NovelToon NovelToon

Tanpa Perpisahan

Tatapan Sinis Ibu Tiri,

"Saya sudah sampai di Indonesia," ucap seorang wanita yang baru saja sampai di terminal penjemputan bandara Soetta. Ia baru saja memberi kabar kepada sopir yang akan menjemputnya.

Fayre, seorang gadis berusia dua puluh empat tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikan sarjana dan magister di Rhode Island School of Design, Amerika serikat. Gadis yang biasa dipanggil Fay itu lulusan program studi seni lukis. Fay memiliki cita-cita menjadi seorang pelukis hebat seperti almarhum ibunya. Sejak lulus SMA ia sudah terbang ke Amerika untuk mewujudkan cita-citanya itu.

"Nona Fay!" Terdengar suar seorang pria paruh baya tak jauh dari tempat Fay berada saat ini. Gadis berparas cantik itu segera mengalihkan pandangan ke sumber suara.

"Pak Mukti." Fay bergumam setelah melihat sopir pribadi ayahnya sedang melambaikan tangan.

Fay segera menarik koper menuju tempat pak Mukti berada. Tangan kirinya membawa canvas yang dibungkus dengan kertas berwarna coklat. Mungkin, ini hasil karya untuk orang spesial dalam hidupnya.

"Selamat datang kembali, Nona muda," sambut pak Mukti dengan diiringi senyum tipis. Pria matang itu segera meraih koper dan canvas yang dibawa oleh Fay.

"Hati-hati, Pak." Fay terlihat khawatir dengan canvas yang ada di tangan pak Mukti.

Setelah Fay dan barang-barangnya masuk ke dalam mobil, pak Mukti segera mengarahkan mobilnya keluar dari area bandara. Dalam perjalanan tersebut, Fay tidak banyak bicara. Fay bukanlah gadis yang banyak bicara dan bisa terbuka kepada semua orang, karena Fay memiliki kepribadian Introver. Ia lebih suka menyendiri bersama kuas dan canvas daripada harus berbaur dengan teman-temannya.

"Kenapa kita lewat jalan ini, Pak? Ini bukan jalan menuju rumah!" tanya Fay setelah sadar jika sopirnya itu mengambil jalur lain.

"Maaf, Nona. Ini jalan menuju rumah sakit. Tuan sedang dirawat di rumah sakit," jawab pak Mukti seraya menatap Fay lewat spion dalam mobil.

Fay terkejut bukan main ketika mendengar ayahnya dirawat. Pikiran buruk mulai melanda isi kepalanya. Tanpa bertanya, Fay menerka apa kiranya yang sudah terjadi hingga ayahnya jatuh sakit, karena sejauh ini yang Fay tahu, ayahnya selalu menjaga pola makan dan olahraga.

Setelah berpuluh-puluh menit berada di jalan, pada akhirnya mobil yang dikendarai pak Mukti sampai di rumah sakit. Fay segera keluar dengan membawa lukisan yang akan dipersembahkan untuk ayahnya nanti. Ia mengayun langkah menuju lobby rumah sakit setelah diberitahu pak Mukti di mana ruangan ayahnya.

"VVIP 001 lantai tiga." Fay bergumam saat mengingat ucapan pak Mukti. Ia pun masuk ke dalam lift menuju lantai tiga seperti yang dikatakan pak Mukti.

Tidak sampai satu menit, pintu lift terbuka lebar. Fay bergegas keluar dan segera mencari ruangan ayahnya. Dari jauh ia melihat dua orang pengawal di depan ruangan seperti yang disebutkan pak Mukti.

"Maaf, Nona tidak bisa masuk! Tuan Hardi masih ada tamu penting." Salah satu pengawal menghadang Fay ketika akan membuka pintu tersebut.

"Ada siapa di dalam?" tanya Fay seraya menatap pria bertubuh tegap itu.

"Ada Tuan Bramasta dan istrinya," jawab pengawal yang berhadapan dengan Fay.

Fay terkesiap ketika tangannya ditarik ke belakang. Ia tahu pasti pelakunya adalah bu Lisa—ibu tirinya. Fay mengikuti langkah wanita paruh baya tersebut menjauh dari ruang rawat inap ayahnya. Entahlah, Fay sendiri tidak tahu kemana ibu tirinya itu akan membawanya pergi.

"Sejak kapan kamu pulang, anak tak berguna?" hardik bu Lisa setelah menghentikan langkah di ujung koridor. Beliau menatap Fay dengan tatapan mata penuh kebencian.

"Saya baru saja tiba, Bu," ucap Fay dengan kepala yang tertunduk. Ia begitu takut dengan bu Lisa.

"Bagus! Ayahmu sudah satu minggu dirawat di sini, tapi kamu baru tiba di Indonesia hari ini!" Kilat amarah terlihat jelas dari sorot mata bu Lisa.

"Kamu bersenang-senang di Amerika selama enam tahun, sedangkan kakakmu, Dira, harus membantu pekerjaan ayahmu di kantor! Siapa sebenarnya anak kandung ayahmu itu? Dira saja rela kuliah di Jakarta demi membantu mengelola bisnis ayahmu, sedangkan kamu anak kandungnya, malah senang-senang di negara orang!" Bu Lisa mengolok-olok Fay tanpa belas kasih.

Sementara Fay hanya diam saja saat mendengar caci maki ibu sambungnya itu. Entahlah, rasanya Fay tidak pernah benar di mata ibu sambungnya itu. Sejak kejadian beberapa tahun silam, bu Lisa sangat membenci Fay, padahal dulu, bu Lisa tidak pernah membedakan antara Fay dan kedua anaknya. Hal ini lah yang membuat Fay memutuskan untuk kuliah ke luar negeri. Ia tidak tahan dengan cacian bu Lisa setiap harinya.

"Maaf, Bu. Saya tidak tahu jika ayah sakit," jawab Fay dengan suara yang bergetar. Ia merasa miris saja karena tidak tahu jika ayahnya jatuh sakit.

"Kamu memang anak tidak berguna, Fay! Bisanya cuma menghabiskan uang!" Sekali lagi bu Lisa menghardik putri sambungnya itu.

Bu Lisa mengalihkan pandangan saat mendengar suara derap langkah seseorang. Ternyata Dira hadir di sana untuk menemui Fay. Ia tahu bahwa adik sambungnya baru saja tiba di Jakarta.

"Hay, Fay. Bagaimana kabarmu?" tanya Dira setelah mendekap tubuh tersebut, "kamu semakin kurus, Fay," ucap Dira setelah mengurai tubuhnya dengan Fay.

Belum sempat Fay menjawab pertanyaan tersebut, tiba-tiba saja bu Lisa menarik tangan Dira. Wanita paruh baya itu menjauhkan Dira dari Fay, "Dira! Sudah Ibu katakan! Jangan terlalu akrab dengan dia!" Bu Lisa mengarahkan jari telunjuknya ke arah Fay.

"Bu, sudahlah! Ibu tidak usah ngotot seperti itu! Ini rumah sakit, Bu, malu jika ada yang mendengar," ucap Dira dengan tutur kata yang lembut.

Dira memberikan isyarat kepada Fay agar pergi menemui ayahnya di ruang rawat inap. Tanpa banyak bicara, Fay segera pergi dari lorong tersebut, agar terbebas dari amukan macan betina bernama Lisa itu.

"Aku tidak tahu, kenapa bu Lisa begitu membenciku. Aku sekarang sudah dewasa, akan tetapi sikapnya belum juga berubah," gumam Fay dalam hati. Hanya air mata yang menjadi tanda jika gadis tersebut sedih.

Fay tidak menemukan dua pengawal bertubuh tegap di depan ruang rawat inap ayahnya. Ternyata, kedua orang tersebut bukanlah orang suruhan ayahnya. Ia segera membuka pintu tersebut agar bisa masuk dan menemui ayahnya.

"Ayah," gumam Fay setelah sampai di dekat bed pasien. Ia mengembangkan senyum ketika kelopak mata ayahnya terbuka.

"Fay! Kamu pulang, Nak?" Pak Hardi terkejut setelah melihat kehadiran Fay di ruangannya.

"Kenapa Ayah tidak memberi tahu Fay jika sakit?" tanya Fay setelah duduk di kursi yang ada di samping bed pak Hardi.

"Ayah tidak mau mengganggu kuliahmu, Nak." Pak Hardi menggenggam erat tangan putrinya, "Ayah hanya ingin kamu fokus kuliah agar bisa meraih cita-citamu," ucap pak Hardi dengan suara yang lirih.

Anak dan ayah itu sedang melepas rindu, karena Fay sendiri pulang ke Indonesia hanya saat perayaan natal saja, itu pun tidak lama. Pak Hardi mendukung penuh keputusan Fay untuk menekuni karya seni. Pak Hardi tersenyum bahagia setelah mendengar Fay sudah lulus dari Magister. Tinggal menunggu wisuda saja, pendidikan Fay benar-benar selesai.

"Oh ya, Yah. Fay punya hadiah untuk Ayah nih!" ujar Fay setelah teringat jika membawa sesuatu untuk ditunjukkan kepada ayahnya.

Fay segera membuka kertas pembungkus canvas tersebut. Lukisan wajah pak Hardi saat muda, tergambar jelas di canvas tersebut. Pak Hardi benar-benar kagum saat melihat hasil karya putrinya tersebut. Beliau sampai menitikkan air mata karena perasaan yang membuncah di dada.

"Ayah sangat bangga padamu, Nak! Ayah yakin, pasti kamu bisa mewujudkan cita-citamu di masa depan," ucap pak Hardi sambil mengusap air matanya.

Pintu ruangan tiba-tiba saja terbuka. Bu Lisa dan Dira masuk begitu saja ke dalam ruangan itu. Ekspresi wajah bu Lisa masih tetap sama seperti sebelumnya. Beliau berdiri di sisi lain bed suaminya itu sambil menatap sinis ke arah lukisan yang ada di tangan Fay.

"Jadi ini hasil kuliahmu di Amerika? Menyedihkan sekali! Sia-sia ayahmu bekerja keras jika hanya lukisan seperti itu yang kamu buat!" Tatapan sinis terlihat jelas dari sorot mata itu.

...🌹Selamat Membaca karya baru ini 🌹...

Ubah surat Wasiatnya!

Gurat kekhawatiran terlukis jelas di wajah ketiga wanita yang sedang duduk di ruang tunggu. Fay hanya bisa menangis setelah melihat ayahnya tidak sadarkan diri. Pak Hardi harus masuk ICU untuk mendapatkan penanganan intensif. Pria paruh baya itu tiba-tiba tak sadarkan diri setelah melihat sang istri mencibir Fay.

"Ayah, jangan tinggalkan Fay! Ayah harus sembuh karena Fay tidak punya siapa-siapa lagi selain Ayah." Fay hanya bisa bergumam dalam hati.

Air mata seakan tidak bisa berhenti mengalir. Fay sangat sedih karena membayangkan hal buruk yang mungkin saja menimpa ayahnya. Ia berharap Tuhan akan menunjukkan keajaiban untuk ayahnya.

"Semua ini gara-gara kamu!" Tiba-tiba saja bu Lisa beranjak dari tempatnya. Wanita paruh baya itu kembali memaki Fay di sel-sela tangisnya.

Diam jauh lebih baik daripada harus bicara dengan orang yang membenci kita. Ya, itulah yang sedang dilakukan Fay saat ini. Membela diri di hadapan bu lisa rasanya percuma. Fay hanya bisa menangis sambil mendengarkan setiap kata-kata pedas yang terlontar dari mulut bu Lisa.

"Mau jadi apa kamu? Lulusan seni lukis mana bisa kerja di perusahaan!" Cibir bu Lisa.

"Ma!" Dira menatap bu Lisa penuh arti, wanita berambut cokelat itu memberikan isyarat lewat sorot mata, agar ibunya berhenti bicara.

"Diam kamu, Dira! Jangan ikut campur!" sergah bu Lisa seraya menatap putrinya dengan tatapan nyalang.

Dira memutuskan pergi dari ruang tunggu yang sepi itu. Ia tidak enak hati kepada Fay karena tidak bisa melindungi dari amukan ibunya. Kini, tinggallah Fay dan bu Lisa di sana.

"Apakah kamu bisa mengembalikan semua biaya kuliahmu di Amerika? Apakah pekerjaan menjadi pelukis bisa membuatmu menjadi kaya raya seperti ayahmu?" Bu Lisa terus memaki Fay, seakan wanita tersebut sedang mengeluarkan semua duri yang tersimpan dalam hati.

"Bu, saya pasti bisa mendapatkan pekerjaan yang layak! Tolong, Ibu jangan memaki saya seperti itu! Kekayaan Ayah lebih dari cukup jika untuk membiayai kuliah saya di Amerika! Lagi pula Ayah tidak pernah keberatan membiayai kuliah saya!" Karena tidak tahan, Fay memberanikan diri untuk menjawab ujaran ibu sambungnya itu.

Amarah di dalam diri bu Lisa semakin memuncak setelah mendengar jawaban dari Fay. Beliau berkacak pinggang di hadapan Fay dengan kelopak mata yang melebar sempurna. Bu Lisa benar-benar tersinggung dengan ucapan putri sambungnya itu.

"Oh, ternyata kamu sudah berani melawanku!" ujar bu Lisa dengan rahang yang mengeras, "tahu apa kamu tentang keuangan keluarga? Kamu tidak pernah tahu bagaimana kondisi perusahaan ayahmu! Kamu hanya tahu bersenang-senang di sana bersama kuas dan canvasmu saja!" Bu Lisa semakin emosi saat menatap putri sambungnya itu.

"Jika memang kamu yakin bisa mendapatkan pekerjaan layak dengan lukisanmu itu, buktikan! Besok kamu harus mencari pekerjaan!" tantang bu Lisa mata yang semakin melebar.

Fay semakin heran setelah melihat sikap ibu tirinya yang semakin menjadi itu. Ia merasa tertantang untuk membuktikan jika dirinya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Fay ingin sekali membalas cacian ibu tirinya itu, akan tetapi bibirnya terkunci.

"Baiklah! Besok saya akan mencari pekerjaan! Saya akan menunjukkan kepada Ibu jika saya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak!" ujar Fay dengan tegas. Ia menatap bu Lisa dengan intens.

...♦️♦️♦️♦️...

Tiga hari telah berlalu begitu saja. Hari terus berhenti tanpa mengenal rasa lelah. Dua hari ini, Fay mendatangi beberapa perusahaan di Jakarta Selatan. Namun, lamaran yang ia ajukan selalu ditolak.

"Aku harus kemana lagi?" Fay bergumam setelah masuk ke dalam mobil. Ia mengetuk setir mobilnya beberapa kali sambil memikirkan perusahaan yang mau menerimanya.

Sebenarnya bisa saja Fay bekerja di perusahaan milik ayahnya, akan tetapi bu Lisa melarangnya. Ibu sambungnya itu menyuruh Fay untuk mencari kerja di tempat lain. Entahlah, Fay sendiri tidak mengerti bagaimana jalan pikiran wanita galak tersebut.

Semua angan harus terbang begitu saja ketika Fay mendengar ponselnya berdering. Ia melihat nama Dira di sana, segera ia menerima panggilan itu. Ekspresi wajah cantik itu mendadak berubah setelah panggilan terhubung.

"Aku kesana sekarang," ucap Fay sebelum mengakhiri panggilan tersebut.

Kabar yang disampaikan Dira berhasil membuat Fay tak karuan. Pikiran buruk terus menghantuinya karena saat ini ayahnya dinyatakan kritis. Pak Hardi tadi malam menjalani operasi penyumbatan pembuluh darah di otaknya.

"Ayah harus sembuh! Ayah tidak boleh pergi menyusul bunda ke surga!" ujar Fay di sela-sela tangisnya.

Setelah menempuh perjalanan beberapa puluh menit, pada akhirnya Fay sampai di rumah sakit. Ia berlari menuju ruang ICU, di mana ayahnya berada saat ini. Fay mengatur napasnya setelah sampai di depan ruangan tersebut. Ia hanya menemukan Dira seorang diri di sana.

"Kemana ibu?" tanya Fay setelah duduk di samping Dira.

"Ibu keluar sejak satu jam yang lalu. Aku tidak tahu kemana ibu pergi. Aku sudah menelfon tapi belum ada jawaban," ucap Dira dengan kepala tertunduk.

Dira sangat menyayangi pak Hardi meski pria tersebut bukanlah ayah kandungnya. Kasih sayang yang diberikan pak Hardi berhasil membuat Dira nyaman, karena tidak merasakan perbedaan di antara dirinya dan Fayre.

Sementara itu di tempat lain, bu Lisa sedang berbicara serius dengan seorang pria yang memakai jas berwarna hitam. Ternyata, bu Lisa sedang berada di Firma hukum milik pengacara yang bekerja sama dengan suaminya.

"Rubah isi surat wasiatnya! Aku tidak terima jika gadis tak berguna itu harus menerima semua warisan dari suamiku!" ujar bu Lisa seraya menatap tajam pengacara yang duduk berhadapan dengannya.

Bu Lisa mengeluarkan amplop cokelat dari tasnya. Amplop tersebut terlihat cukup tebal, bisa dikatakan jika isi amplop tersebut pasti jumlahnya fantastis, "ini DP untuk pekerjaan ini! Sisanya akan ku berikan jika semuanya sudah selesai," ujar bu Lisa dengan tatapan penuh arti.

"Jika kamu menolak, pasti kamu sudah tahu bukan apa konsekuensinya!" Bu Lisa tersenyum smirk saat menatap pengacara tersebut.

"Baiklah, saya akan merubah isi surat wasiat tersebut. Nama Fayre akan saya hapus sesuai permintaan Nyonya," jawab pengacara tersebut setelah berpikir beberapa menit.

Seringai jahat terlukis jelas di wajah bu Lisa. Ambisi wanita paruh baya itu satu persatu akan terwujud. Kini, tinggal satu langkah lagi yang harus beliau lakukan untuk membalas rasa sakit yang disebabkan Fayre di masa lalu. Bu Lisa mencengkram ujung dress yang melekat di tubuhnya saat teringat nasib anak pertamanya.

"Lihat saja setelah ini Fayre! Aku akan membuatmu menangis dan merasakan betapa perihnya hatiku sebagai seorang ibu!" gumam bu Lisa dalam hati.

...🌹Selamat membaca🌹...

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Hallo selamat pagi😍 Othor ada rekomendasi karya keren nih untuk kalian🤭 Yuk, baca karya dari author Uma_bhie dengan judul Pernikahan Penuh Luka. Udah Buruan kepoin karya ini😍Pasti gak bakal nyesel deh❤️

...🌷🌷🌷🌷🌷...

Pekerjaan untuk Fay.

Langit cerah perlahan mulai pudar seiring dengan waktu yang terus berjalan. Sang dewi malam tersenyum hangat untuk menyinari warna gelap yang terbentang luas. Semilir angin malam mulai menerpa kedua gadis yang sedang duduk di taman rumah sakit. Mereka sedang menghirup udara segar yang ada di sana.

"Semoga kondisi ayah cepat membaik ya, Fay," ucap Dira dengan tatapan lurus ke depan.

"Kita berdoa saja, Kak," ucap Fay singkat. Sama halnya seperti Dira, pandangan Fay lurus ke depan.

Pikirannya melalang buana entah kemana. Ia sedang memikirkan apartment di Amerika yang ia tinggalkan. Niat hati ingin pulang beberapa hari saja. Akan tetapi kondisi tidak memungkinkan untuk Fay terbang ke Amerika lagi.

"Fayre!" Bu Lisa datang menghampiri kedua gadis muda itu di taman, "ikut Ibu sebentar!" ajak bu Lisa. Kali ini nada bicaranya tidak lagi meninggi seperti sebelumnya.

"Kemana, Ma? Biar Dira saja yang mengantar Mama," sahut Dira seraya berdiri dari tempatnya.

"Tidak. Kamu di sini saja, menunggu perkembangan ayahmu. Ibu ingin diantar Fayre sebentar," ucap bu Lisa.

Tanpa banyak bicara, Fay pun beranjak dari tempatnya. Ia mengikuti langkah bu Lisa menjauh dari taman tersebut, meskipun rasanya begitu berat bagi Fay untuk mengikuti ibu sambungnya itu.

"Kita mau kemana, Bu?" tanya Fay setelah masuk ke dalam mobil. Ia bingung saja kenapa bu Lisa mengajaknya sedangkan ada sopir yang sudah siap mengendarai mobil tersebut.

"Nanti kamu pasti tahu! Jangan banyak bertanya! Ikuti saja perintahku!" Bu Lisa memberi peringatan kepada Fay.

Seperti yang diucapkan bu Lisa. Fay hanya diam sambil menatap jalanan kota di malam hari. Ia menatap ke arah luar jendela, mengamati setiap objek yang ada di kota padat itu sampai mobil bu Lisa berhenti di depan salon kecantikan.

"Hah? Salon kecantikan?" batin Fay setelah melihat nama salon yang bertengger di atas gedung tersebut.

Fay segera keluar dari mobil setelah bu Lisa memberinya kode agar segera keluar dari mobil. Hingga masuk ke dalam salon pun, Fay belum mengerti maksud dan tujuan bu Lisa membawanya ke tempat ini.

"Rubah penampilannya!" titah bu Lisa kepada pegawai salon yang datang menghampiri bu Lisa dan Fay.

Fay semakin tidak mengerti setelah mendengar perintah ibunya. Mau tidak mau ia pun duduk di kursi seperti yang diarahkan pegawai salon tersebut. Pekerjaan pegawai salon itu pun dimulai.

"Ganti bajumu dengan ini!" Bu Lisa menyerahkan paperbag hitam kepada Fay setelah pegawai salon tersebut menyelesaikan tugasnya, "sekalian pakai sandal ini!" ucap bu Lisa seraya memberikan high heels yang masih ada di dalam kotaknya.

"Kita mau kemana, Bu? Kenapa harus memakai pakaian seperti ini?" tanya Fay setelah mengeluarkan dress yang ada di dalam paper bag tersebut. Dress mini yang cukup terbuka di bagian atasnya.

"Jangan banyak bertanya! Pakai saja!" Bu Lisa menatap Fay dengan tatapan tajamnya.

Tanpa protes lagi, Fay segera masuk ke dalam ruang ganti. Ia mengamati penampilannya di pantulan cermin yang ada di dalam ruangan tersebut. Fay sangat risih melihat kulit mulusnya harus terekspos. Untung saja ia membawa jaket yang bisa dipakai untuk menutupi bagian atas tubuhnya.

"Sebenarnya ibu ini mau kemana?" Fay bergumam sebelum keluar dari ruangan yang dikelilingi kaca itu.

***

Mata indah itu melebar sempurna, ketika mobil berhenti di halaman luas salah satu Club malam terbesar di Jakarta selatan. Fay menggeleng pelan ketika mulai paham maksud dan tujuan ibu tirinya itu.

"Saya ingin bicara berdua dengan Fay!" Sebuah kode dari bu Lisa untuk sopir yang mengantar beliau sampai di tempat tersebut.

Setelah memastikan sopir tersebut menjauh dari mobil. Bu Lisa mengubah posisinya. Beliau menatap tajam anak sambungnya itu, seakan ingin menelan hidup-hidup gadis berkulit putih itu.

"Kenapa kita kesini, Bu?" Fay mencoba meminta penjelasan pada ibu sambungnya itu.

"Aku akan mengantarmu bekerja ke sini. Tadi pagi aku sudah bicara dengan pemilik club ini dan dia menerimamu. Malam ini kamu sudah mulai bekerja!" ujar bu Lisa dengan diiringi senyum smirk.

Kalimat panjang yang diucapkan oleh bu Lisa berhasil membuat Fay tersentak. Ia tidak pernah menyangka jika ibu sambungnya tega melakukan semua ini. Menyuruh Fay bekerja di tempat ini sama halnya dengan menjual Fay kepada pria-pria yang datang ke tempat ini.

"Saya tidak mau!" tolak Fay dengan tegas, "Anda tidak bisa mengatur hidup saya sejauh ini!" ujar Fay dengan mata yang melebar sempurna.

"Oh, kamu menolak pekerjaan ini? Baiklah!" bu Lisa berdecak setelah melihat penolakan dari Fay, "Kamu mau kerja apa kalau tidak di sini? Tidak ada perusahaan yang mau menerimamu!" ujar bu Lisa tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Oke, kalau kamu tidak mau bekerja di sini! Jangan pernah menyesal jika kamu akan kehilangan ayahmu untuk selamanya! Aku akan menyuruh orang agar membunuh ayahmu!" Bu Lisa mengancam Fay agar gadis itu mematuhi perintah darinya.

Fay semakin terkejut ketika mendengar ancaman itu. Ekspresi wajahnya mulai berubah menjadi panik, karena sejauh ini, Fay tahu betul bagaimana sikap ibu tirinya itu. Bu Lisa pasti berbuat nekat untuk mewujudkan semua ucapannya.

"Turun!" titah bu Lisa setelah melihat perubahan ekspresi wajah putri sambungnya. Beliau tahu betul jika Fay tidak akan menolak ketika keselamatan pak Hardi dipertaruhkan.

Setelah keduanya keluar dari mobil, bu Lisa menarik tangan Fay saat memasuki club tersebut. Beberapa pasang mata mengamati kehadiran Fay di sana, karena gadis tersebut cukup bersinar dalam gelapnya club malam.

"Hay Nel!" ujar bu Lisa ketika sampai di tempat temannya berada. Beliau langsung duduk di sofa yang ada di sebrang meja, "Fay, kenalkan ini teman ibu, namanya tante Nella. Dia pemilik club ini!" ujar bu Lisa seraya menatap Fay dan tante Nella bergantian.

"Hallo cantik! Selamat bergabung di tempat tante! Pasti setelah ini banyak yang suka denganmu," ucap tante Nella tanpa melepaskan pandangannya dari Fay yang sedang menundukkan kepala.

Obrolan tante Nella dan bu Lisa terdengar di sana. Fay hanya bisa menyimak kesepakatan yang terucap dari bibir kedua wanita tersebut. Tante Nella sangat bahagia karena kehadiran Fay di sana. Pemilik club malam tersebut sudah membayangkan, betapa banyaknya omsetnya nanti setelah Fay bekerja di tempatnya.

"Fay Sayang, ikutlah dengan asisten tante, namanya Angel. Dia akan memberitahu tentang pekerjaanmu di sini," ucap tante Nella seraya memberikan kode kepada wanita bernama Angel.

Bu Lisa tersenyum smirk setelah Fay berlalu pergi dari dekatnya. Wanita paruh baya itu tidak perduli meskipun air mata Fay terus mengalir dari pelupuk mata. Tidak ada rasa belas kasih dalam hati bu Lisa untuk anak sambungnya itu.

"Kamu akan tahu bagaimana rasanya di tempat ini! Kamu yang menyebabkan putraku hilang! Maka rasakanlah, didekati para buaya darat di sini! Kamu harus membayar mahal atas kejadian yang menimpa putraku, Fayre!" ujar bu Lisa dalam hatinya.

...🌹Selamat membaca🌹...

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Hallo semua👋Ada rekomendasi karya yang wajib dibaca nih! Kuy kepoin karya author Azellea Rensima dengan judul Tautan Takdir. Serius gak bakal nyesel baca karya ini😍

... 🌷🌷🌷🌷🌷...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!