🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
"Maaf! Aku nyerah, Lis" lirih Awan sambil mentap kosong jalan di depannya. Ingin rasanya ia merengkuh gadis di sampingnya itu tapi apa daya, semakin kuat ia mempertahankan cintanya semakin kuat juga ancaman yang di berikan Pipih dan Papihnya. Sang penguasa Biantara.
"Tak apa, aku cukup sadar diri yang tak mungkin bisa bersanding denganmu"
"Tapi aku mencintaimu, Lis. Sangat!" tegas Awan penuh penekanan. Lisya pun menoleh, ia tersenyum lalu mengusap pipi Awan yang matanya sudah merah menahan buliran air mata.
Jika dulu mereka yakin akan bisa bertahan dan sabar mendapat restu, tidak dengan hari ini. Awan memilih melepas sang cinta pertama yang kata orangtuanya Lisya adalah wanita yang salah karna hidup dalam dunia gelap.
Keduanya saling menatap penuh damba, Lisya langsung menarik tengkuk Awan untuk ia nikmati bibir pria tampan itu yang mungkin akan menjadi yang terakhir kali baginya.
Mereka saling bertukar saliva di tengah isak tangis yang tak bisa lagi di bendung.
Bohong jika hati mereka tak sakit, rasa tak rela tentu menyelimuti perasaan mereka masing-masing yang sudah empat tahun bersama dalam suka dan duka.
"Aku pamit dari hidup dan hatimu, Sayang. Aku akan selalu ada jika kamu mencari ku lagi" pesan Lisya setelah ia melepas pagutan nikmat bibir sang calon mantan kekasih.
"Aku akan sangat merindukanmu, semua tentangmu dan sentuhanmu, Lis. Aku yakin tak akan ada yang mampu memahamiku seperti kamu. Kamu yang aku butuhkan selama ini" balas Awan yang seolah tak ingin melepas Lisya.
"Tapi semesta tak mengizinkan kita bersama, tak apa. Aku tahu caranya mundur perlahan darimu. Semoga kamu bahagia dengan pilihan orang-tua mu kelak"
Ya, sudah berkali-kali Langit selaku orang-tua berusaha menjodohkan putranya itu dengan beberapa gadis yang tentunya dari keluarga baik dan setara. Tapi hasilnya selalu gagal karna Awan seringkali menentang perjodohan tersebut. Namun, tidak dengan kali ini saat Papihnya, Adam Biantara sudah sangat ingin melihat cucunya itu segera menikah dalam waktu dekat.
.
.
Lisya yang sudah turun dari mobil mewah Awan perlahan pergi masuk kedalam sebuah club malam yang cukup terkenal. Gadis cantik itu tak mau melepas pekerjaan haramnya jika hutangnya sebesar belasan milyar belum lunas pada MAMI yang memelihara nya selama ini. Awan yang sudah berkali-kali ingin melunasi selalu di tolak mentah-mentah oleh Lisya. Ia tetap keukeh mengurus masalahnya sendiri meski akhirnya harus rela melepas Awan dari genggamannya.
Awan langsung menyalakan kendaraan roda empat miliknya itu menuju ke kediaman Biantara.
Ia akan bertepuk tangan di hadapan keluarganya karna sudah berhasil memisahkan ia dan Lisya.
Dan sampai disana, ia melihat keluarga nya sedang berkumpul di ruang tengah yang sepertinya usai makan malam.
Ia tentu langsung di sambut baik oleh Mimihnya, Cahaya Rimeza Rahardian Wijaya.
"Sudah pulang, Nak?"
"Hem, Sudah Mih" sahut Awan yang menerima pelukan hangat wanita kesayangan Rahardian Wijaya tersebut.
"Bagaiamana, Awan?" tanya Langit.
"Hah, aku akan turuti mau kalian semua. Aku akan menikah dengan gadis pilihan Pipih kapanpun itu, Puas!" sentak Awan yang tak lagi bisa menahan geram.
"Sayang, semua demi kebaikanmu, Nak" ucap Cahaya mencoba menenangkan putra kesayangannya.
"Kebaikanku cuma di Lisya, Mih. Aku cinta dia dan aku tak butuh siapa pun" balas Awan yang langsung bangun dari duduknya.
Semua menatap lekat punggung sang putra mahkota Biantara yang naik secara tergesa di tangga menuju lantai dua kamarnya berada.
"Bang, gimana ini?" tanya Cahaya yang sebenarnya tak tega.
.
.
.
Selama masih ada darah Rahardian di tubuhnya, kamu gak usah khawatir. Kalau udah ketemu pawang yang cocok pasti akan Bucin tingkat Dewa.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Hello epribadeh 😘😘
Ketemu lagi di keluarga Biantara ya, bukan Rahardian tapi disini kita akan ketemu gajah loh 🤣🤣...
Disini kita bakal lebih muda dikit, karna Awan seumuran Tutut sama baby koala 😍
Jangan lupa like komen dan favoritnya ya sayang
#RahardiAwan Putra Biantara.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Awan yang masih saja kesal pada keluarganya, memilih pergi pagi pagi sekali kerumah utama, ia ingin sekali mengadukan tingkah menyebalkan menantu kesayangan Ammanya itu. Dan Awan sama sekali tak menoleh saat Cahaya memanggilnya untuk sarapan bersama.
"Bang, Awan beneran marah loh" ucap panik Cahaya pada suaminya.
"Biarin, paling ngadu sama gajahnya, abis ini Buna pasti telepon Abang buat kasih siraman rohani berjam-jam" jawab Langit yang sudah bisa menebak apa yang akan di lakukan mertuanya nanti setelah mendengar aduan cucu bungsu lelaki Rahardian tersebut.
Awan menyalakan mesin mobilnya lalu melajukan kendaraan mewah itu menuju Rumah Utama, tempat terbaik untuk semua anggota keluarga pulang dalam keadaan apapun, entah senang, sedih, kacau bahkan lapar sekalipun.
Pria tampan itu sesekali memukul setir mobilnya untuk meluapkan emosi, bukan hanya pada jalanan yang sudah nampak macet tapi juga mulai pagi ini ia sudah harus terbiasa melalui hari tanpa kabar dari Lisya.
.
.
Sampai di rumah utama, ia langsung menuju ruang makan, berharap keluarga dari Mimihnya itu masih disana untuk menikmati sarapan pagi.
"Awan, Sayang" panggil Melisa, Sang Nyonya besar Rahardian.
"Amma--- Amma aku lapar" rengeknya manja. Siapapun tak akan percaya jika melihat betapa manjanya Awan pada Si pawang Gajah.
"Mau makan apa, Sayang?" tanya Melisa setelah menciumi wajah cucunya yang begitu mirip dengan Langit.
"Adanya apa? kalian sudah sarapan? pada kemana kok sepi sih"
"Semua pergi, tinggal Amma dan Appa yang di rumah. Ayo Amma temani makan dulu habis itu kita temui Appa mu di halaman belakang" ajak Melisa.
Keduanya kini ada di ruang makan, Melisa melayani Awan dengan sangat hangat khas keibuan, itulah yang membuat semua keturunan nya betah jika dalam dekapan wanita baya itu.
Hampir tiga puluh menit bersama, Melisa mengajak Awan menemui suaminya di halaman belakang. Pria itu pasti senang saat bertemu dengan anak kesayangan putrinya tersebut.
"Appa, Awan datang" sapa Awan saat berjalan kearah sang Tuan besar Rahardian.
"Awan. Kemari, Nak"
Keduanya saling memeluk melepas kerinduan karena seingat Reza mereka sudah hampir sebulan tak bertemu.
"Apa kabarmu? kenapa wajahmu seperti itu, siapa yang nakal?" tanya Reza seolah ia bertanya pada bocah SD yang baru pulang sekolah.
"Pipih, dia masih memaksaku untuk menikah dengan gadis pilihannya. Aku penasaran sebaik apa sih calon istriku itu"
"Ciee... calon istri" ledek Reza yang malah membuat kedua pipi Awan merona merah.
"Appa!!!" protes Awan yang langsung merengut kesal.
"Ya sudah, dari pada kamu pusing, mending ikut Appa cari pakan ikan. Mumpung si Tutut gak ada, karna kalau ada jangan harap kita bisa keluar berdua" kekeh Reza.
"Lah, tetep aja! dia akan nyusul di manapun kita berada, Appa" keluh Awan yang seringkali di buat kesal dengan keposesifan sang putra mahkota Rahardian.
Awan yang setuju tentu mengiyakan ajakan Reza, mereka pergi ke salah satu toko langganan tempat pria baya itu membeli berbagai keperluan semua hewan peliharaannya setelah berpesan pada sang istri untuk menelepon menantu laki-lakinya nanti.
Sampai di sana, Awan hanya berjalan mengekor di belakang Reza. Ia tak paham apapun tentang hewan benar-benar bagai bodyguard bagi sang Tuan besar.
"Ups, Maaf" ucap seorang gadis remaja yang tak sengaja menabrak Awan di antara tumpukan rak-rak tinggi.
"Jalan tuh pake mata!"sentak Awan kesal.
" Eh, ganteng doang tapi kok gada otak ya? jalan tuh pake kaki" jawab si gadis tak kalah menaikan nada bicaranya.
Belum juga Awan membalas, ia sudah berlari menjauh tapi berhenti sejenak hanya untuk menjulurkan lidah nya saja.
"Weeeeeek"
.
.
Dasar Cewek Laknat
🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Awan yang kesal karna bertemu dengan gadis kecil yang sedikit kurang ajar akhirmya mengupat Kasar sampai harus menendang keranjang kosong sampai terbalik. Ia memang sedikit tempramental jika menghadapi satu hal yang kurang di sukai atau tak sejalan dengan keinginannya dan kejadian barusan tentu membuat kepalanya berhasil mengeluarkan tanduk.
"Kamu kenapa?" tanya Reza yang mendengar cucunya itu masih saja mengoceh.
"Gak apa-apa, tadi barusan ketemu cewe gila" sahut Awan.
Keduanya bergegas ke meja kasir untuk melakukan transaksi pembayaran dan setelahnya tentu langsung pulang kerumah utama sesuai pesan Melisa yang tak ingin di tinggalkan terlalu lama.
Dua pria beda generasi itu kini sudah ada di dalam mobil, Awan berkali-kali menarik napas lalu membuangnya perlahan sebelum menceritakan semua yang masih terasa sesak dalam dadanya.
"Mana bisa aku menerima wanita lain sedangkan seluruh hatiku masih ada nama Lisya, Appa" adu Awan. Pria di sebelahnya itu tahu semua tentang hubunganya termasuk pekerjaan Haram sang mantan kekasih.
"Jenis cinta paling murni adalah cinta yang di pertahankan pada orang yang sudah jelas tak bisa kamu miliki. Tapi kamu tetap mencintainya dan ingin melihatnya bahagia" ucap Reza dengan senyum simpul kearah cucunya.
"Dan itu untuk kami, kan?" tanya Awan yang di jawab anggukan kepala oleh Appanya.
Awan membuang napas kasar, ia tahu jika Appanya juga memang tak merestui hubungan ia dan Lisya meski tak sekeras pipih dan papinya yang begitu tak kenal lelah menentang. Tapi Reza masih bisa merangkul dan memberi banyak nasihat yang membuat Awan paham jika menikah memang bukan hanya dua kepala tapi dua keluarga.
.
.
.
Setelah mengantar Reza kerumah utama, Awan langsung pulang ke kediaman Biantara. Otaknya benar-benar tak bisa perpikir jernih karna merindukan sosok Lisya yang hari ini ia tak mendapatkan kabar apapun dari sosok gadis itu.
"Awan!" panggil Langit saat melihat putranya baru saja pulang.
"Hem, apa sih Pih?"
"Besok kita akan kerumah calon istrimu, jadi kosongkan jadwalmu demi hari pentingmu, Ok"
"Penting untuk kalian, bukan untukku" sahut Awan yang melengos pergi ke kamarnya.
Langit mendengus kesal, putranya kini jauh berbeda dari yang dulu. Tapi ia harus melakukan ini semua agar nama baik keluarga tetap terjaga. Dan yang terpenting Langit hanya tak ingin anak laki-laki satu-satunya itu terkena efek tak baik dari pekerjaan kekasihnya yang mungkin mengidap penyakit menular.
Braaaak
Awan membanting pintu kamarnya dengan cukup keras, tapi belum juga ia melempar tubuhnya ke ranjang, benda bercat putih itu kembali terbuka.
"Mimih?"
"Kamu dari rumah utama?" tanya Cahaya yang di jawab anggukan kepala oleh sang putra.
"Pipihmu sudah kasih tau kan, jika kita besok akan datang kerumah calon istrimu?"
"Sudah, apa aku akan langsung menikahinya?" tanya Awan sedikit cemas.
"Tentu tidak, kita datang hanya untuk silaturahmi. Masalah lamaran dan pernikahan akan di bicara kan lagi kapan waktunya yang tepat tapi di usahakan dalam waktu dekat" jelas Cahaya sambil mengusap lengan putranya yang kini terlihat sangat kesal.
"Mimih sama saja! tak ada yang perduli perasaanku" keluh Awan.
"Ini demi kebaikan mu, semoga kami tak salah memilihkah jodoh untukmu, Nak"
Awan tertawa kecil, karna baginya itu adalah alasan Klise yang tak penting.
"Siapa namanya?" tanya Awan.
.
.
.
Mentari...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!