NovelToon NovelToon

Duda Luar Biasa

Penawaran Anak Kecil

"Miss Amber, apa Miss Amber bersedia jadi Mama keduaku?" tawar seorang gadis kecil berusia lima tahun. Ia adalah Aara, namanya Aarandita Maverick. Putri tunggal seorang pengusaha terkenal, pemilik sebuah perusahaan pakaian dalam wanita bermerk ternama.

Amber, wanita yang merupakan guru tari balet Aara hanya bisa tertawa kecil mendengarkan tawaran anak di hadapannya.

Merasa gemas dengan sikap manis Aara, Amber mengusap lembut pucuk kepala gadis kecil itu dan mengulurkan tangan.

Aara menerima uluran tangan Amber dan menciumnya.

"Aara pulang dulu, Miss," pamit Aara.

"Apa Daddy sudah menjemputmu?"

"Tidak tahu, Aara mau tunggu di depan seperti biasanya saja," jawabnya.

"Mau Miss temani?"

"Tidak perlu, terima kasih, Miss."

Sudah sejak tiga tahun terakhir Amber mendirikan sebuah kelas tari ballet. Sejak ia bercerai dari mantan suaminya, Amber hidup mandiri dan menggantungkan nasibnya pada keahlian yang ia miliki, yakni tari ballet.

Selain menyukai ballet, Amber juga menyukai anak-anak. Di dalam bidang yang sudah ia geluti selama tiga tahun ini, Amber sudah memiliki lebih dari lima puluh murid dari usia empat tahun hingga sepuluh tahun. Amber bahkan kini mempekerjakan seorang teman yang memiliki keahlian yang sama untuk turut mengajar.

"Aara sangat menyukaimu, Amber. Bisa-bisanya dia memberi tawaran padamu untuk jadi mamanya," goda Renata, teman sekaligus partner mengajar Amber.

"Dia memang lucu," jawab Amber santai. Lagi pula ucapan anak seusia Aara memang tidak mudah di tebak. Ia hanya mengatakan apa yang ingin ia katakan tanpa memahami maksudnya dengan arti yang sebenarnya.

"Tidak ada salahnya jadi istri Tuan Maverick. Duda dengan segudang pesona," canda Renata dengan tawa menggelegar. Mendengar sebuah hal tentang istri dan pernikahan saja membuat Amber merasa gelisah. Wanita itu memiliki trauma mendalam karena kegagalan rumah tangganya tiga tahun silam.

" Sstt!! Jangan bicara sembarangan, Renata. Tidak sopan kalau sampai ada yang dengar!" tegur Amber sambil mencubit kecil paha temannya.

"Haha, berandai-andai apa salahnya." Renata masih tertawa sambil menggosok paha yang baru saja terkena cubitan Amber.

Hari ini, kelas untuk anak-anak sudah berakhir. Kelas tari ballet hanya di buka di hari sabtu dan minggu, karena untuk hari senin hingga jumat, anak-anak aktif di sekolah mereka masing-masing.

"Kau tidak mau kalau kita buka pendaftaran untuk remaja? Pasti banyak yang berminat," usul Renata.

"Rasanya kemampuanku belum sampai di sana. Lagi pula murid kita sudah cukup banyak. Kalau tambah murid, kita juga harus cari guru tambahan dan pengeluaran akan semakin banyak. Aku masih belum siap," jelas Amber.

"Kau kan tahu, cari guru tari balet itu susah," lanjutnya sambil bibir sedikit meruncing.

"Aku hanya memberi saran, agar kau tidak perlu pekerjaan tambahan. Atau kita buka kelas full selama satu minggu tanpa libur. Bagaimana?" jawab Renata.

"Belum terpikirkan, Ren. Masalahnya, jaman sekarang semua jenjang sekolah menerapkan full day, jadi tidak akan ada yang bisa ikut kelas di hari aktif sekolah," jelas Amber sambil menghela napas panjang.

Selesai pembicaraan singkat dengan Renata. Keduanya bersiap meninggalkan tempat. Sebuah rumah semi ruko yang di beli oleh Amber sebagai investasi masa depan sekaligus tempatnya mengajar, berada di pertengahan kota yang padat penduduk. Amber menghabiskan seluruh tabungannya untuk membeli tempat ini, ia mendesign ulang seluruh bangunan agar menjadi tempat yang nyaman dan menyenangkan bagi anak-anak. Sebagai tempat belajar, rumah ballet ini juga nyaman untuk bermain.

Saat tiba di depan gerbang, Amber dan Renata sangat terkejut mendapati Aara masih duduk seorang diri. Dengan cepat Amber menghampiri gadis kecil itu dan menanyakan keadaannya.

"Sayang, kenapa belum pulang? Tidak ada yang datang menjemput?" tanya Amber.

Aara tidak menjawab, seketika ia menangis terisak. Amber memeluknya, berusaha menenangkan tangis gadis kecil yang ada di hadapannya.

"Ren, aku mau antar Aara pulang. Kau bisa pulang lebih dulu," ucap Amber.

"Kenapa tidak menelepon ayahnya saja?" tanya Renata.

"Kasihan Aara kalau harus menunggu lagi. Lagi pula rumah kami searah."

"Ya sudah, hati-hati, ya." Renata berjalan meninggalkan Amber dan Aara. Ia tinggal di sebuah kontrakan yang terletak tidak jauh dari rumah balet.

Hari sudah semakin sore, artinya sudah lebih dari satu jam Aara duduk di dekat gerbang rumah ballet untuk menunggu seseorang datang menjemputnya. Kini, mau tidak mau Amber harus mengantar gadis kecil itu.

Setelah lima menit menunggu taksi, Amber menggendong Aara di dalam pelukannya. Ia paham Aara pasti ketakutan dan khawatir, karena tidak biasanya ia menunggu terlalu lama.

Memasuki sebuah perumahan elite dengan berbagai model rumah bergaya Eropa klasik, Amber berdecak kagum.

"Ah, kapan aku bisa punya rumah sebesar ini," gumamnya dalam hati.

Aara, gadis kecil itu sudah sangat hafal alamat rumah serta letak persis rumahnya. Ia memberitahu Amber untuk berhenti di depan sebuah rumah dengan gerbang putih menjulang tinggi.

Amber meminta taksi menunggu, sementara ia harus mengantar Aara sampai masuk dan memastikan bahwa gadis kecil itu bertemu dengan keluarganya.

...🖤🖤🖤...

Arion Maverick

Saat tiba di pos satpam, dua orang yang tengah berjaga di sana terkejut mendapati Amber sedang menggandeng Aara. Namun Amber menjelaskan pada mereka bahwa ia adalah pengajar tari balet Aara dan hendak mengantar gadis kecil itu pulang karena tidak ada siapapun yang datang menjemputnya.

Dengan sopan, satpam mempersilahkan Amber masuk dan Aara menggandeng wanita itu menyusuri halaman depan rumah.

Dari luarnya saja, rumah yang luasnya berkali-kali lipat dibandingkan rumah-rumah pada umumnya ini membuat Amber takjub. Tiang-tiang putih besar hingga dinding kaca lebar membuatnya mengagumi dalam hati tentang selera si pemilik rumah. Terlebih, rumah ini memiliki halaman depan yang cukup luas, di lengkapi dengan taman bermain anak, kolam ikan, serta tempat bersantai.

Pintu utama kebetulan sedang terbuka, Amber ingin menekan bel namun Aara menyeretnya masuk.

"Daddy!" teriak Aara. Seorang laki-laki berusia tiga puluh tahun tengah duduk di ruang tengah dengan secangkir kopi di hadapannya.

"Aara, Sayang." Laki-laki itu terkejut, ia meninggalkan kursinya dan memeluk gadis kecil yang sudah menunggu kedatangannya.

"Bukannya Mommy datang menjemputmu?" tanyanya. Aara menggeleng.

Laki-laki itu memeluk Aara, mengusap pipi yang terdapat bekas air mata yang sudah mengering. Sementara Amber, berdiri mematung menyaksikan keduanya.

Setelah memeluk Aara, laki-laki itu menyadari keberadaan Amber.

"Terima kasih sudah mengantarnya pulang, Nona," ucap Arion. Amber mengangguk sopan dan tersenyum.

Belum sempat Amber berpamitan karena hari sudah semakin sore, ponsel Arion berdering nyaring. Wajah laki-laki itu nampak kesal, ia menyerahkan Aara pada seorang pelayan paruh baya yang sudah sejak lama berdiri di belakang mereka.

Pelayan paruh baya itu menggendong Aara meninggalkan ruang tengah, lalu mempersilahkan Amber duduk di ruang tamu. Namun karena hari sudah hampir malam, Amber tidak bisa berlama-lama dan memutuskan untuk segera pamit pulang.

Sebelum pulang, Aara meminta turun dari gendongan pelayan tersebut, lalu memeluk pinggang Amber dan tersenyum manis.

Di ruang tengah, nampaknya kemarahan Arion tidak bisa dibendung. Seharusnya sore ini ibu dari Aara datang menjemput ke rumah balet seperti yang sudah di rencanakan. Namun karena jadwal padat serta kesibukan sang ibu, Aara harus ikut menanggung resiko.

"Aara selesai pukul tiga, Claire. Jika kau memang tidak bisa menepati janjimu, jangan pernah janjikan apapun pada Aara!" seru Arion kesal. Laki-laki itu mematikan panggilan secara sepihak dan melempar ponselnya di atas meja.

Bercerai memang bukan pilihan mudah, namun itulah jalan terbaik yang Arion ambil sejak satu tahun yang lalu. Ia bahkan memenangkan hak asuh atas putri semata wayangnya karena ketidakmampuan sang ibu dalam merawat Aara. Bukan tidak mampu dalam hal finansial, namun wanita yang melahirkan Aara adalah seorang aktris sekaligus model ternama, ia punya berbagai kesibukan hingga ia tidak memiliki banyak waktu untuk mengurus anaknya.

Setelah menenangkan diri, Arion meninggalkan ruang tengah. Ia mencari keberadaan Amber dan Aara.

"Maaf Tuan, Nona yang mengantar Nona Muda nampaknya sedang terburu-buru. Dia langsung pulang," ucap sang pelayan.

"Baik, tidak apa-apa, Bi. Ke mana Aara?"

"Nona Muda ada di kamarnya."

Arion bergegas menaiki anak tangga dan menyusul Aara ke dalam kamarnya. Ia melihat putri kecilnya sedang duduk termenung di pinggir tempat tidur.

"Ada apa, Sayang? Kau sedih?" tanya Arion. Aara mengangguk.

"Mommy pasti sedang sibuk. Maafkan mommy, ya," ucap Arion lembut. Ia duduk berjongkok di depan putrinya.

"Aara mau mommy baru," jawab gadis kecil itu dengan polos. Arion terbelalak mendengar permintaan putrinya.

"Bagaimana bisa, Sayang? Aara kan punya mommy Claire."

"Aara mau mommy Amber."

"Mommy Amber?" Arion mengernyitkan dahi.

Ini adalah sebuah ungkapan sekaligus permintaan di luar dugaan. Anak berusia lima tahun tentu saja tidak memahami dengan jelas maksud pembicaraan mereka, namun Arion merasa terkejut jika Aara memiliki pemikiran untuk memiliki ibu baru. Hal ini pasti di picu oleh rasa kecewa Aara pada ibu kandungnya selama ini.

Arion berusaha memberi pengertian pada Aara, bahwa posisi seorang ibu tidak bisa digantikan begitu saja oleh orang lain. Banyak sekali proses dan tahapan yang harus di lalui. Namun sekeras apapun Arion berusaha menjelaskan, usia Aara masih belum matang untuk bisa memahaminya.

"Besok Aara latihan balet lagi?" tanya Arion.

"Hmm."

"Baiklah, Daddy akan menemanimu selama seharian. Bagaimana?"

"Yeay! Horeee!" Aara berteriak senang.

...🖤🖤🖤...

Ucapan Terima Kasih

Keesokan harinya, hal tidak biasa terjadi, dan itu membuat Amber sekaligus Renata terkejut.

Jika biasanya Aara hanya di antar oleh sopir dan pelayan rumahnya, kini gadis kecil itu datang bersama sang ayah. Hal itu membuat suasana rumah balet menjadi lebih ramai dari biasanya, karena para ibu yang biasa hanya mengantar anak mereka lalu pergi, kini memilih untuk tinggal dan menunggu hingga kelas latihan selesai.

Sudah sangat jelas, tujuan mereka adalah untuk bisa memandang duda tampan itu dalam jarak dekat dan waktu yang lama. Karena Arion adalah orang yang tertutup, ia sangat sulit akrab dengan orang lain. Namun demi meredam kekecewaan Aara pada ibunya Arion rela datang ke tempat ini dan duduk menunggu hingga sang anak menyelesaikan sesi pembelajarannya.

Sejak latihan di mulai pukul delapan hingga pukul sebelas siang, Arion begitu sabar menunggu. Ia memperhatikan Aara dari tempat duduknya sambil tersenyum samar saat melihat Aara begitu lucu dengan gerakan-gerakan balet yang diajarkan oleh Amber.

Secara tidak sengaja, Arion pun memperhatikan Amber. Wanita cantik dengan tubuh tinggi semampai serta pinggang ramping itu bergerak meliuk-liuk memberi contoh pada murid-murid kecilnya.

Dengan pakaian hitam yang membungkus tubuh Amber dengan ketat, Arion bisa melihat dengan jelas setiap lekuk tubuh wanita itu.

Dalam hati, Arion memuji kepiawaian Amber dalam menari, serta kesabaran wanita itu dalam mengajari anak-anak kecil yang masih sulit dikendalikan.

Sesi latihan berakhir pukul sebelas siang, anak-anak yang lain langsung sibuk bersama ibu mereka untuk pergi ke ruang ganti, sementara Aara menghampiri ayahnya.

"Daddy, itu Miss Amber." Aara menunjuk seorang wanita yang berdiri merapikan rambutnya di depan cermin raksasa.

"Ah jadi yang mengantar Aara pulang kemarin namanya Miss Amber?" tanya Arion.

"Hmm. Aara kemarin sudah tanya Miss Amber, apa Miss Amber mau jadi Mama Aara? tapi Miss Amber tidak mau jawab," jelas Aara polos. Arion hampir tertawa, namun ia merasa malu pada Amber dengan sikap putrinya.

"Kenapa Aara tanya seperti itu pada Miss Amber? Itu tidak sopan, Sayang."

"Aara mau mommy baru."

Arion hanya tersenyum menanggapi ucapan putrinya. Entah sejak kapan Aara memiliki pemikiran seperti itu, namun gadis kecil itu hanya mengungkapkan apa yang ia inginkan tanpa memikirkan hal-hal yang mendasarinya.

Karena kemarin Arion belum sempat berbincang dengan Amber, laki-laki itu berinisiatif untuk menghampiri wanita yang tengah duduk bermain ponsel sendirian.

"Dengan Nona Amber?" tanya Arion. Laki-laki itu menggandeng Aara di sampingnya.

"Ah, ya, Tuan." Amber langsung berdiri sigap dan mengangguk sopan.

"Terima kasih sudah mengantar Aara kemarin. Maaf sudah merepotkan."

"Tidak apa-apa. Sudah keharusan bagi saya untuk memastikan anak-anak pulang dengan selamat."

"Ah, ya. Maaf juga jika selama ini sikap Aara kurang sopan. Dia bilang jika dia meminta anda untuk jadi ibunya. Mohon untuk tidak dipikirkan."

"Tentu saja, Tuan Maverick. Saya paham Aara belum mengerti benar tentang hal seperti itu. Saya memakluminya," jawab Amber.

"Daddy Aara tampan, kan, Miss Amber?" sela Aara bertanya sambil menggoyang-goyangkan tangan Arion.

"Ssstt, Aara. Tidak sopan!" tegur Arion.

Amber duduk berjongkok di depan Aara. Ia tersenyum sambil merapikan rambut yang menjuntai di kening gadis kecil itu.

"Iya, Sayang," jawab Amber.

"Miss Amber mau jadi mommy Aara?"

"Aara!" seru Arion. Ia bergegas menutup mulut sang anak dengan telapak tangannya.

"Maafkan Aara, Nona. Kalau begitu kami pamit, terima kasih untuk hari ini," ucap Arion. Ia mengangguk sopan dan pergi sambil menggendong putrinya.

Amber menggelengkan kepala pelan sambil tersenyum. Ia melambaikan tangan saat Aara menatap ke belakang.

Berita perceraian antara Arion dan mantan istrinya memang sudah terdengar oleh semua orang, bahkan sebagian besar orang menyayangkan hubungan mereka yang kandas di tengah jalan.

Mereka sangat kecewa, karena Arion ataupun Claire tidak mampu mempertahankan hubungan pernikahan yang sudah berjalan lima tahun lamanya. Isu penyebab retaknya hubungan rumah tangga mereka sudah mencuat ke publik, namun hal itu sama sekali tidak membuat Amber tertarik. Ia bukan golongan wanita yang menyukai dan membicarakan gosip rumah tangga orang lain. Terlebih, ia pun telah gagal dalam pernikahannya.

...****************...

Di kediamannya, Arion berusaha menasehati Aara dengan lebih baik, jika meminta orang lain untuk menjadi ibunya adalah hal yang tidak baik dan tidak sopan. Namun Aara bersikukuh bahwa ia ingin ibu baru, hal itu membuat Arion merasa bingung.

Selepas makan siang, pelayan paruh baya yang sudah mengabdi pada keluarga Arion sejak puluhan tahun silam tiba-tiba ingin membicarakan hal serius pada Arion tentang pekerjaannya.

"Tuan, maaf atas kelancangan saya. Tapi sesuatu yang tidak bisa dibohongi dari usia adalah tenaga. Saya merasa jika sudah seharusnya Tuan Arion mencari pengasuh untuk Nona Muda. Saya merasa tenaga saya sudah tidak mencukupi untuk mengurus rumah dan Nona Muda lagi," jelas pelayan paruh baya bernama Bibi Merry itu.

Arion berpikir sesaat, ia mengerti kesulitan yang dialami oleh pelayannya. Karena di rumah ini hanya ada tiga pelayan di dalam rumah, sementara itu hanya Bibi Merry satu-satunya orang yang bisa mengurus Aara dengan baik. Namun usia Bibi Marry yang sudah menginjak lima puluh tahun, membuatnya sering merasa kelelahan dalam merawat dan mengasuh anak majikannya.

"Baiklah, Bi. Aku akan memikirkannya," jawab Arion.

...🖤🖤🖤...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!