NovelToon NovelToon

Suami Meletoy, Istri Perkasa

chap 1 tertangkap

"Hendri!"

"Anak durhaka kamu!"

"Jangan bersembunyi! Mama tau kamu ada disini! Keluar."

Suara mengelegar mama Tantri mencari anaknya di apartemen milik Kenan. Ia mendengar dari para tetua kampung yang mengatakan bahwa anak satu-satunya itu sudah pulang dari luar negri, dan berubah menjadi bancci.

Tentu saja itu membuat mama Tantri emosi setengah mati. Sudah punya satu, bengkok pula. Jadi, ia harus menjemput anak nya untuk diluruskan.

Mata elang Mama Tantri menyisir seluruh ruang utama apartemen Kenan. Dibelakang mama Tantri berdiri beberapa bodyguard nya.

"Kalian cari setiap ruang, jangan sampai luput." Titahnya dengan emosi yang tampak terlihat di wajahnya.

"Baik."

Kenan dan cath hanya hanya berdiri dan diam di sisi kanan Mama Tantri. Mau berbuat apa mereka, toh, juga udah cukup terganggu dengan keberadaan Hendri di apartemen mereka.

"Bibi duduklah dulu." Ucap Ken pelan melihat bibinya sedang di taraf emosi yang cukup tinggi.

"Tidak perlu." Tolak mama Tantri meleos.

Sementara Hendri, tentu saja ia bersembunyi di balik punggungan sofa ruang utama dengan jantung yang berdebar kuat. Dengan tangan yang menempel pada balik sofa dan berjongkok. Honey yang mengenakan hot pant dan tengtop berenda itu, makin bingung karena penampilannya yang kan membuat mamanya jantungan.

"Issshhh,, kenapa mama tiba-tiba ada disini sih? mana bawa bodyguard segala sih?" Gumam honey dengan kesal dan frustasi. "Bagaimana sekarang, aku tidak mungkin lepas dari ini."

Mama Tantri menatap Kenan dengan sengit.

"Dimana?" Tanya nya dengan lirikan yang mematikan bahkan Ken dan Cath pun sampai bergidig.

"Dimana bocah itu bersembunyi?"

Ken dan Caty berpandangan, Ken menggaruk tengkuknya sementara Cath melihat jauh di belakang mama Tantri. Hendri yang memunculkan kepalanya menggeleng kuat dengan tangan yang melambaikan tangannya agar jangan memberi tahukan keberadaannya.

Melihat Caty yang bahkan tidak fokus padanya dan justru melihat jauh dibelakang. Membuat mama Tantri menoleh seketika. Beruntung, honey sigap dan langsung menyembunyikan diri.

Mama Tantri lalu balik menatap cat, "dimana?"

Caty hanya senyum-senyum saja, tidak menyangka jika mama nya honey akan segarang ini. Ia pikir mama honey seperti mama embun. Lembut dan baik, bahkan ia pikir lebih lmbut lagi, hingga menciptakan karakter honey yang meletoy. Namun, ternyata ia bahkan lebih garang dari kak Ros.

"Kennannn!"

Ken tersenyum geli ia menggosok tengkuknya lalu menunjuk dengan tangan itu ke arah sofa dimana Honey bersembunyi. Seketika mama Tantri menoleh, wajah nya masih terlihat merah meletup-letup. Para bodyguard yang ia bawa pun telah kembali dengan kehampaan.

Mama Tantri menggunakan kepalanya menunjuk belakang sofa dimana Honey bersembunyi. Sigap, para bodyguard itu berjalan mendekati sofa, honey yang komat-kamit berdoa agar tak ketahuan pun terkejut di hadang ya orang bodyguard dari dua arah.

"Metong! Ketahuan!" Gumamnya. Ia pun langsung berlari namun, namanya bodyguard dilawan. Sudah tentu ia dicekal.

"Mama...." Rengek nya manja.

Tentu saja itu membuat mama Tantri makin geram dan kliyengan.

"HENDRIIII!!!"

###

Sekembalinya di rumah milik mama Tantri.

Hendri yang masih mengenakan pakaian yang sama saat ia ditangkap oleh mamanya. Tengtop berenda dan hot pant, berdiri dengan lesu. Sementara mama Tantri duduk dengan kaki bersilang dan tangan yang terlipat di dada. Terlihat sekali ia berusaha menahan emosinya.

Sedangkan beberapa tetua yang sempat ikut menghadiri pesta resepsi Kenan dan Cathy masih di kota. Mereka sengaja datang ke rumah milik Tantri, orang kampung yang sudah sukses di kota. Mereka ikut duduk di ruang tamu. Ingin ikut andil meluruskan Hendri yang bengkok.

"Bagaimana sekarang?"

"Lihat saja pakaiannya, astaga...." Bibi Gati melihat dengan pandangan jijik dan kesal menjadi satu.

"Hendri, kau ini tampan, bagaimana bisa kau jadi seperti ini? Ckckck..." Mak Yun ikut menimpali.

"Hei, lihat sisi baiknya, dia berubah jadi cantik." Lontar paman, suami dari bibi Gati. "Ha-ha-ha......"

Suara yang justru membuat mama Tantri semakin panas. Paman suami dari bibi Gati, langsung mendapat tatapan sadis yang kompak dari para wanita. Suara tawa paman suami dari bibi Gati pun perlahan sirna.

"Ha~ ha~ EHEM...." Sambung tawanya yang serasa garing dan kering. Hingga ia memilih mengambil gelas dan meminum air dingin yang tersaji.

"Mereka sama sekali tidak bisa di ajak bercanda.." gumamnya lagi menyentuh leher nya yang serasa tercekik oleh tatapan sadis para wanita tua.

Tantri menghela nafas sabarnya lalu menatap tajam Henri yang berdiri tak tenang dan sedikit condong bergaya wanita berdiri.

"Kaaauuu... Apa sebenarnya mau hah?"

"Aku mau duduk mama, boleh?" Mohon Henri dengan kemayu.

Mama Tantri semakin geram, ia melempar bantal sofa pada anaknya, yang dengan sigap Henri menghindar, hingga bantal itu hanya melayang di udara.

"Dasar anak tidak berguna! Berdiri yang benar saja tidak bisa! Berdiri kau sampai kakimu bengkak!" Sentak Mama Tantri garang, ia melempar lagi bantal sofa pada Henri. Honey tentu saja menghindar, justru membuat mama Tantri makin geram karena tak satupun lemparan nya yang tepat sasaran.

"Jika cara berdirimu begitu terus, ku buat kau jadi bubur sumsum."

"Sudahlah Henri! Kau mengalah saja, dari pada mamamu lempar sofa."ucap Mak Yun menengahi pertarungan adiknya dengan ikut melempar bantal sofa kearah Henri hingga pria bertulang lunak itu terjungkal saat menghindari serangan mamanya. Namun terkena telak lemparan Mak Yun.

"Bibi! Kenapa kau kejam padaku?" Seru Henri dengan tatapan protes dengan tubuh yang lunglay di atas lantai.

"Diam kamu!" Hardik mama Tantri melempar bantal sofa lagi dan tepat mengenai kepala honey.

"Aaahhh~" honey ber-ah-ria yang semakin membuat mama Tantri hampir jantungan. Bagaimana bisa anak lelaki satu-satunya mengeluarkan suara yang sangat menggelikan sekaligus bikin bergidik seperti itu.

Mama Tantri memegangi tengkuk nya yang serasa sakit. Ia menjatuhkan punggungnya ke belakang.

"Rasanya aku udah mau mati saja."

"Sabar Tantri, sabar. Ini ujian."

"Enak sekali kamu bilang ini ujian, Gati." Protes mama Tantri dengan lirikan tak suka.

"Bagaimana bisa anakku jadi begini? Anakku satu-satunya....." Mama Tantri menepuk dadanya yang sesak melihat anak lelakinya itu berpenampilan selayaknya wanita. Sungguh sangat sakit.

"Kalau aku boleh kasih saran, agar dia bisa sembuh. Bagaimana kalau dia kita nikahkan saja." Ucap Mak Yun dengan jumawa.

"Nikah?" Serentak dan mata membelalak kompak.

Bersambung....

Dukung terus karya Othor ini ya, dengan:

Like

Komen

Vote

Dan kasih Gift

Terima kasih.

Salam sehat dan waras.

☺️

chap 2 usul Mak yun

"Nikah?" Serentak suara itu bergaung di ruangan utama. Wajah-wajah tercengang dan terkejut ada disetiap mahkluk yang ada diruangan itu. Mak Yun mengangguk-anggukkan kepalanya dengan yakin. Di bibirnya tersungging senyum tipis yang sombong.

"Hei yang benar saja?" Gati mengibaskan tangannya di udara sembari menyenderkan kembali punggungnya di sofa.

"Kalau nikah, dia jadi wanitanya atau mempelai prianya?" Celetuk paman suami dari bibi Gati.

Sedetik kemudian:

"Ampun! Ampun!" Serunya saat mendapat serangan bantal sofa yang bertubi-tubi dari segala penjuru."Aku hanya bercanda, aku hanya bercanda... Tidak lagi, aku akan diam."

Akhirnya serangan itu berhenti. Pria malang itu pun bernafas lega.

"Hei, yang benar saja Mak Yun, memangnya siapa anak gadis yang mau menikah dengannya?" Sergah bibi Gati menatap Kaka sepupunya.

"Ya kita cari... Kalau nggak dapat gadis, kita cari janda. Yang penting dia sembuh. Aku juga malu sebenarnya punya ponakan seperti ini. Laki-laki tidak, perempuan juga tidak. Tunggu...."

Mak Yun menatap Henri penuh kecurigaan, ia berpandangan dengan mama Tantri. Kedua wanita itu memikirkan hal yang sama.

"Kauuu....!"

Wajah Henri sudah keringat dingin, melihat wajah mama nya yang sangat geram itu, membuat Henri makin ketar-ketir. Ia ingin kabur malah sudah mengambil ancang-ancang. Namun sang mana dan Mak Yun lebih sigap mengambil tindakan hingga Henri tercapit tubuh dua wanita tua yang garang itu.

"Mama! Kaka ipar! Kalian mau membunuh anakku?" Seru papa Henri bangkit dari duduknya menarik mama Tantri. Sementara bibi Gati menyeret Mak Yun. Maka terbebaslah Henri.

"Kau! Jangan pernah berpikiran untuk kabur! Jika mau mendapat serangan dari kedua macan ini." Dengus papa yang melihat anaknya berjingkat hendak kabur, tapi langsung urung begitu mendengar peringatan papanya.

Akhirnya semua kembali tenang dan duduk di tempat masing-masing. Mak Yun yang lebih dulu bisa menguasai emosi dan nafasnya, menatap tajam pada Hendri yang mulai tak tenang.

"Kau kemarin keluar negri operasi apa?"

Henri tertegun, ragu untuk mengatakannya.

"Katakan! Apa kamu berubah jadi bisu sekarang?" Hardik mama Tantri melempari Henri bantal sofa.

"Aaahh...." Suara manja Henri yang tak sempat menghindar. Lalu berdiri lagi.

"Aaahhh??? Berhenti mengeluarkan suara mengerikan itu Henri! Kau ini laki-laki!" Mama Tantri sudah bersiap bangkit hendak memukul anak lelakinya itu. Namun, sang suami cepat menahan lengan mama Tantri.

"Hentikan istriku, kamu jangan kalap dan membuatnya semakin sering mengeluarkan 'ah'-nya."

"Suamiku, apa kamu tak sadar? Suara ah nya itu membuat ku tergelitik untuk menghajarnya." Protes mama Tantri menatap suaminya dengan amarah yang makin meletup-letup.

"Sayang, jika kamu menghajar nya berapa ah yang akan dia keluarkan?"

"Masuk akal." Lontar paman suami bibi Gati. Lirikan sadis terarah padanya dari sang istri, pria itu langsung mengkerut.

Mama Tantri memejamkan matanya, mencoba bersabar dan meredam emosinya. Ia lalu mengurut dadanya sabar sembari duduk kembali disisi suaminya.

"Henri, jawab! Kamu operasi apa? Awas saja jika kamu sampai operasi kelamiinn. Habis kamu malam ini juga." Hardik mama Tantri mendelik galak pada anak nya yang sudah gemetaran itu.

"Papa~" rengek honey menatap papanya dengan manja.

"Anak ini benar-benar...." Geram mama Tantri mengepalkan tangannya hendak memukul Henri yang terus mengeluarkan suara yang membuatnya tergelitik ingin memukul.

"Sabar ma.. sabar... Kendalikan emosimu, ingat saat melahirkannya, kau sangat berjuang keras." Papa mencoba menenangkan istrinya.

"Justru jika ingat itu membuatku ingin menelannya hidup-hidup."

"Sabar ma, sabar...." Papa masih mencoba menenangkan. "Nanti biar papa cek apakah itunya masih ada atau sudah hilang. Jika dia sampai operasi kelamin, papa sendiri Yang akan menguburnya ma." Janji papa dengan wajah yakin. Tentu saja itu membuat Henri menelan ludahnya sangat susah. Ia menyentuh lehernya yang serasa seret.

Mama pun mengurut dada nya yang naik turun. Mencoba meredam emosinya.

"Mak Yun, jadi kamu ingin Henri menikah saja, begitu?" Tanya papa memandang Mak Yun untuk memastikan usul dari iparnya itu.

"Iya," jawab Mak Yun mantap."Jadi kita nikahkan saja Henri, jika dia bergaul dengan wanita, mungkin saja dia akan tergoda dan menjadi lurus lagi. "Dan satu lagi, kita harus mencarikannya wanita yang tangguh, berhati baja dan muka tebal tanpa rasa malu."

Papa hanya manggut-manggut saja. Sementara mata Henri melebar,

'Aahh, yang benar saja...' rintihnya dalam hati, memasang wajah kasihan.

"Masalahnya, dimana kita bisa mendapatkan wanita seperti itu? Itu akan sangat sulit." Timpal bibi Gati dengan wajah serius.

"Aku rasa ada." Paman suami dari bibi Gati bersuara."Di kampung kita ada yang memenuhi kriteria itu."

"Sungguh?" Tanya papa dengan wajah penuh ketertarikan.

"Kau jangan bercanda lagi, kami sedang serius membahas masalah Henri." Potong Bibi Gati dengan tatapan kesal.

"Jangan sebutkan jika itu laki-laki. Atau kau mau kami getok dengan meja." Mama Tantri menggebrak meja dengan mimik muka menolak tegas, mengingat paman suami dari bibi Gati tak pernah serius.

"Tidak, tidak." Pria itu menggeleng. "Kalian pasti tau Hanin kan?"

"Hanin?" Bibi Gati mengernyit kan kedua alisnya. Sementara mama Tantri memandang acuh.

"Apa maksudmu Hanindiyah?"

"Heemm...."

"Haaaa... Gadis itu aku tau," bibi Gati dengan mata berbinar terang,"dia memang cocok dengan Henri yang meletoy ini."

"Hei! Yang mana?" Mak Yun menatap dengan minat penuh.

"Kau tau gadis yang menggarap tanah milik kepala desa." Bibi Gati mencoba menjelaskan.

"Yang menggarap disana ada banyak gadis."

"Bukan! Yang ladangnya berada persis disebelah ladang stroberi kita." Lontar bibi Gati mengibaskan tangannya di udara.

"OOO, bocah itu?" Mak Yun manggut-manggut mengerti.

Sedangkan mama Tantri dan papa hanya saling melempar pandangan, heran saja, Henri anak mereka namun yang bersemangat menjodohkan justru tetua dari kampung. Aneh memang.

"Tantri besok datanglah ke kampung bersama kami. Dan temui gadis itu. Kau pasti menyukainya nanti."

Honey menggeleng, tak pernah terbayangkan olehnya, ia akan menikahi seorang gadis.

"Gadis ?? Oohh tidakk!!" Batin Honey menolak keras.

Bersambung...

Dukung terus karya Othor ini ya, dengan:

Like

Komen

Vote

Dan kasih Gift

Terima kasih.

Salam sehat dan waras.

☺️

Chap 3 Hanindiyah

"Tidak!"

"Aku tidak mau menikah! Tidak mau." Seru Henri berlari dari kejaran mamanya. Setelah para tetua pulang ke kampung, di ruangan itu hanya tinggal mama Tantri, papa dan Henri saja.

"Apa kau bilang?" Mama Tantri yang menguber Henri mendelik pada anaknya yang berterus menghindar, berlari mengitari sofa tamu. Sedangkan papa hanya duduk sambil menonton tivi, tidak begitu perduli dengan anak dan mama yang sedang uber-uberan itu.

Malah terkadang papa hanya mendorong minggir tubuh yang lewat di depannya karena menghalangi dirinya yang sedang menonton bola.

"Kau tidak mau menikah? Ha-ha, harusnya kau kububur hidup-hidup daripada membuat malu." Hardik mama Tantri masih berusaha mengejar menatap anaknya dengan garang yang kini berbatas sofa di antara mereka.

"Mama, kau salah bicara kubur bukan bubur." Lontar Henri mengkoreksi, masih mencoba menghindar.

"Tidak! Aku memang berniat untuk membuburmu! Kemari kau! Jangan menghindar!" Hardik mama Tantri lagi mengitari sofa untuk menangkap Henri yang berada di sisi seberang.

Henri masih terus menghindar, dan mama Tantri terus mengejar.

"Bocah ini!" Geram mama Tantri kesal. Ia memegangi tengkuknya yang serasa sangat berat. Ia lalu melirik suaminya yang justru asik menonton tivi. Ia menjadi tambah geram dibuatnya.

"Suamiku! Apa-apaan kau ini? Kenapa malah diam saja menonton tivi." Protes mama Tantri masih sibuk mengejar Honey yang kini berlarian menghindar mengitari sofa yang diduduki papanya.

"Sudahlah istriku duduk saja diam. Kenapa harus capek-capek mengejarnya."

"Suamiku, bisa-bisa nya kamu begitu tenang dengan anak kita yang bengkok ini. Kita harus segera meluruskannya." Protes mama Tantri masih terus mengejar putranya, yang beberapa kali mengitari sofa sang papa yang sedang menonton tivi.

"Mama, aku sangat lentur, tidak perlu di luruskan lag.....uuugggghhhh...." Henri yang berlari melintasi depan papanya tersungkur karena papa nya memalangkan kaki tiba-tiba hingga membuat Henri terjatuh.

"Papa!" Protes Henri berbalik manja.

Mama Tantri tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, ia bergegas menghampiri hendak menindih dan memiting anaknya. Namun, tubuhnya terduduk disofa samping suaminya, ternyata tangan papa lebih cepat bergerak menarik lengannya.

"Paahh!"

"Tenang ma, jangan apa-apa pakai kekerasan." Ucap papa menasehati. "Mungkin saja dia jadi begini karena mama terlalu keras padanya."

"Jadi papa mau nyalahin mama?"

"Ya nggak juga." Papa melirik gelagat Henri yang mulai merangkak mencuri kesempatan kabur saat kedua orang tuanya itu bertengkar.

"Nggak juga? Apa maksudnya."

"Aaarrggg..... Papa!" Pekik Henri yang tubuhnya sudah di capit oleh kaki papanya.

"Jangan kabur kamu."

"Papa tega sekali."

Papa terkekeh jahat. "Mari kita nikahkan saja dia malam ini. Dengan perempuan binnaal yang hobi menyiksa. Bagaimana menurutmu mama?"

"Huh, aku lebih suka membuatnya jadi sup dari pada membiarkannya hidup." Mama ikut tertawa jahat.

"Papa, mama? Sungguh kah aku ini anak kalian?" Protes Henri tidak percaya dengan ucapan papa dan mamanya.

###

Di sisi belahan bumi yang lain, disebuah desa yang masih asri dan hijau, malam itu sangatlah dingin. Hanin menyelimuti tubuh neneknya yang renta. Ia juga menyalakan penghangat dari tumpukan kayu yang tinggal Baranya di perapian.

"Nenek, tidurlah yang nyenyak." Lirihnya sembari menutup pintu bilik yang terbuat dari susunan kayu itu.

Hanin malam itu tak bisa tidur. Ia hanya duduk di luar rumahnya. Menghirup udara dingin yang menyentuh kulitnya. Ia memandang hamparan ladang milik kepala desa. Walau bagaimanapun, disanalah dia tinggal atas ijin dari kepala desa yang baik.

Dulu nya keluarga nenek Hanin yang memiliki tanah itu, namun karena anak-anak nenek yang tidak tau malu menjual semua dan kabur ke kota meninggalkan nenek dan Hanin tanpa harta apapun.

Ibu Hanin salah satu nya. Ia bahkan meninggalkan Hanin yang masih kecil bersama neneknya demi bisa bebas dikota. Baginya Hanin hanyalah beban yang membuatnya kesulitan mendapatkan suami, pengganti ayah Hanin yang telah meninggal.

Hanin adalah gadis yang kuat, kuat oleh tempaan kehidupan. Tinggal bersama neneknya saja membuat karakter Hanin lebih dewasa dari umurnya. Ia hanya memiliki nenek yang sangat ia sayangi. Ibunya? Hanin tak pernah menganggapnya ada. Baginya, sang ibu sudah mati, sejak wanita itu meninggalkannya bersama nenek di kampung itu tanpa sepeserpun.

Hanya pak kepala desa yang iba, mengijinkan mereka untuk tinggal dan bekerja menggarap ladang dengan imbalan pada umumnya, hanya agar warga yang lain tidak menaruh iri pada keluarga fakir itu.

Setelah cukup lama Hanin mencari kesejukan, ia pun masuk kedalam gubuk kayu itu. Hanin pun merebahkan tubuhnya dikamar sebelah nenek nya.

Keesokan paginya, Hanin menggarap ladang bersama pekerja lain.

"Hanin!"

Hanin menoleh kearah sumber suara. Bibi Gati tampak datang mendekat.

"Hanin, ikutlah dengan ku. Ada yang ingin ku bicarakan. Aku sudah ijin pada pak kepala desa."

"Kenapa, bi?"

"Sudah, ikut saja." Bibi Gati menarik Hanin dengan antusias hingga gadis itu menurut saja. Lawannya orang tua yang harus dia hormati dan segani.

"Nenek mu juga sudah ikut dengan suami ku tadi."

"Nenek?" Hanin mengernyit bingung."kita mau kemana dan mau apa bibi Gati?"

"Hihi, nanti kamu juga tau. Ikut saja." Ucap bibi Gati lalu dia berhenti melihat penampilan desa Hanin. Lalu ia merapikan baju Hanin, menepuk-nepuk kotoran tanah di baju gadis 20tahunan itu. Tak lupa mengambil topi yang lebar dari kepalanya.

"Kita cuci kaki dan tanganmu dulu."

"Kita mau apa sih bibi Gati?" Hanin menurut saja, namun dia tetap memandang dengan penuh tanya.

Setelah membersihkan diri didepan rumah bibi Gati, mereka pun masuk kedalam rumah. Disana cukup ramai. Bahkan neneknya pun sudah ada disana.

Bibi Gati menuntun duduk disisi neneknya. Tepat di hadapan honey dan keluarganya.

Mama Tantri tersenyum melihat Hanin.

"Berhubung anaknya sudah datang, bagaimana jika kita tanya langsung saja padanya." Ucap Mak Yun dengan jumawa.

"Hanin, ini adalah Tantri adik ku. Dia kemari untuk melamarmu untuk anaknya. Henri."

Hanin terbengong sesaat."Ya?"

Mak Yun tersenyum maklum."Apa kamu bersedia menikah dengan anak ini?"

Bersambung...

Dukung terus karya Othor ini ya, dengan:

Like

Komen

Vote

Dan kasih Gift

Terima kasih.

Salam sehat dan waras.

☺️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!