NovelToon NovelToon

Identitas Tersembunyi : My Beloved Mafia Queen

Bab 1 : Pembantaian (Tahap Revisi)

Dooooor ...

Dooooor ...

Dooooor ...

Suara tembakan terdengar di pintu gerbang. Anak buah dari Klan Black Shadow membantai habis anak buah Klan Tiger Eye. Mereka menghabisi sebagian anggota Klan tersebut dengan membabi-buta.

Darah bersimbah dimana-mana. Mayat bagaikan barang yang tidak ada artinya apa-apa. Rumah mewah barcat putih itu seperti kuburan massal yang sangat mengerikan.

Dengan diam-diam Shane memberitahukan keadaan kacau tersebut kepada Ferdinand. Ferdinand adalah ketua dari klan Tiger Eye.

Untuk keselamatan ketua klan, Shane menyuruh pimpinannya pergi meninggalkan markas. Dia sudah menyiapkan mobil di basemen rahasia. Hanya orang tertentu yang mengetahui tempat rahasia tersebut.

"Bos, kita harus pergi!" ajak Shane kepada Ferdinand.

"Mana Clara?"

"Pah, Ada apa ini? Kenapa kita harus lari?" tanya Clara melihat sang papa hendak pergi ke ruang rahasia.

"Ikuti Papa!"

"Tapi Pah, kenapa kita tidak hadapi saja?"

"Clara, ini bukan waktu yang tepat!"

"Lho, kenapa? Aku bisa menghabisi mereka semua!"

"Please, jangan keras kepala! Turuti keinginan Papa! Kau tidak akan menang menghadapi mereka!"

"Tapi, Pa ...!"

Waktunya tidak tepat untuk melanjutkan perdebatan ayah dan anak itu. Ferdinand harus membujuk Clara, putrinya. Kelak gadis ini yang akan menggantikannya sebagai seorang pemimpin.

Terdengar suara derap langkah kaki mendekat. Ferdinand yakin, mereka adalah orang-orang dari klan Black Shadow. Ferdinand menarik tubuh Clara supaya masuk ke mobil, dia tidak mau Clara tertangkap oleh anak buah klan tersebut. Karena ini bukanlah waktu yang tepat untuk mengungkap sebuah rahasia yang selama ini dia tutupi.

Dengan kecepatan maksimum, mobil melaju. Mobil itu berhasil meninggalkan rumah mewah tersebut yang sekarang disulap menjadi kuburan masal. Kemarahan Clara sudah tidak bisa dibendung lagi. Dia sangat geram, bagaimana bisa dia tidak menyadari akan ada serangan dadakan seperti itu.

Usaha mereka kabur ternyata tidak berjalan mulus. Lima mobil sudah membuntuti mereka. Bukan hanya mengejar, mereka juga menembak.

Dooooor ...

Dooooor ...

Dooooor ...

Tringgggggggg.....

BOOOOMMMM ...

Suara ledakan terdengar keras. Clara melihat mobil satu yang ditumpangi anak buahnya meledak. Kobaran api membakar habis mobil itu.

Emosi Clara sudah tidak bisa dibendung lagi. Dia pun mengeluarkan pistolnya, yang terselip di pinggang. Dengan keahlian yang dia miliki, Clara menembaki mobil yang mengejarnya. Aksi tembak-menembak dan kejar-kejaran pun terjadi.

Dooooor ...

Dooooor ...

Dooooor ...

Satu peluru berhasil menembus pintu mobil dan pelurunya mengenai perut Ferdinand. Darah segar keluar dari sana. Ferdinand berusaha untuk memegangi perutnya, menahan rasa sakit yang luar biasa. Dia tidak mau Clara khawatir. Dia tahu betul anak perempuannya seperti apa.

Clara merasa curiga. Karena ada darah yang menetes di jok mobil. Kemudian dia menoleh ke arah sang Papa. Betapa terkejutnya, saat Clara melihat perut sang Papa sudah mengeluarkan banyak darah.

"Papa!" teriak Clara, "Papa, Kau tertembak!"

"BRENGSEK!" murka Clara.

Dooooor ...

Dooooor ...

Dooooor ...

Tembakan beruntun Clara tujukan pada mobil musuh. Mereka sangat kualahan, satu mobil terjungkal ke jurang. Dan meledak. Dan satu mobil, terjun bebas ke pemukiman warga. Dan mobil lainnya tidak bisa mengejar kecepatan mengemudi Shane.

"PAPA!" teriak Clara, "No, Please! Jangan tinggalkan aku, Pah!"

"Jangan menangis! Kau harus kuat dan berani!" ujarnya dengan memegangi perutnya yang terluka.

"Papa!" isaknya, "Shane, Ayo bawa Papaku ke Rumah Sakit!"

Hiks ... Hiks ... Hiks

"Tidak. Papa tidak mau!" ujar Ferdinand terbata, "Dengar-kan kata-kata Papa. Mereka akan terus memburumu, me-re-ka a-kan meng-ha-bi-si se-lu-ruh anggota Tiger Eye. Kau harus lari! Kau harus lari sejauh-jauhnya, bila perlu pergi dari kota ini! Papa juga meminta maaf. Papa menyembunyikan rahasia besar!"

"Apa itu, Pa?"

"Papa memiliki a-nak lain selain ka-mu. Dia ju-ga se-orang perempuan. A-dik ka-mu dari istri Papa yang lain."

"A-pa?" Clara terkejut.

"Pa-pa tidak bi-sa membahagiakan mereka. Karena itu, tugas itu Papa serahkan kepadamu. Katakan kepada mereka bahwa Papa menyayangi mereka. Pa-pa ti-dak pernah membuang me-re-ka dari kehidupan Papa. Pa-pa sangat menyayangi me-re-ka. Lindungi mereka! Pa-pa mohon!" Ferdinand menyerahkan foto, dimana di foto tersebut tertulis sebuah alamat.

"Iya, Pa. Clara akan mencari mereka. Clara akan membawa Mereka pada Papa. Kita akan hidup bahagia. Selayaknya sebuah keluarga yang bahagia!"

"Mungkin setelah Kau tahu rahasia besar itu. Semuanya akan terungkap! Apapun yang terjadi, Papa sangat menyayangimu!"

"Tidak. Aku mohon, Pah. Jangan tinggalkan Clara. Clara nggak mau kehilangan Papa!" isak Clara.

"Pah! Papaaaaaaaaa!"

Hiks ... Hiks ... Hiks

Ferdinand menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan sang putri. Clara menangis sesenggukan. Dia tidak menyangka akan kehilangan sang Papa begitu cepat. Sedih. Itulah sekarang yang dia rasakan.

Chiiiiiiiiiiiiiit ...

Mendadak Shane memberhentikan mobilnya. Dia memeriksa kondisi Ferdinand. Ferdinand sudah meninggal. Dan Shane yakin, Clara sedang tidak baik-baik saja.

"Nona, Tuan sudah meninggal! Nona harus pergi! Tinggalkan jenazah Bos Ferdinand bersama saya! Nona harus pergi dari kota ini!" suruh Shane.

"Aku tidak mau Shane. Aku ingin didekat Papaku!"

"Nona. Sangat berbahaya, jika Anda terus disini! Mereka akan terus mencari Anda! Pergilah! Ingat yang dikatakan Bos Ferdinand! Anda disuruh mencari istri dan anaknya!"

"Tapi ...!"

"Percayalah kepada saya, Nona!"

"Baiklah." Clara nampak berfikir. Yang dikatakan Shane memang benar.

Shane menurunkan Clara di tepi jalan raya. Dia memberikan tas dan jaket kepada nona nya. Kemudian memberhentikan sebuah bis di jalan. Shane menyuruh anak bos-nya untuk naik ke bis tersebut.

"Naiklah, Nona!" suruh Shane.

"Shane."

"Percayakan padaku!" Clara menganggukkan kepalanya.

"Pergilah! Aku yang akan menelfon Nona. Untuk sementara, kita tidak komunikasi dulu! Ini semua untuk keselamatan Anda!"

"Baiklah, Shane! Aku tunggu kabar darimu!"

Bis berjalan menuju luar kota. Berjalan menyusuri padatnya jalan raya. Melewati perkebunan karet, yang ditumbuhi semak-semak yang cukup tinggi. Bis tersebut melaju tanpa henti.

Clara duduk di dekat jendela. Hanya membawa tas besar dan tas ranselnya. Ditangannya dia memegang sebuah foto, foto adik dan ibu tirinya. Dia terus memandangi foto tersebut, kemudian mengulas senyum tipis.

____

____

Selama tujuh jam perjalanan, akhirnya Clara sampai di Kota K. Kota yang cukup terpencil. Dan jauh dari hingar bingar kendaraan. Dia turun dari bis setelah membayarkan ongkos bis.

"Ini kembaliannya, Nona!"

"Tidak, Usah. Ambil saja!"

"Terimakasih, Nona!" Clara hanya mengangguk sambil tersenyum.

Clara mendatangi warung kopi. Dia meminta izin untuk ke toilet. Dia harus mengganti bajunya. Karena bajunya terkena noda darah. Dan dia tidak mau, gara-gara darah tersebut menjadi pusat perhatian banyak orang.

Pemilik warung yang baik hati mengizinkannya menggunakan toilet. Dengan bergegas, Clara mengganti bajunya, dengan baju yang bagus dan bersih.

To be continued ....

Ada sedikit revisi ya Guys, karena permintaan editor, Maaf kalau kurang nyaman saat membaca.....🙏🙏🙏🙏

Bab 2 : Mendadak Dosen ( Proses Revisi)

Clara berdiri di depan sebuah kampus terbesar di kota tersebut. Rencananya dia ingin menunggu adiknya di depan pintu gerbang. Karena terlalu lama menunggu membuat dia harus mengintip melalui celah gerbang.

"Mba mencari siapa?" tanya security satu.

"Eh, saya!" belum juga sempat menjawab, security kedua menarik tangannya masuk.

"Mba pasti dosen baru itu ya?"

"Hah." Clara bingung dengan ucapan security kedua.

"Bu ... !" belum sempat menjawab, security memotong kalimatnya.

"Ayo, ikut saya! Mba sudah di tunggu sama Pak Rektor!" ujarnya seraya menarik tangan Clara.

"Duh, Bagaimana nih?"

"Ayo Mba!"

"I-iya."

Clara mengekor di belakang security kedua. Dia bingung harus melakukan apa. Nggak mungkin juga dong, dia bilang kalau sedang mencari orang difoto yang dia bawa. Bisa-bisa dikira mata-mata atau badan intelejen rahasia. Clara harus bisa sedikit bermain drama.

"Eh, tunggu sebentar. Saya mau ke toilet dulu!"

"Baiklah. Silahkan!"

"Sebentar ya!"

Clara sangat bingung. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Meneruskan sedikit dramanya, atau dia kebur dari tempat itu. Dia sedang dalam dilema yang membuatnya sangat pusing.

Baiklah Clara! Tarik nafas dan buang! Tarik lagi! Lalu buang. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja! Sedikit berbohong untuk mencari informasi lebih baik kan!

Tidak terlalu buruk juga penampilanku! Ehm, sedikit menambahkan kaca mata!

Clara memakai kacamata tebal. Untungnya dia selalu menyimpan kaca mata itu untuk penyamaran saat berada di kandang musuh. Dan lumayanlah untuk merubah sedikit penampilannya supaya lebih meyakinkan lagi. Clara menahan tawanya, ingin sekali tertawa terbahak-bahak. Melihat penampilannya sendiri di depan cermin.

Astaga, Apa aku sudah gila? Aku ini seorang Queen Mafia. Kenapa aku seperti wanita cupu seperti ini?

Mereka sudah berada di depan ruangan rektor. Di depan pintu terpasang papan, dimana disitu tertulis ruangan rektor. Security mengetuk pintu, dan masuk ke dalam. Sementara Clara menunggu di depan ruangan tersebut. Tidak menunggu lama. Security keluar dari ruangan tersebut. Dan menyuruh Clara untuk masuk ke dalam.

"Silahkan, Bu! Masuk saja. Sudah ditunggu!"

"Baik. Terima kasih banyak!"

"Sama-sama."

Clara masuk ke dalam ruangan yang lumayan besar. Rapih. Bersih. Dan wangi. Sepertinya sang rektor sangat suka kebersihan dan kerapihan.

"Selamat pagi, Pak Rektor!" sapa Clara.

Seorang pria sibuk memeriksa laporan di tangannya. Kursinya memunggungi Wanita cantik itu. Mendengar suara seseorang, kursinya memutar.

Wow, Amazing. Rektornya masih sangat muda dan enam huruf. T-A-M-P-A-N.

"Ini sudah siang. Kenapa Anda baru datang?"

"Hah." Clara sedikit bingung.

"Duduk!" ucapnya. Tegas.

"Terimakasih, Pak!"

"Clara."

"A-pa?" Clara terkejut.

Bagaimana dia tahu namaku? Apakah dia bisa membaca pikiranku? Apakah dia seorang yang sakti mandraguna?

"Namamu Clara kan?" Clara mengangguk.

"Iya, Pak. Kok Bapak bisa tahu nama saya Clara? Bapak bisa membaca pikiran orang ya?" tanya Clara dengan konyolnya. Pria itu hanya mengerutkan keningnya. Menoleh ke arah wanita yang duduk di depannya.

Brukk ...

"Bukankah ini datamu!" ucapnya menyerahkan satu map ke arahnya.

Clara membaca nama dosen yang ada di kertas berwarna putih itu. Banyak tulisan di sana. Tentu Clara malas membacanya. Dia hanya melewatinya begitu saja, turun ke bawah, memang ada nama Clara di sana. Tapi bukan Clara Lunoks, melainkan Clara W.

W itu apa ya? Oh, God. Apakah tuh orang salah? Duh, gimana ya?

"Anda akan mengajar di sini mulai besok. Semua datanya sudah kami terima." Clara tersenyum kecut.

"Silahkan Anda lihat-lihat dulu kelasnya. Memperkenalkan diri boleh dengan dosen-dosen yang lain!" ucap pria itu manis sekali.

Ish, Apa yang aku pikirkan?

"Oh, ya. Sebelumnya, perkenalkan!" pria itu mengulurkan tangannya, "Saya rektor disini. Nama saya Fabiyan Bramantyo. Panggil saja Pak Fabyan. Anda paham, Bu Clara!"

"I-i-iya, Pak. Saya paham!"

"Silahkan! Anda bisa melihat-lihat! Mau saya antarkan!"

"Oh, Boleh, Pak. Kebetulan saya juga kurang tahu. Lagian kampus ini luas sekali!" ujarnya.

"Mari silahkan!"

Fabyan mengajak Clara untuk berkeliling kampus. Pertama di ajak ke kantor dosen. Clara memperkenalkan dirinya. Memberikan senyumnya yang paling manis.

Setelah beramah-tamah di ruangan dosen, Fabyan juga mengajaknya ke kelas. Tempatnya untuk mengajar.

Oh my God! Ada apa dengan takdirku? Aku ini seorang mafia. Kenapa aku nyasar kesini?

Clara menggaruk kakinya yang terasa gatal. Dia garukan ke kaki satunya. Rasanya sangat gatal. Benar-benar membuatnya tidak tahan.

"Anda kenapa?"

"Ti-dak apa-apa, Pak!" senyumnya simpul.

"Anak-anak, perkenalkan! Dia dosen baru kalian! Namanya Bu Clara. Dan Bu Clara yang akan menjadi dosen pembimbing kalian. Kalian mengerti!"

"Mengerti, Pak!" seru mereka serentak. Disertai dengan riuh tepuk tangan.

"Saya tinggal, Bu! Silahkan memperkenalkan diri ibu kepada mereka!"

"Terimakasih banyak, Pak Fabyan!"

Pintu ditutup. Fabyan sudah pergi meninggalkan ruangan tersebut. Wajah anak-anak berubah menjadi aneh. Clara menghembuskan nafasnya kasar. Maniknya mengamati seluruh kelas. Clara sedang mencari seseorang dikelasnya. Tidak ada.

"Baiklah. Saya perkenalkan diri saya dulu! Baru nanti kalian yang memperkenalkan diri! Oke!" ujarnya sambil membenarkan kaca mata tebalnya.

"Oke, Bu!" jawab mereka serentak.

"Nama saya Clara. Panggil Saya Bu Clara! Apakah ada pertanyaan?"

"Eh, kok dosennya seperti itu!" salah satu mahasiswa.

"Iya, Kenapa cupu banget sih!" jawab mahasiswa yang lain.

"Aku kira dosen baru kita, seorang dosen yang tampan!" kata yang satunya lagi.

"Aku juga pikir seperti itu! Ternyata seorang dosen cupu!" mereka terkekeh geli.

Sampai sini, anak-anak sibuk mengobrol sendiri. Bahkan ada yang menggunjing didepannya. Membuat Clara sedikit kesal. Dan mengumpat anak-anak itu dalam hati.

Jika saja aku tidak sedang dalam misi, Aku tembak kalian semua! Dasar anak-anak menyebalkan. Kenapa sih, aku harus terjebak disini?

Aaaaaaaaa. Sialan! Bisa-bisa aku frustasi!

Sabar!

Sabar!

Sabar Clara! Kamu bisa! Cari adikmu Sofia!

"Kalian dengar!" teriak Clara.

"Eh, dengar, Bu!" jawab mereka tergagap karena kaget.

"Bagus!"

Acara perkenalan selesai. Ternyata berteriak-teriak di depan anak orang, menguras seluruh tenaganya. Dia pun memutuskan untuk ke kantin. Namun Clara tidak tahu, dimana letak kantinnya.

Dia bertanya pada salah satu mahasiswa, bukannya menjawab mereka malah tertawa. Apa semua mahasiswa disini gila?

"Permisi, dimana kantinnya?" tanya Clara pada anak-anak yang sedang mengobrol.

"Bu!" panggil segerombolan mahasiswa laki-laki.

Clara memicingkan matanya. Mencium gelagat tidak baik dari mahasiswa tersebut. Mereka datang dengan menarik bibirnya. Nyengir kuda. Itulah yang ada dipikiran Clara.

Ada apa dengan mereka? Kenapa senyumnya sangat aneh? Apakah mereka ingin membuatku terpesona?

"Ibu mencari kantin ya?"

"Iya. Saya mau makan. Apakah kalian tahu?"

"Tahu. Ikuti kami, Bu!" ujarnya.

Antara percaya atau tidak. Clara bukanlah anak kemarin sore. Melihat gelagat tidak baik dari mereka.

"Oke. Antarkan Ibu ke kantin."

"Silahkan!" ucap mahasiswa bertubuh tinggi tegap. Dengan anting kecil di telinga sebelah kanannya.

Clara mengikuti langkah ke empat pemuda itu. Jalannya berkelok-kelok. Entah mereka mau membawanya kemana. Si pria tegap itu menyuruh Clara untuk jalan ke sana. Namun mereka berhenti di tempat mereka.

Aneh!

Clara menuruti instruksi anak-anak itu. Dia pikir, nggak mungkin kan ada mahasiswa bersikap kurang ajar kepada dosen. Dia pun menepis semua pikiran negatifnya pada anak-anak tersebut.

Clara terus berjalan lurus. Dan benar saja. Kantin sudah terlihat jelas. Clara pun memutar tubuhnya, menoleh ke empat mahasiswa itu. Mereka sudah tidak ada dibelakangnya.

Kemana mereka?

Bodo ah!

Clara seperti menginjak benang transparan. Menyangkut di kakinya. Dia tarik, Dan ...

Byurrrrrrr ...

Satu ember air, menguyur tubuh Clara. Semua mahasiswa dan mahasiswi yang mengerjainya tertawa lebar dan terbahak-bahak. Seolah-olah dirinya adalah lelucon yang sangat lucu.

Hahahaha ...

Tubuh dan baju Clara basah. Rambutnya juga basah. Apalagi kacamata tebalnya. Clara memberengut kesal. Dan memilih pergi dari tempat itu.

"Dasar anak-anak sialan! Berani-beraninya mereka mengerjai ku!" umpatnya.

Clara mengeringkan rambut dan bajunya dengan mesin pengering di toilet. Dia juga mengeringkan kacamatanya.

"Ibu tidak apa-apa?" tanya seorang mahasiswi yang merasa prihatin dengan dirinya. Clara menoleh ke suara tersebut. Ternyata seorang gadis cantik yang berusaha berkomunikasi dengannya.

"Tidak apa-apa!"

Gadis itu tersenyum, "Syukurlah! Mereka semua memang selalu begitu kalau ada dosen atau mahasiswa baru!"

Clara mengamati gadis manis yang berdiri di depannya. Gadis itu sangat mirip dengan foto yang dibawanya. Namun ada sesuatu yang menurutnya sangat aneh.

Penampilan gadis itu sangat berbeda dengan yang ada di foto. Semakin cantik, dan semakin liar. Dengan makeup yang semakin berani. Bajunya juga sangat seksi. Di atas lutut. Hidungnya mancung, sangat mirip dengan Papanya.

Apakah dia Sofia? Tapi dia sangat berbeda dengan fotonya!

"Ibu tidak apa-apa?"

"Tidak. Saya tidak apa-apa. Kamu tenang saja!" jawab Clara tersenyum.

"Baiklah kalau begitu, Saya permisi, Bu!"

"Oke."

Akhirnya aku menemukannya, Pah! Aku menemukan Sofia. Anak papa.

To be continued ...

Bab 3 : Mencari Tempat Tinggal

Clara berjalan melewati perkampungan kumuh, dengan padat penduduk. Dia membutuhkan kos-kosan untuk sekarang ini. Tempat untuk berteduh. Dari panas dan hujan.

Panas terik matahari, membuat ia sedikit berkeringat. Dia seka peluhnya dengan tangan, dan mengipas-ngipas dirinya. Cuaca hari ini sangatlah panas.

Clara bingung, dimana dia harus mencari tempat tinggal.

"Bu, air mineralnya!"

"Ini, Neng!" seorang penjual air mineral menyodorkan air minum ke arah Clara. Clara duduk di bangku kayu. Sambil menenggak air minum, dia mengamati daerah sekelilingnya.

"Kejarrrrrr!"

Segerombolan anak muda saling mengejar. Baku hantam tidak terelakkan lagi. Ada yang membawa kayu. Membawa spatula. Membawa tutup panci. Ada juga yang membawa galon dan peralatan dapur lainnya.

Tutup panci dan galon beterbangan. Spatula juga tidak tinggal diam. Apalagi kayu. Mereka memiliki peran masing-masing untuk mengalahkan lawan.

"Serbuuuuuuuu!" seru seorang pemuda.

"Ayo hajar!"

BUGH ...

BUGH ...

BUGH ...

BRAKK ...

BRAKK ...

"Auw," pekik gadis cantik. Tubuhnya terdorong, dan dia terjungkal ke belakang. Dari arah belakang, seorang wanita akan memukulkan kayu ke arah gadis itu.

Dari arah jauh, Clara melihat kejadian tersebut. Dia menendang pot yang ada di dekatnya. Mengenai tangan wanita yang hendak memukulkan benda tumpul ke arah gadis itu. Gadis itu berlari entah kemana. Segera Clara mendekat. Membantu gadis itu berdiri. Mengulurkan tangannya.

Sofia!

"Bukankah kamu mahasiswi Universitas Panca Bhakti?"

"Bu Dosen!" wajah Sofia sedikit terkejut. Ternyata yang menolongnya adalah dosennya sendiri.

"Bagaimana kamu bisa ... !" belum menyelesaikan kalimatnya. Sofia menarik tangan Clara untuk menjauhi kerumunan itu.

"Yang dikeroyok itu teman-teman kamu!" Sofia mengangguk, "Bukannya mereka juga kuliah di sana!" Sofia hanya tersenyum.

Astaga! Ternyata Sofia ada di gerombolan itu. Apa yang dia lakukan?

"Berhenti!" teriak Clara. Berusaha menghentikan perkelahian antar mahasiswa. Dan sebagiannya adalah mahasiswanya sendiri, dan setengahnya, entah dari Universitas mana. Clara tidak begitu tahu.

"Kalau kalian tidak berhenti, saya akan melaporkan ini pada Polisi. Saya seorang dosen dari Universitas Panca Bhakti. Jadi tidak sulit bagi saya untuk melaporkan kalian semua kepada pihak yang berwajib!" gertaknya.

Seketika mereka berhenti. Anak muda yang merasa takut karena gertakan sambel dari Clara, mereka segera pergi meninggalkan tempat tersebut. Urusan polisi pastilah akan berbuntut panjang. Dan mereka tidak mau itu terjadi.

"Kenapa Anda menghentikan kami, Bu?" bentak seorang pemuda. Clara menoleh ke arah mahasiswanya.

"Iya, Benar," jawab mereka serempak berusaha untuk menyalahkan Clara.

"Hey, Aku ini dosen kalian. Apakah tidak bisa kalian lebih menghormati ku?" serunya.

"Apakah dengan melakukan tawuran seperti ini, orang tua kalian bangga dengan perbuatan kalian?" teriak Clara lagi.

"Ibu tahu apa tentang kami? Jika ibu nggak tahu apa-apa, lebih baik Ibu diam!" bentaknya lagi.

"Rafael!" teriak Sofia, "Jangan begitu, bagaimanapun dia adalah dosen kita!"

"Lo takut?" Rafel tersenyum sinis, "Gue nggak takut! Cuma hanya dengan dosen cupu seperti dia, Gue nggak akan pernah takut!"

Prokkk ...

Prokkk ..

Horeeeee ....

Tepuk tangan mereka riuh.

"Rafael!"

"Ayo guys kita pergi dari sini!"

Sial! Mereka mengataiku Dosen cupu! Andai saja aku tidak sedang menyamar, aku cincang kalian semua!

Mereka semua meninggalkan tempat tersebut. Clara hanya melongo di tempatnya berdiri. Dia hampir tidak percaya, seorang mafia bisa dibentak oleh seorang bocah kemarin sore. Kemudian dia berusaha untuk menguasai dirinya.

"Maafkan teman-teman saya, Bu!" ujarnya.

"Siapa nama kamu?"

"Sofia, Bu!" Sofia merasa diintimidasi, "Bu, Tolong jangan laporkan hal ini kepada Rektor. Jika itu terjadi, Saya bisa diskors, Bu! Kalau saya diskors, Ibu saya akan sedih!"

"Lalu, kenapa kamu ikut-ikutan?"

"Karena .. ! E, itu!"

"Ayo jawab!"

"Karena pemuda yang tadi membentak ibu adalah pacar saya, Bu!" lirihnya sambil menundukkan kepalanya, "Saya hanya ikut-ikutan saja!"

Clara menghembuskan nafasnya kasar. Dia tidak tahu, kehidupan macam apa yang sedang adiknya jalani. Berpacaran dengan pria yang akan menghancurkan masa depannya sendiri.

Oh, Papa. Kenapa amanahmu begitu membuatku frustrasi? Andai saja Kau menyuruhku untuk menembak seseorang, itu tidak akan terlalu sulit bagiku, Pah!

"Wah, ibu sedang mencari tempat tinggal ya?" ucap Sofia tiba-tiba. Maniknya melirik ke arah tas yang dibawa Clara.

"Iya. Aku memang sedang mencari kontrakan!"

"Wah, kalau begitu kita berjodoh!" ujarnya sambil tersenyum, "Di rumahku ada kamar kosong. Jika ibu mau, Ibu bisa ngekos di rumah Sofia!"

"Punyamu?"

"Bukan. Punya Pak Rusli, tetanggaku. Pemiliknya tinggal dengan anak dan menantunya! Rumah itu dikontrakkan, dan Ibu Sofia yang mengontraknya."

"Oh, Aku kira milikmu!"

"Untuk makan saja susah. Bagaimana kami bisa memiliki rumah?" gelaknya, "Rumahnya cukup besar. Ada tiga kamar. Dan kamar atas kosong. Ibu bisa

tinggal di sana! Bagaimana?"

"Ehm." Clara pura-pura sedang berpikir.

"Baiklah."

"Tapi, Ibu harus janji!"

"Janji apa?"

Ck, rupanya anak ini mengajak ku bernegosiasi!

"Ibu tidak boleh menceritakan kejadian hari ini pada Ibuku!" pintanya.

"Deal. Aku tidak akan mengatakan kepada ibumu!"

"Janji!"

"Ish, iya janji!"

Mereka berdua pun berjalan beriringan melangkahkan kakinya melewati gang-gang kecil. Kumuh. Itulah yang dirasakan oleh Clara. Jalannya becek, kotor dan bau. Clara sampai menutup hidungnya, mencium aroma tidak sedap pada sampah yang berserakan di sisi jalan besar itu.

"Masih jauh?"

"Iya, Bu!" sahutnya.

Melewati beberapa rumah saja, sudah sampai di depan rumah yang sangat, sangat sederhana. Dengan teras yang sempit. Apalagi ruangan di dalamnya.

"Kamu bilang masih jauh?"

"Hehehe. Maaf, Bu. Ini rumah saya!"

Benar-benar anak ini! Menyebalkan sekali!

"Ibu!" panggilnya.

"Sofia! Kamu sudah pulang? Tumben jam segini sudah pulang!"

"Eh, siapa wanita cantik ini?" Clara tersenyum manis.

"Oya, Bu. Ini dosen baru di kampus Sofia. Namanya Bu Clara!"

"Wah, cantiknya!" Clara mencium punggung tangan wanita itu. Wanita separuh baya itu, mengusap rambutnya lembut. Butiran kristal terus menetes di sudut matanya. Dia tidak menyangka, jalannya dipermudah untuk bertemu orang yang dicarinya.

"Bu Clara sedang mencari tempat tinggal, Bu!" Bergegas Clara mengusap buliran bening itu.

"Oh." Wanita separuh baya itu membulatkan bibirnya.

"Bukankah kamar atas kosong, Bu!"

"Tapi ... !" belum selesai meneruskan kalimatnya, Sofia menggandeng ibunya untuk menjauh dari Clara.

"Kita sewakan saja, Bu. Uangnya lumayan, untuk tambah-tambah uang belanjaan Ibu!" bisik Sofia. Wanita paruh baya itu nampak sedang berpikir.

"Baiklah."

"Jadi, Bu Clara butuh kamar?"

"Iya, Bu!"

"Panggil saja Laura."

"Ah, nggak enak. Masa saya hanya panggil nama. Saya panggil Bu Laura!"

"Ah, Bu Clara bisa saja. Masa panggil saya Bu. Padahal saya ini sudah tua," gelaknya.

"Ehm, Ibu bisa panggil saya Clara saja. Lagian saya dan Sofia juga jarak usianya tidak terlalu jauh!"

"Ah, Bisa saja! Masa saya harus panggil dosen anak saya dengan panggilan namanya saja! Nggak sopan nanti!" kekeh Laura, "Saya panggil Neng saja ya!"

"Iya, Sudah terserah Ibu saja!"

"Saya bersihkan kamarnya dulu!"

"Nggak usah, Bu. Biar saya saja yang membersihkannya!"

"Ah, nggak apa-apa. Biar kami saja!"

Secara bersama-sama mereka bertiga membersihkan kamar tersebut. Bercanda dan tertawa, seperti keluarga bahagia. Inilah yang diinginkan Papanya. Clara masih merasa aneh, bagaimana bisa rumah adiknya tidak ada satupun foto sang Papa.

Apakah mereka benar adalah istri dan anak Papa? Aku harus mencari tahu!

To be continued ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!