"Berhenti membuat masalah Jilly, apa kau tidak lelah?" Raiz.
"Lelah? Nggak kok! Malahan aku suka!" Jill.
___
Raiz mengepalkan tangannya meninju angin, rasanya ia tidak percaya bahwa hari ini dia harus kembali berurusan dengan si anak baru.
Anak orang kaya pembuat masalah itu malah dengan berani mengerling genit padanya di bawah terik matahari yang menyinari Aula sekolah.
Sementara si biang onar, bukannya jera, namun Jill seakan ketagihan berurusan dengan si guru BK yang bernama lengkap Raiz Hanif Al-Haaqi itu.
Sudah tiga hari semenjak dari hari pertama Jill masuk ke sekolah ini, dirinya selalu di hukum karena selalu saja ada masalah yang dirinya buat. Dan kali ini, hukuman yang menurut Jill masih sangat ringan hanya disuruh berdiri tepat di hadapan tiang bendera, menatap hormat pada bendera kebanggan negaranya.
Sungguh itu bukan masalah baginya, asalkan bisa berlama-lama menatap seseorang yang sudah ia targetkan sebagai calon imamnya.
Yah, hari itu kala dirinya tengah mengumpati sang Papa yang menurutnya telah begitu tega membuangnya ke sekolah yang berada di pinggiran kota ini dalam sekejap langsung mengubah umpatannya menjadi doa yang mengangung-agungkan. Ternyata, saat itulah Jill melihat Raiz untuk pertama kalinya, guru tampan itu begitu digilai para siswi di sekolah, terlihat keren dan berwibawa, namun bukan itu alasan utamanya, bagi Jill entah kenapa menurutnya ada sesuatu yang beda dari diri Raiz yang harus segera dirinya ketahui.
Mungkin, karena jantung Jill sudah dengan tidak tau malunya malah berdetak cepat kala melihat senyum guru tampan itu dan yang paling membuatnya penasaran, Raiz adalah yang pertama kalinya bisa membuat Jill merasakan itu.
Jangan salah, sekolah itu memang berada di pinggiran kota, namun sekolah itu juga terkenal sebagai SMA dengan akreditasi terbaiknya, menerapkan disiplin penuh dan juga dijuluki tempat percetakan siswa-siswi berprestasi.
Sementara Jill yang tidak begitu minat akan sekolah malah harus tersesat di SMA itu, awalnya ia benar-benar menganggap Papanya itu gila.
Semua ini berawal karena pembullyan yang dirinya lakukan pada seorang siswi di SMA Guna Bhakti, berita itu viral karena orang tua siswi yang dirinya bully itu melaporkan tindakannya ke pihak yang berwajib. Karena sudah kepalang viral dan menganggap di sini putrinya juga bersalah maka Jason hanya bisa membiarkan kasus itu berjalan, rasanya jika sudah begitu tidak mungkin dirinya harus menutup mata dan telinga. Saat itu Jason harus mengakui kesalahan putrinya dan menyatakan kalau dirinya telah lalai dalam mendidik Jill.
Tidak ada perasaan marah saat menatap putrinya itu, malah dirinya tersenyum karena membayangkan Jill mungkin benar-benar adalah gambaran dirinya di masa lalu. Jill harus menjalani rehabilitasi selama satu bulan lamanya, dan selama itu juga Jason memberikan dukungan penuh untuk putrinya itu.
Namun karena viralnya berita itu, setelahnya Jason memutuskan untuk memindahkan Jill ke Turki sementara untuk tinggal bersama Oma Nena, yah mertuanya itu memang sudah tinggal di sana semenjak Babaanne meninggal dunia. Sementara dirinya akan menuntaskan berita itu supaya tidak terlalu menjadi, bukannya ia egois tapi sebagai seorang Ayah meski anaknya salah sekalipun namun Jason tetaplah seorang Ayah yang mencintai anak-anaknya.
Tiga bulan Jill berada jauh darinya, Shirleen yang memang tidak pernah berada jauh dari putri bungsu mereka itu pun menyerah, dengan tangis ia meminta Jason untuk membawa Jill kembali.
Satu hal yang masih sama sampai saat ini adalah Jason tidak akan pernah bisa melihat Shirleen bersedih, jadi mau bagaimana lagi ia tidak punya pilihan selain menurut.
Jill dirinya bawa kembali, namun untuk mendisiplinkan sikap putrinya itu, Jason berencana untuk memasukkan Jill ke sekolah di pinggiran kota yang terkenal dengan akreditasinya, Ia sudah menyelidiki sekolah itu, sekolah itu benar-benar mengedepankan kedisiplinan, berharap semoga saja saat Jill bersekolah di situ, si bungsu bisa sedikit berubah, selama ini setelah di selidiki nyatanya begitu banyak korban yang telah jatuh karena pembully-an yang dilakukan putrinya, hanya kejadian empat bulan lalu itu saja yang membuka semuanya, karena dikabarkan siswi yang menjadi korban Jill itu harus berakhir dengan gangguan mental.
"Lima menit lagi!" jawab Raiz saat guru fisika yang saat ini sedang mengajar di kelas Jill menanyakan berapa sisa waktu Jill menjalani hukuman karena Jill benar-benar akan melewatkan pelajaran sepertinya.
Raiz melihat ke arah Jill namun lagi-lagi ia menjumpai pemandangan yang tidak mengenakan, anak didiknya itu malah dengan gila mengedipkan sebelah mata bermaksud menggodanya.
Raiz benar-benar bingung, Jill bukannya jera malah semakin menjadi.
Bersambung!
...Selamat datang di karya baru!...
...Semoga betah dan jangan lupa dukung karya ini dengan selalu like, komentar, dan berikan Vote serta hadiah ☺️...
"Saya akan memanggil orang tuamu untuk yang pertama kalinya!"
"Kenapa nggak sekarang aja Bapak ke rumah? Aku bisa kok jadwalin pertemuan Bapak sama orang tuaku!"
___
"Lo beneran jadi nyekolahin Jill di sekolah pinggiran itu?" tanya Afik, saat ini dirinya sedang berada di ruangan CEO ARAD Group, bisnis EO-nya sedang berkembang pesat dan Jason sengaja memintanya untuk mengurus acara ulang tahun perusahaan besar miliknya itu yang akan diadakan dua bulan lagi.
Setelah rapat tadi, dirinya ingin bersantai sejenak di ruang kerja sahabatnya itu.
Jason mengangguk, nyatanya sahabatnya itu tidak juga berubah, masih minim ekspresi.
"Emang Jill mau gitu?"
Jason menghentikan aktifitasnya, ia menatap Afik heran, dari tadi sahabatnya itu mengoceh terus, ada saja yang dibahas.
"Ya gue kan cuma nanya Junedi!"
Jason kembali melanjutkan pekerjaannya tidak berniat menanggapi Afik. Bukankah selama ini Afik juga sudah mengetahui bahwa tidak ada yang bisa membantah keputusannya.
Afik menatap sahabatnya itu yang tidak bergeming, masih tidak habis pikir mengapa saat bersama Shirleen, Jason malah kadang menjadi tidak tau diri.
Berada lima menit di ruangan ini bagaikan lima jam, tidak ada yang bisa dirinya lakukan, Jason benar-benar tidak menganggap kehadirannya.
"Shuuttt! Shuuttt!" seru Afik lagi, meski sering dikecewakan dengan tanggapan namun tak ayal membuatnya jera, menggoda Jason adalah keahliannya dan Angga sedari dulu.
"Hemmm!" sahut singkat Jason.
Afik bangkit dan melangkahkan kakinya mendekati Jason, ia menarik kursi untuk berada lebih dekat, mengintip apa saja yang dikerjakan oleh sahabat dengan julukan manusia es itu.
Namun saking dekatnya tubuh mereka malah bersentuhan, Afik sengaja merapatkan tubuhnya dengan cara yang menggoda supaya Jason berhenti bekerja.
"Fik... Kelakuan lo yaaa!" protes Jason.
Ia menyibak tangan Afik yang hampir saja mengenai dadanya, "Jijik gue bangs*t!"
"Ya lo, diajak ngomong bukannya seneng akan kehadiran gue malah kayak nggak nganggep gue ada? Heran deh, untung ni paha nggak gue dudukin!" gerutu Afik sembari menormalkan lagi posisi duduknya.
"Dasar kurang belaian!" ejek Jason.
"Eh itu mulut, gue denger yaaa!"
"Junedi, tahun ini katanya Yudha balik kan, mau netep di sini juga?" tanya Afik, karena di grup WA mereka berempat Yudha mengabarkan kalau keluarga kecilnya akan kembali ke Indonesia, Yudha berencana fokus untuk melanjutkan bisnis Almarhum Papanya yang tahun kemarin pernah mengalami kerugian lumayan besar. Ia akan memperbaiki itu semua, tidak akan ia biarkan bisnis turun temurun itu hancur karena kesalahannya.
"Kalau udah tau ngapain nanya ege, pulang lo sono ganggu aja!" gerutu Jason.
"Yeee lo mah jahat banget makin hari, udah jarang ngumpul sekalinya ditengokin malah nggak ada sayang-sayangnya sama temen! Kelakuan lo yaaa!" geram Afik, kenapa juga hatinya ini selalu teraniaya sejak dulu bersahabat dengan Jason.
"Udah tua juga, sadar diri kek!" lanjutnya mengungkapkan kekesalan.
"Gue banyak kerjaan Fik, ada lo malah berisik!" sahut Jason santai. Sebenarnya ia senang karena tidak ada yang berubah dari Afik, sahabatnya itu masih selalu saja menyenangkan dan peduli padanya, tapi hari ini Jason benar-benar super sibuk.
Beberapa hari yang lalu ia harus selalu ada di rumah karena merasa perlu memberikan perhatian khusus untuk Jill. Setelah kepulangan anak gadisnya itu dari Turki, Jason harus berusaha lebih ekstra lagi membujuk Jill untuk memulai sekolah kembali.
Jill mengatakan tidak akan mau kembali sekolah jika dia tidak bersekolah di SMA yang sama dengan kembarannya Jio. Sedang sekolah itu adalah sekolah yang penuh dengan kenangan buruk bagi sebagian murid yang menjadi korbannya.
Jason sebenarnya tidak mempermasalahkan itu, dengan kuasanya ia bisa saja mengurus kembalinya Jill ke sekolah itu, tapi Shirleen yang selalu saja mementingkan perasaan orang lain tentu saja menolak tegas, dia ingin Jill berubah, sekolah yang sama tentunya tidak akan mendatangkan perubahan baik menurut Shirleen, apa lagi dengan Jason yang mengurus semua itu. Yang ada malah menjadikan Jill semakin berkuasa dan merasa di atas angin.
"Jadi maksud lo gue ganggu?" tanya Afik lagi, padahal sudah jelas dia tadi mendengar Jason mengusirnya karena mengganggu kenyamanan.
"Dih nanya lagi!" gumam Jason, ia menggelengkan kepala pelan mendengar itu, untung saja tidak ada Angga menimpali, karena kalau tidak Jason yakin sekali duo A yang menyebalkan itu tentunya tidak akan membiarkannya bekerja dengan tenang.
Sementara di sekolah,
Lagi-lagi Jill membuat masalah, di pelajaran terakhir yang saat ini sedang berlangsung, Jill malah tidak ditemukan di kelas. Guru Bahasa Indonesia yang mengajar di kelasnya mengatakan kalau Jill pamit untuk pergi ke toilet saat pelajaran baru saja dimulai dan tidak kembali lagi sampai waktu hendak menjelang pulang.
"Pak Raiz, kelakuan anak itu ternyata benar-benar persis seperti rumor, bisa-bisanya anak itu sama sekali tidak menghargai guru!" gerutu Bu Winda, padahal dalam hatinya sedikit bersyukur, karena Jill yang membolos jadinya dia bisa berbicara sedekat ini dengan Raiz, sang guru idola semua siswi di sekolah itu.
Jill mendengar pengaduan yang dilayangkan Bu Winda saat ia melewati ruangan BK, kelas sudah selesai, sekolah juga sudah sepi, Jill baru saja berniat kembali ke kelas untuk mengambil tasnya.
Gadis itu tersenyum smirk, dia sudah tau dari gelagatnya saja Jill sudah bisa menebak kalau Bu Winda adalah saingannya, jadi ia sungguh muak untuk berlama-lama melihat wajah Bu Winda saat mengajar di kelasnya tadi, makanya ia dengan yakin untuk membolos, lagi pula jika ia ketahuan membolos bukankah itu akan lebih bagus, Jill jadi bisa bertemu lagi dengan Raiz.
"Braakkk!" pintu ruangan BK itu dibanting, Jill dengan wajah tengilnya menatap kedua guru yang sedang berdiskusi mengenai kelakuannya itu.
"Jilly!" panggil tegas Raiz.
Bersambung!
...Selamat datang di karya baru!...
...Semoga betah dan jangan lupa dukung karya ini dengan selalu like, komentar, dan berikan Vote serta hadiah ☺️...
"Apa tidak bisa sehari saja kamu tidak mengganggu ketentraman di sekolah ini?"
"Apa Bapak merasa terganggu? Sama, aku juga!"
"Kalau begitu hentikan!"
"Maksudku terganggu, karena Bapak juga udah ganggu pikiran aku!"
___
"Jilly!" ucap tegas Raiz, ia melihat Jilly dengan santainya berlagak tanpa dosa setelah membanting pintu, memang benar-benar tidak mempunyai sopan santun.
Bahkan Raiz tidak percaya kalau Jilly adalah anak dari Tuan Jason Ares Adrian, meski memang sering beredar rumor kalau Jason adalah orang yang hidupnya tidak suka disentuh namun melihat kelakuan anaknya yang berbanding terbalik sebagai ratunya biang masalah seperti ini, tiba-tiba saja Raiz sungguh miris.
"Apa gue ganggu? Diskusi anda..." tanya Jill dengan tanpa rasa takut.
"Jilly, jaga sikapmu, kami ini adalah gurumu!" Raiz masih sabar, ia menyuruh Winda untuk keluar ruangannya, mengisyaratkan kalau biarlah Jilly menjadi urusannya.
"Apa gue udah berhasil buat lo ngeluh?" sindir Jilly saat Winda hendak berlalu.
"Tidak sopan!" bentak Winda, ia memandang Jilly begitu muak, kalau saja Jilly bukanlah anak dari Jason Ares Adrian, mungkin dirinya sudah menghukum habis-habisan siswinya itu.
Jilly menoleh, lalu ia tersenyum smirk, mendekati Winda dan "Aarggghhh!" suara itu begitu menyakitkan terdengar kala Jilly sudah dengan cepat menjambak rambut Winda.
"Hentikan, apa kau sudah gila?" bentak Winda histeris.
"Kalau udah tau gue gila, jadi ngapain lo cari gara-gara sama orang gila?" ucap Jill santai.
"Jilly, lepas!" Raiz langsung saja menghentikan itu, ia berusaha melepaskan cengkraman tangan Jill di rambut Winda.
Winda lagi-lagi berteriak, beberapa orang yang masih belum pulang dari sekolah mendekat dan langsung membantu Raiz dan Winda.
Jilly berhasil dipegangi oleh Raiz, ia tersenyum smirk kala melihat Winda yang begitu kesakitan.
Bagaimana tidak, Winda bahkan merasakan kulit kepalanya seakan mau lepas. Benar-benar seperti rumor yang beredar, putri bungsu Jason Ares Adrian ini benar-benar mengerikan.
"Jilly!" ternyata yang membentaknya kali ini adalah kepala sekolah. Kepala sekolah baru saja berniat ingin pulang saat mendengar suara gaduh dari ruangan BK, ia langsung menghampiri dan malah mendapati kejadian mengerikan itu.
"Pak, biar saya tangani dulu!" ucap Raiz menenangkan suasana yang mulai tegang.
"Pak Raiz, ini benar-benar tidak bisa dibiarkan!" gerutu Winda yang tampak belum puas, apa lagi ada kehadiran kepala sekolah di sana, ia yakin setelah ini Jilly pasti akan mendapat hukuman untuk lebih mendisiplinkan diri, bukan hanya hukuman seperti tiga hari ini.
"Pak Raiz, saya harap Bapak bisa lebih bijak dalam menanggapi masalah ini." ucap lemah Kepala Sekolah. Dari nadanya Raiz tau, kepala sekolah tengah memberinya peringatan untuk lebih berhati-hati mengingat yang akan dirinya hadapi kali ini adalah anak dari Jason Ares Adrian.
Lalu, Kepala Sekolah membawa Winda keluar ruangan BK, tidak ingin menambah keadaan menjadi semakin rumit runyam.
Tinggallah Raiz bersama dengan Jill di dalam ruangan BK itu, Raiz menutup pintu ruangannya, ia mempersilahkan Jill untuk duduk.
Jika cara hukuman tidak bisa membuat Jill jera, kali ini ia akan mengajak Jill untuk bicara dari hati kehati. Untuk seorang guru BK sepertinya tentu saja ia tau bahwa dirinya akan menghadapi berbagai macam sifat murid-muridnya, namun tidak pernah terbayangkan kalau ia akan menghadapi sifat Jill yang menurutnya sudah diluar batas. Kejadian tadi, benar-benar tidak pantas dilakukan murid pada seorang guru. Membayangkan Winda yang kesakitan, dalam hati Raiz malah tersimpan kekesalan untuk Jill.
"Jilly, apa kau tidak menyesal melakukannya?" tanya Raiz lembut.
"Tidak!" sahut Jill pasti.
Raiz memejamkan matanya, dengan senyum paksa ia mengambil satu gelas air minum kemasan dan memberikannya pada Jilly, "Minumlah, kita harus bicara!" ucap Raiz.
Jill mengambil minuman itu dan menurut, kemudian siap mendengarkan apa yang akan dibicarakan Raiz.
"Katakan apa masalahnya?" tanya Raiz.
Jill menggeleng, "Nggak ada, aku cuma nggak suka dia mengganggu milikku!" jawab Jill yang dengan tanpa persetujuan Raiz malah sudah mengklaim Raiz sebagai miliknya.
Raiz tersenyum lagi, jawaban konyol macam apa itu, sedari tiga hari ini sebenarnya Jilly selalu saja mengatakan menyukainya, namun Raiz tidak berniat menanggapi, baginya Jilly mungkin sama seperti siswi lainnya yang menyukai sebagai seorang guru idola.
"Kau tau tindakan seperti tadi tidaklah benar?" tanya Raiz lagi.
"Saat kau masuk ke sekolah ini, kau harus berusaha untuk mentaati peraturan di sini, dan juga tindakanmu tadi, mau di bawa ke sekolah mana pun tentu saja tidak akan ada yang membenarkannya."
"Aku nggak peduli!" ucap dingin Jilly, karena dia benar-benar tidak suka ada yang mengganggu Raiznya.
"Baiklah! Karena tindakanmu tadi, maka kali ini sepertinya saya akan memanggil orang tuamu untuk yang pertama kalinya!"
"Hemmm!" Jill tampak berpikir, lalu seperdetik kemudian ia mengangguk dan berkata, "Kenapa nggak sekarang aja Bapak ke rumah? Aku bisa kok jadwalin pertemuan Bapak sama orang tuaku!" ucapnya antusias.
"Hah?"
Bersambung!
...Selamat datang di karya baru!...
...Semoga betah dan jangan lupa dukung karya ini dengan selalu like, komentar, dan berikan Vote serta hadiah ☺️...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!