NovelToon NovelToon

Menjadi Petani Sukses ( Sistem Bertani )

Pingsan Di Sawah

Seorang pemuda terlihat sedang berteriak-teriak di area persawahan. Dia juga menunjuk-nunjuk ke arah sawah, yang semua tanaman padinya mengering.

Bahkan, pemuda itu sampai membuka kaos oblong yang dia kenakan. Kemudian membuangnya dengan kesal ke sembarang tempat.

"Sawah sialan!"

"Bodoh!"

"Tidak Berguna!"

"Padi brengsekkk!"

"Agrhhh..."

Brukkk!

Semua orang yang melihat tingkah pemuda itu hanya bisa menghela nafas panjang. Tanpa ingin mendekat. Karena mereka tahu, siapa pemuda itu.

Pemuda itu bernama Jamal. Umurnya sekitar dua puluh lima tahun.

Sedari kecil, dia memang tidak tahu apa-apa. Dia bodoh. Bahkan sering tinggal kelas, saking bodohnya. Tapi Jamal sangat menyayangi ibunya, yang sekarang ini sudah menjadi janda.

Kembali pada kejadian di sawah, di mana Jamal berteriak-teriak tidak jelas.

Jamal merasa frustasi, dengan keadaan dirinya yang tidak bisa melakukan apa-apa. Untuk sawah miliknya itu.

Sawah itu gagal panen, padahal dia sendiri yang mengelolanya. Karena ayahnya sudah meninggal dunia. Dan dialah yang kini menggarap sawah tersebut.

Sebenarnya sawah itu tidak besar dan luas. Hanya sepetak saja. Tapi karena sawah tersebut adalah peninggalan ayahnya, mau tidak mau, Jamal juga yang harus menjaga dan merawatnya. Karena dari hasil panen di sawah itu juga, keluarganya bisa bertahan hidup selama ini.

Tapi Jamal merasa sangat kecewa, dengan semua hasil yang dia dapatkan saat ini. Tidak sama seperti dulu, sewaktu masih ada ayahnya.

Pada saat Jamal dalam keadaan pingsan, orang-orang baru datang mendekat. Untuk melihat keadaan dirinya.

Tadi, mereka semua takut untuk mendekat ke tempatnya Jamal berada, karena tidak mau terkena amarah Jamal, yang sedang merasa sangat kecewa tadi.

Mereka berpikir bahwa, bisa-bisa, mereka juga akan kena amukan Jamal. Karena dikira ikut campur dalam urusannya.

"Dia pingsan. Bagaimana jika kita bawa dia pulang ke rumah?"

"Tapi jika dia tiba-tiba sadar di tengah jalan, kemudian ngamuk lagi bagaimana?"

"Kita panggil Ami nya saja bagaimana?"

Ami adalah sebutan Jamal untuk memanggil ibunya, yang bernama Umi.

"Kita tunggu dia sadar saja."

"Kalau Ami Jamal tahu, bisa-bisa dia malah sedih nanti."

"Tapi jika tidak diberitahu, lebih salah lagi kan?"

Setelah berunding, beberapa orang yang sedang berada di sawah sepakat, untuk tidak membawa Jamal pulang ke rumah. Mereka tetap menunggu tak jauh dari tempat Jamal terbaring saat ini.

Mereka hanya memantau kondisi Jamal. Agar tidak melakukan apa-apa, jika saatnya sadar nanti.

Tapi mereka semua tidak ada yang tahu, bagaimana keadaan Jamal. Saat sedang pingsan saat ini.

Jamal berkelana entah di dunia mana, karena dia tidak mengenal tempat yang dia pijak. Di mana semuanya tampak transparan. Dengan berbagai tombol dan angka, yang tidak dia kenali.

Dia bingung dengan ruangan tempatnya berada sekarang. Karena Jamal merasa belum pernah ada di ruangan seperti ini.

[ Ding... Selamat Datang Tuan ]

[ Tuan sedang berada di ruang sistem ]

[ Tuan adalah orang ke 1111, yang menerima sistem ini ]

'Sistem? Aku tidak mengenal siapa sistem.'

[ Tuan mendapat sistem ini dari galaksi Ximoon, dengan kode series XX1111M ]

'Ah, Aku tidak mengerti apa maksudmu.'

[ Sistem ini bisa mengubah nasib Tuan sebagai seorang petani untuk kedepannya nanti ]

'Omong kosong apa ini? Aku tidak percaya.'

[ Tuan tidak mau mencobanya? Karena setiap Tuan melakukan cek in, ada hadiah. Dan pada saat menyelesaikan sebuah misi, Tuan bisa mendapatkan kotak misteri. Dengan hadiah besar di dalamnya ]

'Bohong! Aku tidak pernah percaya omong kosong ini. Aku memang bodoh, tapi Aku tidak mau Kamu bodohi.'

[ Tuan bisa pelajari selanjutnya, coba tekan tombol besar yang ada. Ini untuk menyatukan tubuh Tuan dengan Sistem Bertani ]

Jamal ragu. Dia tidak tahu apa itu sistem. Karena selama ini dia hanya tahu bagaimana cara bekerja di sawah.

Tapi karena rasa penasaran yang ada di dalam hatinya, dia pun akhirnya mengikuti arahan dari suara yang dia dengar.

Dia membuktikan kebenaran dari suara tersebut. Jamal tidak peduli, seandainya semua hanya omong kosong belaka. Karena dia memang sering tertipu oleh teman-temannya sendiri, karena kebodohannya juga.

Akhirnya dengan rasa penasaran yang tinggi, Jamal menekan tombol merah besar, untuk menyatukan dirinya dengan sistem. Sesuai dengan arahan yang tadi dia dengar.

Tuttttttt....

[ Ding... Penyatuan sistem dan tubuh penerima dilakukan ]

1%

15%

25%

35%

50%

60%

70%

80%

90%

95%

100%

[ Proses Penyatuan Selesai ]

Tapi sayangnya, penyatuan sistem dengan tubuh Jamal, membuatnya kejang-kejang.

Dalam keadaan Jamal yang sedang kejang-kejang, membuat orang-orang yang tadi menunggui dirinya sangat terkejut.

"Kenapa ini?"

"Apa ada aliran listrik? tapi dari mana asalnya?"

"Apa dia punya epilepsi?"

"Aku belum pernah mendengar, jika Jamal menderita epilepsi."

"Bagaimana ini?"

"Panggil Ami nya saja!"

"Iya-iya. Panggil Ami nya cepat!"

Karena tidak ada yang berani mendekati Jamal, akhirnya mereka semua memutuskan untuk memanggil Ami nya saja. Supaya melihat dan mengetahui keadaan anak semata wayangnya itu.

Karena mereka berpikir bahwa, hanya Ami nya saja yang bisa mengatasi keadaan Jamal. Mereka semua tidak ada yang mau ikut campur, karena takut jika disalahkan nantinya. Seandainya terjadi sesuatu pada Jamal, dengan keadaannya yang sekarang.

*****

Di rumah Jamal.

Ami, atau Umi ibunya Jamal, sedang menjemur jagung yang sudah lama dia simpan di dapur.

Dia ingin mengolahnya menjadi beras jagung, karena tahu jika, sawah yang digarap anaknya gagal panen.

Sama seperti beberapa waktu yang lalu. Di mana tanaman padi Jamal terkena dampak hama. Yang pada akhirnya membuat semua tamanan padanya hancur.

Bahkan untuk hasil akhirnya saja, tidak cukup untuk mengembalikan modal benih padi pada awal musim tanam kemarin.

Miris memang.

Tapi Ami tetap meminta pada anaknya itu untuk bersabar, dengan semua ujian yang sedang diterima saat ini.

"Umi... Umi!"

Seseorang berteriak memanggil Ami nya Jamal, yang sedang sibuk dengan jagung yang sedang dijemur.

"Ada apa Kang Wahid?" tanya Umi, pada saat kang Wahid sudah sampai di dekatnya.

Kang Wafid adalah salah satu tetangganya, yang tadi berada di sawah. Dia datang untuk memberitahu pada Umi, tentang keadaan Jamal yang sekarang masih berada di sawah.

"Jamal Umi. Jamal pingsan di sawah. Dia kejang-kejang!"

Berita yang disampaikan oleh kang Wahid, tentu saja membuat Umi kaget. Dia merasa sangat khawatir dengan keadaan anaknya.

"Kenapa dia Kang?"

"Tidak tahu Umi."

"Tadi Jamal sudah sarapan pagi. Tidak mungkin pingsan karena lapar kan?"

Umi justru berpikir bahwa, anaknya itu pingsan karena rasa lapar pada perutnya.

"Sudah ayo cepat ikut ke sawah. Kamu bisa lihat sendiri, bagaimana keadaan Jamal di sana."

Akhirnya Umi meninggalkan jagungnya begitu saja. Dia melangkah dengan cepat, mengikuti langkah kang Wahid yang lebar.

"Semoga Jamal tidak kenapa-kenapa."

Umi pun bergumam dalam doanya, untuk keselamatan Jamal, anak satu-satunya itu. Dia tidak mau jika anaknya mengalami hal buruk.

Karena hanya bersama dengan Jamal saja, sekarang ini dia menjalani kehidupan ini.

Selalu Bersyukur

Enam bulan kemudian.

Jamal tersenyum senang, melihat keadaan sawahnya yang sudah siap untuk dipanen. Karena padinya sudah menguning, dengan bulir-bulir padi yang gemuk dan padat berisi.

"Wah... Jamal. Panen besar kali ini ya," sapa kang Wahid, yang baru saja datang.

Kang Wahid juga sedang menengok keadaan sawahnya. Karena saat ini, sudah memasuki masa panen juga. Sama seperti sawahnya Jamal.

"Iya Kang, Alhamdulillah... Bersyukur banget ini Jamal."

Jamal pun tersenyum, mendengar perkataan kang Wahid yang ikut tersenyum melihat sawahnya. Karena menang baru kali ini, Jamal bisa panen dengan hasil yang maksimal.

"Sukses ya Mal. Kamu pasti bisa menjadi seorang petani yang sukses di masa depan."

"Aamiin... aamiin Kang. Terima kasih atas doanya."

Jamal merasa sangat senang, karena dia tidak harus pergi ke luar kota, untuk bekerja mencari uang. Sama seperti yang dilakukan oleh teman-temannya yang lain.

Bahkan anaknya kang Wahid, juga ada yang pergi bekerja di luar kota. Agar bisa membantu keluarganya dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sekeluarga.

"Hanya Kamu Mal, pemuda yang masih mau bekerja di sawah. Anakku saja, ikut-ikutan pergi merantau. Gak mau kerja dengan lumpur sawah katanya."

Kang Wahid mengeluhkan sikap anaknya, yang menolak untuk ikut bekerja di sawah.

"Jamal juga sebenarnya pengen Kang kerja di kota. Tapi, kasian sama Ami. Dia sendiri di rumah. Jika ada sesuatu yang terjadi pada Ami, Jamal tidak bisa melakukan apa-apa. Seandainya ada jauh di kota sana Kang."

Kang Wahid menganggukkan kepalanya, menyetujui perkataan Jamal. Dia kagum dengan anak tetangganya itu. Karena meskipun Jamal adalah anak yang bodoh, tapi selalu menurut dengan perkataan ibunya.

"Ya sudah Mal. Aku tak pergi ke sawahku dulu ya!"

"Iya Kang. Itu sebentar lagi juga panen Yo Kang!"

Kang Wahid hanya mengangguk saja, dengan tetap melangkah di atas pematang sawah.

Jamal melihatnya dengan rasa syukur, karena sebenarnya, kang Wahid itu adalah panutannya selama ini.

Dia belajar bagaimana mengolah tanah, benih dan sebagainya dari kang Wahid. Meskipun akhirnya dia selalu gagal dalam panen yang seharusnya.

Tapi Jamal tidak pernah menyalahkan kang Wahid. Dia sadar, jika semua itu bukan kesalahan kang Wahid. Tapi kesalahannya sendiri. Yang tidak bisa mengerjakan pekerjaan sawah dengan baik.

Untungnya, dalam keputusasaan yang dia rasakan. Alam semesta memberinya kesempatan, untuk bisa bersatu dengan sistem yang tiba-tiba datang ke alam bawah sadarnya. Pada saat dia sedang dalam keadaan pingsan waktu itu.

Dan kini, dia rajin untuk cek in setiap harinya. Mengerjakan misi-misi yang diberikan oleh sistem bertani yang dia miliki.

Dia merupakan orang ke 1111, yang menerima sistem. Tapi karena dia adalah seorang petani, maka alam pun memberikan sistem bertani untuknya.

Jamal bisa berkomunikasi dengan sistem tersebut, dalam hatinya saja. Tapi itu bisa dilakukan di mana saja, yang dia inginkan.

Hari ini dia belum melakukan cek in harian. Karena itulah, sekarang dia duduk di gubuk sawahnya. Dia menghalau burung-burung yang datang untuk memakan paginya, sambil melakukan cek in dan misi harian yang ada.

[ Ding... Selamat pagi Tuan ]

'Aku mau cek in.'

[ Ding... cek in harian selesai ]

[ Poin bertambah 1 ]

Jamal memeriksa jumlah poin yang dia miliki. Ternyata sudah cukup banyak juga. Karena 1 poin tersebut, sama dengan sejumlah uang sebesar 1000 rupiah.

Sedangkan misi harian juga bisa mendapatkan kotak misteri, dengan jumlah poin yang besar.

Sekarang jumlah poin yang dimiliki Jamal ada seribu poin. Karena dia memang sudah menukar poinnya yang dari awal. Untuk biaya mengerjakan sawahnya ini.

'Misi apa untuk hari ini'

[ Tuan bisa melakukan pekerjaan menghalau burung-burung itu untuk mengerjakan misi harian ]

'Ini kan sudah Aku lakukan. Apa tidak ada yang lain, yang bisa mendapat hadiah lebih besar lagi?'

[ Misi harian ini harus diselesaikan terlebih dahulu, supaya Tuan bisa menerima misi lainnya nanti ]

'Hah, sudahlah. Aku menerima misi harian ini. Tapi ingat, Aku ingin hadiah yang besar. Untuk misi selanjutnya!'

[ Sistem akan mencarikan misi dengan hadiah besar ]

[ Ding... pencarian dilakukan ]

1%

15%

25%

35%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

[ Pencarian ditemukan ]

'Apa misinya itu?'

[ Buat hati ibu Tuan merasa bahagia untuk hari ini ]

Jamal bingung dengan jawaban sistem. Dia tidak tahu, bagaimana cara untuk membuat Ami nya merasa bahagia. Karena selama ini, ibunya selalu tersenyum, setiap melihatnya.

'Bagaimana caranya?'

[ Pikirkan sendiri Tuan ]

'Hemmm... baiklah. Semoga saja, apa yang Aku lakukan nanti bisa membuat Ami tersenyum dengan kebahagiaan yang sebenarnya.'

[ Ding... selamat bekerja Tuan ]

Sekarang, Jamal menghela nafas panjang. Dia mulai berpikir, bagaimana caranya agar ibunya merasa sangat bahagia. Dengan apa yang dia lakukan nanti.

"Hiaaaa.... Horeee...."

Jamal berteriak-teriak untuk membuat burung-burung yang datang pergi. Karena mereka, burung-burung tersebut, memang datang untuk memakan padi yang masih ada di pohon.

Dia menunggui padinya, supaya tidak di makan burung-burung itu. Dan ini dia kerjakan, karena ada misi juga yang harus dia selesaikan.

*****

"Ami... Ami..."

Jamal berteriak-teriak memanggil ibunya, sedari dia tiba di halaman rumah.

Umi tergopoh-gopoh, menyambut kedatangan anaknya. Dia pikir telah terjadi sesuatu pada diri anaknya itu, karena memangilnya dengan berteriak.

"Jamal, ada apa Nak?" tanya Umi, sambil melihat Jamal yang baru saja datang.

Jamal membawa seikat kacang panjang, dan satu tundun pisang. Dia mengambilnya dari pematang sawah miliknya.

"Jamal bawa sayur untuk Ami. Dan ini, ada pisang untuk nanti dijual Ami."

"Alhamdulillah..."

Umi tak lupa mengucapkan rasa syukur, atas semua yang sudah dia terima dari Tuhan.

"Ami senang kan? Ami bahagia dengan yang dilakukan Jamal ini kan Ami?" tanya Jamal, yang ingin tahu. Bagaimana perasaan ibunya saat ini.

"Ami sangat bahagia Jamal. Kamu adalah anak Ami yang baik dan sholeh. Ami senang, karena Kamu selalu menurut dengan perkataan Ami."

Dengan berkata demikian, Umi mengelus-elus rambut anaknya itu. Yang satu ini duduk di bawah bale-bale yang ada di teras rumah. Sedangkan dia sendiri, duduk di atas bale-bale tersebut.

"Panen sebentar lagi Ami. Kita tidak gagal lagi seperti dulu."

Umi kembali tersenyum. Dia merasa sangat senang, karena Jamal masih tetap bertahan bersamanya untuk hidup di desa.

Mengerjakan pekerjaan sawah, dengan bersemangat lagi. Dan melupakan keinginannya untuk bisa pergi ke kota. Sama seperti yang dilakukan oleh teman-temannya yang lain,. yang sebaya dengan Jamal.

"Ingat ya Jamal. Kita hidup itu pasti ada cobaannya. Yang penting, kita tetap sabar dan tidak putus asa."

"Selalu berdoa kepada Allah SWT, agar bisa merubah keadaan dan kehidupan kita ini."

Jamal mengangguk mengiyakan perkataan dan nasehat yang diberikan oleh Ami nya. Dia pun memeluk kaki ibunya, yang memang ada duduk tak jauh dari tempatnya berada.

Jamal Yang Bodoh

[ Ding... misi harian selesai ]

[ Kotak hadiah misteri diterima ]

'Aku buka sekarang ya? Aku perasaan dengan isi kotak misteri tersebut.'

[ Silahkan Tuan buka ]

'Bismillah...'

Jamal membuka kotak hadiah misteri yang dia terima, karena berhasil menyelesaikan tugas misi harian dari sistem bertani.

[ Ding... Kotak hadiah misteri dibuka ]

[ Tuan dapat hadiah poin sebesar 10 poin ]

'Hah... benarkah?'

'Berarti, jumlah poinku sekarang ini ada 20 poin?'

[ Benar Tuan ]

'Sedikit sekali. Padahal Aku ingin mencairkan poin tersebut. Aku ingin membelikan Ami sesuatu, agar Ami bisa melakukan apa-apa di rumah.'

'Ami tidak perlu ke sawah orang lain untuk bekerja.'

[ Tenang Tuan, Anda bisa mencairkan poin tersebut sekarang ]

[ Dengan membuat ibu Tuan senang, bukankah poin Tuan juga akan bertambah lagi ]

'Ah iya benar. Kalau begitu, Aku ingin mencairkan poinnya. Bisa di kirim ke rekening bank milikku kan? Sama seperti yang dulu?'

[ Tentu saja Tuan ]

'Baiklah. Aku mau mencairkan poin sekarang.'

Jamal pun memutuskan untuk menekan tombol merah, agar bisa menukarkan poin miliknya menjadi uang.

[ Ding... proses pencairan poin dilakukan ]

1%

10%

20%

30

50%

65%

80%

90%

100%

[ Ding... Pencairan selesai ]

Dan uang tersebut, akan langsung masuk ke rekening bank miliknya.

Ting!

Notifikasi pesan yang masuk ke dalam ponselnya, memberikan tanda bahwa, ada pesan dari bank.

Dan benar saja, yang Jamal yang ada di bank sudah bertambah sebesar 2 juta rupiah.

Jika ditotal dengan sisa uang yang masih dia miliki, saat ini dia memiliki tabungan sebesar 2,5 juta rupiah.

Dulu, awal-awal mencairkan poin, Jamal tidak tahu apa-apa. Bagaimana caranya dapat uang tersebut dan sebagainya. Yang berurusan dengan bank.

Tapi ternyata, ada petugas bank yang datang ke rumah. Memberikan buku tabungan atas namanya sendiri, dengan sejumlah uang yang ada di dalam tabungan tersebut.

Jamal merasa beruntung, karena dapat kemudahan dalam segala hal. Karena dia menyadari bahwa, dia bukanlah orang yang pandai. Karena sedari kecil, dia memang bodoh dan dari keluarga yang miskin.

*****

Flashback ke masa lalu Jamal.

Jamal ada di kelas tiga SD. Dan dia tidak naik kelas, pada saat tahun ajaran baru. Dia bahkan sudah tinggal kelas untuk tahun yang lalu.

Jadi, sudah dua tahun Jamal ada di kelas tiga, dan sekarang ini adalah tahun ke tiga dia ada di kelas yang sama.

"Jamal di sayang Bu guru. Jadi tetap ada di kelas yang sama."

Begitulah Ami nya berkata, mencoba untuk menenangkan hati dan juga memberikan Jamal semangat. Karena pada saat itu, dia pulang dari sekolah dalam keadaan menangis.

"Huhuhu... Jamal dikatain bodoh Ami. Teman-temannya Jamal nakal. Huhuhu..."

Ami nya hanya bisa tersenyum, sambil mengelus-elus rambut anaknya itu. Untuk menenangkan hati dan pikirannya Jamal.

Sebenarnya, umi juga merasa sangat miris. Anaknya itu tidak bisa belajar dengan baik, sama seperti teman-temannya yang lain. Bahkan, Jamal baru bisa lancar membaca, saat dia ada di kelas tiga.

Tapi untuk pelajaran matematika, yang mengharuskan siswa siswi tahu cara menghitung dengan tepat, Jamal tidak bisa mempelajarinya dengan mudah.

Otaknya terlalu lemah, untuk di ajak berpikir lebih keras. Dan jika dipaksakan, Jamal akan jatuh sakit.

Badannya panas, dan akhirnya demam hingga seminggu.

Itulah sebabnya, ayah dan Ami nya tidak pernah memaksa Jamal untuk giat belajar. Yang penting masih mau berangkat ke sekolah, itu sudah cukup bagi mereka.

Kedua orang tuanya berpikir jika, Jamal juga akan bisa mengikuti pelajaran. Meskipun waktunya memang lamban. Tidak sama seperti teman-temannya yang lain.

Ibarat batu yang terus-menerus terkena tetesan air, sekeras apapun batu itu, tetesan air akan melunakkan_nya.

Begitulah kata pepatah, yang diyakini oleh ayah dan Ami nya Jamal. Karena dengan berjalannya waktu, anaknya itu akan bisa mengikuti pelajaran sedikit demi sedikit.

Mereka berdua berpikir bahwa, yang penting anaknya itu menurut. Tidak patah arang, dan bisa memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Ibarat kata, kecerdasan otak yang tidak ada akhlak, juga tidak berguna. Tapi jika ada akhlak, otak pasti masih bisa digunakan untuk berpikir.

Orang cerdas tanpa attitude yang baik juga kosong. Tapi jika punya attitude yang baik, bisa dipastikan jika otaknya tidak kosong.

Begitulah kira-kira pemikiran mereka, ayah dan Ami nya Jamal.

Dan benar saja, meskipun Jamal termasuk anak yang tidak cerdas. Tapi dia selalu menuruti perkataan ayah dan Ami nya. Mau membantu pekerjaan rumah dan tidak banyak menuntut.

Hal yang patut disyukuri oleh kedua orang tuanya Jamal.

Ini juga terjadi, pada saat Jamal ingin pergi kerja ke kota. Sama seperti yang dilakukan oleh teman-teman sebayanya di desa.

Karena banyak pemuda yang pergi bekerja di kota besar, untuk bisa mendapatkan uang yang banyak.

"Kerja di desa, apalagi jadi petani, hanya dapat kotor saja. Berkutat dengan lumpur, dan bergaul dengan jangkrik serta keong sawah."

"Ayo Mal, ikut kita ke kota. Kamu bisa beli baju yang bagus-bagus. Cewek juga cantik-cantik Mal."

"Iya Mal. Di kota, Kamu bisa dapat uang yang banyak. Gak kayak di desa. Kerja apa? cuma di sawah sepanjang hari, kepanasan tapi zonk hasilnya."

"Gaul juga cuma sama kambing, sapi dan kotorannya juga."

Pada saat itu, Jamal hanya bisa diam dan menganggukkan kepalanya. Mengiyakan perkataan teman-temannya. Karena memang seperti itulah pada kenyataan yang ada di desanya ini.

Tapi Jamal juga tidak langsung mengiyakan ajakan mereka.

"Aku tanya Ami dulu ya? kan kasian Ami, gak ada teman di rumah." Begitulah yang dikatakan Jamal, sebagai jawaban atas ajakan mereka.

"Ah, cemen Kamu Mal."

"Mana bisa Kamu merubah keadaan keluarga Kamu, jika hanya sawah dan sawah lagi yang Kamu kerjakan."

"Iya Mal. Coba sebutkan contoh, ada gak petani yang sukses?"

"Gak ada kan?"

"Yang sukses itu orang-orang kota, yang punya banyak uang dan usaha di kota sana Mal!"

Teman-temannya, masih mengobarkan api semangat. Untuk mengajak Jamal kerja di kota.

Tapi Jamal tetap saja tidak mau asal pergi. Dia ingin meminta ijin pada Ami nya terlebih dahulu. Karena dia takut jika, dia akan jadi anak yang durhaka. Seandainya tidak menuruti kemauan Ami nya.

Pada malam hari, dia sengaja mengajak Ami nya untuk bicara sebentar, sebelum mereka makan malam.

"Ami. Jamal mau minta ijin Ami."

"Ijin apa Jamal?" tanya ibunya lembut, sama seperti biasanya. Jika anaknya itu menginginkan sesuatu.

"Jamal boleh ya kerja ke kota?"

Umi justru terdiam dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari anaknya itu.

"Kenapa harus ke kota Mal?" tanya Umi balik bertanya.

"Jamal ingin punya uang banyak, agar bisa membahagiakan Ami."

Umi tersenyum, tapi matanya berkaca-kaca menahan diri. Dia terharu, mendengar jawaban yang diberikan oleh anaknya itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!