"Aku bilang tidak ada!" Sudah kubilang aku tidak memiliki uang.
"Bohong!" mana hasil jualan Mu hari ini ? Aku yakin kau menyembunyikan. Berikan padaku sekarang!"
"Jangan!"itu untuk pengobatan Anisa!"
Olivia terhenyak. Ia tahu betul suara siapa yang sedang berdebat di dalam kontrakan rumah kecil itu. Itu adalah suara ibu Nurhaida bersama Roberto. Ibu dan ayahnya.
Saat yang selalu Olivia takutkan terjadi lagi malam ini. Roberto kembali datang dan merampas uang hasil jualan gorengan ibunya. Bahkan tak jarang gaji Olivia selama bekerja di salah satu perusahaan ternama di kota ini pun tak lepas dari rampasannya.
"Jangan!"suara ibu Nurhaida yang melengking dari dalam rumah kontrakan kecil itu membuat Olivia segera berseru panik.
"Mama!"
Bergegas Olivia masuk ke dalam rumah kontrakan kecil itu, membuka pintu dengan sekali hentakan dan melebarkan mata ketika melihat ibu nurhaida yang berlutut di kaki Roberto.
Sedangkan Roberto tampak santai berdiri sambil menghitung uang pecahan Lima ribu dan beberapa uang pecahan sepuluh ribu hasil penjualan gorengan Ibu Nurhaida beberapa hari ini. Di sela sela ibu Nurhaida bekerja sebagai buruh cuci di rumah para tetangga.
Olivia geram melihat Roberto mengambil uang itu. Apalagi uang itu yang sengaja dikumpulkan oleh ibu Nurhaida untuk biaya pengobatan kakaknya yang mahal.
"Jangan ambil uangnya!" nanti Anisa bagaimana?"Isak ibu Nurhaidah menarik celana Roberto yang telah Kumal, lusuh dan jorok.
Roberto berdecak melirik ke bawah kakinya."Anisa itu sudah penyakitan tinggal tunggu matinya saja dia. Untuk apa susah-susah cari uang buatnya? Kalian hanya akan membuang-buang waktu saja Nurhaidah.
Lebih baik uang ini kau gunakan untuk menyenangkan suamimu ini,"ucap Roberto memasukkan semua uangnya ke dalam saku bajunya lalu memberikan senyum penuh ejekan kepada ibu Nurhaida.
"Menyenangkan suami seperti apa? Ayah hanya menggunakan uang itu untuk judi dan wanita. Tidak pernah ayah bertobat sama sekali sudah tua dan bau tanah saja. Tetap berprilaku urakan!" Olivia bersuara membuat kepala kedua orang tuanya sama-sama menoleh ke arahnya yang baru tiba di rumah.
Roberto tersenyum lebar senang menyambut Olivia si anak emas yang bekerja di perusahaan ternama di kota ini.
"Olivia!" kau sudah pulang sayang?" sepertinya kau pulang lebih cepat hari ini baguslah. Ayah memang ingin cepat-cepat bertemu denganmu." ucapnya melemparkan kedipan penuh arti kepada Olivia.
Olivia mendengus kesal dan penuh emosi Ia tahu betul apa yang Roberto maksud. Setiap kali bertemu, hanya uang yang selalu Roberto tanyakan. Roberto selalu meminta uang kepada Olivia. Apalagi setelah mengetahui Olivia bekerja di sebuah perusahaan ternama di kota ini.
"Berikan uang itu pada ibu. Ayah tidak berhak mengambilnya ibu mengumpulkannya dari hasil jerih payah sendiri. Dan semua itu untuk biaya pengobatan Anisa. Harusnya sebagai orang tua ayah juga ikut mencari uang untuk pengobatan Ka Anisa bukan malah merampas." ucap Olivia sambil Olivia membantu ibu Nurhaida berdiri.
Lalu memasang badan di depan Roberto menatap dengan raut protesnya. Olivia tidak pernah ingin memiliki ayah yang tidak bertanggung jawab seperti si pemabuk dan tukang judi. Inilah ayahnya yang bisanya hanya mengganggu ketenangan keluarga.
Roberto selalu menghabiskan uang hasil jual gorengan ibu Nurhaida. Jika dirinya kalah dalam berjudi online ataupun mabuk-mabukan.
"Sejak dulu uang yang kalian kumpulkan selalu untuk Anisa. Olivia," Annisa itu sudah sekarat biarkan saja dia mati. Nanti kalau sudah waktu umurnya habis dia juga akan mati kan." ucap Roberto wajahnya tampak begitu santai membuat Olivia mengeram kesal.
Jangan berkata seperti itu tentang kakakku Ka Anisa pasti akan sembuh. Dia akan sembuh kau itu seorang ayah. Tidak pantas berkata seperti itu keluar dari mulutmu, untuk seorang anak yang terlahir dari rahim istrimu. apalagi itu darah daging mu.
Nurhaidah menyentuh punggung Olivia yang bergetar pelan karena emosinya yang berusaha ia tahan. Jika Olivia mau, dia bisa menampar Roberto saat itu juga. Tetapi Olivia masih ingat lelaki tua dan brengsek itu adalah ayah kandungnya.
"Kenapa?
"Ayah mengatakan sesuai fakta. Roberto menaikkan kedua alisnya. Bukankah gagal ginjal itu penyakit yang berbahaya? dokter sendiri yang bilang kalau Anisa kemungkinan akan sembuh jika ia melakukan pencangkokan ginjal dari pendonor ginjal yang cocok.
Ayah yakin kau tahu betul berapa biaya pencangkokan ginjal seperti itu. Daripada menjadi beban, lebih baik biarkan saja Anisa menghadapi penyakitnya sendirian. Suruh siapa dia sakit." ucap Robert. Enteng Roberto mengangkat pundaknya.
"Ayah tutup mulut ayah sekarang juga! Jangan sampai Ka Anisa mendengarnya. lagi pula dia bukan beban keluarga ini. Dia kakakku. Kakakku, justru ayah yang menjadi beban sesungguhnya.
Kau yang selalu mengganggu ketenangan kami di rumah ini. Kau yang membuat kami susah. Jika tidak ada kau, pasti hidup kami akan tentram dan damai." sontak Olivia kesabarannya musnah sudah.
Ia tak tahan ingin segera membungkam mulut Roberto. Mendengar sentakan Olivia Roberto menatap dengan bola matanya yang melebar wajahnya memerah luapan amarah menguasai dirinya.
"Lancang sekali kau bicara seperti itu pada ayahmu, Olivia beraninya kau!"tangan Roberto terangkat hendak menampar wajah gadis berparas cantik itu. Ia Olivia Jason hendak ditampar ayah kandungnya sendiri.
Karena perdebatan demi perdebatan terjadi saat itu, Tetapi Ibu Nurhaida lebih dulu berseru dan menahan pergelangan tangan suaminya.
"Jangan!"jangan pernah berani menyakiti anak-anakku!"jika kau tidak bisa menjadi suami dan ayah yang baik, setidaknya jangan pernah melukai fisik mereka!"seru Nurhaida matanya sudah berkaca-kaca.
Nurhaida merasa jengah pertengkaran seperti ini nyaris selalu terjadi setiap kali Roberto pulang ke rumah.
Entah lelaki tua itu tidur di mana. Yang jelas tempat Roberto tidak akan jauh dari tempat-tempat perjudian dan penjualan minuman beralkohol dan juga tempat para wanita penghibur.
Roberto mengurungkan niatnya. Tetapi matanya masih menyala pada Olivia yang tampak tak takut sama sekali padanya. sebaiknya kau pergi dari sini aku tidak suka melihat ayah menyakiti ibu dan kak Anisa!"telunjuk Olivia mengarah pada pintu yang tertutup rapat.
"Siapa kau berani beraninya mengusirku dari rumah ini? ucap Roberto kepada Olivia.
"Iya saya berhak mengusir siapa saja yang tidak aku sukai tinggal di rumah ini. Termasuk kau. Karena aku yang membayar kontrakan rumah ini." ucap Olivia dengan tegas kepada Roberto.
Roberto terdiam. Ia benar menetralisir emosinya agar kembali tenang, Roberto mengeluarkan romantik api dari saku celana jeansnya menyalakan rokok, lalu menyesatnya dan membuat asapnya tepat di depan wajah Olivia. Hingga Olivia harus menerus mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Aku akan pergi jika kau memberikan uang. tangan Roberto menengadah pada Olivia.
Mata Olivia tertumpuk ke sana mati-matian. Ia menahan kesal yang telah kembali menumpuk di dada tanpa dosa Roberto justru meminta uang darinya. Padahal Olivia baru saja mendapat masalah di tempat pekerjaannya.
Dengan terpaksa karna lelah, Olivia menyerah yang merogoh tas selempangnya dan mengeluarkan 4 lembar uang pecahan Lima puluh ribu pada Roberto. Ia yang langsung merebut waktu itu sebelum Olivia memberikannya.
"Aku belum menerima gaji hanya itu yang ku punya." sengaja Olivia berbohong agar Roberto percaya. Ia tak memiliki uang lagi selain yang ada di tangan lelaki itu.
Roberto mengecupiuang itu dengan sayang. senyum lebar merekah di wajah tuanya lalu ia mengedip senang pada Olivia terima kasih Olivia ku, kau memang anak kebanggaan Ayah. Ayah lain kali ayah akan datang lagi menemuimu.
Olivia membisu hanya menatap penuh ketidaksukaan pada Roberto. Ia membiarkan Roberto berbalik pergi dan berjalan keluar dari rumah kontrakan kecil l, yang mereka tempati selama ini. Yang sebenarnya sudah tidak layak untuk dihuni.
Bersambung......
Hai semua ketemu lagi nih, dengan emak Morata . Jangan lupa like, coment, Vote dan hadiannya ya besty ku!" TRIMAKASIH 🙏🙏🙏🙏🙏
"Olivia kau tidak apa-apa?" Ibu Nurhaida bertanya memeluk Olivia dari samping. Olivia menoleh mengusap pipi Ibu yang tampak basah. Hati Olivia serasa diremas setiap kali melihat ibunya menangis karena ulah Roberto.
"Harusnya aku yang bertanya kepada mama. Apa mama baik-baik saja kan? apa ayah melukai ibu?" kedua tangan Olivia menyentuh pundak Nurhaida bertanya dengan meneliti tubuh wanita paruh baya itu. Olivia takut sekali, jika Roberto sempat menyakiti ibu Nurhaidah sebelum ia pulang ke kontrakannya. Ibu Nurhaidah menggeleng tidak Olivia ibu baik-baik saja tapi Anisa...."
"Ada apa dengan Kak Anisa ma?" apalagi yang terjadi?"raut wajah Olivia semakin panik kakinya melangkah cepat menuju kamar di mana Anisa terbaring lemah di sana. Olivia duduk di samping kasur busa yang telah koyak dan usang mengusap kening Anisa.
Anisa terasa dingin di telapak tangannya dia menggigil tadi dia muntah-muntah dan badannya lemas. Sekarang keadaan Anisa lah yang sangat mengkhawatirkan. "Seharusnya kakak kamu Anisa dibawa ke rumah sakit.Tapi ayahmu datang tiba-tiba saat ibu baru membongkar tabungan. Habislah semua uang tabungannya dirampas ayahmu.
Entah sekarang bagaimana Anisa akan berobat." jelas Ibu Nurhaida dengan wajah sedih. Ia tertunduk lemas di samping Olivia sambil tangannya mengusap kaki mungil Anisa yang terbalut selimut.
Olivia menoleh, Bu kita bawa saja Annisa sekarang kerumah sakit.Dia harus segera ditangani oleh dokter. Karena jadwal Olivia saat ini harus cuci darah. Aku tidak menyerahkan semua uangku pada ayah. masih ada sedikit yang ku simpan di tasku." ucap Olivia kepada ibu Nurhaidah yang dapat didengar kakaknya sendiri Anisa.
Harapan kembali tumbuh di hati ibu Nurhaida matanya berbinar menatap Anisa yang masih merilis kesakitan dan tangannya yang gemetar pelan. Baik Olivia," ayo kita berangkat sekarang. Dengan menggunakan taksi online yang dipesan oleh Olivia dengan menggunakan ponselnya Olivia dan Ibu Nurhaida membawa Anisa Kerumah sakit.
****
Anisa telah selesai ditangani oleh dokter. kakak Olivia yang berusia 21 tahun itu sekarang sudah tertidur pulas di atas Branker yang disediakan oleh pihak rumah sakit. Yang mana setelah melakukan pencucian darah kondisi Anisa saat ini sudah mulai stabil.
Tetapi Olivia tetap tak bisa tenang hatinya sedang dalam kegamangan. Duduk di depan dokter Iskandar. Olivia mendengar dengan jelas ucapan yang keluar dari mulutnya tentang Anisa.
Sebelum semuanya makin parah sebaiknya proses pencangkokan ginjal segera dilakukan. Mungkin kami tak bisa menjamin kesembuhannya. Tetapi dari sebagian besar kasus gagal ginjal, jenis ini memiliki kemungkinan sembuh yang lebih besar setelah melakukan pencangkokan ginjal.
Karena salah satu ginjal milik Anisa sudah tidak bisa berfungsi lagi apalagi fungsi ginjal yang satu lagi tidak sempurna. Dokter Iskandar memaparkan hal yang sebenarnya. Sudah Olivia ketahui sejak beberapa hari belakangan ini, ketiga kalinya dokter Iskandar mengatakan itu kepada Olivia Olivia.
Setelah Mengetahui tentang kondisi Anisa yang harus melakukan pencangkokan ginjal. Tetapi Olivia tidak tahu harus mencari uang sebanyak itu darimana. Sebenarnya untuk pendonornya sendiri, dokter Iskandar mengatakan kemungkinan besar yang paling cocok adalah ginjal saudara dekat atau yang satu golongan darah dengan. Seharusnya ginjal Pak Roberto cocok untuk Anisa karena Annisa merupakan Putri Kandung Roberto.
Aku tahu ini tidak mudah Olivia," biayanya memang sangat besar. saya mengerti keadaan ekonomi keluargamu. Sebagai dokter aku harus mengatakan apa jalan terbaik untuk kesembuhan Annisa. Olivia mengangguk tersenyum pahit.
Keadaan Anisa semakin serius apa yang bisa ia lakukan untuk adiknya itu. Olivia tidak pernah perhitungan meski gajinya setiap bulan sebagian besar selalu digunakan biaya pengobatan Anisa. Olivia rela dibeli kakak satu-satunya.
Tetapi sekarang?
Aku pengangguran uang di dompetku sudah habis semua hari ini. Sedangkan Anisa sangat membutuhkannya apa yang harus aku lakukan sekarang?" batin Olivia
Kini Olivia melangkah keluar dari ruang dokter Iskandar. Olivia berdiri menyandarkan punggungnya di tembok matanya menatap sayup ke depan.
Sementara pikirannya berkecamuk memberikan banyak hal.
Sampai tiba-tiba ucapan Daniel Gladuks kembali terngiang di telinganya
"Pilihan hanya dua Olivia, terima tawaranku dan selamatkan kakakmu. Atau kau Ku pecat dan kakak kamu tidak akan pertolongan." kakak tidak akan tertolong Olivia mengulang kalimat Daniel Gladuks sambil memejamkan mata membuat setetes air jatuh melewati pelipis matanya.
Ada rasa sesal dalam hatinya mengapa ia harus berada dalam situasi yang sangat berat seperti ini. Jika ia menerima tawaran dan Daniel Gladuks kemungkinan kakaknya Anisa untuk sembuh sangat besar. Di samping Daniel Gladuks dengan mudah mendapatkan donor ginjal untuk Anisa.
Tetapi Olivia harus melakukan sebuah pengorbanan yang besar dan dapat dikatakan permintaan yang luar biasa bagi seorang CEO seperti Daniel Gladuks.
Olivia harus merelakan keperawanannya untuk Daniel Gladuks serta menjadi teman tidur lelaki itu selama dua Minggu penuh.
Tapi jika Olivia menolaknya, "Dimana aku harus mencari uang untuk biaya pencangkokan ginjal kak Anisa? Olivia bingung melakukan apa saat ini.
Hembusan nafas pelan lolos dari bibir mungilnya. Olivia sudah berkata kepada Daniel Gladuks bahwa ia tidak akan pernah menginjakkan kakinya lagi di perusahaan milik lelaki sombong itu.
Kemudian dibenaknya membayangkan kondisi kakaknya Anisa yang kemungkinan akan semakin bertambah parah lagi seandainya tidak segera mendapatkan tindakan.
"Tidak?" Olivia tidak bisa kehilangan kak Anisa berarti banget bagiku." Olivia bermonolog sendiri.
"Kak Anisa aku akan melakukan ini untukmu bisiknya dalam kesenyapan koridor rumah sakit yang tampak sepi. Dengan berat hati Olivia memutuskan untuk menerima tawaran Daniel Gladuks yang sebelumnya sangat ia tolak mentah-mentah.
****
Ketika Olivia Jason sudah Tiba di kantor besar yang tinggi bagai gedung pencakar langit, Olivia langsung mencari keberadaan Daniel Gladuks di ruangannya. Tentunya tidak ada seorangpun yang melarangnya masuk ke gedung pencakar langit Itu.
Kaena setiap Karyawan tau, kalau Olivia Jason bekerja di kantor yang sama dengan mereka. Tidak ada yang tau masalah Tara Olivia dengan Daniel Gladuks. Yang tau hanya kedua insan yang saling berdebat dua hari yang lalu.
Daniel mengangkat kepalanya dari berkas yang sedang ia tanda tangani. Matanya menoleh ke arah pintu yang diketuk oleh seseorang lalu pintu terbuka.
Wajah tertunduk Olivia menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya.
Gurat pasrah di wajah wanita itu membuat sebelah ujung bibir Daniel Gladuks tertarik tersenyum kecut. Olivia datang bukankah dia sudah dipecat? Daniel tersenyum miring dalam hati ia sudah bisa menduga apa niat kedatangan Olivia ke ruangannya.
"Kemarin kau bilang tidak akan sudi lagi menginjakkan kaki di perusahaan Ku. Tapi sekarang kau datang. Lucu sekali Olivia. ternyata wanita pemberani sepertimu pandai menarik ucapannya sendiri. Daniel Gladuks meletakkan pena yang tadi dipegangnya di atas meja, tepatnya di atas berkas yang ia tanda tangani.
Menatap Olivia ia menautkan kedua tangannya di bawah dagunya, sementara siku tangannya tertumpuk di tepi meja. Kedua bola mata sempurna melekat pada wajah Olivia yang tampak memerah.
Olivia pun menaikkan pandangan membuat mata hazel berwarna coklat miliknya dapat melihat wajah Daniel Gladuks yang menampilkan raut wajahnya. Olivia sadar Daniel pasti telah menebak niat kedatangannya.
Kau akan berbicara atau hanya tetap diam saja? katakan Olivia aku tidak punya banyak waktu untuk menunggumu membuka mulut. Daniel Gladuks mendesak
Cepat Olivia menarik nafasnya dalam dalam dan membuangnya kasar. Sebelum kemudian ia meremas tangannya memejamkan mata dan berkata. "Aku mau menerima tawaran Anda yang kemarin Tuan." ucap Olivia kepada Daniel Gladuks dengan ragu-ragu.
Ada rasa kekhawatiran di hati Olivia Jason membuat dirinya tampak susah dan kesulitan untuk menelan silvanya. Ketika Daniel beranjak dari tempat duduknya ia khawatir kalau saat itu juga, Daniel akan bertindak macam-macam terhadapnya.
Bersambung.....
hai hai redears dukung terus karya author agar outhor lebih semangat untuk berkarya trimakasih 🙏🙏🙏🙏
JANGAN LUPA LIKE, COMMENT VOTE DAN HADIAHNYA YA
Meski sudah menebaknya Daniel Gladuks tetap saja merasa terkejut. Netranya semakin lama memperhatikan gerak bibir bawah Olivia yang bergetar pelan lalu pandangannya turun pada kedua tangan Olivia yang mengepal.
"Tawaranku yang mana? Aku tidak ingat."dengan sengaja Daniel Gladuks mempermainkan Olivia. Ia pura-pura lupa akan tawaran yang diberikan dan yang Gladuks kepada Olivia. Membuat Olivia sempurna membuka matanya menatap Daniel Gladuks tak percaya.
"Jawab Olivia!"memangnya aku pernah memberi tawaran apa pada kamu?"Daniel Gladuks kembali bertanya kepada Olivia Jason.
Olivia menelan silvanya berat. Ia sadar Daniel hanya ingin membuatnya semakin merasa malu dan semakin terhina.
"Tawaran Anda yang mengatakan kalau anda akan membiayai seluruh biaya pengobatan Kakakku sampai sembuh, dan aku harus membayarnya dengan menjadi teman tidurmu selama dua Minggu." ucap Olivia Jason sambil menundukkan kepalanya. Ia sama sekali tidak berani menatap Daniel Gladuks.
Kini senyum miring tercetak jelas di bibir Daniel. Olivia Jason menahan sesak yang berkumpul di dadanya. Untuk menguatkan dirinya. Ia terus mengingat nama kakak ya Anisa.
"Sudah kubilang, bukan? Aku terbiasa mendapatkan apa yang kuinginkan Olivia."ucap Daniel Gladuks sambil bangkit dari tempat duduknya berdiri menghampiri Olivia Jason.
Tubuh Olivia Jason terasa mengkerut setiap kali langkah kaki panjang Daniel Gladuks makin dekat kepadanya.
Daniel Gladuks menduduki tepi meja tepat di depan Olivia Jason, melipat kedua tangannya di dada. Serasa matanya memindai tubuh wanita itu dari atas hingga turun ke bawah.
Hal itu membuat Olivia Jason menahan nafas sekuat tenaga. Seandainya ada pilihan lain, Olivia tidak akan sudi datang menghampiri Daniel Gladuks di kantor yang selama ini ia pimpin. Tetapi Daniel Gladuks begitu merendahkan.
"Aku sudah setuju dengan penawaran Anda Tuan. Dan aku tidak ingin berdebat lagi. Terserah apa tanggapan Anda tentang diriku. Aku hanya ingin meminta uang 500 juta itu. Kakakku sangat membutuhkannya sekarang."
"Hei....!"apa aku tidak salah dengar Olivia Jason? Kau ingin meminta bayaran Mu sementara kau belum memberikan apa yang harus kudapatkan. Entah kau masih perawan atau tidak, saya belum mengetahuinya." ucap Daniel Gladuks mengangkat alis membuyarkan tangannya yang terlipat di dadanya.
Ketukan sepatu mahal itu, terdengar kembali mengusik jantung Olivia Jason yang semakin berdetak tak karuan. Keresahan di hati Olivia semakin berkecamuk. Olivia kembali menundukkan kepala saat Daniel Gladuks berdiri begitu dekat di depannya.
Sebelah tangan Daniel Gladuks masuk dalam saku celananya. Sementara tangannya lagi menjepit dagu Olivia Jason, dan menariknya hingga mata mereka kembali bersinggungan.
Olivia menelan silvanya, dada mereka yang nyaris tak berjarak. Membuat Olivia harus sedikit menahan nafasnya.
"Aku tidak akan memberikan uang itu sebelum kau melakukan tugasmu."bisik Daniel Gladuks mengingatkan. Terkena pasnya terasa banget di permukaan wajah Olivia.
"Kau sudah menyepakati tawaranku untuk mendapatkan uang itu. Bukan? Kau ingin aku membiayai seluruh pengobatan kakak mu sampai dia benar-benar sembuh? Kau ingin uang itu secepatnya?"lanjut Daniel Gladuks. bertanya kepada Olivia yang sedari tadi berdiri mematung meratapi nasibnya.
Yang sebentar lagi akan melepaskan harta yang paling berharga di tubuhnya, kepada seorang CEO ternama yang terkenal kaya raya di sejagat negara ini.
Olivia sedikit bergidik, ketika telapak tangan Daniel Gladuks yang lebar meneliti ke dalam rambutnya, mengelus dengan gerakan halus sebelum akhirnya menyelipkannya ke belakang telinga.
Tetapi kepala Olimpia Jason tak kurung mengangguk sebagai jawaban.
"Kakakku harus segera melakukan operasi pencangkokan ginjal. Dia tidak punya banyak waktu."suara Olivia Jason agak bergetar saat mengatakan itu. Karena ia mengingat apa yang dikatakan dokter Iskandar kepadanya, mengenai kondisi kesehatan kakaknya Anisa.
Pengorbanan Olivia Jason kepada kakaknya satu-satunya, membuat dokter Iskandar merasa tidak tega melihat Olivia yang sudah kewalahan, untuk mencari pendonor dan juga biaya operasi pencangkokan ginjal kakaknya Anisa.
Pundaknya berdenyut menghindari sentuhan tangan Daniel Gladuks yang mencoba menembus leher jenjangnya. Terasa geli dan aneh bagai Olivia yang tak pernah merasakan sentuhan dari laki-laki dewasa. Apalagi sentuhan dari lelaki yang menyebalkan seperti Daniel Gladuks.
Visual Daniel Gladuks
Daniel Gladuks tersenyum menang. "Baiklah tampaknya kau sudah sangat tidak sabar ingin segera mende$@h di atas ranjang Ku."ejek Daniel Gladuks mendengus dan mengalihkan pandangannya ke samping.
Menyeringai tipis Daniel Gladuks menodai wajah Olivia yang begitu polos. Wajah yang meski jarang di poles oleh make up tebal, tetapi masih menampilkan kesan cantik yang unik dan natural.
Tangannya mengambil sebuah kartu di dompet lalu memberikannya kepada Olivia.
"Ini kartu nama aku, di sana ada alamat apartemenku. Kalau kau ingin semuanya dilakukan secepatnya, maka datanglah malam ini. Mulai nanti malam kau sudah bisa bekerja sebagai teman tidurku."ucap Daniel Gladuks sambil mengembangkan senyumnya senyum kemenangan.
Olivia menerima kartu nama itu dengan tangan yang agak bergetar. Meski hati kecilnya sangat menentang apa yang ia putuskan saat ini. Tetapi Olivia Jason tetap harus melakukannya untuk kakaknya Anisa. Demi kesembuhan kakaknya, Ia rela melakukan apapun.
Mata bulatnya melekat pada kartu nama yang tadi disodorkan Daniel Gladuks.Tiba-tiba Olivia menelan silvanya berat. Benaknya membayangkan apa yang akan terjadi nanti malam dengan dirinya?
"Kenapa kau terlihat gugup? Kau tahu kan. Olivia!" sekali aku memutuskan maka kau tidak akan pernah bisa membatalkannya. "Daniel Gladuks memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Matanya mengamati keresahan. Yang tergambar jelas di wajah Olivia.
"Selama dua Minggu penuh tubuhmu adalah milikku Olivia Jason. Dan tugasmu adalah menghangatkan Ku di ranjang Ku." bisik Daniel Gladuks mengelus leher jenjang Olivia Jason, dengan gerakan seringan bulu, membuat Olivia sejenak memejamkan matanya. Ingin rasanya ia menghindar tetapi sialnya Olivia tak bisa melakukan itu.
Hembusan nafas lelaki itu di kulit pipinya membuat Olivia berkedip. Terlebih ketika matanya menatap bola mata Daniel Gladuks yang menggelap sorot matanya itu, tampak berkabut penuh gairah.
Flash back.
"Olivia!"apa kau masih perawan?"tanya Daniel Gladuks. Pertanyaan itu berhasil membuat Olivia Jason tertegun, di tempatnya. Ia, membisu dan tidak langsung menjawab bahkan menatap Daniel Gladuks dengan tatapan tajam.
Olivia Jason memberanikan diri untuk bertanya kepada big boss tempat Olivia bekerja mengais rezeki untuk membiayai kehidupan mereka sehari-hari.
"Memangnya kenapa Anda bertanya seperti itu tuan?
"Aku pastikan kakakmu akan mendapat perawatan sampai sembuh. Tapi kau harus jadi teman tidurku selama 2 minggu penuh." ucapnya bola mata Olivia Jason membeli seketika. Ia tidak menyangka dan nyari Gladuks akan memberikan penawaran seperti itu.
Olivia memang sangat tahu lelaki seperti apa Daniel Gladuks. Dia adalah perwujudan sempurna seorang laki-laki, dalam hal fisik wajah tampan dan tegas. Matanya selalu bisa membius siapa saja. Terkecuali Olivia Jason yang baru bekerja satu tahun Disamera company.
Setiap minggunya Olivia kerap melihat para model papan atas yang bergantian datang ke ruang kerja Daniel gladuks . Tujuan mereka tentu saja untuk berkencan. Olivia Jason tidak merasa heran dengan hal itu.
Daniel Gladuks dengan paras tampan, serta kekayaannya yang mampu menarik wanita kelas atas keranjangnya jika ia mau. Melihat wajah tampannya saja para wanita akan langsung terpikat dalam sekejap mata. Mungkin hanya Olivia saja di kantor itu yang tak tidak tertarik kepada Daniel Gladuks.
Hari ini Olivia memberanikan diri datang ke ruang kerja Daniel Gladuks, menunduk di depannya untuk meminjam uang. Olivia pun mengatakan uang itu akan digunakannya untuk biaya operasi pencangkokan ginjal kakaknya, yang menderita gagal ginjal.
Tetapi jawaban lancang itulah yang diberikan Daniel Gladuks. Membuat wajah Olivia memerah dengan tangannya yang terkepal marah karna sudah emosi mendengar segala kata kata yang keluar dari mulut Daniel Gladuks.
"Anda memang bosku. Dan aku tahu dengan uangmu Anda bisa menghabiskan waktu dengan wanita mana saja yang anda inginkan. Tapi aku bukan mereka! "lancang sekali anda bicara seperti itu padaku.
Anda pikir bisa dengan mudah menjerat wanita miskin sepertiku keranjang Mu? Itu tidak akan pernah terjadi tuan!"Olivia Jason mengeraskan giginyanya dan rahangnya sudah mengeras.
"Kenapa tidak? Daniel Gladuks mengangkat tangan dan pundaknya ke depan Olivia Jason. raut wajahnya begitu tampan sehingga setiap wanita akan terpesona melihatnya.
"Kau tahu sejak kecil aku sudah terbiasa mendapat apa yang kuinginkan. Aku bukannya ingin menghinamu Olivia Jason. Tapi kau datang tiba-tiba ke Ruangan ku meminjam uang 500 juta padaku.
Padahal kau belum genap 1 tahun bekerja di perusahaan ini. Kau pikir aku ini nenek moyangmu? yang bisa kau pinjam uang seenaknya saja? Bos mana yang berani meminjamkan uang kepada karyawan rendahan sepertimu, uang sebesar itu? Ucap Daniel Gladuks sambil menatap Olivia Jason dari ujung kaki hingga ujung rambut.
Olivia Jason membisu tetapi nafasnya menderu naik turun. Karena merasa sangat dihina oleh Daniel Gladuks. Olivia bukanlah orang yang gemar meminjam uang. Andai kakaknya tidak sakit keras mana mungkin ia senekat ini meminjam uang kepada bos yang terkenal angkuh dan songong.
Bersambung......
hai hai redears dukung terus karya author agar outhor lebih semangat untuk berkarya trimakasih 🙏🙏🙏🙏
JANGAN LUPA LIKE, COMMENT, VOTE , DAN HADIAHNYA YA TRIMAKASIH 🙏🙏🙏🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!