"Pergi... Kalian dari rumah ini" kata Rani (Tantenya Delisa) mengusir Dika (Adik laki-lakinya) beserta Istri dan Anak sang adik dengan nada suara yang begitu tinggi hingga bergemah di seluruh rumah yang megah itu.
Dika hanya diam tak menjawab sembari memunggut pakaiannya dan pakaian Istri serta pakaian Anaknya yang bececeran kemana-mana, dibantu oleh Istrinya dan Anaknya yang tak lain adalah Delisa.
Bella (Anak dari Tantenya) yaitu Sepupunya Delisa yang seumuran dengan Delisa juga tertawa mengejek Delisa karena akhirnya rumah yang di damba-dambakannya selama ini bisa di kuasai keluarganya.
Delisa menatap tajam Tantenya dan Suami tantenya serta Sepupunya yang telah mengusir mereka tanpa belas kasihan itu, dirinya takkan pernah melupakan kejadian ini seumur hidupnya.
"Ehh kenapa kamu menatap saya seperti itu?" tanya Rani dengan berkacak pinggang sembari matanya melotot seperti ingin keluar
"Ingat Tante hukum karma itu ada, Delisa bersumpah Tante akan merasakan apa yang kami rasakan saat ini" kata Delisa memasukan pakaian terakhir ke dalam koper
"Ehh anak ingusan, semua ini juga karena Ayahmu. Jadi salahkan saja Ayahmu" jawab Rani
Dika segera menarik tangan Delisa, dirinya tak ingin Anaknya membuat masalah lain dengan Kakak perempuannya itu.
"Jangan pernah menginjakan kaki disini lagi, ADIK PEMBAWA SIAL" teriak Rani sebelum Adik laki-lakinya dan keluarga Adiknya itu menghilang dari balik pintu utama.
Entah apa yang ada dipikiran Rani itu, padahal mereka baru saja berduka atas kematian Ayah mereka yaitu Kakeknya Delisa.
Bahkan belum satu jam Ayah mereka itu dikebumikan tapi Rani sudah mengusir Adik laki-lakinya yang selama ini tinggal bersama Ayah mereka.
Delisa dan Ayahnya beserta Ibunya mengeret tiga koper yang masing-masing mengeret satu koper, mereka bertiga terus berjalan hingga rumah megah yang di tempati Delisa dari pertama dirinya lahir hingga sekarang sudah tak kelihatan lagi.
Entah sudah seberapa jauh mereka bertiga berjalan hingga mereka bertiga merasa lelah, Dika mengajak Istrinya dan Anaknya untuk beristirahat sejenak di halte bus sebelum melanjutkan perjalanan yang tidak tau tujuan.
"Maafin Ayah ya, sudah buat kalian jadi kesusahan seperti ini" kata Dika merangkul kedua wanita yang ada disisi kanan kirinya itu
"Ayah ngomong apa sih, susah senang kita tetap harus bersama" jawab Desi (Ibunya Delisa)
"Iya Ayah, yang penting Delisa tetap bersama Ayah dan Ibu" kata Delisa berdiri kemudian memeluk kedua orang tuanya.
Dika tak tau lagi harus bagaimana, dirinya sadar mengapa Kakak perempuannya itu sampai mengatakan bahwa dirinya Adik Pembawa Sial karena Ibu mereka meninggal dunia telah berjuang melahirkannya ke dunia ini.
Hingga Kakak perempuannya itu sangat membenci dirinya dari lahir hingga detik ini, ditambah sekarang Ayah mereka juga pergi meninggalkan mereka semua selama-lama dan lagi-lagi Kakak perempuannya menyalahkannya penyebab Ayah mereka meninggal dunia akibat Ayah mereka terkena serangan jantung.
Padahal sebenarnya Ayah mereka telah lama sakit akibat Kakak perempuannya yang kekeh ingin menikahi laki-laki pilihannya sendiri padahal Ayah mereka tak merestui hubungan mereka, Kakak perempuannya tak tau menau hal itu karena tak pernah menginjakkan kakinya lagi semenjak menikah.
Hingga bertepatan dirinya kalah tender serta sebagian saham perusahaan rugi dengan jumlah yang sangat besar jadi ketika mendengar berita itu penyakit yang Ayah mereka derita kambuh lagi hingga tak bisa tertolong lagi dan meninggal dunia.
"Kita harus kemana? Ayah tak mempunyai uang lagi hanya ada 2 juta uang cash di dalam dompet Ayah" jelas Dika begitu frustasi
"Yah, sebenarnya Ibu punya simpanan di ATM Ibu" kata Desi
"Ibu dapat uang dari mana?" tanya Dika
"Uang nafkah yang Ayah berikan dengan Ibu selama ini, Ibu tak pernah mengunakannya karena inilah yang Ibu selalu takuti" jelas Desi
"Apa? Jadi uang nafkah yang Ayah beri selama ini tidak Ibu apa-apakan" kata Dika terkejut
Begitu juga Delisa terkejut mendengar penjelasan Ibunya, Delisa tak menyangkah Ibunya mempunyai pemikiran sejauh itu dan benar akhirnya uang itu diperlukan sekarang.
Desi menganggukkan kepalanya, dirinya menjelaskan juga bahwa dirinya tidak tau berapa jumlah uang yang ada di ATM nya karena selama ini Desi hanya menabung terus menerus tanpa menghitung ditambah buku tabungannya itu sepertinya tertinggal di rumah megah peninggalan Kakeknya Delisa.
Itulah mengapa Dika sangat mencintai Istrinya, meski Istrinya anak yatim piatu serta orang tak mampu tapi Istrinya tak pernah silau soal harta yang dimilikinya selama ini.
Bisa saja uang nafkah yang diberi Dika digunakannya untuk beli berlian atau baju-baju limited edition namun karena Istrinya memang biasa hidup sederhana jadi tetap terbiasa seperti itu, bahkan selama mereka menikah Istrinya mengabdikan hidupnya seluruhnya untuk dirinya.
Istrinya bahkan tidak meminta yang aneh-aneh, seperti perihal seorang ART dirinya tak mau soalnya dirinya mengerjakan sendiri pekerjaan rumah tangga padahal bisa saja Dika mengaji beberapa ART dulu waktu tinggal di rumah peninggalan Ayah mereka itu.
Setelah itu mereka bertiga kembali melanjutkan perjalanan mereka dan ingin ke mesin ATM, agar mereka bisa mengecek uang tabungan Istrinya serta bisa diambil agar bisa digunakan untuk kehidupan mereka sekarang.
Desi mulai mengecek jumlah tabungannya yang ada di ATM itu, dirinya terkejut melihat jumlah uang yang tertera di mesin ATM itu.
Bagitu juga Dika, mereka bertiga mengucap syukur karena masih bisa menjalankan kehidupan mereka meski uang itu terbatas karena Dika belum memiliki pekerjaan saat ini.
Jadi Dika belum mempunyai pemasukan untuk menghidupi Istrinya dan Anaknya itu, Desi segera mencairkan semua uang tabungannya yang ada di ATM itu.
Kini Delisa dan kedua orang tuanya berada di sebuah rumah makan yang sederhana, mereka sengaja memilih rumah makan tersebut selain dekat dengan mesin ATM tempat mereka mencairkan uang tadi dan mereka juga ingin menghemat pengeluaran saat ini.
"Kalian tunggu disini ya, Ayah akan cari sebuah rumah yang murah agar kita punya tempat tinggal" ujar Dika beranjak dari tempat duduknya setelah makan bersama Istrinya dan Anaknya itu
"Iya yah" jawab Desi dan Delisa bebarengan
Dika segera melangkahkan kakinya meninggalkan Istrinya dan Anaknya sebentar di rumah makan tersebut, dirinya harus segera menemukan sebuah rumah yang murah agar mereka bisa segera istirahat.
Dirinya tak menyangkah nasib kehidupannya dan Istrinya serta Anaknya harus seperti ini, padahal Dika dari kecil hingga sudah mempunyai anak sekarang tak pernah merasa kekurangan soal keuangan tapi dirinya tidak mau juga harus berebut harta warisan dengan Kakak perempuannya karena di dunia ini dirinya tak memiliki lagi saudara kandung selain Kakak perempuannya itu meski Kakak perempuannya sangat membencinya.
"Bagaimana sayang, kamu suka kamar barumu?" tanya Rani kepada Anaknya yang tak lain adalah Sepupunya Delisa
"Iya ma Bella senang banget, akhirnya kita bisa menempati rumah mewah ini" kata Bella Sepupunya Delisa
"Iya, mama juga senang sayang" kata Rani
"Bella baru tau ternyata Delisa itu Sepupunya Bella, Delisa itu ma saingan Bella di sekolah selama ini makanya Bella tidak pernah bisa menempati juara umum pertama" kata Bella Sepupunya Delisa
"Ohh jadi yang membuat anak mama gak bisa juara umum pertama ternyata Delisa" kata Rani
Bella menganggukkan kepalanya tanda benar, Rani tersenyum tak menyangkah Adik laki-lakinya itu ternyata mempunyai anak jenius seperti dirinya yang mempunyai anak jenius juga.
Wajar Bella anaknya tak bisa menjadi juara umum pertama karena saingannya Sepupu sendiri yang tak lain adalah Delisa, Rani mengakui bahwa keturunan keluarga mereka memang semuanya mempunyai IQ yang begitu tinggi.
Bahkan Rani dan Dika lulusan universitas terbaik di kota A ini, mereka berdua juga lulus dengan nilai yang sangat baik dan tentunya membuat Ayah mereka sangat bangga dulu.
Dulu saat Dika selalu mengalah dengan Kakak perempuannya, Rani sempat menerima kenyataan Ibu mereka telah tiada bukan karena Adik laki-lakinya namun saat Ayah mereka memberi kedudukan posisi CEO di perusahaan mereka Rani tidak terima hingga dirinya kembali membenci Adik laki-lakinya itu.
Ditambah Ayah mereka mengusirnya saat dirinya memutuskan menikah dengan pilihannya sendiri, cinta memang buta membuat dirinya rela meninggalkan kehidupannya yang bergelimbang harta dan meninggalkan Ayah mereka hanya demi keinginan menikah dengan laki-laki pilihannya itu.
Ayah mereka tak merestui karena laki-laki pilihannya hanya karyawan biasa di perusahaan mereka, bukan karena pekerjaan yang membuat Ayah mereka tidak menyukai laki-laki pilihan Rani tapi ada hal lain namun tidak ada yang tau alasannya sampai detik ini.
Rani keluar dari kamar Anaknya, kemudian berjalan menuju kamar utama yang ditempatinya dan Suaminya sekarang.
Kriek
Bunyi handle pintu dibuka, Rani mendekati Suaminya yang sedang sibuk dengan laptop yang ada dipangkuan Suaminya itu.
"Papa sibuk?" tanya Rani kepada Suaminya sembari duduk di samping Suaminya
"Tidak terlalu, ada apa ma?" tanya balik Bagas (Suami Tante Delisa) sembari menutup laptop yang ada dipangkuannya
"Mama mau menghubungi yayasan ART, kita butuh ART disini" jelas Rani sembari mengambil hpnya yang tergeletak di atas meja samping ranjang
"Terserah Mama, Papa setuju saja" jawab Bagas sembari memainkan rambut panjang Istrinya
"Pa, kedudukan CEO di perusahaan peninggal Ayah. Mama yang akan menempati posisi itu" kata Rani dengan hati-hati
"Lah mengapa harus Mama, harusnya kan Papa" jawab Bagas tidak terima dengan keputusan Istrinya itu
"Kalo Papa yang menjadi CEO, pengacara Ayah akan marah karena harus anak kandung Ayah yang menempati posisi CEO bisa-bisa Adik laki-laki Mama mengambil alih lagi perusahaan peninggal Ayah. Nanti Papa menjadi asisten pribadi Mama" jelas Rani agak kesal dengan Suaminya
Bagas akhirnya diam, dirinya tidak bisa memaksa Istrinya untuk menyerahkan posisi CEO diperusahaan peninggalan Mertuanya itu.
Dirinya mau tak mau harus menuruti kemauan Istrinya yang menjadikan dirinya asisten pribadi Istrinya walaupun sama saja seorang bawahan namun setidaknya tak membuat posisinya terlalu hina dikalangan teman-temannya, dan dirinya akan resign diperusahaan tempat dirinya bekerja sebelumnya.
.
.
Di tempat lain
Setelah berjalan kiloanmeter Dika akhirnya menemukan sebuah rumah yang hanya berukuran 6x6, meski sederhana setidaknya di halaman depan dan belakang masih ada sisa tanah lebih.
Selesai pembayaran secara cash kepada pemilik rumah serta tanah tersebut, akhirnya Dika mempunyai tempat tinggal baru untuk mereka sekarang.
Dika segera menghubungi Istrinya meminta Istrinya beserta Delisa untuk menyusulnya di tempat tinggal baru yang akan mereka tempati, Dika juga memberikan alamat sekarang melalui MAP agar Istrinya dan Delisa tidak salah alamat.
Selagi menunggu Istrinya dan Delisa tiba disitu, Dika membersihkan sebagian tempat tinggal mereka sekarang.
Meski dirinya sebenarnya tak pernah melakukan pekerjaan itu, walaupun tidak bersih setidaknya sudah mengurangi pekerjaan Istrinya nanti.
"Assalamualaikum" ucap Desi dan Delisa barengan saat sudah ada didepan tempat tinggal mereka yang baru
"Walaikumsalam, kok cepat bu?" kata Dikaa sembari membawa koper yang ada di lantai untuk dibawa masuk ke dalam tempat tinggal baru mereka.
"Tadi naik ojek yah, makanya cepat sampai" jawab Desi sembari menyeka keringatnya yang ada dikeningnya
Delisa dan kedua orang tuanya segera masuk ke dalam rumah baru mereka, rumah itu benar-benar sederhana menurut Dika yang biasa hidup dengan bergelimang harta. Namun tidak untuk Desi, dirinya tetap bersyukur asal mereka bertiga tetap bersama-sama.
Mereka bertiga langsung bekerja sama untuk membersihkan rumah baru mereka sekarang, agar mereka bertiga bisa segera istirahat dan membersihkan tubuh masing-masing yang bau terik matahari dan debu.
Selesai membersihkan rumah, mereka bertiga bergiliran masuk kamar mandi yang hanya berukuran 1,5x1,5 itu. Ditempat tinggal mereka dulu kamar mandi tersedia di dalam kamar tidur mereka masing-masing, namun disini mereka bertiga akan terbiasa untuk mengantri.
Ditempat tinggal baru ini juga, hanya ada dua kamar yang berukuran 3x3. Ruang tamu hanya berukuran 3x4 sedangkan sisanya dapur bersatu dengan kamar mandi, sangat kecil namun setidak masih layak ditempati dari pada seperti para pengemis yang tidur di emperan ruko-ruko.
"Ayah mau keluar sebentar bu, ingin mengurus surat menyurat rumah ini ke notaris agar rumah ini menjadi atas nama kita dan takkan dipermasalahkan dikemudian hari" kata Dika
"Iya yah, Ayah ke notaris jalan kaki lagi" kata Desi
"Tidak, Ayah kesana bersama pemilik rumah ini. Dia yang memang mengajak Ayah ke notaris, jadi mungkin naik kendaraan Beliau" jelas Dika
"Ohh begitu, hati-hati dijalan yah" ujar Desi sembari mencium punggung Suaminya
Setelah Dika sudah hilang dari belokkan jalan, Desi kembali ke dalam rumah dan tak lupa menutup kembali pintu rumah.
"Ayah mau kemana bu?" tanya Delisa habis keluar dari kamar mandi sudah dengan pakaian lengkap sembari mengucek rambutnya yang basah dengan handuk kecil
"Mau ke notaris, mengurus surat rumah dan tanah ini" jelas Desi
"Ohh......" kata Delisa dengan mulut berbentuk lingkar serta begitu panjang dalam pengucapan
Desi segera menarik handuk yang ada ditangan Delisa lalu menyumpal mulut Delisa dengan handuk kecil itu, Desi tertawa melihat ekpreksi Delisa yang terkejut dengan apa yang dilakukan Ibunya barusan dan Desi memilih berlalu dari hadapan Anaknya itu.
"Ihh Ibu" kata Delisa kesal, niat ingin menjahili Ibunya justru dirinya yang kenah.
Matahari masuk lewat jendela kamar membuat Delisa terbangun karena kedua matanya terasa silau, Delisa mengucek kedua matanya sembari beranjak dan duduk.
Delisa merasa seluruh tubuhnya begitu sakit seperti habis digebukin orang sekampung, saat kedua matanya terbuka dengan begitu sempurna Delisa baru teringat bahwa dirinya tinggal di tempat baru bersama kedua orang tuanya yang artinya kehidupan baru.
Delisa melonggarkan otot lehernya yang terasa berat lalu beranjak dan keluar dari kamar tidurnya yang baru, dilihatnya Ibunya dan Ayahnya sedang sarapan dengan gorengan bakwan dan tempe.
Delisa tanpa dosa ikut bergabung dan duduk di samping Ayahnya, lalu menyomot gorengan yang ada di piring plastik itu. Kedua orang tuanya Delisa hanya memandangi Delisa dengan dahi mengkerut.
"Eeemmm....." gumam Delisa sembari mulutnya mengunyah makanan kesana kemari karena menikmati gorengan itu
"Enak" kata Delisa setelah gorengan itu habis masuk kedalam mulutnya
"Biasain bangun tidur itu cuci muka dan sikat gigi dulu" kata Desi menampar tangan Anaknya pelan membuat gorengan yang baru saja mau diambil Delisa jadi terjatuh lagi ke dalam piring plastik itu.
"Iihh ibu" kata Delisa mengaruk tengkunya yang tak gatal
Delisa pun segera melesat dari hadapan kedua orang tuanya, kemudian masuk kamar mandi dan segera mencuci wajahnya serta sikat gigi seperti saran Ibunya tadi.
Dika tersenyum sembari mengelengkan kepalanya melihat tingkah Anaknya dan Istrinya yang bagaikan Tom and Jerry yang artinya jarang akur, apalagi Anaknya yang memang suka jahil itu membuat suasana kehidupan baru mereka jadi tak terasa begitu menyedihkan.
"Hari ini Ayah akan cari pekerjaan baru, agar kita mempunyai pemasukan untuk biaya kehidupan kita sekarang" kata Dika setelah menyeruput kopi terakhir buatan Istrinya
"Iya yah, uang yang Ibu pegang masih cukup untuk biaya kehidupan kita sebelum Ayah dapat pekerjaan baru. Ohh iya yah, bagaimana kalo uang ini dibeliin motor bekas agar Ayah tidak perlu jalan kaki atau naik kendaraan umum agar bisa hemat" kata Desi
"Iya bagus ide Ibu, seminggu lagi Delisa masuk sekolah siapa yang akan mengantarnya ke sekolah. Diakan tidak pernah naik kendaraan umum, nanti malah nyasar apalagi dari rumah baru ini ke sekolahnya sepertinya lumayan jauh" kata Dika beranjak dari duduknya dan pamit kepada Istrinya
Rani menganggukkan kepalanya, setelah itu Rani membereskan gelas kotor sisa kopi Suaminya tadi.
Saat Delisa baru keluar dari kamar mandi dirinya sudah tak melihat Ayahnya dan Ibunya yang sarapan, Delisa yang sudah merasa sangat lapar memilih sarapan dulu sebelum mencari keberadaan kedua orang tuanya itu.
"Ibu dari mana?" tanya Delisa saat melihat Ibunya masuk dari pintu belakang
"Habis nyuci piring dibelakang" jawab Rani sembari membawa sebuah baskom yang berisi piring-piring yang habis dicucinya
"Kalo Ayah kemana?" tanya Delisa lagi
"Keluar, mau beli motor bekas sekalian mau nyari pekerjaan" jelas Desi yang sedang menyusun piring-piring itu di rak piring
"Memangnya Tante benar-benar tidak memberi Ayah pekerjaan walaupun seorang staf dikantor" kata Delisa emosi
"Ibu tidak tau menau, mungkin Ayahmu mau memulai kehidupan baru dari nol" jawab Desi sembari berjalan mendekati Delisa
Delisa memilih diam tak mau menjawab lagi, dirinya hanya mengerutu dalam hati soal Tantenya yang benar-benar tak ada belas kasihan pada mereka. Delisa bahkan menyumpahkan Tantenya dengan sumpah serapahnya, dirinya benar-benar kesal dengan Tantenya yang serakah itu.
Bukan Delisa tak bersyukur dengan kehidupan barunya sekarang, tapi Delisa kasihan dengan Ayahnya yang biasa kerja dikantoran kini harus mencari kerja diluaran yang pasti terkena sinar matahari.
.
.
Ditempat lain
Sebuah mobil pajero sport yang biasa dikendarai oleh CEO perusahaan Atmadja Sejahtera itu memasuki area parkiran kantor, seperti biasa mobil pajero sport itu akan diparkirkan di area parkiran khusus parkiran CEO.
Seorang wanita yang berparas cantik dengan baju kantoran turun dari mobil pajero sport itu dari balik kursi samping pengemudi, sedangkan yang turun dari kursi pengemudi ada seorang pria tampan dengan setelan jas hitam.
Wanita itu berjalan memasuki gedung menjulang tinggi yang bertulisan PT. Atmadja Sejahtera, Wanita itu berjalan begitu anggun bagaikan model internasional apalagi parasnya yang sangat cantik membuat semua staf yang berdiri menyambut kedatangan CEO baru mereka begitu tercengang melihat Wanita cantik itu sampai ada salah satu staf laki-laki yang menetes air ludah.
"Mulutnya ditutup, air ludah sampai kemana-mana" kata Pria yang ada disamping Wanita cantik itu, Pria itu tidak suka pada para staf laki-laki yang memandangi Wanita cantik disampingnya.
Sontak semua staf menutup mulut, bahkan yang merasa meneteskan air ludah tadi segera menghapus air ludahnya dengan telapak tangannya.
"Perkenalkan nama saya Maharani Atmadja, putri pertama bapak Mahendra Atmadja. Yang akan menempati posisi CEO sekarang, mengantikan adik saya Mahardika Atmadja. Dan ini asisten pribadi saya Bagas Syaputra" jelas Rani
Semua staf kantor tentunya terkejut setelah mendengar penjelasan Tantenya Delisa itu, mereka pikir yang akan menjadi CEO mereka Pria yang disamping Tantenya Delisa itu ternyata mereka salah.
Semua staf kantor pun menundukan kepala tanda memberi salam yang hormat kepada CEO baru mereka, mereka semua tak menyangkah setelah kepergian almarhum bapak Mahendra Atmadja posisi CEO perusahaan Atmadja Sejahtera tergantikan oleh seorang wanita padahal mereka selama ini sangat senang dipimpin oleh bapak Mahardika Atmadja.
Setelah kepergian CEO baru mereka, semua staf kantor mulai bertanya-tanya kemana bapak Mahardika Atmadja sampai saat ini tidak menampakkan batang hidungnya dikantor sendiri.
Kini Tantenya Delisa sudah duduk dikursi kebesaran yang akhirnya bisa dikuasainya, impiannya yang sempat terhalang oleh Adik laki-lakinya kini sudah terwujud.
Sudah cukup dirinya mengalah selama ini dengan Adik laki-laki yang telah membuatnya kehilangan Ibu mereka yang sangat dekat dengannya, apalagi Ayah mereka selalu pilih kasih mentang-mentang Adiknya seorang laki-laki dan pewaris perusahaan ini.
Mungkin semua orang beranggap dirinya serekah, apalagi sebenarnya Ayah mereka hanya memberikannya warisan rumah yang ditempatinya sekarang sedangkan perusahaan ini seharusnya untuk Adik laki-lakinya itu tapi dirinya tak mau memberikan perusahaan ini kepada Adik laki-lakinya itu.
Dirinya tau sifat Adik laki-lakinya itu pasti takkan mau merebutkan soal posisi CEO ini, meski di surat warisan itu harus Adik laki-lakinya yang menjadi CEO.
Dirinya akan membuat surat pernyataan bahwa Adik laki-lakinya menyerahkan posisi CEO ini kepada dirinya, namun dirinya bingung harus mencari kemana Adik laki-lakinya itu agar bisa mendapatkan tanda tangan Adik laki-lakinya itu.
"Mama, lagi melamuni apa?" tanya Bagas berdiri di samping kursi kebesaran Istrinya
"Tidak ada, Oh iya pa. Kalau didepan para staf kantor jangan panggil mama, tapi panggil Bu Rani" ujar Rani
"Iya Papa tau" jawab Bagas agak kesal dengan semua kemauan Istrinya
Rani pun mulai fokus dengan berkas-berkas yang ada diatas meja kerjanya, sedangkan Bagas sudah kembali ketempat duduknya yang memang masih satu ruangan dengan ruangan CEO hanya terhalang oleh dinding kaca.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!