NovelToon NovelToon

Dokter Cantik, Marry Me!

Bab 1 Caraka Abimanyu

Seorang pria masuk kedalam rumah dengan cara mengendap-endap seperti maling. Jas berwarna putih ia jepit diantara lengan dan perut sixpack yang berbalut kemeja putih itu.

Ia masuk ke dalam rumah yang sangat sepi dan sudah padam semua lampunya. Wajar saja, karena waktu sudah menunjukkan pukul 2 malam.

Ia berhasil melewati ruang tamu yang rasanya memiliki luas seperti lapangan bola itu, sangking takut ketahuannya. Ia berhasil menginjakkan kaki di anak tangga pertama. Anak tangga yang akan membawanya ke lantai dua dimana kamarnya ada disana.

Namanya Caraka Abimanyu, dia seorang dokter spesialis bedah mulut di salah satu rumah sakit ternama di kota ini. Usianya sudah 33 tahun dan ia belum menikah.

"Dari mana, Ka!"

Deg!

Suara bariton, tegas dan datar itu berhasil membuat langkahnya terhenti. Ia berbalik dan menemukan papanya sedang berdiri tepat di belakangnya dengan jarak sekitar 5 meter.

"Hehehe... Papa." Bukannya menjawab, ia malah cengengesan melihat pria pensiunan TNI angkatan darat itu. Ya, papanya- Abimanyu memutuskan untuk pensiun dini dari profesinya.

"Papa tanya dari mana?" Tanya Abi lagi karena putranya malah senyum-senyum tidak jelas.

"Dari..." Caraka menggaruk keningnya yang tidak gatal.

"Dari rumah sakit lah, pa," jawabnya.

"Rumah sakit atau rumah Sabella?" Tuduhan Abi tepat sasaran.

Sabella adalah mantan pacar Caraka yang hingga kini masih berhubungan dengannya meski terang terangan Abi dan istrinya -Sora tidak memberi restu.

"Ehm... tadi, aku ngenterin Sabella, Pa. Dia kebetulan ada pemotretan sampe malem dan kebetulan juga searah sama aku."

"Alasan!" Abi berbalik dan hendak meninggalkan putranya yang selalu saja terlalu berfikir positif.

"Pa, berulang kali aku jelasin ke papa kalau gak ada hubungan apapun lagi antara aku sama Sabella, Pa," ucap Caraka berusaha menegaskan kepada Papanya. Dan semua itu memang benar. Ia dan Sabella hanya berteman.

"Aku udah anggap dia seperti adikku sendiri, Pa. Sama seperti Syakilla." Caraka menyebut nama adik perempuannya.

"Jangan samakan Syakilla dengan Sabella!" Ucap Abi tegas dengan nada marah. Ia kembali menatap Caraka. Ia tidak terima mendengar bahwa putri tercintanya yang berprofesi sebagai dosen disamakan dengan Sabella, model yang selalu nongol di majalah dewasa.

"Bukan gitu maksud Caraka, Pa." Caraka menghela nafas berat.

"Aku juga udah lama suka sama gadis lain, Pa. Aku pacaran sama Sabella itu 4 tahun lalu dan sekarang kami cuma berteman, Pa."

"Gak akan ada gadis yang percaya dan menerima kamu, Ka. Selama kamu masih berhubungan dengan gadis itu!"

"Mas... kenapa sih ribut-ribut?" Tanya Sora, wanita yang baru keluar dari kamar saat mendengar keributan antara suami dan putranya.

"Anak kamu susah dibilangin, Ra!" Adu Abimanyu. Sejak kecil Caraka memang lebih akrab dengan mamanya karena Abi kerap kali bertugas diluar kota.

"Caraka udah jelasin ke papa ma, tapi..."

Sora mengangkat tangannya keatas sebagai tanda bahwa perdebatan ini harus dihentikan.

"Cukup, Ka!"

"Masuk kamar sekarang!" Tunjuk Sora kearah atas dimana kamarnya berada.

Caraka menghela nafas dan berjalan menunduk menaiki anak tangga. Jika wanita berhijab syar'i itu sudah memberi perintah, maka ia harus menurutinya.

Sudah ku katakan, aku mencintai gadis lain. Dan ku yakin kalian tahu gadis itu adalah Chiara. Tapi kalian tetap aja gak pernah percaya.

Sementara itu, Sora menggandeng lengan suaminya. Ia berusaha menenangkan Abi yang selalu tersulut emosi jika membahas hubungan antara Caraka dan Sabella. Tapi, Sora berusaha percaya pada putranya.

Abi menganggap hubungan Caraka dan Sabella hanya membuat malu keluarga saja. Image Sabella yang terlanjur buruk karena dua tahun terakhir gadis itu selalu menjadi model dengan pakaian tidak senonoh. Gadis itu pernah menjadi model pakaian renang hingga lingerie.

"Aku gak ngerti sama jalan fikiran putra kamu, Ra."

"Kamu tenang dulu, Mas. Caraka itu pasti udah mengatakan hal yang sebenarnya." Bela Sora.

Ia jelas tahu karakter putranya yang tidak pandang bulu saat berteman dengan siapapun. Tapi itulah kesalahan Caraka, pria itu tidak menyadari bahwa lawan jenis kerap kali salah mengartikan sikap baiknya.

"Kita harus percaya sama dia, Mas. Dia seorang dokter, dia pasti tahu ada reputasi yang harus dia jaga, Mas."

"Lagi pula, Sabella gak pernah bawa nama Caraka kalau lagi ada di tv atau sosial media."

"Sekarang enggak. Lain waktu? Gak ada yang bisa jamin, Ra. Gadis itu ada di dunia hiburan yang rentan dengan gosip dan Caraka bisa saja terseret suatu saat nanti."

"Nanti aku coba menasehati dia, Mas. Ya, walaupun aku gak bisa janji dia bakalan berhenti untuk berhubungan dengan gadis itu."

"Usianya 33 tahun, loh sayang! Aku heran, bukannya cari yang serius, dia malah sibuk main-main sama gadis itu," keluh Abi.

***

Sementara itu, Caraka langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.

Setelah sepuluh menit, ia keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih melilit dibagian bawah tubuhnya. Perut kotak-kotak yang masih menetes air dipermukaannya membuat siapapun gadis yang melihatnya pasti menelan lud*h.

Tapi, sebuah kertas lumayan tebal terletak di atas meja riasnya begitu mencuri perhatiannya. Ia meraih kertas yang ternyata sebuah undangan pertunangan dan membacanya.

"Pertunangan Chiara Arrayan Danadyaksa dengan Daffin Alexander Abraham."

Deg!

Caraka diam seperti orang bod*oh. Beberapa hari lalu ia baru bertemu Chiara dan gadis itu tidak mengatakan apapun.

Ia heran, mengapa tiba-tiba Chiara memutuskan untuk bertunangan dengan pria lain sementara ia yang mengajak gadis itu menikah sejak setahun lalu masih digantung.

Flashback On

"Dokter cantik, marry me!" Caraka mengatakannya saat mereka bertemu di salah satu acara keluarga.

Caraka duduk di samping Chiara dan menatap gadis itu sambil tersenyum. Keduanya sedang duduk di sebuah kursi di halaman belakang dekat kolam renang.

"Aku belum jadi dokter, Bang," sahut gadis itu karena ia harus menjalani internship kurang dari setahun lagi.

"Setahun lagi, cincai lah! Ku tunggu!"

Caraka sudah berkali-kali mengatakan akan menunggu gadis itu. Dokter spesialis bedah mulut yang menaruh hati sejak hampir 9 tahun lalu itu, saat Chiara masih duduk dibangku SMP.

"Gadis itu..."

"Sabella? We just friend! Believe me, Chi!"

Flashback off

Chiara saat itu tidak memberi jawaban apapun. Caraka mengira, gadis itu akan memutuskan semuanya setelah selesai dengan internshipnya dan bisa bekerja di rumah sakit sebagain dokter umum.

Selama ini pula, Caraka tidak pernah melihat Chiara dekat dengan pria mana pun. Kehidupan gadis itu hanya seputar karir dan keluarga membuat Caraka yakin Chiara akan menerimanya kelak.

Tapi undangan ini? Apa ini artinya ia di tolak secara tidak langsung?

***

Bab 2 Chiara Arrayan Danadyaksa

Chiara Arrayan Danadyaksa. Seorang dokter muda berusia 24 tahun, berparas cantik dan juga berkepribadian baik.

Di dalam kamar luas bernuansa biru shabby, gadis itu memandang foto dirinya bersama keluarga besarnya.

Ada Ray dan Sania- papi dan maminya. Ada Rion dan Bintang - abang dan kakak iparnya serta Queen dan Prince, dua keponakan lucu yang sudah berusia 8 dan 4 tahun.

Ia tersenyum memandang foto itu. Ditangannya ada undangan pertunangannya. Seminggu lagi, ia akan bertunangan dengan pria bernama Daffin.

"Kak Bi, sebentar lagi aku akan bertunangan."

Ia bicara dengan memandang foto Bintang yang tengah tersenyum manis itu. Ia memang terbiasa meminta nasehat kepada kakak iparnya itu.

"Daffin, ku tahu dia pria baik. Papi dan Mami serta bang Rion juga mengenalnya."

"Huuuh!" Chiara menghembuskan nafas lewat mulutnya.

"Aku menyukainya. Aku suka caranya menyatakan perasaannya padaku."

Beberapa minggu lalu, Daffin menyatakan perasaannya pada Chiara pada saat mereka sedang makan siang bersama di sebuah restoran.

Flashback On

"Chiara..." Pria berjas rapi di depan Chiara menatapnya begitu dalam.

"Ya..."

"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu." Di luar jam kerja mereka memang tidak menggunakan bahasa formal.

Chiara mengangguk. "Katakan saja! Akan ku dengarkan," jawab Chiara pada pria yang berusia 3 tahun lebuh tua darinya.

"Aku... aku menyukaimu. Aku mencintaimu, Chi!"

To the point, Daffin mengungkapkan perasaannya membuat Chiara menatap serius pria di depannya.

Daffin perlahan meraih tangannya dan tersenyum kecil. "Aku jatuh cinta padamu sejak lama."

"Aku berusaha meyakinkan perasaanku dan jawabannya tetap sama. Aku benar-benar mencintaimu!"

"Selama ini aku tidak mengungkapkannya karena aku menunggumu hingga kamu selesai dengan program internship dan semua proses untuk kamu bisa menjadi seorang dokter."

"Aku benar-benar menunggu kamu selesai dengan urusan pendidikanmu."

"Aku ingin, saat aku menyatakan perasaanku, aku bisa langsung melamarmu dan bertunangan denganmu."

Chiara merasa jantungnya berdebar hebat. Ia sedang dilamar oleh seorang pria yang ia kenal sejak beberapa tahun lalu itu.

"Chiara, jadilah kekasihku. Dan kelak, menikahlah denganku. Aku berjanji akan membahagiakanmu dan tidak akan membatasi karirmu."

Flashback Off.

"Aku juga suka dia yang gantle langsung memintaku dari papi," lanjut Chiara masih bermonolog dengan foto Bintang.

"Tapi H-7 menjelang pertunangan kami, aku menjadi sedikit ragu padanya." Chiara tertunduk lesu. Ia membolak-balik undangan mewah ditangannya.

"Aku tiba-tiba mengkhawatirkan banyak hal. Apa seperti ini bujuk rayu setan saat manusia melangkah mendekat menuju pernikahan?"

"Ataukah ini yang namanya firasat bahwa apa yang ku pilih adalah salah?"

"Tapi, papi dan mami gak mungkin memutuskan orang yang salah untuk menjadi pendampingku. Selama ini mereka selalu melakukan yang terbaik dan alhamdulillah hasilnya baik."

"Lalu kenapa aku takut gak bahagia hidup dengannya?"

"Kak, kakak tau sendiri kan?" Chiara kembali menatap dan berbicara dengan foto Bintang.

"Role mode pasangan favoriteku, kan kalian berdua. Kakak dan Bang Rion." Chiara tertawa pelan. Ia seperti orang gila yang bicara sendiri.

"Kalian saling menyayangi satu sama lain. Dan aku suka cara Bang Rion memperlakukan kakak dengan begitu istimewa."

"Kakak terlihat spesial dimatanya. Dan aku ingin pria seperti itu yang akan menjadi suamiku kelak, Kak!"

"Apa aku mundur saja?" Chiara mendadak menjadi pesimis dengan pilihannya.

"Kadang aku berfikir, apa lagi yang ku cari lagi dalam hidupku?" Ia kembali melihat kertas undangan itu.

"Aku sudah menjadi seorang dokter, aku punya pekerjaan bahkan rumah sakit juga."

"Daffin juga gak melarang aku kalau nanti aku mau lanjut spesialis."

"Hidupku gak akan kekurangan materi. Semua sudah terjamin dan aku yakin Papi dan Bang Rion gak akan membiarkan hidupku susah."

Chiara menatap foto Bintang. "Kakak bilang cinta itu adalah rasa gak rela saat melihat pasangan kita dekat dengan gadis lain."

"Kakak bilang, cinta itu membuat kita menangis saat merasa bahagia dan bersedih."

"Orang yang kita cintai itu sebenarnya orang yang paling berpotensi membuat kita terluka. Bahkan hanya satu kalimat bentakan dari pasangan kita bisa begitu melukai perasaan."

"Dan semua itu gak aku temukan dalam diri Daffin, kak." Ucap Chiara kesal.

Chiara menghela nafas. Ia membaringkan tubuhnya diatas ranjang.

Banyak pria yang berusaha mendekatiku, tapi mengapa Daffin yang  akan menjadi tunanganku. Kenapa aku sepertinya menyesali semua keputusanku untuk bersamanya?

"Bang Caraka, dia pernah memintaku untuk menikah dengannya. Tapi aku mengabaikannya."

Ia ingat pria bernama Caraka yang juga pernah menyatakan perasaan padanya. Bahkan pria itu sudah pernah mengajaknya menikah, dan mengatakan akan setia menunggu dirinya sampai ia siap untuk menerima pria itu.

Caraka bukan orang lain, ia masih ada hubungan kerabat dengan Bintang.

"Huh! Siapa suruh dia selalu nempel sama model seksi itu," kesal Chiara.

"Siapa juga yang mau sama pria gagal move on kayak dia. Entah gagal nove on atau memang dia yang suka php sama semua cewek." Keluh Chiara lagi.

Sejak ia masih kuliah dulu, Caraka mulai intens menunjukkan perhatian dan perasaannya.

Berulang kali pria itu mengatakan bahwa ia serius dengannya. Tapi, berulang kali pula Chiara mendapati fakta bahwa pria itu masih begitu dekat dengan mantannya.

Siapa yang tidak minder jika dibandingkan dengan model berbody bak gitar spanyol itu.

Menurut Chiara, kebanyakan pria menilai seorang gadis, pasti dengan meletakkan "nilai fisik" diurutan nomor satu. Dan Chiara yakin, pria bernama Caraka itu juga melakukan hal yang sama.

Berulang kali, Chiara meminta Caraka untuk menyelesaikan urusan pria itu dengan model seksi yang pernah menjadi kekasih Caraka.

Caraka selalu mengatakan urusan mereka sudah selesai. Bagaimana mungkin urusan mereka selesai sementara keduanya masih sering terlihat jalan bersama.

"Huh!" Chiara menghembuskan nafas berat.

"Semoga pilihan untuk bersama Daffin adalah keputusan yang tepat."

"Kak Bi sering bilang, bukankah cinta bisa tumbuh karena kita terbiasa bersama."

"Dan semoga rasa kagum dan penilaian ku yang tinggi terhadap Daffin, suatu saat nanti bisa berubah menjadi rasa cinta yang dalam hingga kami bisa hidup bersama untuk saling melengkapi."

Chiara memang jarang menceritakan masalahnya pada orang lain. Tapi, ia pendengar yang baik. Semua nasehat kakak iparnya itu selalu ia dengar dan ia ingat.

Chiara mencari nama Daffin Alexander Abraham di mesin pencarian di ponselnya. Dan muncullah sederet prestasi pria muda lulusan universitas di Amerika itu.

Sekarang, Daffin membantu orang tuanya mengurus banyak bisnis yang mereka geluti. Salah satunya adalah distributor alat medis dan obat-obatan. Dan perusahaan Daffinlah yang mensuplay peralatan medis dan obat-obatan di rumah sakit Danadyaksa hingga Ray dan Rion mengenal pria itu dengan baik.

***

Bab 3 Numpang Sarapan

Pagi ini, Caraka bertamu ke rumah seorang pengusaha kaya, Orion Arrayan Danadyaksa. Rion adalah suami dari saudara sepupunya, Bintang.

Keduanya layak dinobatkan sebagai pasangan suami istri paling romantis meski usia Bintang lebih tua lima tahun dari Rion.

Pasangan inilah yang membuat Caraka yakin bahwa usia bukanlah penghalang suatu hubungan hingga ia berani mencintai adik dari Rion yaitu Chiara.

"Wiih! Pak dokter, pagi-pagi udah dateng," sambutan hangat yang membuat sudut bibirnya melengkung.

"Mau numpang sarapan, Dok?" Tapi seketika ia terhempas ke bumi karena pertanyaan tuan rumah yang tidak punya filter di mulutnya.

Rion yang sedang duduk di meja makan bersama anak dan istrinya saat melihat Caraka masuk dengan setelan kerja.

"Morning Queen, Prince..." bukan menjawab, Caraka malah menyapa dua keponakannya yang sudah rapi dengan seragam sekolah itu.

"Morning uncle Dokter!" Jawab keduanya kompak.

Caraka duduk di dekat Prince. "Sarapan, Ka?" Tawar Bintang.

Caraka mengangguk. "Roti boleh deh, Kak!" jawabnya, karena di atas meja ia melihat bubur ayam dan beberapa lembar roti dan selai.

Perdebatan malam tadi membuatnya masih enggan sarapan di rumah bersama orang tuanya. Bukan tidak sopan atau berusaha lari dari masalah. Tapi ia hanya tidak ingin tekanan darah papanya naik hanya karena melanjutkan masalah klasik seperti malam tadi. Masalah yang sudah ada sejak beberapa tahun terakhir dan tidak pernah usai meski Caraka sudah menjelaskan berkali-kali.

Queen dan Prince berangkat ke sekolah diantar oleh supir. Bintang mengantar keduanya hingga ke teras rumah.

"Kenapa? Berantem lagi sama om Abi?" Tebak Rion tepat sasaran. Wajah Caraka yang tampak suntuk itu sudah cukup menjadi alasan Rion menebak demikian.

"Hem..." Caraka berdehem sambil mengunyah rotinya.

"Model itu lagi?"

"Hem..."

Rion tersenyum sinis. Ia sudah bosan menasehati Caraka yang masih berhubungan dengan Sabella. Bagaimana mungkin Rion membiarkan adiknya menerima pria yang masih belum bisa melepas mantan ini. Meski Caraka adalah saudara dari istrinya.

Rion tertawa sinis. "Ngeyel sih dibilangin. Lepas! Ku bilang lepas, Ka!"

"Gak ada gunanya kamu masih berhubungan sama gadis itu."

"Om Abi sama tante Sora gak setuju, dan Chiara?"

"Gak mungkinlah ku lepas adikku untuk laki-laki kayak kamu."

Caraka langsung menatap Rion yang sedari tadi ternyata tengah menatapnya.

"Karena alasan itu Chiara mau tunangan sama laki-laki bernama Daffin itu?" Tanya Caraka serius. Ada luka di matanya. Ada kecewa dan sedih yang begitu dalam.

Ia pernah bertemu Daffin beberapa kali. Pria itu masih muda, dan kaya. Tidak sebanding dengannya.

Rion mengangkat bahunya. "Pria baik yang datang pada papi dan melamar putrinya."

"Pria yang Chiara terima pernyataan cintanya. Lalu kemana lagi hubungan itu akan dibawa kalau bukan menuju pelaminan, Ka."

"Padahal aku sangat mencintai adikmu, Yon!" Lirih Caraka.

Caraka tertawa sinis. "Dan lebih burukunya selama ini gak ada yang cerita sama aku?"

"Buat apa?" Sahut Bintang dari arah depan. Wanita berhijab syar'i itu berjalan mendekat dan duduk di dekat Caraka.

"Selama ini kamu gak bisa berubah, Ka. Kamu hanya diminta menjauhi gadis itu. Kalau memang gak ada hubungan apa-apa kenapa kamu gak bisa lepas dari dia?"

"Kamu memang saudaraku, Ka. Tapi Chiara adikku, dia gadis kesayangan keluarga Danadyaksa."

"Dan kamu terlalu main-main untuk mengejarnya."

Bintang melipat tangannya di meja. Masalah Sabella kadang membuatnya sedikit bosan. Karena sampai sekarang, Bintang masih bingung dengan alasan dibalik kepedulian Caraka pada gadis itu. Apakah hanya peduli sebagai seorang teman atau ada perasaan lain.

"Kamu bilang cinta sama Chiara, tapi kamu nunjukkin hal yang bertolak belakang."

"Gadis mana yang percaya kalau dia sedang diperjuangin sementara pria itu sedang main-main sama wanita lain."

Caraka menunduk lemah. Ia heran, mengapa semua orang salah mengartikan kedekatannya dengan Sabella.

Bintang adalah penasehat yang baik. Rion hanya perlu berpangku tangan dan tak mengatakan apapun lagi jika istrinya itu sudah beraksi.

Bintang jelas ada di pihak Chiara yang memang terlihat seperti cadangan bagi Caraka.

Caraka hanya bisa diam dan diam. Ia tidak mengerti, mengapa semua orang selalu memojokkannya jika membahas antara dirinya, Sabella dan Chiara.

Ribuan kali ia menjelaskan bahwa tidak ada hubungan apapun antara ia dan Sabella. Bahkan isi chatnya dengan gadis itu tak cukup membuktikan bahwa mereka hanya berteman.

Ia memang tidak bisa lepas dari Sabella. Gadis itu baik, tapi ia sebatang kara. Sejak remaja, gadis berusia 27 tahun itu sudah hidup sendiri. Mulai dari menjadi asisten make up artis bahkan menjadi asisten artis.

Keadaan Sabella yang seperti itulah yang membuat Caraka bersimpati dan iba. Semua kebaikan Caraka hanya sebatas itu. Tidak lebih. Tapi entah mengapa setiap orang melihatnya tidak demikian.

Soal pekerjaan Sabella, Caraka merasa tidak punya hak untuk mencampuri urusan itu. Karena dia juga tidak mungkin bertanggung jawab atas hidup dan kebutuhan gadis itu.

"Sekarang, pertegas hubunganmu dengan gadis itu," pinta Bintang. Caraka menatap kakak sepupunya itu. Ia seperti melihat secerca harapan agar bisa bersama Chiara.

"Bukan untuk mengejar Chiara," Bintang menggeleng. Ia kembali tertunduk lemas.

"Karena Chiara sudah menjadi milik orang lain, Ka." Caraka menghela nafas dan ia sadar, ia sudah kalah.

"Jika ingin bersama gadis itu, segera nikahi dia. Dan jika tidak, menjauh dan carilah gadis lain yang jauh lebih baik."

"Usiamu sudah 33 tahun, Ka. Waktumu bukan lagi untuk main-main."

"Banyak dokter di rumah sakit yang memandang kamu sempurna."

"Perawat, bahkan staff rumah sakit juga banyak, Ka."

"Aku gak menilai Sabella buruk. Tapi, buat apa kamu jalani hubungan yang hanya memperburuk hubungan lain."

"Dalam hal ini hubungan antara kamu dan om Abi."

"Hindarilah hubungan yang lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya."

"Aku salut loh sama om Abi." Caraka menatap Bintang yang mengatakan salut pada papanya.

"Om Abi kasih kamu ruang yang luas. Dia kasih kamu waktu. Aku yakin, kalau dia mau, dia bisa bertindak buat misahin kamu sama gadis itu."

"Tapi dia gak lakukan, Ka. Karena apa? Karena dia tahu kamu udah terlalu dewasa untuk diprotect seperti anak kecil."

"Bi, kamu lagi nasehati dokter loh, sayang!" Protes Rion karena sepertinya Bi sudah terlalu berlebihan menceramahi Caraka.

"Aku gak peduli, Sayang!" Jawab Bi singkat.

"Huuh!" Caraka lagi-lagi menghela nafas.

"Aku akan usahain buat menghindar dari Sabella."

"Padahal aku cuma kasihan sama dia, Kak."

"Dia sebantang kara?" Potong Bintang.

Caraka mengangguk.

Bintang memutar bola matanya. Ia jengah mendengar alasan itu.

"Dia seorang model, Ka. Ada manager, dan timnya yang udah ngurusin dia. Kamu gak perlu lagi lah ikut-ikutan." Bintang mendadak kesal.

"Kecuali kalau kamu

mau daftarin diri jadi Asprinya dia." Sindir Bintang dan Rion terkekeh.

"Entar aja kalau dia kena kasus, dan nama kamu masuk dalam headline di berita. Baru tau rasa!" Sambar Rion asal.

Rion memang seperti itu. Bicaranya selalu on point dan suka menyentil langsung ke jantung.

"Mainan kamu terlalu bahaya, Ka!" Rion tertawa mengejek.

***

Caraka menyerah. Ia langsung menuju rumah sakit untuk bekerja. Pergi ke rumah Rion untuk menanyakan tentang pertunangan Chiara, malah berakhir dengan dirinya yang keluar dengan mambawa sekarung nasehat dari Bintang dan sedikit ledekan dari Rion.

Ponselnya berdering. Dan ada nama Sabella di sana.

Caraka menghela nafas dan ia menjawab panggilan itu.

"Mas! Kamu udah ke rumah sakit?" Tanya Sabella.

"Ini lagi di jalan." Jawab Caraka.

"Oh, ya udah kalau gitu. Tadinya aku mau ketemu kamu di rumah sakit, tapi karena kamu masih di jalan, dan aku buru-buru. Jadi lain kali aja kita ketemuannya."

"Kamu ngapain ke rumah sakit pagi-pagi gini?"

"Asistenku mendadak sakit subuh tadi."

"Udah dulu, ya... bye Mas!"

Caraka meletakkan asal ponselnya di dashboard mobil. Bagaimana ia bisa menghindar kalau mereka selalu ditakdirkan untuk bertemu?

Seandainya jika ia tidak mampir ke rumah Bintang, mungkin ia dan Sabella sudah bertemu lagi.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!