paruh baya itu sudah menghampiri Vaia yang kini duduk di kursi di dekat meja makan.

"Iya, Ayah! Tangan Vaia hanya sedikit tremor. Makanya tadi gelasnya jatuh," ujar Vaia beralasan.

"Coba Bunda lihat!" Bunda Vale meraih tangan Vaia, lalu memijitnya dengan lembut.

"Kamu kebanyakan melukis mungkin," pendapat Bunda Vale menerka-nerka.

"Sedang banyak pesanan kemarin, Bund!" Vaia kembali beralasan.

Vaia memang menekuni usaha craft melukis di atas berbagai media. Belakangan ini pesanan yang sering masuk adalah melukis di atas talenan kayu yang kemudian dijadikan pajangan di rumah atau dapur-dapur bertema shabby chick.

"Jangan terlalu ngoyo, Va!" Nasehat ayah Arga.

"Iya, Yah! Vaia menikmatinya, kok!" Ujar Vaia beralasan.

Tidak tahu kenapa, pikiran Vaia seolah sedang tak berada di tempatnya sekarang. Vaia merasakan sebuah firasat yang kurang baik yang sepertinya baru saja menimpa seseorang.

"Hoayam goreng!" Suara Gavin yang baru datang sembari menguap membuat semua anggota keluarga Diba menoleh ke arah pemuda dua puluh dua tahun tersebut.

"Kenapa semua ada di sini? Sedang ada acara?" Tanya Gavin yang merupakan putra bungsu di keluarga Diba tersebut.

"Itu apa, Bang? Makanan?" Tanya Gavin lagi pada Ezra yang sedang memegang kantung berisi pecahan gelas yang sudah selesai ia bersihkan tadi.

"Iya! Makanan kuda lumping! Mau?" Jawab Ezra sedikit berkelakar yang sontak membuat semuanya tertawa.

"Makanan kuda lumping?" Gavin menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Itu pecahan gelas, Gavin! Tadi aku tak sengaja memecahkan gelas dan Ezra yang membersihkannya," jelas Vaia pada sang adik bungsu.

"Oh!"

"Tapi kok kalau Gavin yang mecahin gelas itu, Bunda langsung ngomel dan nyuruh Gavin bersihin sendiri, ya?" Tanya Gavin merasa bingung.

"Bedalah! Kamu kan anak cowok! Jadi nggak boleh manja!" Jawab Bunda Vale cepat.

"Wanita selalu benar! Terima saja!" Ujar Ayah Arga seraya menepuk punggung Gavin. Lalu semuanya kembali tertawa.

"Vaia ke kamar duluan, Bund!" Sela Vaia yang masih merasa ada yang salah dengan perasaannya. Vaia akan menghubungi Bintang saja. Mungkin kekasih Vaia itu belum tidur dan butuh teman mengobrol.

"Baiklah! Langsung istirahat dan jangan begadang!" Pesan Bundq Vale seraya mengusap lembut kepala Vaia.

"Iya, Bunda!" Jawab Vaia patuh, sebelum kemudian gadis itu berlalu dari dapur dan masuk ke kamarnya.

"Lihat, kan! Kalau anak perempuan, diusap-usap kepalanya," celetuk Ayah Arga yang langsung berhadiah cubitan dari Bunda Vale.

"Gavin dan Ezra juga sering aku usap-usap kepalanya!" Sergah Bunda Vale mencari pembenaran.

"Masa, sih?" Gumam Gavin dan Ezra berbarengan seraya mengusap kepala masing-masing.

"Pas kalian sudah tidur! Makanya tidak tahu!" Ujar Bunda Vale lagi memberitahu.

"Oooo!" Sekarang bibir Gavin dan Ezra membulat berbarengan.

"Sudah! Bunda juga mau istirahat!" Pamit Bunda Vale seraya berlalu dan ikut masuk ke kamar.

"Gavin lapar, Bund!" Seru Gavin seraya memegangi perutnya yang keroncongan.

"Tukang makan!" Cibir Ezra sebelum pemuda itu berlalu ke belakang rumah untuk membuang pecahan gelas tadi.

"Ada makanan di atas meja itu, Vin! Makanya jangan suka melewatkan makan malam! Biar nggak terbangun jam segini cari-cari makanan!" Omel Bunda Vale pada sang putra bungsu.

"Kan! Cuma mengeluh lapar malah diomeli!" Gumam Gavin seraya membuka tudung saji untuk melihat makanan yang ada di atas meja makan.

"Wanita selalu benar!" Celetuk ayah Arga sebelum ayah kandung Gavin itu berlalu dan ikut masuk ke kamar menyusul Bunda Vale.

****

"Halo!"

Vaia mengernyit, saat mendengar suara di seberang telepon yang berbeda dari suara Bintang.

"Halo, Bintang!" Sapa Vaia ragu.

"Maaf, Mbak! Saya bukan Bintang! Saya temannya!"

"Lalu Bintang dimana?" Tanya Vaia mulai cemas.

"Ini juga baru saya cari, Mbak! Tadi kami berhenti di rest area dan saya pikir Bintang sudah naik duluan ke mobil karrna tasnya sudah ada di dalam mobil. Tapi setelah saya keluar dari tol, ternyata Bintang tidak ada di dalam mobil dan hanya tasnya saja yang terbawa oleh saya."

"Jadi Bintang masih tertinggal di rest area?" Tanya Vaia semakin khawatir.

"Baru dicek oleh rekan saya, Mbak! Karena saya tidak mungkin kembali ke sana. Saya harus mengirimkan barang secepatnya."

"Iya,aku mengerti!"

"Bisa kau langsung menghubungiku jika sudah ada kabar tentang Bintang?" Pinta Vaia pada rekan Bintang tadi.

"Iya, Mbak! Nanti saya hubungi lagi."

"Baiklah, terima kasih!" Pungkas Vaia seraya menutup telepon. Vaia meketakkan ponselnya, lalu gadis itu merem*s kedua tangannya dan mendadak merasa khawatir.

Bintang tertinggal di rest area tanpa tas dan barang-barangnya. Semoga pria itu baik-baik saja!

****

"Pa!" Seorang pria muda menghampiri pria paruh baya yang kini terduduk di ruang tunggu di depan UGD.

"Apa yang terjadi?" Tanya pria muda itu pada pria paruh baya di hadapannya.

"Papa bertemu anak buah Ley di rest area, Elang!" cerita pria paruh baya tersebut.

"Mereka menyakiti Papa?" Tanya pria muda yang tadi dipanggil Elang.

"Mereka hampir menabrak papa, tapi seorang pemuda menyelamatkan Papa-"

"Tuan Frans Mahardika!" Panggil Dokter menyela cerita pria paruh baya tadi pada Elang.

"Iya Dokter! Bagaimana keadaan pemuda tadi? Dia selamat, kan?" Cecar Tuan Frans pada dokter yang sepertinya sudah ia kenal.

"Ya! Tapi kondisinya kritis dan dia butuh banyak donor darah," terang dokter pada Frans Mahardika.

"Apa golongan darahnya, Dokter?" Tanya Elang cepat.

"A plus. Kebetulan stoknya tinggal dua kantong saja. Bisakah-"

"Golongan darahku A plus! Apa aku bisa jadi pendonor?" Tanya Frans Mahardika cepat.

"Papa yakin?" Tanya Elang khawatir.

"Ya! Papa sehat dan pemuda tadi sudah menyelamatkan nyawa papa, Elang! Jadi tak ada salahnya papa ganti mendonorkan darah untuknya," ujar Frans Mahardika panjang lebar memberikan pengertian pada Elang.

"Baiklah jika anda bersikeras, Tuan Frans!" Doktrr lanjit memanggil perawat, lalu meminta Frans Mahardika untuk mengikuti perawat tersebut. Elang ikut juga untuk memastikan kalau sang papa memang sedang dalam kondisi sehat dan layak menjadi pendonor.

.

.

.

Oh, iya!

Ini timingnya sebelum Gavin ketemu Zeline, ya!

Anggap aja setahun sebelumnya.

Jadi disini Gavin masih unyu dan Ezra juga belum nikah sama Joanna.

Terima kasih yang sudah mampir.

Jangan lupa like biar othornya bahagia.

TANDA

"Ada seorang wanita bernama Mira dan berdasarkan informasi yang aku dapatkan, dia baru melahirkan disini beberapa minggu yang lalu" Ucap Frans pada seorang bidan desa setelah tengah malam ia mengetuk pintu rumah sekaligus tempat praktek bidan tersebut.

"Maaf, Mira siapa, Pak?" Tanya bidan itu ketakutan.

"Namanya Mira saja! Dia tidak punya suami! Pasti kau ingat pasienmu yang melahirkan tanpa didampingi suami!" Frans menggebrak pintu dengan kasar.

"Maaf, saya tidak tahu, Pak!"

"Jangan bohong!" Gertak Frans yang langsung membuat bidan tadi mengkerut ketakutan.

"Katakan dia dimana sekarang!" Perintah Frans tegas.

"Saya benar-benar tidak tahu!" Jawab bidan masih keras kepala.

"Oh, kau mau anak buahku mengobrak-abrik tempat praktekmu-"

"Selamat malam, Bu bidan! Istri saya akan melahirkan," suara seorang pria yang baru datang tiba-tiba menyela gertakan Frans.

"Eh,iya! Silahkan masuk dulu!" Bidan membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan pasutri tadi untuk masuk ke dalam.

"Langsung disuruh berbaring, Pak!" Ujar bidan yang bergegas hendak memeriksa, namun Frans dengan cepat menahannya.

"Cepat beritahu, atau pasienmu tadi yang akan menerima akibatnya!" Ancam Frans pada bidan yang langsung membelalak ketakutan.

"Jangan, Pak!"

"Cepat beritahu!" Gertak Frans yang suaranya kembali keras.

"Sa-saya tidak tahu Mira membawa bayinya kemana."

"Saya hanya memberikannya uang untuk transport karena iba. Jelas bidan akhirnya berkata jujur tentang Mira.

"Bayinya?"

"Bayi Mira laki-laki, Pak! Kata Mira, dia akan membawa bayinya pulang ke kota asalnya," terang bidan ketakutan.

"Anda sebenarnya siapa, Pak?" Tanya bidan selanjutnya takut-takut.

"Bukan urusanmu!" Jawab Frans galak.

"Bayi Mira mirip dengan anda, Pak! Apa anda ayah kandungnya?" Tanya bidan lagi yang langsung membuat Frans tersentak.

"Apa katamu?"

"Saya yang membantu proses kelahiran Bintang-"

"Bintang?"

"Ya, Mira menamai putranya Bintang, Pak! Dan bayi itu sangat mirip dengan anda! Hanya saja, Bintang punya tanda lahir istimewa di pundak sebelah kiri. Berbentuk persegi dan berwarna hitam," terang bidan pada Frans.

"Apa kau benar-benar tidak tahu Mira membawa Bintang kemana?" Tanya Frans lagi yang suaranya sudah lebih melunak.

"Saya benar-benar tidak tahu, Pak! Mira tak mengatakan apa-apa," jawab bidan bersungguh-sungguh.

"Baiklah, terima kasih informasinya! Maaf atas sikap kasarku tadi."

"Selamat malam!" Pamit Frans akhirnya seraya meninggalkan rumah bidan desa tadi.

Bintang.

Tanda lahir persegi warna hitam di pundak sebelah kiri....

"Pa!" Tepukan dari Elang langsung membuat Papa Frans tersentak kaget. Pria paruh baya tersebut mengusap wajahnya sendiri berulang kali dan menghela nafas panjang.

Papa Frans lalu menatap pada Bjyang masih terbaring tak berdaya di atas bed perawatan. Berbagai alat medis juga terhubung dengan tubuh Bintang yang masih tak sadarkan diri, di hari keempat pemuda itu dirawat di rumah sakit. Tanda lahir di pundak kiri Bintang terlihat dengan jelas, membuat Papa Frans semakin yakin kalau pemuda di depannya ini adalah putranya yang selama dua puluh sembilan tahun ini ia cari-cari.

Pemuda ini adalah Bintang, putra kandungnya!

Tanda lahirnya sesuai dan satu hal yang jelas adalah golongan darah mereka juga sama. Pala Frans akan melakukan tes DNA juga untuk lebih meyakinkan serta membuktikannya.

"Elang sudah melihat rekaman CCTV di rest area," lapor Elang sedikit berbisik pada Papa Frans.

"Pelakunya sudah ditangkap, tapi berdasarkan pengakuan, mereka sama sekali bukan orang suruhan Ley!" Terang Elang lagi yang langsung membuat Papa Frans mengumpat.

"Mereka tak bakal mengaku!" Decih Papa Frans sinis.

Brachon Ley adalah saingan bisnis Papa Frans! Keduanya sudah sejak lama bermusuhan dan tak jarang saling mencelakai meskipun selalu gagal.

"Elang sudah menempatkan beberapa bodyguard di sini untuk menjaga Papa."

"Papa yakin tidak mau pulang dan istirahat di rumah?" Tanya Elang sekali lagi pada Papa Frans.

Elang Bharata sebenarnya adalah anak angkat Frans Mahardika. Namun Frans sudah menganggap Elang seperti putranya sendiri. Frans menemukan Elang dua puluh tahun lalu di sebuah taman dalam kondisi yang lumayan mengenaskan. Tubuhnya kurus kering, dan bocah itu sedang tidur seraya meringkuk kedinginan. Frans yang tak sampai hati melihatnya, dan membayangkan andai itu adalah Bintang,lantas membawa Elang pulang ke rumah dan mulai merawatnya. Frans juga menyekolahkan Elang hingga sarjana,dan bocah itu ternyata sangat tahu balas budi. Hingga detik ini, Elang menjadi anak yang berbakti pada Frans dan selalu merawat Frans layaknya orang tua kandung.

"Aku akan disini saja menjaga Bintang sekalogus menunggu hasil tes DNA-" papa Frans menatap pada Elang yang terlihqt ragu.

"Papa yakin kalau dia benar adalah Bintang?" Tanya Elang ragu.

"Tentu saja!" Jawab Papa Frans penuh keyakinan.

"Tanda lahir ini!" Papa Frans menunjuk ke pundak kiri Bintang.

"Lalu golongan darah kami yang juga sama!"

"Dan nanti hasil tes DNA pasti juga qkan membuktikannya!" Ucap Papa Frans tetap dengan keyakinannya.

"Ya!"

"Elang turut senang, karena akhirnya papa bisa bertemu dengan putra kandung papa," tutur Elang seraya mengulas senyum, meskipun sebenarnya Papa Frans sangat bisa menangkap ketakutan di dalam sorot mata Elang.

"Elang!" Papa Frans menepuk punggung Elang yang tampak tersentak.

"Kau juga akan tetap menjadi putra Papa, meskipun kini papa sudah bertemu dengan Bintang," ujar Papa Frans myang masih merengkuh pundak Elang.

"Elang tahu, Pa!"

"Terima kasih karena sudah merawat Elang selama dua puluh tahun ini!" Ucap Elang dengan nada tulus pada Papa Frans.

"Semoga Bintang akan secepatnya bangun dan pulih!" Ujar Elang lagi yang sudah ganti menatap pada Bintang yang masih terbaring tak berdaya. Luka di kepala belakang Bintang yang terparah kata dokter. Namun saat ini, kondisi Bintang sudah stabil setelah pemuda itu mendapatkan tindakan operasi di kepalanya.

"Terima kasih, Elang!"

"Kau akan pulang?" Tanya Papa Frans selanjutnya pada Elang.

"Elang akan menginap disini malam ini menemani Papa dan Bintang," jawab Elang yang langsung membuat Papa Frans mengangguk dan tersenyum.

****

Vaia masih berkutat dengan cat minyak dan talenan kayu yang siap untuk dilukis, saat ada telepon dari Bintang.

"Halo, Bintang!" Jawab Vaia cepat yang sepertinya lupa kalau ponsel Bintang sedang dibawa temannya.

Ya ampun!

"Bintang masih belum ditemukan, Mbak! Teman saya sudah mengecek ke rest area dan mencarinya. Tapi Bintang tak ada di sana."

"Lalu kemungkinannya Bintang pergi kemana?" Tanya Vaia mulai putus asa.

"Saya tidak bisa menebaknya, Mbak! Bisa jadi Bintang menumpang truk lain dan pulang ke mess."

"Ada yang bisa aku hubungi di mess untuk memastikan keberadaan Bintang?" Tanya Vaia penuh harap.

"Ada penjaga mess, Mbak! Nanti saya kirimkan nomornya."

"Baiklah terima kasih," ucao Vaia lirih.

"Oh, ya, Mbak! Ini barang-barang Bintang mau mbak ambil atau bagaimana? Saya ada di kotanya Mbak."

"Iya! Biar saya ambil! Mas kirim.lojasi teoatnya saja dimana, nanti saya akan menemui mas!" Jawab Vaia cepat.

"Baiklah! Nanti saya share lokasinya. Selamat pagi, Mbak!"

"Selamat pagi!" Jawab Vaia lirih seraya menutup telepon. Vaia meletakkan kuas di tangannya, lalu gadis itu mengusap kasar wajahnya sendiri.

Kamu dimana, Bintang?

.

.

.

Cetak miring adalah flashback/ kejadian masa lampau.

Brachon Ley muncul tipis-tipis dulu disini sebelum nanti muncul banyak di judul lain 🙈

Brachon Ley siapa?

Tunggu aja nanti.

Terima kasih yang sudah mampir.

Jangan lupa like biar othornya bahagia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!