Malam sunyi yang hening dijalan raya, sekarang dikumpuli oleh anak geng motor yang akan balapan. Jam 2 pagi ini, saatnya anak-anak balapan akan melakukan aksinya, karena saat jam malam seperti inilah polisi tidak berjaga, motor-motor keren berjejer di sana dengan pemuda-pemuda keren, berjaket kulit hitam, serta gadis-gadis cantik yang seksi.
Mereka akan memulai balapan sekarang!
Bruum! Brum! Bruuum! Lelaki ganteng dengan perawakan tinggi men-gas motornya berkali-kali, memamerkan motor baru yang berwarna hijau kepada sahabatnya.
"Gak usah sok-sok an deh lo. Mau pamer lo!"
"Hahaha. Lo lihat dong, ada yang beda nggak?" ucapnya dengan bangga.
"Apa-an yang beda emangnya?”
"Mmm." Lelaki ganteng itu menunjuk dengan mulutnya.
"Ok, gimana kita uji motor lo?” tantangnya.
“Hahaha. Siapa takut? Ayo!” jawabnya. “Woi, Bro! Sekarang ini, siapa yang mau nantang motor keren gue ini, hah? Kita balapan gimana?” soraknya kemudian kepada semua orang yang ada di sana.
"Oke!” jawab salah satu pemuda di dalam rombongan sana.
Mereka pun siap-siap untuk balapan. Menyiapkan aba-aba. Akan tetapi, tiba-tiba polisi datang, mereka terkejut.
“Woi, polisi!” teriak Boy. “Ayo, lari!” katanya, lalu ucapannya juga disambung oleh yang lainnya.
“Polisi, lari!” seru mereka bersama.
Polisi mengejar mereka, dan mereka pun terpanting panting berlari dengan melajukan motor sangat ngebut.
***
Besok harinya, seorang pria tampan terlihat sedang merapikan diri di depan cermin, merapikan rambut hitam legam yang tebal itu dengan jari-jarinya, agar terkesan sedikit berantakan, lalu keluar dari kamar, bersiap hendak berangkat ke kampus untuk mengikuti pelajaran di kampusnya.
Dia adalah Boy Osmond Alexi. Cool, memiliki tinggi 180 cm, badan atletis, kulit sawo matang alias eksotis dengan rambut gaya potongan mohak di bagian samping, sedangkan bagian atas sedikit panjang, khusu bagian poni.
Saat boy hendak keluar rumah ia melihat sepatu asing di luar, sepatu itu tidak seperti sepatu ayahnya. Ia pun berencana untuk menyelidiki sebentar dan menunggu di luar.
"Boy sudah pergi kuliah, Sayang. Saatnya sekarang keluar,” kata Mama Boy.
"Iya, aku pergi dulu, ya, Sayang. Aku akan sangat merindukanmu,” kata seorang lelaki menyahut.
Boy yang mendengar itu dari luar sangat naik pitam. Ia pun segera menghampiri mereka dan langsung memukul pria itu sampai babak belur.
"Boy, sudah, apa yang kau lakukan? Jangan seperti ini, Boy!” teriak Mama Boy.
"Apa mama bilang? Mama yang sudah melakukan apa? Tega sekali Mama selingkuhi Papa,” balas Boy.
"Papa kamu jarang di rumah dan Mama ingin merasakan kasih sayang.” Mama Boy membela diri dengan tidak tahu dirinya.
"Papa kerja, Ma! Dan Mama malah gak setia sama Papa!" bentak Boy. Ia pun pergi meninggalkan Mamanya sambil menendang sekali lagi selingkuhan Mamanya itu, dengan sangat keras sampai ia menjerit kesakitan.
“Auwwch!” ringisnya.
"Li-lihat saja, a-aku akan mempenjarakan kamu!” ancam Lelaki itu dengan terbata bata.
"Haaaa? Lakukan saja, jika kau berani! Dasar lelaki gila,” balas Boy sarkas.
Boy pun pergi meninggalkan mereka berdua dengan sangat emosi dan menancap gas motor nya. Ia tak habis pikir, Mama nya tega melakukan hal itu dan tidak setia pada Papa nya.
Kini, Boy telah sampai di gerbang kampus. Akan tetapi, dia telat masuk kuliah. Akhirnya, ia jadi malas lagi untuk belajar dan dia memutar kembali kendaraannya. Mengendarai motor besar kesayangannya yang berwarna hijau itu menyusuri jalan entah kemana tanpa arah.
***
HP boy berdering, itu adalah panggilan dari temannya, Lopi. "Dimana lo, Boy? Kok, nggak nampak di kelas? Lu nggak ke kampus hari ini?” tanya Lopi.
Lopi Elzain adalah seorang pemuda yang ceria, ganteng, memiliki kulit putih dengan tinggi 178 cm. Rambut tebal lurus, berwarna coklat dengan gaya berantakan. Ada tai lalat kecil di dagunya. Sedikit jahil. Dia sudah berteman sejak lama dengan Boy, sangat akrab.
"Ya, gue nggak kuliah hari ini. Lagi males,” jawab Boy menghela nafas.
"Kenapa?"
"Nanti malam kita balapan lagi, ya!” Bukannya menjawab pertanyaan Lopi, Boy malah mengajaknya balapan.
"Ok!” jawab Lopi. “Lo di mana sekarang?” tanya Lopi kemudian.
"Nih, lagi nongki gue di mall. Tempat biasa,” jawab Boy.
"Ok! Gue situ deh. Cabut gue.”
"Oke!”
Selang 5 menit, Lopi pun datang dan mereka pun nongkrong bareng.
"Lo ko bete gitu kayaknya, Boy?” tanya Lopi penuh selidik.
"Ah, gak kok, gak ada apa-apa.”
"Kalo ada masalah, cerita aja sama gue, Sob!” tutur Lopi menepuk pundak Boy.
Boy memang bercerita banyak hal dengan Lopi, semua ia cerita kan. Tapi, mengenai perselingkuhan Mama nya, dia tak akan membuka aib itu pada Lopi. Pada papa nya pun, ia tak akan menceritakan. Ia akan menyimpannya rapat di dalam hati.
...***...
Pagi hari, mentari tengah malu-malu muncul di ufuk sana.
Boy telah mandi dan berpakaian rapi. Rambut dan gayanya stylish. Badannya nan gagah berotot terlihat begitu sexsy saat memakai kemeja hitam lengan pendek, celana Levis dengan sneaker hitam putih bertali. Jam tangan sport digital skimei terpasang di tangan kirinya, cincin batu berwarna emerald dengan ringnya berlapis emas dan batu berlian kecil di tepi batu mulia emerald itu.
Dia membalikkan badannya ke kiri dan kanan, lalu menyisir bagian poninya dengan sisir di depan cermin. Setelahnya, dia memakai jacket kulit berwana hitam.
“Gue udah perfeck!” gumamnya tersenyum pada cermin. Dia mengelus dagu dan rahangnya yang tegas. “Tidak ada satu pun wanita yang tidak akan terpesona dengan pesona gue!” Dia mulai berkata dengan narsis di depan cermin.
Kulitnya yang eksotis membuat tampilan Boy terlihat sangat macho, di tambah dengan motor besarnya berwarna hijau. Benar-benar sangat keren!
Dia bersiul-siul keluar kamar dan menuruni tangga. Lalu duduk di meja makan, sang Pelayan rumah tangga sudah menyediakan roti bakar dengan segelas susu coklat hangat di atas meja makan.
“Pagi Tuan Muda,” sapa sang Bibi.
“Pagi," sahut Boy.
“Ini roti panggang dan susu hangatnya, apakah ada yang Tuan Muda butuhkan lagi?" tanya sang pelayan.
“Tidak ada Bi, makasih!”
Boy segera mengolesi roti bakar itu dengan selai kacang, melahapnya dengan cepat sambil bermain gadget. Lalu, buru-buru menghabiskan susu coklat hangat itu.
“Bi, gue berangkat kampus dulu, bye!”
“Iya, hati-hati Tuan Muda,” sahut Bibi setengah berteriak, karena Boy sudah jauh pergi.
Boy telah berdiri di bagasi rumahnya, memasang helm full face berwarna hitam dengan ukiran-ukiran anak gaul di helm itu, seperti helm para pembalap MotoGP. Setelahnya, dia menaiki motor besar warna hijau miliknya dan mulai menjalankan motor itu perlahan keluar dari bagasi.
Setelah keluar dari perumahan nya, dia mulai menaikkan gas hingga sangat kencang membelah jalanan raya.
Brum! Brum! Ngeeeng....
Entah berapa kecepatan yang dia pakai, tetapi motor itu sangatlah kencang. Ckiiiit! Dia merem mendadak saat ada lampu merah. Bahkan ban belakang motornya sampai naik setengah meter ke atas, layaknya motor para pembalap.
Menunggu di lampu merah adalah sesuatu hal yang membosankan, apalagi kalau durasinya lama. Boy merenggangkan otot jari tangannya sambil menoleh ke samping, sehingga dia melihat seorang gadis di dalam mobil, duduk di kursi penumpang.
Boy membuka kaca helmnya, melirik dan menggoda gadis itu dengan mata centil. Ting! Jurus kedipan maut. Biasanya, jurus ini selalu membuat kaum hawa menjerit kesenangan, membuat Boy percaya diri dan besar kepala. Akan tetapi, seribu kali sayang, gadis yang berada di kursi penumpang ini, tidak sedikitpun melirik dan tergoda padanya.
Gadis itu melengos membuang muka dan segera menutup kaca mobilnya, dia adalah seorang gadis yang masih polos, sehingga dia takut saat digoda Boy. Baginya, pria yang mengedip wanita adalah pria jahat dan preman.
‘Eh?’ gumam Boy dalam hati. Dia tak habis pikir. Baru kali ini dia diperlakukan seperti itu oleh seorang wanita. Dia terheran-heran, karena pesonanya di tolak mentah-mentah.
Boy tersenyum penuh arti. Dia menjadi penasaran dengan gadis yang menolaknya tadi. Apalagi, gadis itu memiliki kecantikan yang unik, membuat Boy semakin tertarik.
Lampu hijau pun menyala. Semua kendaraan langsung berebut dan menerobos jalanan raya. Salah satunya adalah Boy. Dia mengebut agar segera sampai di kampus.
Setelah sampai, Boy langsung memarkirkan motornya di tempat biasa gang mereka memarkirkan kendaraan.
“Woi, Bro. Baru nyampe Lu?” Seseorang menyapa Boy.
“Woi, yo'i Bro," sahut Boy mengunci stang motor dan menyelipkan tali helmnya di bagian jok belakang.
“Barengan, kuy!”
“Kuy, laaah!" balas Boy. Dia pun masuk ke dalam kelas berbarengan.
“Morning, Bro!” seru Lopi ceria.
“Morning, Geng's!” sapa Boy pada Lopi dan semua teman-teman yang ada di sana.
“Habis mata pelajaran pertama nanti, kita ngumpul di kantin Madam Rozh, ya!” ajak Lopi.
“Nggak di warung sotonya Tante Delvia?" tanya Rido.
“Gimana Boy?” Lopi menatap Boy.
“Gue terserah lu pada, gue mah ngikut aja!” balas Boy.
“Ok, warung Tante Delvia aja deh, gue kangen sama sotonya,” usul Rido.
“Oke!"
Setelah mata perkuliahan selesai, mereka berkumpul di warung Tante Delvia, memesan soto Padang pedas dengan minuman es teh manis.
“Nanti malam, dimana kita balapan?” Rido memulai perbincangan.
“Di Yamakaz aja, di sana gak ada polisi,” jawab Lopi.
“Yakin lu?" tanya Boy.
“Yakin gue. Gue udah selidiki tempat itu sama Tomi. Iya 'kan Tom?" Lopi meminta persetujuan Tomi, teman yang duduk di sebelahnya, makan soto.
“Iya. Gue sama Lopi dua hari yang lalu dari sana. Aman, nggak ada polisi. Jalannya juga lengang, rumah orang juga jarak-jarak di sana,” terang Tomi.
“Oke deh kalau begitu, gue setuju!" sahut Boy.
“Kita bawa cewek-cewek seksy ya, biar mantap!" usul Rido.
“Nah, kalau begitu, gue setuju banget!" balas Tomi tergelak.
***
Malam hari.
Acara balapan pun di mulai.
Boy dan kawan-kawan serta lawannya sudah berkumpul di Yamakaz. Hampir semua gadis bersorak dan tergila-gila akan pesona Boy. Sebelum Boy memakai helm full facenya, banyak gadis-gadis yang mencuri-curi fotonya secara diam-diam.
“Gila nih, cewek-cewek. Lu pake pelet apa sih? Gue juga ganteng, ramah senyum lagi, dari pada lu judes muka dingin!" tutur Rido sambil terkekeh, berkata pada Boy.
“Judes dan dingin pun, sekali kedipan bikin cewek sekampus sesak nafas,” jawab Boy menyunggingkan senyuman.
“Males gue deket-deket Ama lu, kalo pas begini,” ujar Rido lagi. Boy hanya terkekeh kecil.
“Boy, aku boncengan sama kamu ya,” pinta seorang gadis cantik berambut keriting dengan warna kuning keemasan.
“Gue dong Boy, gue pengen boncengan sama Lo!” rengek Marni seorang gadis berambut hitam panjang, bertubuh langsing dengan gaya rock.
“Boy, sama gue ya, gue belum pernah,” ucap gadis lainnya yang terlihat menggoda iman, montok padat berisi.
“Ck!” Rido dan Tomi berdecih melihat Boy di kerumuni para kaum hawa.
“Eh, minggir, minggir lu pada! Boy sama gue! Gue yang bakalan boncengan sama dia!" Seorang gadis mengusir semua cewek-cewek yang menggerubungi Boy.
Gadis ini bernama Lola, dia sangat terobsesi pada Boy.
Boy hanya melirik sekilas, dia bernafas lega, setidaknya dia bisa bernafas setelah Lola datang. Mau tidak mu, dia akhirnya membonceng Lola, karena dia tidak ingin dikerubungi banyak gadis-gadis.
Lola bangga dan tersenyum sendiri, wajahnya langsung menatap para gadis-gadis lainnya dengan sombong. Tomi, Rido, dan Lopi hanya bisa tersenyum saja, di belakang mereka sudah ada gadis-gadis seksi yang bergonceng manja.
“Siap, Gadis-Gadis? Go!”
Akhirnya, balapan pun di mulai!
🎶 Ampun Bang Jago!
Lopi bernyanyi dengan riang sambil melajukan motor besarnya yang berwarna merah di jalanan yang cukup lengang, tidak padat seperti biasanya. Dia menggoyang-goyangkan badannya kecil saat membawa motor, bahkan kepalanya juga sedikit mengangguk-angguk, terkadang dia melepaskan setang motornya sebelah tangan, bahkan ada yang dua belah tangan.
Sreek! Ya, tiba-tiba saja, Lopi tanpa sengaja melajukan ban motornya ke jalan yang berlubang, jalan berlubang itu tergenang air, karena semalam hujan cukup lebat membasahi jalan itu, dan naasnya lagi, air kotor itu menciprati dua orang gadis yang sedang berolahraga di sekitar sana, tepatnya di trotoar jalan.
“Kurang ajar! Bawa motor itu pakai mata dong! Kamu nggak lihat ada air tergenang di sana, menghindar dong! 'Nggak lihat apa, ada orang di sini!” Salah satu gadis itu marah-marah pada Lopi. Dia berkacak pinggang menggerutu.
Lopi sebenarnya ingin menjawab, kenapa harus olahraga di dekat genangan air itu, walaupun bukan dia, pasti ada orang lain yang akan tanpa sengaja menabrak lubang itu nantinya dan mengenai mereka. Namun, Lopi urungkan untuk menjawab seperti itu.
Karena ... jika berurusan dengan cewek jauh lebih merepotkan, dia selalu memakai pasal benar! Apapun yang terjadi wanita adalah benar! Hingga Lopi merundukkan kepalanya sedikit.
“Maafkan saya, Nona-nona. Sungguh saya tidak sengaja, saya tidak sempat nge-rem mendadak tadi. Tolong maafkan saya.” Ya, Lopi lebih memilih untuk meminta maaf kepada dua gadis itu, dari pada nanti urusannya lebih panjang lagi.
Dua gadis itu menatap Lopi secara seksama, mulai dari atas kepala hingga kakinya, semua tampilannya dipindai, bahkan motor besarnya yang berwarna merah.
“Hm, baiklah! Kami bisa memaafkan kamu! Akan tetapi, dengan satu syarat!” Salah satu gadis itu mengajukan syarat pada Lopi.
Lopi mengerutkan keningnya. Lalu memaksakan senyum ramah. “Bolehkah saya mendengarkan syarat Nona, semoga saja saya bisa melaksanakan syarat itu jika tidak terlalu berat,” balas Lopi.
“Tidak berat kok! Kalau kamu berniat, pasti bisa!” jawabnya angkuh.
“Oh, baiklah, saya akan mendengarkan syarat Nona.”
“Syaratnya ... kau harus di hukum, dengan mengantarkan kami berdua pulang, bagaimana? Gampang 'kan? Nggak berat itu!” ucap gadis itu menatap Lopi.
Lopi mengangkat kedua alisnya dengan bola mata membulat. Sejenak dia terdiam dan berpikir.
“Baiklah Nona-Nona. Akan tetapi, saya tidak bisa mengantarkan Nona dengan motor, karena motornya hanya satu, dan saya pikir, bangku penumpangnya tidak bisa untuk dua orang, sangat berbahaya jika dipaksakan,” terang Lopi.
“Kamu tenang saja! Kami bawa mobil kok! Kamu cukup mengiringi dan mengantar kami pulang! Bagaimana?”
“Baikah, saya setuju.”
“Hahah, Ayo, Cha! Mumpung ada yang jamin kita pulang sampe rumah tanpa gangguan,” ajak gadis itu senang.
Mereka berdua pun dikawal oleh Lopi sampai di rumah salah satu gadis itu. “Terimakasih ya, kalau boleh tahu, nama kamu siapa? Aku Katia!” Gadis itu mengulurkan tangannya pada Lopi.
Lopi menatap tangan gadis itu beberapa detik, baru menjabat uluran tangan itu. “Aku Lopi. Senang berkenalan denganmu, Katia.” Lopi tersenyum.
Deg! Deg! Jantung Katia berdegup kencang, dia langsung jatuh cinta pada pandangan pertama pada Lopi.
“Ehem, ehem!” Lopi berdehem agar Katia segera melepaskan tangannya.
“Eh? Hehehe, aku lupa, maaf ya!” Katia malu sekali rasanya.
“Iya, tak apa-apa. Kalau begitu, aku permisi dulu ya, Katia dan teman Katia,” ujar Lopi. Lalu beranjak pergi dari sana dengan coolnya mengendarai motor merah besar kesayangannya.
“Uuuhhh, Icha! Sahabatku tercinta, kau lihat, pangeranku sangat keren sekali!” Katia menggila setelah kepergian Lopi.
“Tau, ah! Ayo masuk, aku mau berenang. Udah gerah nih!” jawab temannya Katia. Dia segera melenggang masuk, meninggalkan Katia yang masih melihat ke arah jalan, dimana tadi punggung Lopi sudah menghilang.
“Icha, tungguin!" serunya berlari setelah ditinggalkan pergi oleh Icha.
Mereka berdua masuk ke dalam rumah. Rumah ini adalah rumah Katia. Orang tuanya jarang di rumah karena sibuk bekerja, Katia sering membawa temannya Icha kemari, kadang-kadang dia yang ke rumah Icha karena bosan di rumah besar ini. Hanya ada beberapa pelayan yang sudah dewasa, tidak lagi asik di ajak bercerita dan bersenang-senang.
Katia, dia adalah gadis yang cukup periang, dengan nama lengkap, Katia Aille. Rambut sedikit bergelombang sepanjang punggung. Tinggi 170 cm, wajah oval dengan kulit eksotis, bodynya padat berisi dan montok.
Sedangkan Icha adalah gadis yang cukup pendiam, bicara hanya dengan orang yang kenal saja, jika dengan orang yang akrab, dia lebih rewel dari yang rewel.
Nama lengkapnya adalah Icha Arabella. Rambut lurus, tebal, hitam, panjang sebahu. Wajahnya cubby, memiliki lesung pipi yang tak terlalu dalam, terlihat begitu menggemaskan. Hidung mancung, alis rapi seperti semut berbaris, body proposional, tinggi 165 cm, dengan kulit putih berseri.
“Lopi ganteng dan keren ya, Cha!” ungkap Katia tersenyum-senyum sendiri saat mereka sudah berendam di kolam berenang.
“Biasa aja tuh!” jawab Icha santai.
“Ah, nggak asik baget sih kamu, Cha. Jelas-jelas Lopi ganteng banget, keren begitu, dibilang biasa aja. Memang sih, dia sedikit ceroboh. Bawa motor aja sambil goyang-goyang, makanya mana bisa nge-rem mendadak, heheheh. Tapi dia cool banget. Jarang-jarang ada cowok motor besar dan gaya gaul begitu sopan dan mau minta maaf. Apalagi bersedia nganterin kita loh. Uh, tipe aku banget,” kata Katia dengan senyuman yang membingkai.
“Terserah kamu aja lah, Kat! Aku mau berenang, nggak mau mikirin cowok. Capek, nggak guna!" Icha memilih berenang ke dasar kolam.
“Ih, dasar jomlo, mana tahu!” ejek Katia terkekeh. Lalu menyusul Katia berenang ke dasar kolam. Padahal, Katia juga jomlo, namun dia jomlo yang aktiv dan agresif, berbeda dengan Icha yang lebih tertutup dan pendiam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!