"Banghh, lebih dalamhh ...!"
"Oooogh yes, sayanghh ..."
Suara dessahan lagi-lagi terdengar sangat jelas di ruang kerja atasannya yang tengah stress, setelah mengadakan rapat secara virtual.
Janda bertubuh sintal itu tengah berada di atas meja, dengan kaki jenjangnya terbuka lebar, menikmati hantaman dari seorang pria mapan yang tengah memompa di bawah sana, seolah-olah tidak peduli dengan suara rintihan wanitanya yang meringis perih, karena sudah lebih dari 30 menit mendapatkan hantaman yang tidak kunjung usai.
Kedua kakinya menjepit kuat, saat mencapai pelepasan, membuat Thamrin sang atasan merasa sangat terpuaskan, setelah melepaskan hasratnya.
"Rapikan pakaian mu!" perintahnya pada secretaris perusahaan yang sangat cantik itu ...
Akan tetapi, mereka tidak menyadari bahwa istri Thamrin tengah menyaksikan kejadian yang menjijikan itu, sejak suaminya mendessah hebat dan mellumat puas daerah kenyal yang tampak padat besar menantang.
"Dasar janda jallang! Keluar kau!" teriak Maria saat melihat mereka sudah merapikan pakaian dan rambut yang berantakan.
Rina yang melihat kehadiran Maria, berlindung dibalik punggung Thamrin, sedikit bergidik ngeri, takut akan di jambak oleh istri sah pimpinannya.
"Ma--!"
"Apa! Masih kau bela janda gatal ini. Pa! Ini yang kau bilang mau pulang lebih awal? Aku tidak mau melihat wanita ini ada di kantor mu lagi! Pergi kau, jallang!!!" pekiknya terdengar lantang.
Rina yang mendengar teriakan Maria terbirit-birit keluar akan lari meninggalkan ruangan, dengan melewati pintu belakang ruangan, yang masih terkunci rapat.
"Aaagh, shiiit!"
Rina terus mencari kunci untuk membuka pintu itu dengan gerakan cepat, agar terhindar dari serangan Maria yang sudah mengejarnya namun di hadang oleh Thamrin.
"Cepat sayang! Keluar!" teriaknya melindungi Rina.
Maria semakin menggila, berusaha melepaskan diri dari pelukan suaminya, karena telah melindungi janda yang telah berani-beraninya menggoda suami tercinta.
"Berhenti kau, jallang! Aku akan meremas dada mu yang menjijikan itu. Aku akan melipat bahkan memutilasi mu," teriaknya lebih kencang.
"Rin! Cepat sayang, lari! Nanti malam Abang transfer uang buat kamu!" teriak Thamrin dapat di dengar oleh Maria sang istri sah.
Bergegas Rina membuka kunci pintu ruangan tersebut, setelah mendengar teriakkan Thamrin yang akan memberikan nya cukup uang.
Rina Amelia, janda muda yang sangat cantik jelita, berusia 30 tahun, memiliki tubuh profesional bak seorang model kelas atas. Body yang adu hai, membuat Thamrin tak kuasa menahan hasratnya.
Dia berlari kencang, menuruni anak tangga, setelah mengambil tas miliknya yang berada diatas meja kerjanya.
"Brengsek! Kenapa pula nenek lampir itu tiba di ruangan Bang Tham. Emang enggak ada kerjaan apa dia dirumah, padahal dia bisa mencuci, atau ngapain kek. Dasar istri tidak berguna ..."
Rina menghentikan taksi, untuk membawanya kembali ke rumah agar segera beristirahat, setelah melayani sang pimpinan yang baik selama ini.
"Bagaimana ini? Jika aku tidak bekerja lagi dengan Bang Tham, aku mesti kemana? Sementara selama ini aku selalu menjadi secretaris yang baik dan patuh. Aaaagh, hidup terkadang tidak adil!" geramnya berceloteh sepanjang jalan.
Taksi berhenti di sebuah rumah besar, yang menjadi tempat tinggal Rina selama ini. Namun, saat dia telah membayar sejumlah uang dengan sopir taksi, seorang wanita gendut telah menunggu kehadiran nya.
"Hmm! Banyak uang kamu naik taksi? Mana uang kos? Bayar cepat!" tegas Bu Inggit menatap lekat wajah Rina.
Rina hanya bisa menunduk patuh, dia merogoh dompetnya, namun uang yang dia beri pada sopir taksi barusan merupakan uang terakhir nya.
Rina menelan ludahnya sendiri, wajahnya memerah takut, karena akan diusir oleh Bu Inggit dari tempat dia tinggal tersebut.
"Maaf Bu, tadi hmm. Uangnya masih di kantor. Aku belum gajian!" tunduknya.
Bu Inggit menyunggingkan senyumnya, melihat penampilan Rina yang sedikit berantakan dari biasanya.
"Kau jual saja diri sendiri! Biar dapat duit! Sekarang, cepat kemasi barang-barang mu! Keluar dari kosan ku! Masih banyak orang yang mau tinggal di sini! Tahu kau!" tegasnya.
Rina memohon, "Tolong Bu. Jangan usir aku! Aku bingung mau cari tempat tinggal dimana? Sementara aku sendiri di kota ini. Please Bu, please ..."
Inggit berkacak pinggang, menarik tas Rina dengan kasar. Merasa tidak percaya bahwa janda cantik itu tidak memiliki uang.
"Kau pikir aku panti asuhan! Atau panti sosial, yang mudah sekali minta maaf tanpa membayar uang kos. Emang kau pikir nenek moyang mu yang memiliki kosan ini! Cepat bawa barang-barang kau!"
PRAAAAK ...!
Bu Inggit melempar tas Rina ke tanah, tanpa ada perasaan kasihan sedikit pun, tanpa menyadari banyak mata yang melihat kejadian itu.
Rina menangis, dia tak mampu berbuat apa saat ini. Di hina seperti tadi, bahkan diusir dari tempat kosnya.
"Bu, tolong. Sekali ini aku bayarnya malam. Tolong Bu, aku enggak tahu mau tinggal di mana!" isaknya.
Inggit hanya mendengus dingin, "Aku tidak peduli. Aku tunggu dua jam dari sekarang. Jika tidak, aku yang akan melakukannya sendiri!"
Rina terdiam, wajahnya kembali menegang. Perasaan takut menyeruak dalam hati nya.
"Kemana aku akan pergi? Sementara uang belum di transfer Bang Tham. Aku sudah di usir begini. Kemana aku mau pergi ..."
Rina membuka pintu kamar kosnya. Melihat kamar kecil yang hanya berukuran tiga kali empat dengan deraian air mata. Dia harus meninggalkan kamar yang selama dua tahun dia tempati hanya sekali terlambat bayar.
"Inikan karena aku ketahuan sama nenek lampir itu! Kalau enggak, aku tidak akan menjadi seperti ini. Kemana aku harus pergi ...?"
Rina bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, kemudian mengemasi semua barang-barangnya, sebelum Bu Inggit kembali mencaci-maki nya.
"Uuuugh lihat saja yah, Bu! Kalau aku bertemu dengan pria kaya dan mau menerima aku apa adanya, aku akan membeli kosan ini. Lumayan buat membalas sakit hati ku pada mu! Enak saja kau suruh aku jual diri! Aku ini secretaris pribadi Bang Tham. Kau tahu siapa dia? Dia adalah seorang yang memiliki perusahaan pembangunan apartemen! Kau akan menyesal telah mengusir aku ...!" celotehnya selama membereskan semua barang-barang nya.
Tak selang berapa lama Rina tengah berkemas-kemas, sebuah pesan masuk melalui whatsApp.
Bergegas Rina membuka pesan tersebut, "Bang Tham ..."
["Maaf Rin, Abang tidak bisa transfer sekarang. Karena semua akses perbankan di sita Maria ..."]
Rina terdiam. Dadanya bergemuruh bahkan terasa sangat sesak. Air matanya kembali mengalir membasahi pipi mulusnya, "Bagaimana ini? Kemana aku harus pergi ...!?"
Dia menyandarkan tubuhnya di dinding kamar, menangis sejadi-jadinya, meratapi nasib yang enggan berpihak padanya.
"Bang Tham brengsek! Laki-laki penipu. Kalau sebelum dapat enaknya baik-baik. Sekali dapat, lupa sama aku. Akan aku balas kau, Bang Tham! Kapan kau tidak butuh aku? Aku akan menuntut kau suatu hari nanti ...!"
Rina yang jauh dari keluarga, memilih merantau ke kota besar untuk mengubah hidupnya. Kegagalan rumah tangga, membuat dia enggan untuk menjalin hubungan serius dengan pria, tapi hanya ingin menikmati status yang sangat menyenangkan baginya.
Rumah tangga pertama hanya bertahan satu tahun, yang kedua hanya enam bulan. Dia benar-benar terpuruk karena kebodohannya, terlalu percaya pada pria muda yang mengaku sebagai pengusaha, ternyata pengangguran kelas berat.
Rina telah mengemasi barang-barang nya sebelum dua jam, seperti yang di katakan Bu Inggit, dia sudah berada di luar kosan untuk memberi kunci kamar pada wanita gendut yang masih menunggu di ruang tamu kosan.
Rina merasa kesal karena dia sama sekali tidak memiliki uang sebanyak itu untuk menyambung kamar kos sebagai pilihannya, yang di fasilitasi kantor tempat dia bekerja.
Dengan mata yang masih terasa basah, Rina meninggalkan rumah besar dan mewah itu untuk selamanya.
Perlahan tapi pasti, Rina melanjutkan perjalanan nya dengan tujuan yang tidak jelas. Iya melihat handphone nya, mencari nomor telepon seseorang yang dapat membantu agar bisa memberikan nya tempat tinggal.
Matanya tertuju pada nomor, "Aaagh ... Pasti Bang Ibhen mau membantu ku ..."
Rina mengalihkan pandangannya di taman kota, untuk segera beristirahat di sana. Perlahan menghela nafas panjang, sedikit dapat bernafas lega, sambil menunggu kabar dari pria yang bernama Ibhen.
Matanya teralihkan pada sosok pria yang seusia dengannya, duduk sendiri sambil memeluk boneka kecil berwarna coklat. Rina mendengus dingin ...
"Hmm pasti dia merupakan pria gemulai yang di tinggal mati kekasihnya ...!" tawanya dalam hati.
Rina duduk termenung sendiri, sesekali matanya mengarah pada gedung-gedung pencakar langit yang indah gemerlap di terangi cahaya lampu kala malam. Kembali matanya menatap layar handphone, mengusap lembut dengan lemah.
"Hmm aku harus kemana ...? Uang ku sama sekali belum di transfer oleh Bang Tham. Aaagh ...!" sesalnya.
"Kan enggak mungkin aku tidur di sini ... Bisa-bisa kenak perkaos bergilir aku sama pemuda setempat ...!"
Rina menoleh kearah lain, melihat-lihat seputaran taman, sedikit khawatir akan mendapatkan perlakuan tidak senonoh. Iya masih berharap pada pria yang di hubungi nya itu.
Matanya sekali lagi melirik kearah pria yang masih duduk terdiam, memperbesar pupil mata untuk melihat laki-laki yang tidak peduli dengan keberadaan nya itu dengan seksama. Namun dia gagal, karena Ibhen membalas pesannya lebih dulu, pria lebih tua dan mapan dari Thamrin, yang selalu bersedia melakukan apapun untuk Rina.
Bibirnya tersenyum sumringah, karena sebentar lagi Ibhen akan menjemput janda muda tersebut, setelah mengirim lokasi keberadaan nya.
Wajah murung berubah bahagia, karena di lindungi oleh pria baik walau sudah berumur dan beristri.
Tak selang berapa lama, mobil sedan mewah berhenti di pinggir jalan, membunyikan klakson dua kali sebagai isyarat bahwa pria yang di tunggu-tunggu telah datang menjemput.
Dengan perasaan bahagia, Rina membawa tas ransel besar miliknya bak bule yang akan berkelana jauh mencari kebahagiaan.
Sontak pemandangan itu menjadi kejutan luar biasa bagi pria yang duduk di kursi taman tersebut, setelah melihat mobil itu berlalu pergi, membawa serta wanita bernama Rina di dalamnya.
Rina tersenyum sumringah merangkul erat lengan Ibhen sedikit kecupan kecil dengan perasaan manja.
"Kok enggak ngomong sama Abang tadi sore. Biar bisa Abang transfer langsung ke kamu," kecupnya di kening Rina.
Rina merengek dengan suara khas serak-serak basah, membuat drama tak kalah menyedihkan dari sinetron ikan terbang, "Hmm aku enggak mau ganggu Abang. Kan Abang sibuk, tapi malam ini Abang pulang ke rumah saja, yah? Jujur aku capek, stresshh ..."
"Iya sayang, malam ini Abang hanya membawa kamu ke apartemen. Dua hari lagi Abang datang. Karena besok subuh Abang mesti ke luar kota dulu. Nanti Abang transfer untuk kebutuhan kamu, langsung. Karena sudah seminggu Abang tidak pulang, sibuk mengurus proyek yang akan segera di bangun minggu depan."
Rina tersenyum bahagia, hatinya seketika berbunga-bunga 'Dewi Fortuna' telah berpihak padanya.
'Hmm ... Syukurlah. Jadi aku bisa istirahat dulu merawat kue apem dari serangan Bang Tham, sekaligus mencari pekerjaan untuk menyambung hidup ku, agar menjadi wanita kaya raya ...'
Ibhen mengusap lembut paha Rina yang terasa padat, mengelus-elus mengharapkan sesuatu yang dapat di pahami oleh janda cantik tersebut.
Rina menatap sendu juga manja kearah Ibhen, berbisik pelan ketelinga pria itu, "Abang mau apa, hm?"
Tanpa pikir panjang, Ibhen menunjuk kearah bawah agar membantu nya untuk menyelesaikan hasrat yang terpendam.
Rina memeluk tubuh yang masih terlihat sedap di pandang mata itu, mengusap pelan dada bidang dengan jari telunjuk yang melentik di seputar dada hingga perut, "Nakal igh ... Besok saja, Bang! Aku lagi enggak enak badan. Nanti Abang enak, aku bagaimana?"
Ibhen mengangguk setuju, "Bener yah ...! Dua hari lagi, Abang tagih."
Rina mengangguk nakal, mengecup lembut pipi pria yang sudah membawanya di apartemen Royal Mediterania.
"Hmm wait, Abang transfer dulu."
Ibhen meraih handphone mahal miliknya, mencari nomor account wanita yang ada di sebelahnya, sesekali menatap penuh gairah dan hasrat yang tak kuasa untuk di tahan.
Namun malam ini, Ibhen harus kembali ke mansion miliknya, karena baru saja mendapat sedikit masalah dari sang istri mengenai putra kesayangannya.
"Sudah sayang. Abang transfer 20 juta. Kamu baik-baik yah? Jaga diri, ingat jangan nakal. Minta saja kunci ke kantor pengelola, nanti mereka akan mengantarkan kamu ke dalam. Jangan lupa, kalau ada apa-apa hubungi Abang, yah?" jelasnya dengan suara lembut.
Rina tersenyum bahagia, keberuntungan sedang berpihak padanya, dan dia harus memanfaatkan keadaan ini dengan baik.
'Enggak apa-apa deh, kehilangan Bang Tham. Masih ada Bang Ibhen yang memanjakan aku ..."
Rina mengecup bibir Ibhen, tanpa perasaan sungkan. Bagi janda cantik sepertinya Ibhen pria paling baik, namun Thamrin lebih bergairah.
"Makasih yah, Bang. Abang pergi jangan lama-lama. Nanti aku di comot orang, Abang yang nyesel," rungutnya manja.
Ibhen mengusap lembut kepala Rina, sedikit meremas benda kenyal yang sangat menantang dan dapat membangkitkan gairah pria yang telah memiliki istri yang sangat patuh padanya.
"Hmm, Abang jangan pegang satu, sebelah lagi dong, nanti besar sebelah bagaimana?" ucap Rina manja.
Tentu mendengar ucapan seperti itu, Ibhen menggenggam geram kedua gundukan kenyal yang sejak tadi menggoda nya, sehingga membuat sesuatu di bawah sana mengeerang ingin keluar mencari lembah milik Rina.
Rina membusungkan dadanya, agar dapat di kecup oleh Ibhen walau masih terbungkus benang, sebagai obat rindu 20 juta yang telah berada dalam genggaman.
Setelah cukup lama mereka saling merayu, Rina keluar dari mobil, melambaikan tangan pada Ibhen yang berlalu meninggalkan nya di loby apartemen.
Dia melangkah masuk ke dalam gedung apartemen, meminta card pada salah satu staf gedung tersebut dengan hati riang gembira.
Namun lagi-lagi, matanya tertuju pada sosok pria yang dia lihat beberapa waktu lalu saat di taman.
Mereka menunggu lift yang sama, di temani pihak apartemen, yang hanya diam tanpa banyak bicara.
Rina mengikuti langkah staf gedung tersebut, di susul oleh pria muda dan tampan yang masih memeluk boneka coklat itu dalam pelukannya.
Rina sempat berfikir, 'Apakah pria ini gila ...? Atau lari dari rumah? Aaagh sudah lah. Yang penting malam ini aku bisa tidur nyenyak, dingin, dan nyaman. Terimakasih Bang Ibhen ...'
"Ma, dia itu siapa? Kenapa semenjak Papa pergi, Mama menjadi seperti ini!?" teriaknya lantang pada sang Mama ...
PLAAAAK ...!
"Auugh ..."
"Jaga ucapan mu, Mel! Mama begini karena persaingan bisnis!"
"Apa? Persaingan bisnis sampai ke ranjang? Sehingga mengorbankan perasaan aku? Mama egois! Egois!!!"
'Bagaimana caranya aku harus membalaskan sakit hati ku, dan kembali ke pelukan Mama? Jujur aku lelah dengan semua ini. Harus berpura-pura menjadi wanita sampah, dan mengganggu kedua laki-laki itu ...' Pikirannya di alam bawah sadar hingga masuk ke dalam mimpi.
Di kamar yang luas, dan nyaman juga sejuk dengan fasilitas hotel bintang lima, terbaring janda kembang yang masih terbalut selimut dengan kaki mengangkang lebar dan mulut ternganga. Dengkuran halus terdengar, menandakan bahwa Rina sedang kelelahan dalam berpikir.
Rina menggeliat bak ular sanca, sudah tiga hari dia memanjakan diri merawat tubuhnya, dari uang pemberian Ibhen.
Tangan hangat seorang pria tengah mengusap lembut ujung kaki Rina yang putih mulus, terbuka sedikit dari balutan selimut tebal menutupi sebagian tubuhnya.
"Hmmfh ..."
Rina membuka matanya sedikit, tak menyangka kalau kecupan-kecupan kecil sudah sampai ke bagian yang sangat tersembunyi di bawah sana.
"Banghh ...!"
Rina menepis tangan pria yang sudah tidak sabar ingin menyentuh bagian kenyal tanpa penyangga itu.
Ibhen mendongakkan kepalanya, tersenyum bahagia melihat janda muda nan cantik rupawan tersebut, ada di hadapannya tanpa sehelai benangpun.
Tentu ini menjadi kesempatan bagi Ibhen, untuk mendapatkan sarapan pagi yang sangat menggairahkan.
"Kamu sudah janji sayang ..." ucapnya lembut.
Rina tersenyum tipis, "Aku belum mandi Bang, tunggu sebentar yah?"
Rina mengambil kimono di nakas sebelah ranjang kingsize kamar mewah itu, bergegas membersihkan diri, untuk memberikan kebahagiaan pada pria yang sudah tidak mampu membendung hasratnya.
Setelah lebih dari dua jam, dua insan yang tidak pernah kenal lelah itu saling mendessah hebat, di dalam kamar yang hanya di terangi lampu kecil yang ada di nakas, lagi-lagi Ibhen menghentakkan pinggulnya untuk mencapai puncak kebahagiaan nya, dengan mellumat bibir ranum sang janda.
"Aaagh ..."
Kaki jenjangnya menjepit kuat saat mencapai pelepasan surga secara bersamaan.
"Oooogh sayang ..." Pria mapan itu mengeerang ...
Ibhen merebahkan tubuhnya yang sudah basah, dengan keringat bercucuran di tubuh kekarnya.
Walau usia sudah mendekati kepala lima, namun kecintaan nya terhadap Rina, sungguh tak mampu dia lupakan.
Rina yang selalu menghindar saat ada Thamrin kala itu, menjadi satu tamparan keras bagi pria mapan tersebut, karena harus mengalah dan berfikir bagaimana caranya merebut janda muda yang sangat mempesona itu.
Rina memeluk tubuh kekar Ibhen, mengusap lembut dada pria yang telah memberikan kebahagiaan yang sulit di ungkapkan dengan kata-kata ...
"Bang ..."
"Hmm ..."
"Beliin aku rumah dong! Jangan yang besar, kecil saja. Aku takut kalau istri Abang tiba-tiba nongol dan menghina aku seperti istri Bang Tham ..." rengeknya manja.
Ibhen mengusap lembut punggung telanjang janda muda itu, "Kalau kamu mau, tinggal di sini saja. Apartemen ini milik Abang yang tidak di ketahui Kakak. Kamu bebas melakukan apa saja. Di basemen, ada city car yang bisa kamu gunakan. Ingat, jangan pernah kecewakan Abang. Abang akan selalu datang jika membutuhkan kamu. Tapi jangan pernah menghubungi jika sudah malam. Kamu mau Abang transfer berapa hari ini sayang?"
Mendengar penuturan Ibhen membuat Rina serasa terbang melayang-layang menembus awan. Bagaimana mungkin, pria yang dia hindari beberapa waktu lalu, akan memfasilitasi nya selayaknya Tuan Putri.
'Aaaagh ... Ternyata Bang Ibhen sangat baik, dari pada Bang Tham. Dia benar-benar pria idaman. Pasti istrinya tidak akan mengetahui kelakuan suami sebejat ini di luar rumah ...' tawanya menyeringai kecil di bibir seksi yang mampu membuat pria tergila-gila jika sudah mencicipinya.
Rina menelentang kan tubuhnya, menatap langit-langit kamar yang berwarna cream. Tersenyum sumringah membayangkan kehancuran pria yang telah merusak keharmonisan keluarganya beberapa tahun silam.
Perlahan Rina beranjak dari ranjang, untuk melakukan ritualnya membersihkan diri dari sisa pertempuran hangatnya.
Beberapa kali iya terlihat bodoh oleh para pria yang hanya ingin menjadikan nya pelampiasan sesaat, walau sesungguhnya Rina juga sangat menikmati permainan mereka.
'Mereka bisa menikmati permainan ranjang ku ... Tapi tidak untuk hati ku ..."
Rina mengenakan hotpants hitam, dengan balutan tangtop hitam tanpa penyangga.
Balkon apartemen yang terbuka lebar, sangat menyejukkan kulit halus janda muda tersebut. Ibhen masih terlelap dalam mimpinya, setelah mendapatkan servis yang cukup dari wanitanya.
"Hei ..." terdengar suara bariton seorang pria dari balik tembok yang sangat mengejutkan Rina.
Rina celingak-celinguk mencari keberadaan suara itu, yang cukup aneh di telinganya.
'Sejak kapan ada pria yang memperhatikan ku ...? Apakah dia salah satu penggemar ku ...?'
Rina sedikit mendongakkan kepalanya kearah kanan, melihat wajah pria yang kaku dan dingin berdiri menghadapnya.
"Kamu ...?"
Tembok pembatas yang hanya sebatas leher pria tampan itu, memudahkan baginya untuk mengetahui gerak-gerik wanita cantik tersebut.
"Hmm, kenapa? Apakah kekasih mu sedang tertidur? Dasar perempuan murahan ...!" ucapnya pelan.
Rina membelalakkan kedua bola matanya, menantang mata pria muda tersebut, setelah mendengar kata-kata pria yang menghina nya.
"Apa maksud mu? Apakah kita saling mengenal? Maaf yah, anak muda! Setidaknya aku lebih berkelas dari pada menjadi pelacur di luaran sana! Jangan sok tahu kehidupan pribadi ku! Karena aku tidak mengenal mu sama sekali! Orang aneh, datang-datang ngatain aku murahan! Dia yang datang pada ku!" tegasnya membela diri.
Pria muda itu mendekati tembok pembatas mereka, menaiki sebuah kursi agar dapat menyesiasati situasi yang ada di dalam apartemen tetangga nya itu.
"Mau apa kamu?" teriak Rina saat melihat tubuh pria itu sudah semakin jelas memandangi nya.
Pria itu tersenyum tipis, menatap wanita cantik yang sangat menggairahkan, "Pantas saja ..."
Rina menaikkan kedua alisnya, "Iigh, orang aneh. Pantas apa? Pantas jadi simpanan? Gitu?" bentaknya lagi.
Pria itu menghela nafas berat, memilih turun dari pijakannya. Dia enggan melawan wanita yang ada di hadapannya saat ini. Karena dia tengah memikirkan, bagaimana caranya menjauhi sang Papa dari wanita yang benar-benar sempurna di bandingkan Mama-nya yang terlihat lebih biasa saja.
'Pantas saja Papa betah bersamanya! Ternyata dia sangat cantik dan mampu menaikkan hasrat kelaki-lakian ku selaku duda yang sudah lama tidak menyentuh wanita ...'
Sementara Rina masih terdiam membisu. Wajahnya merah padam, karena di katakan murahan oleh pria yang tidak dia kenal.
"Laki-laki brengsek ...! Mau? Bilang ... Suka banget gangguin kebahagiaan orang lain, dia pikir aku mau menikahi pria tua bangka itu. Aku yang menikmati hidup, kok dia sesak nafas! Emang aku minta sama Bapaknya ...!" sesalnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!