NovelToon NovelToon

Hasrat Tuan Kesepian

Perpisahan

Trok ... Trok ... Trok ....

Hakim pengadilan mengetuk palu tanda bahwa gugatan cerai pria bernama Louis Gabriel, pengusaha kaya raya, CEO dari perusahaan raksasa di negaranya di kabulkan majelis hakim.

Gugatan yang dilayangkan kepada istrinya itu tidak membutuhkan waktu lama untuk di kabulkan, karena sebelum dia melayangkan gugatan tersebut, Louis telah mengantongi bukti tentang perselingkuhan Clara Kiel istri yang telah dia nikahi selama 10 tahun.

Di usianya yang ke 35 tahun itu, Loius telah resmi menjadi Duda satu orang anak berusia 7 tahun, dan karena usia sang putra masih di bawah umur maka, hak asuh pun jatuh ke tangan mantan istrinya.

Louis pun mengusap wajah kasar duduk di kursi pesakitan menghadap majelis hakim. Sementara mantan istrinya duduk di jajaran pengacara, menatap ke arah Louis dengan tatapan penuh penyesalan.

Louis pun bangkit lalu hendak berjalan keluar dari ruangan sidang, namun, langkah kakinya seketika berhenti saat Clara memanggil namanya dan berjalan mendekati.

''Louis ...'' sapa Clara dengan nada suara berat dan sedikit terisak.

Louis diam mematung, tatapan matanya tajam mengarah ke depan tanpa menoleh, hanya kakinya saja yang berhenti melangkah.

''Tunggu sebentar, izinkan aku mengucapkan kata perpisahan sama kamu,'' lirih Clara berdiri tepat di samping mantan suaminya.

''Heuh ... Gak usah pake ucapan perpisahan segala, gak penting.'' Jawab Louis datar.

''Aku minta maaf, Louis. Apa pintu hatimu sudah benar-benar tertutup?''

''Ha ... ha ... ha ...! bukan pintu hatiku yang tertutup tapi, dirimu sendiri yang menutupnya dan gak ada kata maaf lagi buat kamu, Clara. Apa kamu lupa, apa yang telah kamu lakukan, hah ...?'' teriak Louis menoleh menatap wajah mantan istrinya, wanita yang pernah sangat dia cintai namun, berakhir dikhianati.

''Aku benar-benar menyesal, Louis.''

''Gak ada gunanya kamu menyesal, nasi udah jadi bubur hakim juga udah ketuk palu, mulai saat ini kita sudah gak ada hubungan apa-apa lagi, oke?'' ucap Louis dingin, lalu hendak melangkah namun, seketika dia pun menghentikan langkah kakinya lalu kembali memutar badan.

''O iya, aku sampai lupa. Jika kita ketemu di jalan, anggap aja kamu gak liat aku dan anggap aku ini benar-benar orang asing. Oke ...?'' tambahnya lagi lalu hendak melangkah lagi.

''Tunggu, Louis. Gimana sama putra kita? apa kamu tega ninggalin dia?''

''Kamu gak usah khawatir, aku gak akan pernah melupakan David putra kita. Aku akan mencukupi semua kebutuhan dia bahkan sampai dia dewasa nanti,'' jawab Louis datar lalu melanjutkan langkahnya.

Sebenarnya, Louis merasa begitu terluka. Dia begitu mencintai wanita bernama Clara itu, cinta yang tidak terukur membuatnya pernah merasakan yang namanya dibutakan oleh cinta itu sendiri pada masanya.

Menjalani rumah tangga selama 10 tahun lamanya bukanlah waktu yang sebentar bagi Louis, belum lagi usahanya dahulu dalam mendapat hati wanita bernama Clara Kiel tidaklah mudah kala itu. Louis begitu mencintai mantan istrinya, dan karena rasa cintanya yang begitu besar dia pun begitu terluka di saat cintanya berakhir dengan luka yang menganga di dalam sana.

Dengan langkah yang terasa berat sebenarnya, Louis mulai keluar dari dalam ruang sidang. Air matanya seketika jatuh membasahi rahangnya, air mata yang seharusnya tidak hadir menemani luka ini, air mata yang seharusnya dia tahan sekuat tenaga dan air mata yang seharusnya tidak ikut berjatuhan seiringan dengan jatuhnya rumah tangga yang semula dia banggakan.

Dia pun mengusap kasar wajahnya, tanpa suara isak menahan sesak dan menahan rasa sakit di dalam sana. Sakitnya di khianati dan sakitnya akan perpisahan yang tidak pernah dia bayangkan di dalam hidupnya meninggalkan luka yang menganga di dalam sana, di lubuk hatinya yang paling dalam.

''Aku benci wanita, sumpah demi apapun aku gak akan pernah membuka hati lagi untuk mereka,' ( Batin Louis )

♥️♥️

Tiga Tahun Kemudian.

Louis baru saja keluar dari kantornya dan berjalan ke arah parkiran. Hari ini sungguh hari yang melelahkan baginya karena ada setumpuk pekerjaan yang harus dia selesaikan.

Belum lagi, dia harus memeriksa cabang perusahaan yang ada di luar kota membuatnya tidak punya waktu untuk beristirahat sedikitpun. Semenjak dia bercerai dengan sang Istri, Louis memang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja, bukan untuk mengejar harta sebenarnya tapi, untuk mengisi waktunya agar dia tidak terlalu kesepian menjalani hari-harinya yang selalu dia jalani sendiri.

Louis berjalan dengan langkah lebar menuju tempat parkir dimana mobilnya berada, matanya pun lurus menatap ke depan dengan tatapan tajam penuh karisma.

Sampai akhirnya dia pun menyipitkan kedua matanya saat melihat seseorang sedang berusaha mengotak atik kaca spion mobil miliknya dengan sedikit mengendap-endap membuat Louis seketika berlari dan menangkap orang tersebut.

"Hey, sedang apa kamu?" Teriak Louis geram, menarik kerah baju orang tersebut.

"Ampun, Tuan.'' Rengek orang tersebut memakai topi berwarna hitam yang menutup separuh wajahnya.

Merasa penasaran, Louis pun menarik kasar topi tersebut, melemparkannya ke sembarang arah dan terkejut seketika, saat mendapati bahwa dia adalah seorang wanita dengan rambut panjang terurai kini.

"Kamu perempuan?"

"Iya, kenapa? Apa Tuan terkejut kalau ternyata saya seorang perempuan?" Jawabnya tidak merasa bersalah sama sekali.

"Astaga, udah maling masih aja songong. Sekarang juga kamu ikut saya, ya." Dengan kasar Louis menarik pergelangan tangan wanita tersebut merasa geram.

Seketika, Louis pun menatap tajam wajah gadis tersebut. Gadis berpenampilan biasa saja bahkan cenderung lusuh dengan kaos oblong berwarna putih lengkap dengan celana pendek membuat penampilan gadis itu terlihat begitu pecicilan.

Akan tetapi, ada sesuatu yang membuat hati seorang Louis merasa terhenyak. Wajah ... Wajah wanita tersebut mengingatkan dirinya akan mantan istrinya kala muda dulu.

Meski dengan penampilan yang berbeda tapi, raut wajah dan sorot mata tajam wanita itu begitu mirip dengan Clara membuatnya seketika memalingkan wajahnya tidak ingin terlalu mengingat mantan istri yang telah menorehkan luka yang begitu dalam di masa lalu itu.

"Kamu ikut ke pos satpam sekarang juga, saya akan melaporkan kamu ke pihak berwajib." Louis menarik paksa tubuh kurus wanita yang belum diketahui namanya itu.

"Kasar sekali anda. Lepaskan saya, Tuan." Teriak gadis itu mencoba melepaskan diri.

Louis sama sekali tidak menghiraukan teriakan gadis tersebut, matanya bahkan menatap lurus ke depan tanpa melirik sama sekali gadis yang memiliki wajah yang mirip dengan mantan istrinya. Menatap wajah gadis itu hanya akan membuat luka yang susah payah dia kubur dalam-dalam seakan naik kembali ke permukaan.

Akhirnya, Louis pun sampai di pos Satpam dan segera membawa gadis itu masuk ke dalam sana masih dengan sikap kasarnya.

''Mana kartu identitas kamu?'' pinta Louis mengulurkan tangannya.

"Saya gak punya kartu identitas?" Jawab gadis itu datar.

"Masa kamu gak punya kartu identitas?"

"Iya, saya gak punya. Buat apa Tuan tau indentitas saya segala?''

"Buat apa? Buat apa katamu? Astaga, kamu manusia apa Alien sih? Selain gak punya identitas, kamu juga gak punya otak.''

"Jangan sembarangan ya, Tuan."

"Kamu pasti bohong, kartu identitas kamu pasti di sembunyikan di tubuh kotor kamu ini 'kan?" Louis memeriksa tubuh gadis itu bahkan dengan kasar menggeledah setiap jengkal tubuh gadis itu membuatnya berteriak kencang merasa tidak nyaman.

"Tuan lagi ngapain? Ini namanya pelecahan seksual. Saya bisa aja melaporkan Tuan ke pihak berwajib ya." Gerutunya mencoba menepis tangan Louis kasar.

Sekeras apapun dia mencoba, tapi tatap saja tangan lebar Louis dengan begitu mudahnya membolak-balikkan tubuhnya begitu saja membuat gadis berpenampilan pecicilan itu semakin berontak tidak terima.

"Cukup, Tuan. Sebenarnya Tuan mau apa sih?" Teriak gadis itu geram.

"Kamu itu cantik? Akan lebih baik jika kamu jadi pelacur daripada jadi pencuri. Aku akan membeli tubuhmu, gimana?" Ucap Louis seketika membuat gadis itu tidak terima lalu membulatkan bola matanya merasa geram.

Tatapan mata gadis tersebut bahkan begitu tajam, setajam anak panah yang siap untuk ditembakkan. Dia pun mendongakkan kepalanya, menatap wajah Louis dengan tanpa rasa takut sedikitpun.

"Denger ya, Tuan. Saya memang miskin tapi, saya bukan wanita murahan. Andai aja saya terlahir kaya seperti Tuan, saya gak akan mencuri. Apa Tuan tau gimana rasanya kelaparan dan hidup serba kekurangan? Adik saya juga lagi sakit keras,'' ucapnya penuh penekanan.

"Hahaha ... Sayangnya saya gak percaya sama sekali dengan apa yang kamu katakan. Kamu tau, maling-maling kayak kamu punya seribu satu alasan.'' Jawab Louis merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh gadis.

Gadis itu yang tidak terima dengan apa yang baru saja dikatakan oleh laki-laki arogan itu pun memajukan langkahnya. Lalu sedetik kemudian ...

Buk ....

Gadis itu tiba-tiba saja memukul belakang kepala Louis, membuatnya terkejut seketika dan membulatkan bola matanya merasa geram dengan amarah yang semakin meledak kini.

♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️

Kartu Identitas

Buk ....

Gadis tersebut tiba-tiba saja menepuk kepala Louis kasar, layaknya anak kecil yang sedang marah kepada temannya membuat Louis seketika membulatkan bola matanya lalu mengusap bagian belakang kepala dan meringis dengan menatap wajah gadis itu benar-benar merasa kesal.

Darahnya terasa mendidih kini, matanya pun menatap tajam layaknya api yang sedang berkobar memenuhi bola matanya yang kini terlihat begitu kesal.

''Aish ... Dasar kurang ajar, beraninya kamu pukul kepala saya, hah? Dasar gak sopan, saya bisa melaporkan kamu atas tindakan penganiayaan ya,'' teriak Louis menunjuk satu jarinya tepat di depan wajah gadis tersebut.

''Coba aja kalau berani, yang ada juga Tuan yang bakalan masuk penjara karena telah melakukan pelecehan seksual dengan menggerayangi tubuh saya tadi, dasar orang kaya sombong, asal Tuan tau aja ya, meskipun saya miskin tapi saya masih punya harga diri, lebih baik saya mati dari pada harus jadi pelacur seperti yang Tuan katakan tadi,'' gadis tersebut balas berteriak.

''Oke, kamu nantang saya, ya? kita lihat, siapa yang bakalan masuk penjara saya atau kamu. Kamu gak tau siapa saya?'' jawab Louis meraih ponsel lalu menelpon pengacaranya.

Tut ... Tut ... Tut ....

''Hallo, Pak Afgan. Tolong buatkan laporan ke kantor polisi, saya baru aja mendapatkan tindakan yang tidak menyenangkan. Sekarang juga ...'' Louis menutup telpon begitu saja, membuat gadis tersebut seketika merasa ketakutan.

Louis yang menyadari perubahan raut wajah gadis yang masih belia itu pun tersenyum puas, lalu menarik tangan gadis tersebut kasar.

''Ikut saya sekarang juga,'' pinta Louis hendak keluar dari pos satpam.

''Kemana?''

''Ke kantor polisi, kemana lagi? kamu udah berani-beraninya memukul kepala saya, dan kamu orang pertama yang berani melakukan hal itu, satu lagi, kamu juga mencuri kaca spion mobil saya.'' Jelas Louis, tegas dan penuh penekanan sekaligus menekan keras pergelangan tangan gadis itu.

''Saya minta maaf, Tuan. Saya cuma bercanda tadi, lagian saya juga terpaksa mencuri,'' dalih gadis itu memelas.

''Siapa nama kamu?''

''Buat apa Tuan ingin tau nama saya segala?''

''BUAT BIKIN LAPORAN KE KANTOR POLISI, puas ...?''

''Saya gak punya nama.''

''Bohong, mana ada manusia di dunia ini yang gak punya nama?''

''Ada, saya orangnya.'' Gadis itu masih menolak memberitahukan namanya.

Semakin merasa kesal, Louis pun melepaskan pergelangan tangannya. Kedua tangannya kini beralih memutar tubuh gadis lagi itu ke kiri dan ke kanan seraya menggeledah saku celana begitupun dengan atasan yang dia kenakan.

''Ikh ... Tuan mau apa lagi? jangan pegang-pegang ya, saya bisa laporin Tuan atas tindakan pelecehan sek*ual,'' gerutu sang gadis mencoba menepis tangan lebar Louis kasar, namun usahanya sia-sia, tubuh kecilnya kini di bolak-balikkan begitu saja.

''Diem, saya lagi nyari kartu identitas kamu,'' jawab Louis datar.

''Saya udah bilang tadi saya gak bawa kartu identitas. Nama aja saya gak punya apalagi kartu identitas,'' rengek'nya beralasan.

''Diem, atau kalau gak, saya bakalan tambah laporan atas tuduhan menyembunyikan identitas, mau? hukumannya lebih berat lho.''

''Nggak mau, ampun, Tuan. Saya masih punya adik kecil yang harus saya asuh.''

''Tas ....''

''Apa ...?''

''Tas kamu mana? saya yakin di sana ada kartu identitas, atau kartu pelajar kek.''

''Nggak, saya gak bawa tas. Saya cuma bawa badan dan pakaian yang menempel di sini aja, beneran,'' jawab gadis tersebut sedikit mengiba dan memasang wajah memelas.

''Astaga, kamu ini makhluk bumi apa Alien si? di tanya nama, bilangnya gak punya nama. Di pinta kartu identitas juga gak punya, terus gak bawa tas pula,'' tegas louis menatap tajam wajah gadis tersebut, namun, segera memalingkan wajahnya.

''Iya saya Alien, makannya biarin saya pergi ya. Saya benar-benar minta maaf,'' rengek'nya lagi menempelkan kedua telapak tangannya memohon.

''Ha ... ha ... ha ... jangan mimpi ya. Kamu harus tetap ikut saya ke Kantor Polisi, oke ...? karena kamu udah mempersulit keadaan, maka setidaknya kamu bakalan kena pasal berlapis, tindakan tidak menyenangkan, penyembunyian identitas, maling lagi, ya setidaknya 10 tahun penjara cukuplah buat gadis tidak tau diri kayak kamu,'' tegas Louis tertawa terbahak-bahak.

Wajah gadis itu pun semakin pucat pasi, matanya terlihat memerah, dengan kelopaknya yang mulai berair, kenapa hari ini dia begitu sial. Selain gagal mencuri spion yang nantinya akan dia jual untuk membeli obat sang adik yang saat ini sedang sakit keras, dia pun dia ancam bakalan di jebloskan ke dalam penjara membuat wajahnya semakin pucat pasi dengan keringat yang membasahi pelipis wajahnya kini.

''Oke-oke, kalau Tuan mau lihat kartu identitas saya, akan saya ambil ke rumah, rumah saya deket ko, Tuan mau tunggu di sini atau ikut?'' ucapnya akhirnya menyerah.

''Kalau saya gak ikut, kamu pasti kabur. Saya tau orang-orang kayak kamu gimana?''

''Heuh ... saya gak ngerti maksud anda, Tuan. Yang jelas, meskipun saya miskin tapi saya bukan gadis rendahan yang bisa Tuan beli dengan uang dan saya juga gak akan lari, jadi mari Tuan ikut saya.'' Tegasnya penuh percaya diri.

Gadis tersebut pun berjalan keluar dari pos satpam lalu mulai menyusuri trotoar. Sementara Louis, dia pun keluar dari dalam pos satpam lalu mengikuti gadis tersebut dari arah belakang dengan mengendarai mobilnya. Louis merasa malas jika harus ikut berjalan di tengah teriknya matahari yang bersinar begitu menyilaukan.

Louis pun menatap gadis tersebut, memperhatikan dengan seksama kemana gadis itu melangkahkan kaki tidak ingin sampai kehilangan jejaknya apalagi sampai kabur, karena gadis dengan penampilan yang urakan serta pecicilan itu telah menjatuhkan harga dirinya dengan menepuk kepala membuatnya kini kembali mengusap bagian belakang kepalanya itu.

''Aku gak akan pernah memaafkan kamu gadis gila, kamu udah berani merendahkan harga diri aku dengan memegang kepalaku yang berharga ini, aku akan terus mengejar'mu sampai kamu benar-benar membusuk di penjara,'' gumamnya seraya mengusap kepalanya sendiri.

Akhirnya, gadis itu pun masuk ke dalam gang sempit yang berada tepat di tepi jalan, Louis segera melipir dan memarkir mobil mewahnya di tepi jalan yang kini terlihat sepi tanpa satu pengendara pun.

Ceklek ....

Louis pun membuka pintu mobil lalu keluar, dia menatap sekeliling mencari sosok gadis yang tadi dia ikuti yang kini tidak terlihat dimanapun.

''Kurang ajar, lari kemana dia?'' gerutu Louis kesal.

Dia pun berjalan menuju gang dimana tadi gadis itu menghilang, menatap gang sempit berukuran satu meter namun, terlihat panjang membentang.

''Sialan ...'' gerutunya lagi, masih menatap sekeliling.

''Hey, Tuan sombong, saya di sini.''

Tiba-tiba terdengar suara seorang gadis dari arah samping berdiri di sebuah pekarangan sempit, dan gadis itu menggendong seorang bocah perempuan berusia 10 tahun yang kini terlihat pucat pasi, jika di lihat dari raut wajahnya, sepertinya bocah tersebut sedang dalam keadaan tidak sehat.

Sejenak, Louis pun diam mematung. Menatap keadaan rumah kecil yang terlihat kumuh dan juga sangat-sangat sederhana, matanya kini menatap gadis tersebut dengan tatapan iba.

Sebagai pengusaha yang kaya raya dan bergelimang harta, dia sama sekali tidak menyangka bahwa, di kota besar seperti ini masih ada rumah kecil yang menurutnya jauh dari kata layak untuk ditinggali.

''Ini rumah kamu?'' tanya Loius mengerutkan kening.

''Iya, silahkan masuk, Tuan.''

' Jadi dia beneran punya adik yang lagi sakit?' (batin Louis)

♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️

Iba

Louis menatap dengan tatapan iba, matanya kini berkeliling menyisir setiap jengkal rumah kecil dan sederhana yang menurutnya sangat tidak layak untuk ditinggali.

Sebagai pengusaha kaya raya, CEO dari perusahaan raksasa yang memilik kekayaan yang melimpah, dirinya sama sekali tidak menyangka kalau di kota besar ini masih ada manusia yang tinggal di rumah kecil yang terlihat kumuh dan tentu saja sangat-sangat tidak layak menurutnya.

''Ini rumah kamu?'' tanya Louis, matanya kini beralih menatap gadis yang saat ini sedang menggendong anak perempuan berusia sekitar 7 tahun.

Wajah anak tersebut terlihat pucat, dan jika dilihat dari raut wajahnya, anak tersebut sepertinya tidak sedang dalam keadaan sehat.

''Betul, Tuan. Silahkan masuk,'' jawab gadis tersebut tersenyum ramah.

Louis merasa ragu hanya untuk menginjakan kakinya di halaman rumah tersebut, matanya masih menatap sekeliling dengan raut wajah yang terlihat merasa jijik, membuat gadis itu pun mengerti bahwa, mana mungkin laki-laki kaya raya dan juga sombong itu bersedia menginjakkan kakinya di rumah miliknya yang sederhana ini.

Akhirnya, gadis itupun masuk ke dalam rumah masih dengan menggendong adik perempuannya untuk mengambil kartu identitas yang tadi di pinta oleh laki-laki tersebut.

Louis yang merasa tidak enak akhirnya menapaki pekarangan kecil yang terlihat gersang itu, berdiri di teras rumah masih dengan mata yang menatap sekeliling dengan perasaan iba.

Tidak lama kemudian, gadis itu pun keluar dari dalam rumah dengan membawa kartu identitas, dan tersenyum manis menatap wajah Louis yang saat ini sudah berada di teras rumahnya.

''Ini kartu identitas saya, Tuan,'' ucap gadis tersebut, menyerahkan kartu identitas kepada Louis.

''Hmm ...'' Louis hanya bergumam seraya menerima kartu tersebut.

''Nama : Arista Aditama. Umur : 21 tahun. Status : Belum menikah.'' Louis membaca tulisan di dalam kartu dengan bersuara.

''Kamu belum menikah?''

Gadis bermana Arista Aditama itu menganggukkan kepalanya.

''Lalu anak ini siapa?''

''Dia adik saya, Tuan. Namanya Putri,'' jawab Arista tersenyum kecil menatap wajah adiknya.

''Hmm ... Begitu? dimana orang tua kalian?''

''Orang tua kami gak tau ada dimana? mereka berdua meninggalkan kami sedari kecil di sini, entah apa mereka masih hidup atau sudah meninggal kami juga gak tau,'' jawab Arista lemah lalu menunduk sedih.

Hati seorang Arista merasa begitu sakit tatkala mengingat kedua orangtuanya yang telah tega meninggalkan mereka berdua begitu saja, dadanya pun terasa sesak kini hingga tanpa sadar dia pun sedikit terisak dengan memeluk tubuh Putri erat.

''Jadi kalian hanya tinggal berdua?''

Arista mengangguk lemah mengigit bibir bawahnya keras.

''Kaka, dia siapa? apa dia pacar Kaka?'' tanya sang adik yang sedari tadi hanya terdiam menatap wajah Louis.

''Bukan, dek. Dia hanya orang kaya sombong yang tadi Kaka temui di jalan,'' jawab Arista lemah mengusap lembut wajah pucat sang adik.

''Oh gitu? aku kira dia pacar Kaka. Padahal aku udah seneng banget, akhirnya ada juga yang mau sama Kaka, aku ingin Kaka segera menikah supaya Kaka gak usah kerja keras lagi nyari uang buat beli obat aku,'' jawab Putri dengan suara lemah.

''Adik kamu sakit?'' tanya Louis entah mengapa semakin penasaran dengan kehidupan gadis yang memiliki wajah mirip dengan mantan istrinya kala muda tersebut.

''Iya, Tuan. Jadi saya harap Tuan pikirkan lagi baik-baik niat Tuan itu, saya mohon,'' Arista memelas dengan bola mata memerah dan air mata yang berjatuhan begitu saja.

''Hmm ... Tapi laporan saya udah masuk ke kantor polisi.''

''Kantor polis?'' Puput membulatkan bola matanya terkejut.

''Nggak, sayang. Bukan kayak gitu.''

''Tuan ini mau laporin Kaka ke kantor polisi?''

''Tidak, Adik. Tadi cuma ada sedikit kesalahpahaman aja ko.'' Jawab Louis menenangkan.

''Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ....''

Tiba-tiba saja Putri batuk dan mengeluarkan darah segar dari hidungnya, begitupun dengan mulutnya yang batuk dengan memuntahkan darah kental hingga sedikit menyembur hampir mengenai pakaian yang dikenakan oleh Louis.

''Sayang, di sini dingin. Sebaikanya kita masuk sekarang. Dan anda Tuan, sebaiknya anda pulang sekarang, jika Tuan masih punya hati perasaan sebaiknya Tuan cabut semua laporan yang tadi anda sebutkan,'' lirih Arista mengiba dengan tangis yang dia tahan.

''Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ....''

Putri kembali batuk dengan menutup mulutnya.

''Tunggu Arista. Adik kamu sakit apa? kenapa dia gak diobati? kayaknya Putri sakit parah?''

''Bukan urusan Tuan, dia sudah biasa kayak gini,'' jawab Arista masuk ke dalam rumah lalu duduk lantai yang hanya beralaskan karpet usang.

''Tapi kalau gak diobati penyakitnya akan semakin parah.''

''Terus saya harus gimana, Tuan. Saya gak punya uang buat berobat, buat makan sehari-hari aja kami susah,'' seketika, air mata Arista pun berjatuhan dengan derasnya meratapi kehidupan yang dia jalani dan juga meratapi penyakit sang adik yang memang semakin parah setiap harinya.

Louis terdiam sejenak, dia menatap Arista yang saat ini sedang mengusap hidung sang adik begitupun dengan mulutnya yang mengeluarkan darah segar.

''Kalau kamu mau, kita ke Rumah Sakit sekarang. Saya akan biayai semua pengobatan adik kamu,'' ucap Louis tiba-tiba, membuat Arista terkejut.

''Memangnya Tuan siapa mau biayai pengobatan adik saya?'' jawab Arista dengan buliran air mata yang masih saja berjatuhan dengan begitu derasnya.

''Jadi kamu gak mau?''

Arista hanya terdiam.

''Apa kamu tega melihat adik kamu kayak gini, kamu yakin kalau adik kamu ini gak kesakitan? hah ...?'' Louis menaikan suaranya.

Arista pun masih terdiam, memeluk tubuh sang adik erat.

''Kamu benar-benar kakak yang jahat, Arista.''

''Terus saya harus gimana? saya gak mau berhutang Budi sama seseorang.''

''Tapi adikmu bisa mati kalau dibiarkan kayak gini,'' teriak Louis Gabriel membulatkan bola matanya.

Arista masih terdiam, hanya suara tangisnya saja yang kini sedikit terdengar. Selama ini dia selalu tabah dalam menghadapi kehidupan pahit yang dia jalani, tak pernah sekalipun mengeluh apalagi menangis seperti ini.

Dia pun tidak pernah mengemis ataupun minta dikasihani, karena baginya, meskipun kehidupannya di bawah garis kemiskinan yang telah sejak lama membelenggu kehidupan yang dia jalani bersama sang adik, pantang bagi seorang Arista gadis berusia 21 tahun itu untuk mengemis ataupun meminta dikasihani.

''Ya udah gini aja. Aku gak ngasih ini secara cuma-cuma, kamu bisa bayar semua biayanya dengan bekerja sebagai Pelayan di rumah aku, gimana?'' tawar Louis semakin tidak tega melihat Putri yang saat ini terlihat semakin melemah.

''Baik, saya mau Tuan. Tolong bawa adik saya ke Rumah sekarang juga, Tuan. Saya gak mau adik saya mati, saya gak mau. Tolong selamatkan adik saya Tuan, hiks hiks hiks ...'' tangis Arista seketika meledak, bahkan terdengar begitu pilu membuat Louis terhenyak dan semakin merasa iba dengan apa yang menimpa gadis yang baru saja dia ketahui namanya itu.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Promosi Novel.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!