NovelToon NovelToon

Storge

Ceriwis

Langkah tergesa seorang gadis kecil berlomba dengan denting bel tanda masuk sekolah. Pagi yang cerah terasa menyesakan bagi gadis itu, percuma dia bangun pagi pagi nyatanya sekarang tetap aja kesiangan sampai di sekolah. Beruntung Pak satpam lagi baik hati, meski sudah mengunci gerbang dia masih bersedia membuka kembali gerbang itu untuk si gadis kecil.

"Makasih Pak satpam"Teriaknya ceria sembari melambaikan tangan pada Pak satpam.

Si satpam pun membalas lambaian tangan gadis itu"Dasar Neng Ghina, udah kecil gemesin pula"Gumamnya dengan senyum tipis.

Ya, gadis itu bernama Ghina Larasati, murid kelas 3 di SMA Widuri ini. meski bertubuh sedikit kecil dari yang lain tapi dia berjiwa besar. Anaknya sangat ceria dan gemar menolong sesama, dia bahkan rela membagi makanannya jika mendapati temannya termenung di jam istirahat karena tak punya uang untuk membeli makanan. Sungguh lucu bukan?? seorang anak SMA nggak punya uang untuk membeli makanan?? tapi memang begitu adanya, Ghina bersekolah di sekolah Swasta yang notabennya berisi murid murid dengan ekonomi menengah kebawah. Bahkan Rena teman sekelas dan sebangku Ghina hanya berjalan kaki jika pulang dan pergi ke sekolah, katanya biar bisa makan pas jam istirahat jadi uang transfortasinya di alih fungsikan.

Kedekatan Ghina dan Pak satpam juga tanpa alasan, di tahun pertama dia masuk ke sekolah ini Ghina mendapati Pak satpam kaya orang linglung. Dia nampak murung dan sedih, cenderung lebih banyak diam dalam beberapa hari terakhir. Jiwa jiwa kepo Ghina pun berkobar, tak tahan melihat Pak satpam seperti menyimpan beban dia pun langsung bertanya pada intinya dengan Pak satpam.

"Udah 3 hari lho Ghina liat Pak satpam murung begini? kenapa sih Pak??"Tanya nya sambil menarik sepeda motor bututnya keluar dari parkiran sekolah.

"Kaga napa napa Neng"Kilah si satpam.

"Masa?? biasanya Pak satpam ceria lho. Ghina yakin pasti lagi ada masalah ya??"

Senyum pahit tergambar di wajah Pak satpam"Hehehhe, Neng Ghina dukun ya?? atau sok tau aja nih"

"Dukun apaan?? Ghina nggak percaya sama hal begituan, yah...meskipun almarhum Kakek Ghina dukun sih Pak"

Mata Pak satpam terbelalak"Beneran Kakeknya dukun Neng??"

Ghina mengangguk"Iya beneran, masa Ghina bohong. Dosa kali Pak, ayok cerita Pak satpam lagi ada masalah apa??" Sekonyong konyong gadis itu menepikan motornya di pos satpam. Menepuk kursi kayu tempat Pak satpam biasa nongkrong.

Pak satpam bernama Joko itu menuruti ajakan Ghina, dia pun mengambil duduk di sebelah gadis itu.

"Ayok cerita, ada masalah apa??" Tanyanya bak seorang pensehat handal.

"Istri saya melahirkan di rumah sakit, dan saya...."Kalimatnya tercekat. Dia ragu apa dengan bercerita pada Ghina maka masalahnya akan terpecahkan?? emang ni anak bisa nolongin dia??

"Nggak ada biaya Pak??"Todong Ghina. Mulutnya yang ceplas ceplos membuat Pak satpam terperangah, bukan gusar tapi takjub dia dapat mengetahui masalah yang sedang mengusik hatinya.

"Neng memang cucunya Pak dukun, bisa langsung tau masalah saya"Tukasnya menunduk sedih.

"Berapa Pak??"Tanya Ghina santai.

Pria itu mengangkat pandangan"Neng mau bantu??"Matanya berbinar penuh harap.

"Berapa dulu? takutnya uang tabungan saya kaga cukup Pak"

"Kemaren dapat pinjaman sama tetangga 1 juta, sedangkan biayanya 3 juta neng"

"Berarti kurang 2 juta nih??"Sambar Ghina.

"Kaga Neng, kurang 1 juta 200 doang"

"Lah..bukannya 3 di kurang 1 sama dengan 2 Pak??"

"Bukan Neng, 1,2 aja"

Kening Ghina menyerngit"Oh..bapak dapat diskon lahiran di rumah sakit?"Terkanya 100% yakin.

"Enggak lah Neng! dalam rangka apa rumah sakit ngadain diskon orang melahirkan"

"Lah terus?? kok 3 kurang 1 jadi 1,2?? otak Ghina emang lemah pelajaran matematika tapi kaga bego bego amat Pak"Cerocosnya tak percaya jawaban Pak satpam.

"Begini Neng, biaya lahirannya 3 juta, pinjem tetangga 1 juta, nah uang saya ada 800 ribu Neng, jadi kurangnya 1,2 juta aja toh" Jelas Pak satpam panjang lebar.

Ghina tepok jidat"Bilang dong kalo uang bapak ada 800 ribu"

Pak satpam garuk garuk kepala"Neng Ghina sih maen sambar kata kata saya, kan saya belom selesai ngomong tadinya"Cengirannya menular kepada Ghina.

Jadi yang rada rada nganu Ghina apa si Pak satpam ya??

"Hihihi, ya maaf Pak Ghina kan semangat banget pengen bantuin bapak" Ujarnya mengumbar tawa. Gigi kelincinya terlihat jelas di bibir mengembangnya. Benar benar gadis cantik dengan hati yang cantik.

"Jadi Neng Ghina bisa bantu saya?"Ketar ketir Pak satpam ingin memastikan niat baik Ghina.

Wajah gadis itu nampak sangat bersemangat"Iya dong pak"

Terharu, mata Pak satpam memerah karena terharu. Ghina bukan siapa siapanya tapi begitu bersemangat ingin menolongnya. Padahal ini perihal uang lho, dan kata orang nih uang nggak bersaudara. Namun nampaknya hal itu tak berlaku bagi Ghina, gadis baik dengan kebesaran jiwanya.

"Pak satpam tunggu di sini dulu ya"

"Neng Ghina mau kemana??"

"Kekantor Pak, ambil uang tabungan Ghina di kepala sekolah"

Sudut bibir Pak satpam menurun, pengen nangis beneran ini satpam"Neng baik bener sih___"

"Ya elah Pak, santai. Inget bayar bunganya ya Pak, 30%"

Pak satpam melongo mendengar kata kata Ghina"Pinjem duitnya pake bunga 30% Neng?? serius??"

"Hahahhahahha"Ghina tergelak tawa. Udah bapak bapak masih polos aja ni Pak satpam.

"Bercanda Pak bercanda, Ghina kaga mau mati di tolak bumi Pak"Ujarnya tertawa sambil berjalan hendak ke kantor.

Satpam itu mengelus dada, syukur deh ternyata Ghina becanda doang.

Di kantor kepala sekolah...

"Buat apa ngambil uang di tabungan kamu?? katanya kamu nabung buat biaya kuliah"Bu Jamela, si kepala sekolah yang masih bujang meski usia sudah tak lagi muda. Emosinya bagai pelana kuda, kadang turun kadang naik tapi lebih sering naik sih. Dengan kaca mata sedikit melorot dia mampu membuat murid murid merinding hanya karena lirikan mautnya. Namun..hal itu tak berlaku bagi Ghina, semua guru baik di mata Ghina. Berprasangka baiklah kepada sesama niscaya dia akan berlaku baik seperti dugaan kita, begitu kata kata mutiara Ghina jika gosip gosip yang mengatakan Bu Jamela itu galak dan sadis.

"Buat apa kamu menarik uang tabungan sebanyak ini??"Tanya Bu Jamelah bertanya untuk kedua kalinya. Dia tau uang ini hasil tabungan Ghina sejak masih SMP, gadis itu sengaja menabungkan kembali uangnya ketika masuk SMA ke pihak sekolah karena nggak percaya pada dirinya sendiri. Bisa saja Ghina menyimpan uang itu di rekening sang Ayah, tapi...uang itu uang rahasia. Ghina ingin memberi kejutan dengan masuk universitas memakai uangnya sendiri, nggak seru kan kalo Ayah tahu Ghina udah punya biaya sendiri. Bukan kejutan lagi dong namanya.

Ghina beradu pandang dengan Bu Jamela, kaya orang pacaran yang lagi curi curi pandang gitu. Hehehhe

"Di tanya kok malah balas tatapan saya?? nggak takut saya makan?"Ketus Bu Jamelah.

"Kayak Ibu bisa makan orang aja"Ujar Ghina tersenyum manis. Senyum andalan seorang Ghina.

"Ih ni bocah, buruan jawab uangnya buat apaan??"Geram Bu Jamelah.

"Buat lahiran Bu"

Mulut Jamela menganga, tak menyangka akan jawaban absurd siswinya ini. Kirain buat poya poya atau apa kek gitu. Ini kok buat lahiran??

"Buat lahiran?? kamu jangan macam macam ya Ghina, mau Ibu gantung di pohon pete??"

"Lah napa jadi pengen gantung Ghina, Ghina mau ambil uang tabungan 1 juta 200 Bu, bukan minta di gantung di pohon pete. Mending petenya di bikin lalapan, sama sambel terasi wew sedap kali Bu"

Bu Jamela menelan saliva, kurang asem ni bocah. Pinter bener memperpanjang obrolan. Lelah meladeni Ghina yang terkenal setengah sinting Bu Jamelah mengambil buku jurnal besar, meneliti catatan tabungan Ghina. Setelah mendapatkan catatan itu dia mengurangi jumblahnya dengan nominal yang akan Ghina ambil kemudian menjumblahkannya kembali.

"Mau pake amplop apa langsung aja nih?"Tanya nya ketus.

"Pake amplop dong Bu"

"Emang buat apa sih uangnya??"Tiga kali sudah, rasa penasaran membuat Bu Jamela tak menyerah ingin mengetahui sebab Ghina menarik uang tabungannya.

Ghina menarik napas panjang kemudian menghelanya panjang pula.

"Buat lahiran Ibu Jamelah yang cantik binti aduhai"

"Ugh!! Ibu nanya baik baik kamu jawabnya buat lahiran terus. Kamu nggak lagi mau melahirkan kan??" Poni rata ala Okiku si boneka hantu dari Jepang Ghina di acak acaknya. Lama lama bikin naik darah ni anak.

"Emang buat lahiran Ibu, lagian emangnya harus Ghina yang lahiran kalo mau pake uang itu buat lahiran?? kaga kan Bu?"

Jamelah nampak frustasi, dia memijit keningnya berkali kali"Nih bawa uang kamu. Buruan minggat sana!yakin bukan kamu yang mau lahiran kan??"

Gadis itu mengelus perutnya"Bu, nih perut Ghina langsing begini gimana mau ngelahirin, lagian nih Bu kalo sampe Ghina ngelahirin yang ada bukan Ibu yang mau gantung Ghina di pohon pete tapi Ayah sama Ibu Ghina di rumah"

"Iya iya, udah kelar urusan kita. Kamu pulang deh"Usir Jamelah jengah.

"Lagian nih Bu, Ghina jomblo gimana mau__hummpphhfrh"

Bu Yayang yang dari tadi menahan diri menyaksikan keceriwisan Ghina akhirnya tak bisa menahan diri lagi. Dengan mulut terbungkam Ghina di tarik paksa dari ruangan"Kamu cepetan pulang, ntar yang mau lahiran malah kaga jadi lahiran nungguin kamu"

"Hihihihi, bener kata Ibu Yayang. Ih Ghina makin sayang sama si Ibu"

Bu Yayang buru buru balik badan. Bisa setres kaya Jamelah meladeni Ghina yang banyak omong ini.

Dengan langkah ceria sambil bersenandung Ghina menuju gerbang sekolah dan singgah di pos Pak satpam lagi.

"Nih uangnya"Dengan wajah polos gadis itu menyerahkan uang dalam amplop pada Pak Joko.

"Neng, bapak makasih banyak banyak sama eneng"

"Santai dong Pak, kita hidup kan buat saling tolong menolong. Kita harus berguna buat bangsa dan negara"

"Hick hick Neng Ghina, makasih banget Neng"Air mata bahagia hendak jatuh dari pelupuk mata Pak Joko.

"Jangan nangis dong Pak, malu sama otot"Sindirnya pada otot Joko yang memang lumayan menonjol itu.

Joko pun menahan diri agar tak benar benar menangis"Jadi Neng, saya bayarnya nyicil boleh kaga??"

"Boleh dong, gampang Pak. Inget 30% nya yak"Canda Ghina lagi.

"Neng Ghina!!"

Gadis itu tetawa lebar sambil menstater motor bebeknya"Canda Bapak!!"

Di sela sela candaan itu ponsel di saku seragam Ghina berbunyi. Itu bunyi notif pesan Wa masuk.

"Hummm, apakah manusia setengah devil itu lagi??"Ujarnya bergumam.

📩:"Cebol, beliin cendol depan taman kota, yang manis tapi nggak boleh banyak gula merahnya" Joen si Tuan muda kedua yang mengirim pesan.

Gigi Ghina bergetar, Cebol!!selalu memanggilnya dengan sebutan cebol. Dasar anak majikan setengah devil.

📨:"Maaf Tuan saya masih di sekolah"Balas Ghina menarikan jemari di atas layar ponsel.

Pesan terkirim dan langsung di balas.

📩:"20 menit sampe ke hadapanku tu cendol aku bayar 3 kali lipat dari harga cendol"

Alis Ghina menukik naik sebelah saja. Dia kembali membalas pesan itu.

📨:"5 kali lipat berangkat"

Joen menggigit bibir di seberang pesan, Ghina tetaplah Ghina. Anak sang koki di rumahnya yang punya mental baja. Joen sangat suka mempersulit hidup gadis itu dan gadis itu sangat suka mempersulit hidup Joen. Keras kepala di balas keras kepala, ujung ujungnya Joen akan memberikan imbalan kemudian memberikan tantangan kepada Ghina.

📩:"15 menit aku bayar 10 kali lipat"Sebuah tawaran yang sangat menggiurkan.

📨:"Berangkat Bos ku!!!"

Ghina segera minggat dari sekolah"Ghina pulang ya Pak Joko"Teriaknya sambil berlalu.

"Hati hati Neng"Balas Pak Joko juga berteriak.

To be continued...

Happy reading.

Salam anak Borneo.

Kang paksa!

Siang yang panas, gerah, dan gersang. Matahari benar benar menampakan kegagahannya hari ini, menggigit dan membuat meringis siapa saja yang berani berdiri lebih lama di bawah sinarnya.

Peluh sebesar biji jagung berjatuhan di balik poni rata yang di miliki Ghina, gadis itu tengah mengipas tubuhnya menggunakan kardus bekas menuman gelas yang tergeletak di sudut kedai kang cendol.

"Kang bisa cepet dikit nggak?? bisa rugi besar kalo saya telat nganterin minuman ini" Ghina mulai mengeluh, udah 3 menit waktunya terbuang di sini.

"Sabar atuh Neng, sebagai warga negara yang baik dan taat peraturan Neng harus ngantri dulu"

"Saya udah ngantri dari tadi Kang" Jutek Ghina.

"Iya tapi antrian Neng belum sampai giliran, yang sabar atuh Neng gelis"Bujuk Kang Cendol.

"Bang, saya beli deh cendol abangnya. Please kepepet banget ini"Jalan pintas seorang Ghina. Dari pada membuang waktu menunggu giliran mengantri dia berniat membeli kembali cendol pelanggan yang sudah jadi.

"Maaf Neng saya juga mau cepat"

"Saya beli 10 ribu deh Bang"Bujuk Ghina.

"Antri aja deh Neng"Tolak si Abang halus.

"15 ribu deh"Tawar Ghina lagi.

Abang itu nampak bingung, dia sama keburunya dengan Ghina. Sebagai kang go-food dia harus cepat mengantarkan pesanan pelanggan. Mana abis ini harus beliin makanan lain sedangkan si pelanggan pesannya jalur kilat bin gledek. Hayo...harus segera kan nganterin pesanannya.

"Neng, itu mah namanya toko di atas toko, kedai di atas kedai. Sabar atuh Neng, pelanggan saya bisa kabur kalo Neng Ghina ngotot begini" Si Kang cendol langganan Ghina ini paham dan kenal betul dengan tabiat Ghina. Pengennya serba kilat tapi kan tetap harus ngantri.

"Kang...bayaran Ghina bakal di babat habis sama anak majikan"Keluhnya memelas.

"Di kasih waktu berapa menit sih??"Tanya nya sambil terus membuatkan pesanan pelanggan.

"15 menit"Ghina mengarahkan 5 jarinya tiga kali kepada Kang cendol.

"Gila!, perlu Akang kasih obat pencuci perut nggak cendolnya?? biar kapok tu anak majikan"

"Hahaha, jangan Kang. Ntar Ghina juga yang repot. Ayolah bikin punya Ghina aja dulu. Pleaseeee"Ghina memohon pada Kang cendol kemudian melirik sekilas pada pelanggan yang lagi ngantri di depannya.

Di pandang pandang cakep juga ni orang, senyum terus sama Ghina dari tadi. Ghina kan jadi malu, salah tingkah juga.

"Sabar"Jika ada kontes manusia paling adil sekomplek mungkin Kang cendol lah pemenangnya. Demi apa pun dia kaga bakal menerobos antrian hanya demi seorang Ghina. Hahahha, ternyata persahabatan mereka nggak erat erat banget kan.

"Ugh!! Ghina doa kan yang kaga baik lho Kang"

"Eh pake ngancam! Akang ngambek lho, kaga di bikinin cendolnya mau??"

"Maaf!! ampun Kang, canda doang!"Ujarnya mesem mesem.

Kang cendol mencibir Ghina sembari memberikan cendol yang sudah dia racik pada si pelanggan.

"Makasih Kang"Ujarnya sembari membayar. Memberikan pecahan 5000 dua lembar pada Kang cendol dengan senyumnya.

"Udah kan, sekarang punya Ghina"

"Enak aja, giliran mbak sono"Tunjuk Kang cendol pada mbak mbak muda yang hamil besar.

"Ya salam, hamil pula mbak itu. Mana berani Ghina menyalip antrian"Gumamnya menghela napas.

"Nih"Sebungkus cedol di berikan pelanggan cowok tadi kepada Ghina.

"Eh"Ghina melongo.

"Buruan ambil, ntar telat nganterin cendolnya"

"Hehehhe, makasih Abang cakep"Senyum manis andalan Ghina dengan dua gigi kelincinya membuat luluh hati si pelanggan.

Gadis itu memberikan uang 5000 kepadanya. Namun dia menolak.

"Kaga mau di bayar??"

"Ambil aja"

"Udah cakep baik hati kaga sombong, dermawan pula. Kaga kaya si ono___"Ujung mata Ghina melirik Kang cendol.

"Pernah di getok pake centong cendol kaga Neng??"Tatap kang cendol horor.

Bulu kuduk gadis itu merinding. Ngeri banget tawaran Kang cendol.

Ghina mundur perlahan"Belom dan kaga mau ngerasain Kang"

Si Akang mendengus kaya banteng.

Pelanggan cowok itu terkekeh melihat tingkah Ghina. Gadis cantik yang ceria, itulah kesan pertamanya terhadap Ghina.

"Bang makasih ya"Ujarnya perlahan menjauh.

Cowok itu mengangguk.

"Duluan ya Bang"

"Iya, hati hati"

"Kang"Sempat sempatnya Ghina memanggil Kang cendol.

"Apa lagi sih!?"

"Saranghae Kang"Teriak Ghina dengan gelak tawa.

Meninggikan suara Kang cendol kembali mengancam Ghina"Mau saya sleding sampe Korea Neng??"

"Galak amat kaya gukguk tetangga"Teriak Ghina lagi.

Kang cendol kesal bukan kepalang, sedangkan Ghina ngacir dari kedai kang cendol dengan gelak tawa. Meninggalkan Kang cendol yang hanya bisa geleng geleng kepala.

Gadis itu kembali bersenandung di atas motor bebek kesayangannya. Melajukan kuda besi, eh salah..bebek besi butut itu menuju kediaman Charllote.

Waktu terus berjalan, tepat di menit ke 35 menit Ghina tlah sampai di kediaman Charllote. Gara gara ngantri Ghina jadi telat banget, padahal jarak sekolah sama kedai kang cendol deket banget kok, kediaman Charllote juga deket banget dari jangkauannya. Ibarat kata nih bersin di sekolah saja Ghina udah bisa sampe ke kedai cendol, begitu juga dari kedai cendol ke kediaman Charllote. Deket banget kan??!

"Siang Neng Ghina"Mr.So lebih dulu menyapa Ghina. Rekan kerja sang Ayah ini tersenyum lebar kepadanya.

"Siang Mr.So"Sahut Ghina sendu.

Mr.So yang bernama asli Solihin ini menatap Ghina lekat lekat.

"Kok lesu Neng?"

Gadis itu menarik bibirnya ke bawah"Tuan Joen ada Mr??"

"Kuliah Neng"

Tubuh kecil Ghina merosot di pagar gerbang"Dasar Tuan Joen jahat!! nggak bilang kalo dia lagi di kampus"Pekiknya kesal bukan kepalang.

Mr.So membuang napas berat"Di kerjain lagi Neng??"

"Kayaknya iya deh Mr"

Pria paruh baya itu tertawa geli. Joen dan Ghina selalu saja nggak bisa akur, selalu saja saling menyulitkan. Seperti sekarang ini, Joen memesan cendol kepada Ghina tapi dengan sengaja tak memberi tahu bahwa dia sedang berada di kampus. Niat banget kan ngerjain Ghina nya.

"Ya udah deh, Ghina masuk ke dalam ya Mr"Ujarnya pasrah.

"Iya Neng, senyum dong. Jangan sedih di kerjain terus sama Tuan muda"Mengepalkan tangan dan mengangkatnya ke udara, dia memberi semangat kepada Ghina"Semangat Neng"

Gadis itu tersenyum pahit, apa hendak di kata. Kali ini Joen berhasil membuatnya susah, awas kau Tuan Joen!!Teriak hati Ghina.

Terseok seok Ghina memasuki pekarangan besar kediaman Charllore, melewati taman bunga dan kolam ikan.

"Ikan oh ikan kenapa engkau....."Jongkok di depan kolam gadis itu bagai orang gila yang lagi ngomong sama ikan.

"Kenapa...apa nya yang kenapa??"Ujarnya ngomong sendiri.

Lelah di kerjain Joen, lelah mengejar waktu, panas panasan naik motor di tengah hari demi membeli cendol buat Tuan muda setengah devil, tubuh kecil Ghina singgah sebentar di tempat itu. Duduk di kursi taman dekat pohon nan rimbun.

"Kalian pernah di jahilin sesama ikan kaga??"

"Kaga"Sahut suara yang sengaja di kecil kecilkan.

"Enak dong, beda sama aku. Bertahun tahun aku selalu di kerjain sesama manusia namun beda kasta, ugh!pengen aku santeeee__" Kata kata Ghina terhenti. Ngajakin ikan ngomong terus ikannya nyahut??

"Sejak kapan kalian bisa ngomong??"

"Sejak sekarang"Sahut suara itu lagi.

"Gila, kaya sinetron di chanel ikan terbang dong. Kalian aneh tau"Celetuknya lagi.

"Kamu yang aneh"

"Eh...songong pula ikan ini, mau aku goreng??"Ancamnya. Kasihan si Ghina, saking lelahnya selalu di jahili Joen sekarang otaknya rada rada miring. Dari tadi lancar bener ngobrol sama ikan.

"Coba aja goreng aku___, uhuk uhuk"Suara itu tersedak dan suaranya pun mengungkap siapa dia sebenarnya.

"Tuan Jung"Pekik Ghina mencari keberadaan pengisi suara ikan.

Jung terpingkal di sela sela tanaman rimbun, ni cewek beneran kocak apa kelewat bego. Perutnya geli bagai di kocok kocok dan mentertawakan kebodohan seorang Ghina.

Cemberut, menekuk wajah dengan bibir monyong karena kesal. Hari ini benar benar hari yang menyebalkan.

"Udah gila apa baru hampir gila??"Tanya Jung duduk di sebelah Ghina yang tertunduk kesal. Dia emang oon, dan tertangkap basah dalam kebodohan itu sangat memalukan banget.

Ghina tak berniat menjawab pertanyaan Jung, udah jelas Tuan muda ini senang sekali melihat kebodohannya.

"Cie manyun, jangan lama lama manyunnya ntar memble permanen tu bibir"Ledek Jung.

Ghina menelan ludah, masih menahan diri demi kebaikan dirinya. Dia masih muda, harus pandai menahan emosi agar tak gemar marah marah. Salah satu impian Ghina adalah menua dengan wajah minim kerutan!

"Cie ngambek"Ledek Jung lagi.

"Udah Tuan"Sahutnya mencoba tertawa.

"Cie ketawa"

"Tuan...."Suaranya mulai jengah.

"Cie ngomong sama ikan"

"Tuan Jung!!"Teriak Ghina habis kesabaran.

"Buakakakkaka"Jung semakin tertawa berhasil membuat Ghina kesal.

"Kasihan cantik cantik gila"

"Ya elah Tuan, udah dong ngeledeknya"Wajah manis itu mulai terlihat masam. Dia benar benar lelah hari ini. Keringatan karena panas panasan, ke rumah majikan malah yang pesan cendol kaga ada di rumah, pake curhat sama ikan pula. Di ledekin di ketawain di katain gila, sekuat kuatnya hati Ghina dia tetap cewek yang punya air mata.

Jung meredam tawanya, meski masih ingin tertawa namun pria itu mencoba untuk tidak tertawa lagi.

"Siapa yang pengen kamu santet?? aku apa Joen??"Teringat curhatan Ghina pada si ikan tadi membuat Jung penasaran kepada siapa Ghina hendak melayangkan santet nya. Wew sadis juga ni anak koki.

"Nggak ada"Sahutnya datar.

"Aku ngeselin ya??"Kini Jung duduk sejajar dengan Ghina di kursi taman.

"Iya"Sahut Ghina tanpa basa basi. Dari kecil dirinya sudah sering ikut sang Ibu bekerja di kediaman Charllote, tumbuh dan besar mengikuti sang Ibu bekerja di sini membuat Ghina akrab dengan anak anak majikan Ibunya.

Dari kecil sudah menjadi bahan ejekan dua Tuan muda di sini membuat Ghina tak sungkan lagi beraduk argumen pada Joen juga Jung.

"Sama Joen kesel nggak??"

"Beh kesel banget Tuan"Jujur Ghina. Yah...tingkat kejahilan Joen memang lebih tinggi di banding kejahilan Jung padanya, tapi tetap saja sama sama jahil.

"Berarti Joen dong yang mau kamu santet??"

"Enggak kok, canda doang kok Tuan. Ghina nggak mau mati di tolak bumi gegara main santet"Ucapnya lagi.

Jung menarik senyum di bibirnya, dia tau Ghina cuman asal ngomong kok tadi. Dia tau betul karakter Ghina yang cuman kasar di mulut tapi lembut di hati.

"Maafin Tuan muda yang cakep ini ya, hari ini aku udah puas jahilin kamu. Nanti sore sampe malam aku nggak akan jahil lagi"Jarinya membentuk hurup V mengarah pada Ghina.

Ghina menatap Jung tak percaya.

"Biasa aja dong liatinnya, aku memang cakep kok. Awas jatuh cinta"Peringat Jung.

"Hupffhhh!! Tuan memang penuh pesona tapi nggak mempan sama saya"Celotehnya sambil beranjak dari kursi taman. Sudah cukup duduk santai di sana, dia harus segera membantu Ibu di dapur.

"Beneran pesonaku nggak ngefek ke kamu??"Tanya Jung mengiringi langkah Ghina ke area dapur.

"Iyalah Tuan, Tuan mah B aja di mata saya" Sahutnya cuek bebek.

"Keseringan aku kerjain jadi kamu nggak terpesona gitu sama aku??"

"Hem"Ghina mengangguk.

Jung menarik lengan Ghina dan menatap Gadis itu lebih dekat.

Bulu mata yang panjang dan lentik, mata yang tajam dengan bola mata yang indah. Ghina yang cewek merasa tersaingi dengan kecantikan bola mata dan mulu mata lentik alami Jung.

"Gimana?? hati kamu bergetar?? ada yang ingin kamu ucapin?"Ujar Jung sangat percaya diri akan pesonanya.

Ghina menganguk pelan.

Jung tersenyum puas"Pesona seorang Jung memang nggak bisa di tolak wanita manapun" Rasa percaya diri membuatnya melambung tinggi ke angkasa, dia pun menjauh kembali dari wajah Ghina.

Ghina menarik Tengkuk Jung, tubuhnya yang tinggi membuat Ghina berjinjit mengejar pandangan pria itu. Mata mereka kembali beradu namun kali ini Ghina yang memimpin aksi, tak berkedip Ghina menatap lekat ke dalam mata Jung.

1 detik...

2 detik....

3 detik....

Ada yang bergetar di hati salah satu dari mereka. Dan yang jelas itu bukan hati Ghina.

"Ck, Tuhan nggak adil banget sih. Tuan cowok tapi di kasih mata dan bulu mata yang cantik begini"

"Eh??"Kata kata Ghina membuat Jung melotot. Hello!!! Jung pikir Ghina terpesona dengan wajah tampannya, gadis ini punya hati nggak sih?? atau...

"Kamu penyuka sesama jenis ya Ghin?"Pertanyaan Jung membuat Ghina menatapnya malas.

"Enak aja, saya normal Tuan"Mereka menyusuri lorong menuju dapur.

"Aku cakep banget lho tapi kamu nggak berdebar pandang pandangan sama aku?? kaya barusan??"

"Hahahhaha"Tawa Ghina pecah. Bergema memenuhi lorong panjang itu.

"Dih kok malah ketawa sih??? serius kamu nggak deg deg an??"

Ghina menutup mulutnya yang masih tergelak tawa.

"Hei jawab dong"Desak Jung. Baru kali ini ada cewek nggak meleyot di tatap begitu dekat olehnya. Harga dirinya merosot jatuh ke dasar bumi di depan seorang Ghina sang anak koki.

Merasa Jung kesal akan tingkahnya Ghina semakin mentertawakan Jung. Sekarang giliran Ghina yang mentertawakan pria tinggi ini.

Gemas terus di tertawakan Ghina, Jung mengacak ngacak rambut gadis itu hingga berantakan.

"Anak singa"Ledek Jung. Rambut Ghina sangat berantakan dan...memang seperti rambut singa.

"Jahat kan. Katanya udah cukup nakalnya hari ini"Serunya menghindari tangan jahil Jung.

"Hahahha, bonus dong"Ghina si cebol tak bisa menghindari serangan tangan Jung. Merengek minta di lepaskan Jung malah semakin mengacak ngacak pucuk kepala Ghina.

"CEBOL!!"Teriak Joen di ujung lorong.

To be continued...

Happy reading. Jangan lupa like fav dan komennya kakak 😄

Salam anak Borneo. 

Perkara Cendol

Ghina dan Jung mematung karena teriakan Joen di ujung lorong. Sinar matahari nan terik di luar sana mencipta siluet seorang Joen yang sedang terbakar amarah. Bayangnya bagai seorang Goku yang bersiap mengeluarkan jurus kamehameha sang gelombang penghancur kura kura. Lah...napa jadi ngomongin son Goku??intinya Joen marah. Udah gitu aja!

"Cebol, mana cendol pesanan aku??katanya 15 menit bakal sampai di hadapanku?? nih ya rasa manis sedang dari cendol itu udah menari nari di lidah aku, demi cendol itu aku rela nungguin kamu di parkiran kampus??kamu niat kerja apa kaga sih??mau dapat uang tambahan kaga sih??"

"Ada kok cendolnya"Sahut Ghina sembari membenahi rambut yang berantakan.

"Udah basi"Cecar Joen.

"Baru di beli sejam yang lalu masa udah basi"

"Udah basi lah, katanya 15 menit taunya 1 jam. Untung aku nggak lagi ngidam___"

"Laki ngidam?? sama gilanya nih bedua" Tunjuk Jung pada Ghina dan Joen bergantian.

"Memang ada kok laki laki ngidam" Joen membela diri

"Oke laki laki ngidam, tapi Orang ngidam harus ada pasangannya, lah kamu belum nikah udah ngidam ngidam aja. Jangan jangan kamu udah eo eo yak" Tuduh Jung seenak jidat kebo.

"Hyung!! ucapan adalah doa. Awas kedengaran Mamah, bisa di parut tu congor"Sergah Joen. Lagian ngomongin ngidam, akh si cendol bikin omongan kemana mana nih.

Mulut Jung mencibir dengan mimik wajah menyebalkan"Udah ah, kalian lanjur bertengkar deh. Kebanyakan ketawa aku harus maskeran dulu takut muncul kerutan di wajah berharga ini"

"Najis"Umpat Joen.

Jung menulikan telinga, energinya sudah terkuras banyak setelah bercanda dengan Ghina tadi. Untuk sementara dia mundur dulu dari dunia bergelutan.

Bukan hanya Jung yang lelah, Ghina malah sangat lelah. Di bentak Joen seperti tadi jelas membuatnya gusar tapi Ghina masih ingin menjalani masa tua tanpa kerutan di wajah. Kali ini dia memilih bersabar dan nggak balas marah kepada Joen.

"Mana es cend__"

"Nih"Bungkusan cendol Ghina sodorkan tepat di wajah Joen. 1 senti 2 senti deket amat sama hidung Joen.

Dasar si Ghina jahil juga nih, Joen sudah meredam emosinya ketika menagih cendol itu namun cara Ghina menyodorkan minuman itu memicu amarah Joen kembali.

"Panasin" Perintahnya ketus.

"Mana ada es cendol panas"

"Ada, kamu yang bikin"

Pasrah, Ghina menerima saja permintaan Joen.

"Pake es batu kaga??"

"Namanya juga es, jelas pake es batu lah Cebol"

"Panas kaga??"

"Kan tadi aku udah bilang di panasin"Gemas Joen pada Ghina.

Ya Tuhan, punya majikan unik banget. Gimana cara Ghina menciptakan Es cendol panas?? sedangkan panas sama dingin kaga bisa menyatu??

"Tuan Joen pernah liat es batu dalam air mendidih kaga??" Tanya Ghina dengan kepala terasa berat. Lama lama longor juga tu rambut sakit setresnya memenuhi selera aneh Joen.

Tuan muda kedua menggeleng.

"Tuan yang kaya raya dan sering makan di restoran mahal aja kaga pernah menu minuman aneh begitu, kenapa minta saya bikin es cendol panas?? yang ada hati saya nih yang panas?? jangan ngadi ngadi dong Tuan. Saya manusi biasa bukan dewa, saya juga bukan mbak Jinny yang bisa memenuhi semua keinginan aneh Tuan muda"Omelan Ghina panjang banget kaya kereta api. Joen sadar permintaanya di luar nalar tapi sama seperti Jung, Joen suka melihat Ghina kesal dan mengomel.

"Ya sudah tambahin es batu sana"Usirnya memberi aba aba agar Ghina segera pergi dari hadapannya.

"Nah gitu dong, ngasih pekerjaan yang bener. Jangan minta yang aneh aneh kaya permintaan Nobita ke Doraemon"Tersungut sungut gadis itu melangkah memaski area dapur. Meninggalkan Joen yang terkekeh geli mendengar ocehannya.

"Eh Doraemon cebol"Panggilnya lagi.

"Apalagi Tuan Nobita"Setengah hati Ghina berbalik menatap Joen.

"Enggak, manggil doang"

Telinga Ghina merah memanas, kaya cerobong kereta api yang mengeluarkan asap. Otaknya mendidih ingin meledak, seandainya di dunia ini ada beras yang bisa meningkatkan kesabaran, mungkin Ghina akan bercocok tanam beras cap sabar itu saja di pedesaan nan jauh dari jangkauan Joen dan Jung.

"Hihihi, di kerjain Joen apa Jung?"Nyonya Sook menyambut Ghina dengan tawa. Semua penghuni kediaman Charllote hapal betul dengan langkah terseok seok Ghina, tertunduk lesu dan membuang napas panjang berkali kali.

"Enggak kok Nyonya"Memaksakan tersenyum Ghina enggan mengadukan kejahilan dua Tuan muda padanya hari ini. Dia tak ingin di ledek tukang ngadu, lagian tanpa di kasih tahu Nyonya Sook udah tau kok pelaku pembullyan terhadap Ghina di kediamannya ini.

"Maaf ya Ghin, anak anak saya bikin kesel kamu terus"

"Enggak Nyonya, Nyonya nggak salah"

"Saya tau kok perilaku mereka sama kamu, di rumah ini kan ada CCTV"

Ghina hanya bisa tercengir, Nyonya Sook benar segala kejadian di kediamannya ini dapat dia pantau dari kamera CCTV dan kenakalan para Tuan muda itu jelas tertangkap kamera pintar itu.

"Kamu nggak kapok kan ikut bekerja di sini?"Tanya wanita itu lembut. Sangat tak di sangka wanita lembut ini melahirkan anak anak yang jago saling hina. Saling ejek dan banyak lagi tingkah menyebalkan Ghina. Untung cakep cakep, jadi kelakuan mereka dapat sedikit termaafkan karena wajah tampan mereka.

"Enggak Nyonya, saya senang bekerja di sini. Selain bantuin Ibu saya juga bisa nambahin uang tabungan saya buat kuliah nanti"Bisik Ghina pelan. Dia tak ingin tabungannya itu ketahuan sang Ibu yang tengah sibuk mengiris sayuran di pojok dapur sana. Dan Nyonya Sook paham betul akan maksud Ghina. Dia juga tahu tentang tabungan Ghina itu, dulu dia pernah menanyakan akan di apakan gajih yang dia berikan kepada Ghina dan dengan polosnya gadis itu mengatakan akan dia tabung demi masuk universitas jika lulus SMA nanti.

"Anak baik, semoga dapat jodoh yang baik ya"Ujarnya menyelipkan doa seraya mengusap pundak Ghina lembut.

Tersenyum manis bak gula jawa, begitulah senyum manis seorang Ghina.

Usai berbincang sesaat dengan Ghina Nyonya Sook pergi ke taman belakang, sore ini dia akan mengadakan acara merangkai bunga bersama teman teman sosialitanya. Bukan acara besar baginya namun sangat mewah bagi Ghina. Vas vas antik akan bermunculan, koleksi bunga bunga unik dan mahal nya pasti juga akan di pamerkan pada teman temannya. Dan tak lupa cemilan import yang dia datangkan dari berbagai negara, cacing cacing di perut Ghina akan bersorak gembira. Nyonya Sook yang pemurah pasti akan mempersilahkan Ghina dan para pelayan lain juga ikut mencicipi cemilan cemilan itu. Tak lupa teh import kebanggan Nyonya Sook, Ghina pasti akan sangat sibuk malam ini.

But its okay, seperti biasa jika Nyonya Sook mengadakan acara seperti ini Ghina dan Ibunya yang biasa pulang ke rumah jam 7 malam akan lembur sampai acara selesai. Dan...uang lembur pasti ada dong. Selama itu di bayar Ghina mah oke oke saja.

"Tok tok tok, Tuan Joen es cendolnya udah siap"Serunya di muara pintu kamar Joen.

"Masuk"Sahut suara berat dari dalam sana.

Pelan pelan Ghina meletakan cendol itu di atas meja belajar, sesuai kode anggukan Joen yang mengarah para meja belajar.

"Saya permisi Tuan"Ujarnya usai melakukan apa yang Joen pinta.

"Bentar, diam di situ"Perintah Joen membuat Ghina mematung di depan pintu.

"Aku tadi pesennya apa??"

"Es cendol"

"Dengan racikan??"

"Manis tapi nggak banyak pake gula merah"Sejujurnya hati Ghina mengumpat. Bagaimana bisa dia meminta cendol yang manis tapi kaga mau di pakein gula merah?? sedangkan yang bikin manis kan si gula merah itu??

"kok cendolnya nggak pucat?"

"Ya salam!! ini kan cendol racikan normal"Jerit hati Ghina.

"Anu, cendolnya udah seger Tuan. Udah sehat dia makanya kaga pucat"Dan jawaban jenis apa itu, Joen memalingkan wajah menahan tawa.

"Oh..jadi selama ini cendol yang aku minum lagi sakit?"

"Iya, eh...kaga sih Tuan"Serba salah Ghina bingung mau ngasih jawaban seperti apa.

"Dasar cebol"Gumam Joen sangat pelan. Ghina pun tak mendengar ucapan Joen itu.

Mengesap cendol berharap rasanya akan sesuai dengan selera. Tapi...

"Bwehh!!, manis banget!! ini pasti pake gula merah. Kamu ngerjain aku kan??"

Terciduk, Ghina mengantup bibir pasrah.

"Beliin yang baru"Perintah Joen.

"Tuan....besok aja ya"

"Nggak! aku maunya sekarang"

"Nyonya ngadain acara merangkai bunga Tuan, saya harus bantuin Ibu di taman bunga"Jurus andalan Ghina, bawa bawa nama Ibu. Joen sangat lemah terhadap Ibunya, dari kecil di asuh sang Ibu hingga berganti menjadi koki di kediaman itu membuat Joen sangat menyayangi Bibi Mae, Ibunya Ghina.

"Oke, demi Bibi Mae aku akan bersabar menikmati cendol pucat itu"Sindir Joen.

Dia menyuruh Ghina duduk di meja belajarnya. Dan gadis itu menurut dengan patuhnya.

"Abisin cendolnya"Ghina kaga suka santan, Joen tau itu dan dia suka bikin Ghina eneg karena meminum santan.

"Minumnya di dapur aja Tuan"

"Heit"Joen menahan pundak Ghina yang hendak berdiri.

"Mau aku bayar 10 kali lipat nggak?"

"Mau mau 😍"Dasar Ghina mata duitan 😂.

Joen menyiapkan uang 50 ribu di atas meja belajar"Segini kan??"

"Iya Tuan"Cengir Ghina.

"Naik pangkat ni cendol, harga 5000 jadi 50 ribu gegara masuk kediaman Chaellote"

"Iya Tuan iya, jadi cendol sultan deh namanya"Paham minta di puji Ghina pun bermulut manis memuji muji Joen.

"Udah menjilatnya?? buruan minum tu cendol"Sindir Joen pada mulut manis Ghina.

Demi 5 ribu berubah menjadi 50 ribu. Dalam 3 tegukan Ghina berhasil meminum cendol dengan kandungan santan. Huweekkk, Ghina eneg pengen muntah.

"Telan!"Perintah Joen ketika Ghina mengulum cendol tenggakan terakhir.

Gadis itu menggeleng, matanya memerah.

"Ya sudah pergi sana"

Tanpa curiga Ghina berdiri hendak keluar dari kamar Joen.

"HABISIN!!"Sentak Joen mengejutkan Ghina dan tertelanlah cendol tenggakan terakhir itu. Sungguh, yang namanya nggak bisa menerima suatu makanan meskipun enak bagi kebanyakan orang terasa geli dan ingin muntah ketika makanan itu masuk ke tenggorokan.

Tak bisa menahan diri lagi Ghina berlari menuju kamar mandi Joen, memuntahkan semua isi perutnya di dalam sana.

"Hahahhha, rasakan kau cebol"Seru Joen puas membuat Ghina muntah muntah.

Beberapa menit di dalam sana akhirnya Ghina keluar dengan wajah basah. Sampe cuci muka ni cewek, seneng banget dong hati Joen.

"Makasih Tuan"Ucapnya lemas memegangi perut.

"Lho kok mau pergi aja, sikat dulu kamar mandi aku. Kamu udah muntah di sana"

"Udah Ghina siram Tuan, udah wangi kamar mandinya, lagian saya muntah di kloser, kaga kemana mana Tuan"

"Sikat dong"

"Ya elah, kapan bantuin Ibu saya Tuan!!"

"Ck, alasan banget sih. Ya udah nanti kamu sikat ya kamar mandinya??"

"Hem, iya Tuan"Ghina menghela napas lega, akhirnya lepas juga dari cengkeraman Tuan muda setengah devil.

To be continued...

Happy reading.

Salam anak Borneo.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!