..."Percayalah, kalau aku sangat mencintaimu. Maafkan aku yang pernah melupakan cintaku ini untukmu."...
...—Erlangga—...
..."Rasa cintaku untukmu berubah jadi benci karena luka yang kamu torehkan di hatiku."...
...—Jelita—...
***
BAB 1
"Berhenti! Jelita!" teriak seorang lelaki paruh baya berseragam PDH mengejar seorang murid perempuan.
"Sudah aku bilang, itu bukan aku yang buat, Pak Bagas!" balas Jelita juga sambil lari dari kejaran guru Bahasa Indonesia.
Jelita, murid kelas XI SMA ANGKASA RAYA yang terkenal jahil dan sering membuat keributan bersama teman-temannya. Dia sering terkena hukuman baik itu membersihkan toilet, atau perpustakaan. Tidak jarang juga disuruh berdiri di lapangan upacara dan hormat pada bendera. Meski sering terkena hukuman, itu tidak membuatnya jera. Jelita, berulang kali melakukan kesalahan hal yang sama.
Berlari dengan sekuat tenaga, membuat Jelita, kehilangan kendali pada tubuhnya. Sehingga, saat ada seorang guru magang, yang berjalan dari arah berlawanan, tabrakan pun tidak bisa dielakkan lagi. Jelita pun menindih tubuh orang yang ditabraknya.
"Sampai kapan kamu akan terus berada di atas tubuhku, Jelita!"
"Kak Erlang, eh … Pak Erlangga. Maaf."
"Jelita! Tunggu! Awas kamu, ya." Pak Bagas kelelahan mengejar Jelita, sampai napasnya putus-putus.
"Gawat!" gumam Jelita sambil melihat ke arah belakang. Kemudian, dia melanjutkan larinya kembali, menjauh. Ternyata guru Bahasa Indonesia itu sudah hampir menyusulnya, meski dengan langkah yang terseok-seok karena kehabisan napas.
"Jelita, berhenti! Jangan membuat ulah lagi!" teriak Erlangga, seorang guru magang yang mengajar mata pelajaran Ekonomi. Namun, Jelita menghiraukan teriakan dari guru idola, para murid itu.
***
Merasa kalau dirinya sudah aman, Jelita pun akhirnya berhenti. Dilihatnya, tidak ada Pak Bagas yang mengejar lagi. Dia pun memutuskan pergi ke kantin karena lapar dan kehausan sehabis berlari tadi. Gara-gara ada yang menggambar orang berkepala botak di papan tulis, lalu oleh Jelita diberi tulisan nama, Pak Bagas. Kebetulan guru itu baru keluar dari ruang kelas sebelah, dan melihat Jelita bersama teman-temannya tertawa riang. Rasa penasaran karena melihat anak didiknya tertawa sambil menyebut namanya, membuat Pak Bagas melihat apa yang menjadi sumber bahan ketawa mereka. Guru itu langsung marah begitu tahu dirinya yang menjadi bahan olok-olokan Jelita dan teman-temannya. Jelita pun, akhirnya kena marah.
***
"Hai, teman-teman aku minta air! Haus banget. Pak Bagas itu atlet, ya? Gila … aku dikejar sampai keliling sekolah," kata Jelita begitu sampai ke meja di mana temannya pada ngumpul.
Satu gelas jus jeruk milik Dahlia langsung habis diminum oleh Jelita. Sementara itu, yang punya jus hanya bisa menatap pasrah. Bukan hal yang aneh di antara mereka berbagi makanan dan minuman bersama-sama. Jelita pun ikut nyomot makanan ringan milik Mawar.
Perutnya yang terasa lapar, membuat Jelita, memutuskan memesan bakso sama es teh. Sambil makan mereka selalu dibarengi dengan bergosip. Mau apapun itu yang bisa jadi bahan obrolan.
"Eh, tahu tidak kenapa Melati menangis tadi pagi, bahkan sampai pingsan?!" Kata Dahlia sambil memakan snack yang dibeli oleh Jelita barusan.
"Iya, kenapa sih? Penasaran banget aku." Mawar pun ikut memakan snack yang ada di depan Jelita.
"Ayahnya, selingkuh lagi. Kali ini sama wanita malam. Tiap hari ayah dan ibunya Melati bertengkar. Semalam dia curhat sama aku. Dia juga minta bantuan sama aku untuk melabrak wanita itu." Dahlia si Ratu Gosip pun memulai ceritanya.
"Kalian juga ikut aku nanti, ya. Kita labrak sama-sama tuh, pelakor!"
Jelita dan Mawar hanya menganggukkan kepalanya, tanda mengerti dan setuju. Dahlia pun senang, kemudian menghubungi Melati lewat chat. Mereka selalu kompak dalam segala hal. Bila ada yang membutuhkan bantuan, maka, yang lainnya siap membantu. Susah dan senang akan mereka jalani sama-sama. Persahabatan mereka sudah terjalin, semenjak duduk di bangku sekolah menengah pertama.
***
Para guru sedang mengadakan rapat saat semua murid sudah pulang sekolah. Kepala sekolah, kemarin sudah meminta kepada seluruh guru yang mengajar di SMA ANGKASA RAYA, untuk meluangkan waktu untuk rapat yang sangat penting ini. Kini, mereka semua sudah hadir dan mendengarkan pembukaan dari Kepala Sekolah Wirata.
"Sekarang, sedang marak kalau anak-anak remaja suka datang ke klub saat malam hari. Sudah banyak sekolahan lain melakukan sidak saat malam hari dan mendatangi beberapa klub, dan mereka pun menemukan murid mereka sedang senang-senang di sana.
"Jadi, saya mohon kerjasamanya kepada bapak ibu, Anda semua. Untuk mengawasi para murid kita. Jangan sampai kejadian yang menimpa siswa dari sekolahan lain terjadi juga di sekolah ini. Pak Erlangga dan Pak Bagas, tugas dimulai dari Anda berdua malam ini. Malam selanjutnya akan di gilir sama guru yang lainnya."
***
Sesuai rencana tadi siang mereka akan mencari ayahnya Melati, di klub langganannya, sesuai informasi yang didapat oleh Melati dari teman-teman yang sering melihat ayahnya sama seorang wanita malam, di salah satu klub terkenal.
Jelita, membohongi kakeknya, agar bisa keluar dari rumah, malam ini. Dia bilang akan menginap di rumah Dahlia untuk mengerjakan tugas sekolah. Kakeknya pun memberikan izin karena percaya kepada cucu satu-satunya. Tanpa tahu, kalau yang sebenarnya adalah akan pergi ke klub malam. Jelita, juga bukan anak yang suka berbohong, walau nakal dan jahil. Namun, kali ini dia terpaksa melakukan karena tidak ada cara lain. Jelita mana mungkin bilang sama kakeknya minta izin untuk pergi ke klub malam. Bisa-bisa dia dihukum tidak bisa keluar rumah selama satu Minggu.
Jelita dan ketiga temannya kini sudah berada di dalam klub malam, untuk mencari keberadaan ayahnya Melati. Keempat pasang mata itu mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat yang bisa mereka jangkau. Suasana yang remang-remang membuat mereka harus memicingkan mata, agar bisa melihat lebih jelas. Jelita pun melihat dengan mata kepalanya sendiri, ayah dari Melati, sedang bercumbu dengan seorang wanita berpenampilan seksi, dan pakaian yang sangat minim karena kurang bahan.
Suara musik yang sangat gaduh, membuat suara Jelita tidak terdengar. Akhirnya dia menggunakan bahasa isyarat kepada teman-temannya. Jelita, menunjuk ke arah pojok ruangan. Di mana ada sepasang manusia yang duduk di sofa sedang bercumbu. Jelita, Dahlia, Mawar dan Melati pun mendatangi mereka. Melati menarik wanita itu untuk menjauh dari ayahnya. Adu mulut pun terjadi antara Melati dan wanita yang diduga menjadi pelakor dalam rumah tangga orang tua Melati. Ayahnya membela pelakor itu dan menampar balik Melati, ketika sebelumnya pelakor ditampar oleh Melati. Keributan yang dilakukan oleh Jelita dan teman-temannya, mengundang perhatian orang-orang yang ada di sana.
Erlangga dan Pak Bagas, yang kebetulan sedang melakukan sidak malam itu ke sana, melihat ada keramaian yang saling berteriak dan adu mulut. Saat mereka mendekati, ternyata ada keempat murid sekolahnya yang sedang bertengkar. Erlangga pun menengahi mereka berenam. Pihak manajemen klub pun meminta mereka untuk menyelesaikan masalahnya di luar. Jelita ketakutan saat melihat Erlangga menatapnya tajam.
"Jelita, Dahlia, Mawar dan Melati besok orang tua kalian harus datang ke sekolah!" perintah Pak Bagas.
Mereka berempat pun akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Melati pulang bersama ayahnya. Mawar diantar oleh Pak Bagas. Dahlia membawa mobil sendiri. Tadi mereka datang ke klub menggunakan mobilnya. Sementara Jelita, diantar pulang oleh Erlangga menggunakan motor.
***
Jelita duduk di sofa dengan perasaan takut dan cemas karena sejak tadi kakeknya diam dan hanya menatapnya saja. Erlangga yang duduk di sampingnya saja terlihat gelisah.
"Kakek …!" panggil Jelita akhirnya, setelah kesunyian yang begitu lama di antara mereka. Suara Jelita yang memelas minta dimaafkan karena sudah berbohong.
"Kakek menyerah mendidik kamu. Sebaiknya kamu menikah dengan Erlang. Agar dia yang mengambil alih dalam mendidik kamu yang semakin tidak bisa dikontrol kelakuannya!" titah Kakek Darmawangsa.
"Apa?" teriak Jelita.
***
Apa yang akan dilakukan oleh Jelita dan Erlangga? Tunggu kelanjutannya, ya!
Teman-teman yuk mampir juga ke karya teman aku ini. Ceritanya oke punya, loh! Cus ke lapaknya.
Teman-teman baca sampai selesai, ya. Lalu, kasih like dan komentar. Semoga hari kalian menyenangkan dan bahagia selalu
***
BAB 2
Jelita dan Erlangga diam terpaku. Keduanya sangat terkejut saat mendengar kata-kata dari kakek Darmawangsa. Jelita pun ingin membantahnya. Bagaimana bisa dia menikah di saat usianya masih belia. Secara hukum negara, usia dia juga belum memenuhi syarat untuk menikah. Mungkin dalam hukum agama, dia sudah memenuhi persyaratan. Namun, tetap saja dia tidak mau kalau hanya menikah agama saja.
"Tapi, kakek ...." Jelita sedang berusaha menolak keinginan kakeknya itu.
"Pokoknya tidak ada bantahan lagi!" Kakek Darmawangsa menatap tajam kepada Jelita.
"Kakek Darma, bagaimana kalau kita berdua tunangan saja dulu?!" Erlangga memberikan sebuah alternatif untuk mengambil jalan tengah.
Erlangga, adalah sosok pemuda yang disukai oleh Kakek Darmawangsa. Laki-laki yang dipercaya bisa menjaga cucu satu-satunya, kelak. Pemuda cerdas yang sebentar lagi akan di wisuda S2. Erlangga juga sudah menyiapkan diri untuk menjadi penerus yang akan menjalankan perusahaan milik keluarga Darmawangsa. Erlangga menjadi guru magang di SMA ANGKASA RAYA juga hanya untuk bisa mengawasi Jelita. Walau dia sering kecolongan karena Jelita, anaknya mudah terpancing emosinya. Sehingga, tidak aneh kalau ada yang mengusiknya, dia akan membalasnya.
"Iya, Kek. Kita bertunangan saja dulu." Jelita langsung menyetujui idenya Erlangga.
"Tidak bisa! Keputusan Kakek, tidak akan berubah," kata Kakek Darmawangsa.
Jelita melihat ke arah Erlangga, meminta ide yang lainnya. Namun, Erlangga menggelengkan kepalanya, sudah tidak ada ide yang lainnya. Maka, tidak ada cara yang lain. Jelita harus bertaruh dengan keberuntungan.
"Kakek, beri Jelita satu kali saja kesempatan. Jelita, janji akan berubah menjadi anak yang lebih baik lagi. Tidak akan melakukan melanggar aturan di sekolah. Kalau Jelita terkena hukuman lagi di sekolah. Maka, saat itu juga, Jelita akan menikah dengan, Kak Erlang." Jelita melihat ke arah Kakek Darmawangsa dan memohon untuk dikabulkan.
Kakek Darmawangsa diam dan menimbang lagi keputusannya. Setelah dia mendengar ucapan dari Jelita, barusan. Sepertinya, tidak ada ruginya juga memberi kesempatan untuk Jelita. Maka, dia pun menganggukkan kepalanya, setuju untuk memberikan satu lagi kesempatan kepada Jelita.
Jelita dan Erlangga pun tersenyum bahagia, akhirnya masih punya kesempatan. Jelita pun berlari ke arah Kakek Darmawangsa, dan memeluknya erat, penuh sayang.
"Terima kasih, Kakek!" serunya senang tidak lupa dia juga mencium pipi kakeknya.
"Ingat! Ini adalah kesempatan terakhir yang Kakek berikan untuk kamu," kata Kakek Darmawangsa sambil memencet hidung Jelita, dan membuatnya mengaduh kesakitan.
Masalah pernikahan pun akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Erlangga pun bisa pulang dengan dengan hati yang tenang. Waktu sudah lewat tengah malam, dan Erlangga baru bisa pulang ke rumahnya.
"Kak Erlang, hati-hati di jalan. Jangan ngebut!" kata Jelita saat dia mengantarkan Erlangga sampai menaiki motornya.
"Iya. Kamu juga jangan melakukan perbuatan yang hanya akan kamu sesali nantinya. Sekarang kamu itu sudah besar, harusnya mampu membedakan mana yang baik dan buruk," kata Erlangga yang sudah duduk di jok motornya.
"Iya," Jelita pun mencium tangan Erlangga, dengan takzim. Meski Erlangga, anak supir keluarga Darmawangsa, tetap saja usia Erlangga lebih tua, dan Jelita harus menghormatinya.
***
Jelita dan Kakek Darmawangsa kini sudah duduk di kursi yang sudah disediakan oleh pihak sekolah. Begitu juga dengan teman Jelita yang lainnya. Mereka duduk dengan kedua orang tuanya. Dahlia, Mawar dan Melati juga sepertinya kena marah semalam. Terlihat dari mata mereka yang bengkak. Jelita merasa dirinya jauh lebih beruntung, dibandingkan sama teman-temannya.
"Bapak, Ibu, pihak sekolah memanggil Anda semua ke sini karena anak-anak telah melakukan pelanggaran aturan sekolah. Mereka mendatangi tempat yang seharusnya tidak mereka datangi semalam. Oleh, karena itu pihak sekolah akan memberikan skorsing selama sepuluh hari, tidak boleh keluar rumah," kata Kepala Sekolah Wirata.
Semua pihak mau tidak mau harus menerima keputusan dari Kepala Sekolah. Baik murid atau orang tua mereka tidak ada yang membantahnya sama sekali. Maka, setelah diberikan keputusan, mereka pun membubarkan diri.
Jelita dan teman-temannya saling berpelukan di depan ruang kepala sekolah. Sebab, mereka tidak akan bertemu selama sepuluh hari, ke depan.
Saat mereka hendak beranjak dari sana, datang Daisy dan Lily yang tersenyum meremehkan. Kedua orang itu memang sering bentrok dengan Jelita dan teman-temannya. Apalagi kalau ada Rose, sudah tidak aneh mereka akan saling ejek bahkan jambak-jambakan.
"Wah, lihat siapa ini yang kena hukuman skorsing? Pastinya lama deh hukumannya!" Daisy mencibir dengan nada merendahkan.
"Iya 'lah. Semalam mereka 'kan pergi ke klub," kata Lily sambil diikuti tawanya.
"Berkelahi di klub lagi! Siapa yang semalam ayahnya ketahuan selingkuh?" tanya Lily pura-pura tidak tahu dengan senyum mengejeknya.
Jelita yang lagi kesal memukulkan tasnya ke muka Lily, "makan nih!"
"Jelita!" Semua orang kaget dan berteriak memanggil namanya.
Lily pun balik menyerang, dia hendak menjambak rambut panjang milik Jelita. Namun, ditarik oleh Dahlia dan Mawar. Daisy tidak terima temannya di pukul pakai tas oleh Jelita. Maka, dia pun ikutan menyerang Jelita. Akhirnya, keenam murid perempuan itu saling jambak dan cakar di depan kantor kepala sekolah. Tentu saja, itu membuat marah sang Kepala Sekolah. Hukuman tambahan pun diberikan kepada mereka semua.
Jelita dan ketiga temannya mendapatkan skorsing selama dua Minggu. Sedangkan Daisy dan Lily, mendapatkan hukuman selama seminggu. Walau tadi sempat terjadi protes lagi, saat pemberian hukuman.
***
Kini Jelita, menyesali perbuatannya tadi. Seandainya saja dia membiarkan Daisy dan Lily bicara semaunya dan dirinya lebih baik meninggalkan mereka. Pasti dia tidak akan berada di posisi sekarang. Dia duduk berdampingan dengan Erlangga, dan sedang mempersiapkan diri untuk acara pernikahan besok pagi. Mereka sudah mengisi dokumen untuk persyaratan nikah.
"Baiklah semua surat-surat dokumen pribadi sudah lengkap. Tinggal diproses saja. Semoga besok pagi sudah bisa dilaksanakan ijab qobul," kata pengacara.
"Iya, Pak. Mudah-mudahan semuanya bisa diproses dengan cepat," kata Kakek Darmawangsa dengan senyum diwajahnya.
"Ayah, harap kalian bisa membina rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Selalu bersama-sama disaat suka maupun duka," kata Aditama, ayahnya Erlangga.
"Iya, Ayah," balas Erlangga.
"Aamiin. Mohon doa restunya, A-Ayah," kata Jelita yang kini memanggil Aditama dengan sebutan Ayah.
Pernikahan Jelita dan Erlangga, dilakukan dengan diam-diam tidak dipublikasikan kepada umum. Hanya keluarga kedua mempelai dan pengacara keluarga dan pekerja yang ada di rumah keluarga Darmawangsa.
Tidak terasa waktu cepat berlalu, kini Jelita sudah berdandan cantik Dengan baju kebaya berwarna putih. Jantung dia berdetak dengan kencang. Perasaan gugup sedang melanda dirinya.
Penghulu dan para petugas KUA, sudah siap, setelah Jelita dan Erlangga diberikan nasehat pra pernikahan. Erlangga dan Kakek Darmawangsa pun mengucapkan ijab dan qobul secara lancar. Kini, Jelita telah sah menjadi istri dari Erlangga. Tugas mendidik, membimbing, dan menjaga Jelita, sudah menjadi tanggung jawab Erlangga. Jelita pun pasrah, mengikuti takdir yang dimilikinya.
***
Akankah Pernikahan itu terjadi dan berjalan lancar? Tunggu kelanjutannya, ya!
Sambil menunggu up Jelita bab berikutnya. Yuk, baca juga karya teman aku. Ceritanya bagus dan seru, loh! Kepoin novelnya.
Teman-teman baca sampai selesai, ya. Jangan lupa kasih like dan komentar. Semoga hari kalian menyenangkan dan bahagia selalu.
***
BAB 3
Setelah Jelita dan Erlangga sah menjadi suami istri. Maka Jelita harus ikut ke rumah orang tua Erlangga. Jelita merasa tidak masalah mau tinggal di mana pun nanti. Dia juga sudah mengenal baik kedua mertuanya. Ayah Aditama dan Ibu Wulandari, kedua orang tua dari Erlangga. Mereka juga sangat mengenal baik Jelita, bahkan sudah sayang kepadanya dari dulu.
Rumah Aditama berukuran kecil, jauh sekali dengan rumah milik keluarga Dharmawangsa. Namun, rumah sederhana itu sangat asri dan nyaman untuk dihuni. Rumah itu hanya memiliki dua kamar tidur. Itu juga ukurannya sepertiga dari ukuran kamar Jelita.
Jelita Putri Dharmawangsa, duduk di atas ranjang yang berukuran single size. Hari ini adalah malam pertama baginya, setelah status dia menjadi seorang istri dari Erlangga Dwi Kusuma, guru magang di sekolahnya, sekaligus putra dari sopir dan orang kepercayaan Dharmawangsa, kakeknya. Pesta pernikahan yang dia bayangkan akan seperti di dalam negeri dongeng, harus hancur. Dia dipaksa nikah sama kakeknya, alasannya karena sudah menyerah dalam mendidik dirinya. Tentu saja pernikahan mereka hari ini, tidak dipublikasikan. Mereka akan mengadakan pesta pernikahan, saat Jelita sudah lulus sekolah nanti.
Jelita yang bagaikan tuan putri, kini harus hidup sederhana mengikuti suaminya. Tinggal bersama di rumah mertua. Selain belajar menjadi seorang istri, dia juga harus belajar mengejar ketertinggalan dalam pelajaran. Tugas Erlangga 'lah mendidiknya agar menjadi istri yang baik dan siswa berprestasi.
"Kenapa kamu belum ganti baju?" tanya Erlangga begitu masuk ke kamar dilihatnya Jelita masih memakai baju kebaya.
"Aku lupa bawa baju ganti," jawab Jelita dengan mimik yang cemberut.
"Bukannya tadi sudah dibawakan satu koper baju?!" Erlangga merasa heran.
"Mana mungkin aku pakai baju seperti itu! Bisa masuk angin nanti!" Suara Jelita meninggi dengan wajah yang memerah.
"Nggak boleh berbicara dengan nada tinggi kepada orang tua dan juga suami," balas Erlangga sambil mendekatkan wajahnya ke arah Jelita, dan memberikan satu kecupan.
"Kak Erlang." Jelita menutup wajahnya karena malu sudah dicium sama suaminya.
"Apa? Mau lagi?" Erlangga tersenyum senang karena menjahili Jelita.
"Kamu mencuri ciuman pertamaku!" kata Jelita yang masih menutupi wajahnya.
"Aku 'kan sudah jadi suami kamu. Jadi, boleh mencium kamu. Lagian tadi itu namanya kecupan! Bukan ciuman!" Erlangga menekan di bagian kata-kata tertentu. Senyum jahilnya tercipta di wajahnya yang tampan.
Erlangga pun membuka koper baju milik Jelita, ternyata semua isinya baju tidur yang menerawang, dengan berbagai warna dan model. Itu malah membuat Erlangga malu.
"Ya, sudah. Pakai baju Kakak, saja!" Erlangga memberikan kaos oblong dan traning miliknya.
***
Saat mau tidur, Jelita merasa bingung lagi. Sebab ukuran kasurnya kekecilan kalau dipakai tidur berdua.
"Kakak, aku tidurnya di mana?" tanya Jelita.
"Ya, di sini." Erlangga menepuk kasurnya.
"Tidak mau, ah. Sempit!"
"Kalau begitu tidur di lantai saja."
Mau tidak mau akhirnya Jelita, tidur satu kasur dengan Erlangga. Dia bergumam, 'nggak apa-apa karena sekarang sudah menjadi suami-istri.'
Saat tengah malam Jelita, terjaga. Dia merasa sesak, ternyata Erlangga tidur dengan memeluknya. Jelita yang tidak pernah tidur dipeluk seperti itu, terasa berat oleh tangan suaminya. Jelita yang merasa kesal, maka langsung saja dia dorong tubuh Erlangga, sampai jatuh ke lantai. Sementara Jelita pura-pura tidur.
"Aaaw, sakit. Ini anak main dorong saja."
Maka Erlangga pun ambil tikar dan memilih tidur di lantai, dengan tambahan alas selimut miliknya. Jadinya, tidur tanpa selimut.
Cuaca malam menjelang dini hari, kebetulan sangat dingin dan membuat Jelita masuk angin. Perutnya menjadi kembung. Maka, dia beberapa kali mengeluarkan gasnya. Masih mending kalau tidak bersuara ini, ini bunyinya membuat Erlangga dan penghuni kamar sebelah terbangun.
"Ini anak, kentut bunyinya nyaring dan nggak ada hentinya, apa!"
Erlangga juga merasa seluruh badannya kaku karena kedinginan. Maka, dia pun memutuskan naik lagi ke atas kasur. Kali ini di tidak memeluk Jelita. Justru sebaliknya, Jelita menjadikan Erlangga sebagai ganti guling.
***
Saat pagi harinya, Jelita belajar membuat sarapan dengan ibu mertuanya. Tadinya Jelita, tidak tahu bentuk jenis-jenis bumbu, yang dia tahu hanya namanya saja, tanpa tahu rupa atau wanginya.
"Bu, sekarang aku sudah bisa membedakan mana jahe, lengkuas, kunir, kencur dan salam," kata Jelita penuh bangga.
"Baguslah. Anak, ibu pintar sekali. Dalam waktu singkat sudah bisa belajar membedakan semuanya sekarang," puji Wulandari sambil mengacungkan jempolnya.
Jelita merasa senang dan terharu sudah dipuji sama ibu mertuanya. Jelita yang sudah menjadi yatim piatu semenjak masih balita, tidak mengenal sosok ibu dan ayahnya. Dia dibesarkan oleh kakek dan neneknya. Neneknya juga kini, sudah meninggal saat dia masih duduk di bangku SMP kelas VII.
"Uh … baru tahu segitu saja sudah senang! Coba kamu bisa buatkan kakak sarapan. Baru kamu menjadi anak yang pintar," kata Erlangga, menantang Jelita.
Jelita melihat ke arah Erlangga yang sedang duduk manis di kursi meja makan, sambil bertopang dagu. Jelita yang kesal karena suaminya sudah merusak moodnya. Berani menerima tantangan untuknya.
"Oke. Siapa takut?" Jelita berkata dengan penuh keyakinan kalau dia pasti bisa membuat sarapan untuk suaminya.
"Erlang, kamu itu jangan meminta hal yang aneh-aneh!" Wulandari menatap tajam sambil mengacungkan spatula ke arah putranya.
"Buatkan kakak telur mata sapi saja!" pintanya kepada jelita.
Maka Jelita pun memasak telur mata sapi. Saat mau membalikan telurnya, minyak di wajan muncrat ke tangan Jelita. Sehingga Jelita, mengaduh kesakitan.
"Kamu, kenapa?" tanya Erlangga dan mendekati Jelita.
Wulandari yang sedang menata piring dan gelas pun dibuatnya terkejut. Dia menghampiri menantunya yang sedang memegang tangan karena terkena cipratan minyak.
"Terkena cipratan minyak," jawab Jelita.
Erlangga pun melihat tangan Jelita yang memerah, "sini, kakak obatin dulu!"
Maka dengan cepat dan telaten, Erlangga memberikan salep untuk mengobati luka bakar. Jelita yang memang sudah suka sama Erlangga, dari dulu jadi semakin jatuh hati kepada suaminya.
"Terima kasih, Kak." Jelita mencium pipi Erlangga.
"Kenapa tidak di sini menciumnya?" Erlangga menyentuh bibirnya.
"Kak Erlang, mesum!" teriak Jelita sambil berlari ke arah dapur.
Erlangga malah tertawa senang karena berhasil menjahili Jelita. Hal yang paling menyenangkan baginya adalah menjahili Jelita. Sampai gadis itu merona wajahnya karena merasa malu.
***
Erlangga pun sarapan dengan telur mata sapi yang tadi dimasak oleh Jelita. Dia menghargai usaha dari istrinya. Tentu saja Jelita sangat senang, masakan dia dimakan oleh suaminya. Ada rasa bahagia dan kebanggan tersendiri bisa melakukan pekerjaan sebagai seorang istri. Walau baru belajar dan hasilnya belum memuaskan.
Pagi itu pun acara sarapan keluarga Aditama diwarnai dengan tawa kebahagiaan. Walau hanya dengan melakukan hal sederhana.
"Assalammu'alaikum!" Terdengar suara salam di depan pintu rumah.
"Siapa, Yah? Pagi-pagi sudah bertamu," tanya Erlangga.
***
Akankah kehidupan Jelita dan Erlangga menemui badai disaat usia mereka masih terlalu muda untuk membina rumah tangga? Tunggu kelanjutannya, ya!
Sambil menunggu up Jelita bab berikutnya. Baca juga karya teman aku ini. Ceritanya kalah bagus, loh. Cekidot novelnya, yuk!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!