Derasnya bunyi aliran sungai Cijulang yang membelah beberapa dusun kecil di bawah lereng gunung Honje daerah Pandeglang menjadi alunan musik tersendiri yang begitu melekat di telinga seorang gadis desa bernama Safitri.
Safitri adalah seorang gadis yang baru menginjak usia 19 tahun saat ini dan dia masih duduk di bangku kelas 12 MAN yang ada di kota kecamatan dengan jarak sekitar hampir 10 km dari rumahnya. Dusun Safitri yang terletak di area terpencil dan sulit dijangkau menjadi kendala untuk Safitri menempuh perjalanan dari rumah ke sekolah dengan mengendarai sepeda..
Terkadang hidup memang terasa tidak adil. Orang yang bergelimang harta bisa memoles penampilannya sedemikian rupa tanpa khawatir meski harus mengeluarkan banyak uang. Sementara di salah satu tempat di belahan bumi lain, kedua orang tua Safitri harus berjuang keras mati-matian hanya untuk makan sekeluarga dan menyekolahkan anaknya.
Mirah sang ibu adalah seorang buruh tani yang selalu berangkat kerja ke sawah milik seorang juragan tanah dari habis sholat subuh dan kembali saat matahari sudah mulai condong ke barat. Begitu juga dengan sang suami Bahrul, dia melakukan pekerjaan yang sama sebagai buruh tani.
Safitri bukan lah gadis kembang desa nan cantik molek seperti gadis-gadis di cerita novel atau drama berseri tapi dia gadis desa yang polos dan lugu tapi berjiwa tenang dan pemberani. Safitri yang berperawakan standar gadis lokal dengan rambut panjang bergelombang dan berkulit kuning langsat ciri khas wanita Indonesia.
Wajahnya tampak cantik alami tanpa polesan make up bahkan bedak sekalipun, alisnya yang tebal dan rapi ditambah hidung yang lumayan mancung membuatnya tampak ayu manis tak membosankan untuk di pandang.
Langit tampak gelap berarak jelang waktu memasuki ashar, sayup-sayup terdengar suara shalawat dari masjid kampung yang tidak jauh dari sungai tempat Safitri biasa mencuci baju saat ini.
"Dengarkan lah di sepanjang malam aku berdoa ..." dendang syair lagu kekinian mengalun merdu dari bibir tak simetris milik Fitri sambil tangannya lincah menggilas baju di atas sebuah batu besar dengan tubuh sebatas lutut terendam di air sungai.
Gerimis mulai turun begitu juga gemuruh aliran sungai Cijulang tampak makin deras pertanda di hulu sungai yang ada di puncak gunung honje sudah turun hujan hingga menimbulkan aliran sungai yang makin deras. Beberapa batang kayu terlihat mengalir membentur bebatuan besar yang ada di tengah sungai, Safitri buru-buru membereskan pakaian dan perlengkapan mencucinya ke dalam sebuah ember bak yang berukuran sedang.
Tubuh padat berisi yang dibungkus oleh kaos oblong warna hitam dipadu dengan celana kulot 3/4 zaman dulu benar-benar menutup ke ayu an wajah Safitri dalam tampilan yang sangat jadul bukan seperti gadis zaman now tapi lebih seperti gadis zaman old.
"Wah! Ageung pisan arusnya mani loba jeram Oge. mending urang enggesan wae." pikir Fitri saat melihat arus sungai Cijulang makin deras dari arah hulu-.
Saat Fitri sedang merapikan cuciannya untuk dimasukkan ke dalam tiba-tiba.
DUARRRRRR
"Subhan Allahu Akbar Astaghfirullah!" seru Safitri sambil menutup telinganya saat bunyi petir yang sangat keras memekakkan telinga dan mengguncang dadanya.
"Allahu Akbar, Ya Allah lindungi hamba sampai rumah." gumam Safitri setengah berlari menuju rumahmu yang lumayan agak jauh.
Sambaran kilat dan bunyi petir saling bersahutan membuat Safitri sesekali bergidik mengangkat pundaknya sambil melantunkan lafadz tahmid dan takbir berulang kali.
"Assalamualaikum!" teriak Safitri membuka pintu memasuki sebuah rumah berukuran sedang yang separuh dindingnya masih terbuat dari bilik bambu.
"Waalaikumsalam, teteh takut!" teriak si bungsu Indah langsung mendekapnya.
Safitri meletakkan bak berisi cucian di atas kursi kayu lalu berjalan duduk sambil memeluk Indah dan mengusap lembut punggung nya agar si bungsu tenang.
"Baca Subhanallah dek, jangan takut itu mereka sedang bertasbih juga." ucap Safitri menenangkan indah.
"Iya teh tapi tetap aja Ndah takut." balas si bungsu tak mau melepaskan pelukan nya bahkan sekarang duduk di pangkuan Safitri
"Manja, kolokan maneh mah," suara Ayu adik kedua Safitri yang baru keluar dari kamarnya.
"Ayy, mamah tos uwih encan?" tanya Safitri tiba-tiba teringat mamanya.
"Aya di Pawon teh."saut Ayu tanpa melihat Safitri dan asik dengan hp android jadul milik nya.
"Udah Ayy jangan main hp dulu, banyak petir." tegur Safitri mengingatkan Ayu agar berhenti memainkan HP-nya saat hujan deras turun seperti ini.
"Gak ngaruh meren teh." saut Ayu cuek dengan teguran Safitri.
Safitri hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat Ayu yang masih saja tak mau mendengar nasehatnya.
DUARRRRRR
"AAHHH!" teriak Indah dan Ayu bersama karena bunyi petir yang sangat keras.
Bahkan hp milik Ayu jatuh ke lantai karena kaget luar biasa
"Subhanallah Allahu Akbar!" beberapa kali Safitri mengumandangkan lafaz takbir dan tasbih dari bibirnya.
"Kak fit, kasihan bapak belum pulang." indah menengadahkan wajahnya ke atas menatap Safitri sambil merenggangkan pelukannya.
"Astaghfirullah! iya bapak belum pulang masih di sawah. Ya Allah semoga tidak terjadi apa-apa sama bapak." nada kecemasan jelas terdengar dari kata-kata yang meluncur lewat mulut Safitri.
Setelah hampir setengah jam hujan deras yang disertai dengan angin dan Guntur serta kilat berhenti perlahan langit berubah menjadi cerah. Udara terasa segar ditambah lagi dengan bunyi tetesan air hujan yang jatuh beku banget air hujan membuat suasana pedesaan yang nyaman dan menenangkan.
"WAAKK BAHDRULLl!" teriak histeris seorang pemuda jangkung dengan caping di kepalanya berlari ke tengah sawah.
"astagfirullahaladzim innalillahi wa innalillahi roji'un Uwaa! Hiks hiks hiks." suara tangis pemuda itu terdengar sangat syok melihat tubuh hangus yang ada di depannya.
Tangan kekarnya bergetar ingin menjamah tubuh hangus itu matanya tampak merah dengan berlinang tetes air mata mengalir begitu saja di wajah yang tampak terlihat jelas rasa takut bercampur dengan kesedihan.
"Uwaaa, Huuuuuaaaaa!" pecah sudah isak tangis itu menjadi tangisi bersama memilukan.
Pemuda itu merangkul tubuh hangus yang ada di depannya sambil terus terisak.
"Ya Allah, kenapa ini semua terjadi pada pakdee hiks hiks hiks." rintik pemuda itu sambil terus memeluk tubuh lelaki paruh baya yang sudah tak bernyawa dengan tak bisa dikenalin wajahnya kecuali warna hitam seperti arang.
Dari kejauhan tampak beberapa orang pria dengan cangkul dipanggul berlari menghampiri mereka dengan wajah-wajah panik karena kaget dengan kejadian salah satu rekan petani mereka yang tersambar petir siang jalan sore itu.
"Astaghfirullah Bahrul!!" teriak beberapa orang hampir bersamaan saat melihat tubuh yang sudah bisa dikenal di wajah dan ada dalam pelukan pemuda itu.
"Nanan! Cepat angkat Bahrul jangan kelamaan di sini takut ada petir lagi." perintah salah satu pria paruh baya yang seusia dengan Badrun memperingatkan.
Pemuda yang dipanggil Nanan langsung mengangkat tubuh Badrul dibantu oleh beberapa orang petani untuk menjauh dari tempat kejadian.
"Dit, cepat laporkan kejadian ini sama juragan Teten sama Pak kades." perintah Samsul sambil ikut membantu Bahrul yang sudah terjulur kaku
...Kematian tak dapat dihindari sekalipun manusia itu bersembunyi di dalam benteng yang kokoh....
Berita kematian Bahrul karena tersambar petir begitu cepat tersebar luas di kampung Cijulang wetan nama desa tempat tinggal Safitri, Hampir sebagian besar penduduk keluar dari rumahnya berdiri di sepanjang jalan berkerumun bahkan ada yang berlarian kecil menuju ke arah jalan tempat kejadian
Dari ujung jalan desa iring-iringan penduduk kampung yang membawa tanduk tampak berjalan bergegas. hampir semua mata yang dilewati oleh iring-iringan jenazah tampak takut atau terenyuh melihat keadaan Bahrul terbujur aku di atas tandu dalam keadaan gosong.
"ASTAGFIRULLAH INNALILLAHIWAINNAILAIHIROJIUN!" teriak hampir sebagian warga. saat melihat keadaan jenazah Bahrul yang sangat mengenaskan.
""MIRAH! ETA LALAKI MANEH MAOT!" lengking salah satu tetangga Mirah menerobos masuk rumah Safitri dengan nafas terengah.
PYARR
Piring di tangan Mirah seketika jatuh di lantai semen dan tempe goreng diatasnya berhamburan jatuh ke lantai.
Mulut Mirah ternganga dengan pandangan kosong membulat kaget tak percaya, dadanya tampak turun naik seketika nafasnya tersengal mendengar kabar duka kematian suaminya. Tubuh Mirah limbung sementara tangan kurusnya berusaha menopang tubuh itu dengan berpegang pada salah satu tiang bambu yang ada di dapur.
"EMAKKK!" teriak Safitri menghambur langsung memeluk tubuh ibunya.
"Emakkk! Huuuu hiks huuuuu...." tangis pilu indah pecah seketika melihat Mirah yang tergeletak di lantai tak sadarkan diri.
"Bapakkkk hiks bapakkkkk huuuuuu..." tangis Ayu pun pecah seketika, tubuhnya ambruk bersimpuh di lantai.
Ayu meraung sambil menekuk lutut dan menyembunyikan tangis nya.
"Cepat ambil kayu putih!" ucap Sarmi salah satu keluarga terdekat Mirah.
"Emakk! bangun makkkk hiks hiks bangun makk hiks hiks." ratap Safitri sambil mengusap lembut pipi Mirah yang ada di pangkuannya.
Sementara dari luar terdengar suara riuh dari beberapa penduduk yang mulai berdatangan memasuki halaman rumah Safitri
"AWAS MINGGIR!!" suara lengkingan seorang pria paruh baya begitu memasuki halaman rumah Safitri.
"Awas hati-hati! Letakkan jenazahnya di atas dipan itu," perintah Samsul pada rekan-rekannya agar meletakkan jenazah Bahrul di sebuah dipan yang ada di ruang tamu rumah Safitri.
"BAPAKK!!" teriak Indah, Ayu dan Safitri hampir berbarengan begitu melihat jenazah Bahrul sang ayah yang terbujur kaku dalam keadaan gosong.
Ayu dan indah langsung menghambur mendekati dipan kayu dan menangis meraung di samping jenazah ayahnya sambil duduk bersimpuh, sementara Safitri hanya bisa memeluk erat tubuh Mirah sang ibu sambil matanya menatap tubuh jenazah sang bapak dengan linangan air mata.
Hampir seluruh penduduk kampung keluar di senja itu berkerumun di depan rumah Safitri. Tangis dan ratap pilu dari dalam rumah Safitri bercampur dengan suara tumpang tindih masyarakat yang begitu riuh dan ramai.
Sarmi mengoleskan minyak angin Kampak tepat di bawah hidung Mirah untuk membuatnya sadar, usaha ini ternyata berhasil beberapa menit kemudian Mirah kembali siuman . Begitu netra senjanya terbuka, bola mata itu berputar mencari sesuatu dan tatapannya jatuh pada dipan di mana tubuh kaku suaminya terbaring.
"Bapakkk!" suara pilu Mirah bangun dan berjalan terhuyung dengan membungkuk mendekati dipan.
Tangan Mirah gemetar terulur saat mengusap pucuk kepala suaminya. Safitri berjalan lemas tak bertenaga mendekati jenazah sang ayah dengan linangan air mata lalu dia mengusap lembut kaki sang ayah.
Hampir semua orang yang ada di rumah itu ikut merasa sedih melihat duka kala senja yang melanda keluarga Safitri.
***
Duk Duk Duk Duk
Bunyi langkah kaki menaiki tangga sebuah rumah panggung yang terlihat mewah ditengah perkebunan buncis baby dan juga sayur-sayuran yang lain tampak berdiri megah.
"Permisi Tuan, sepertinya kita tidak bisa kembali ke Jakarta malam ini karena mobil tu-." ucap pria berbadan tinggi tegap yang berusia sekitar 30an tahun berwajah ganteng tapi sangar tiba-tiba seperti tercekat berhenti di tenggorokan saat ujung mata yang dipanggil Tuan melirik ke arahnya tajam.
"Siapkan kamar! Aku ingin istirahat." ucap si tuan tanpa melihat ke arah pria di depannya.
Pria itu memandang pekatnya malam lewat jendela, hawa dingin mulai menusuk kulit dan tulang walaupun dalam balutan baju hangat sekalipun.
"Tunggu Is." panggil pria itu saat Ismail asistennya hendak meninggalkan ruangan di mana dia berada.
"Iya Tuan Kemal. Apa anda membutuhkan sesuatu?" tanya Ismail kepada Kemal.
"Carikan aku tem-"
Dreettt dreettt dreettt.
Bunyi dering telepon membuat Kemal tak jadi meneruskan perintahnya pada Ismail.
"Ppfffff!' tarikan nafas dalam dan dibuang secara kasar keluar dari mulut Kemal.
"Ck. Gak ada kerjaan apa selain ganggu hidup gue." gumam Kemal sinis sambil menarik sudut kanan bibirnya ke atas.
Kemal mendudukkan bokongnya di kursi santai yang letaknya tak jauh dari tempat dia berdiri, begitu tangannya menekan dan menggeser tanda panggilan ke atas seketika ekspresi dan juga suaranya berubah dan bertolak belakang.
"Malam Yang Kung, tumben Yang Kung belum istirahat jam segini." suara Kemal terdengar ramah berbasa-basi dengan si penelpon di seberang.
"Fabian besok pulang. Kalau sampai besok kamu tidak memperkenalkan calon cucu menantu eyang, Fabian yang akan mengambil posisimu di perusahaan kita." kata Bastian pemilik Sari sehat group sekaligus kakek Kemal.
Bastian adalah seorang dokter penyakit dalam yang puluhan tahun lalu mulai merintis usaha di bidang kesehatan terutama rumah sakit hingga usahanya menjadi besar, bahkan sudah memiliki beberapa cabang rumah sakit besar di kota-kota besar.
Bastian memiliki dua cucu dari dua putranya yaitu Kemal dan Fabian, Fabian sejak SMA sudah tinggal di Inggris untuk menimba ilmu bidang kedokteran. Sementara Kemal lebih memilih tetap di Indonesia untuk melanjutkan studinya di sebuah kampus kedokteran ternama yang ada di Jakarta.
Kemal dan Fabian adalah dua saudara sepupu yang selalu bersaing sejak kecil dalam bidang apapun, dalam setiap persaingan Fabian selalu menonjol dan selalu bisa mengalahkan Kemal hal itu membuat Kemal merasa tersisih.
Satu hal yang menjadi keberuntungan Kemal adalah dia cucu pertama dari Bastian dan itu artinya Kemal adalah penerus pimpinan di Sari sehat group.
"Yang Kung tolong kasih Kemal wak-" kalimat Kemal terpotong saat sambungan telepon sudah diputus Bastian dari seberang.
"Shitt! geram Kemal meremas HP di tangannya.
Sementara Ismail yang dari tadi memperhatikan Kemal hanya mengulum senyum tipis.
"Ambilin gue minuman yang bisa ngelupain semuanya Is. Gue pengen bisa tidur malam ini." titah Kemal yang langsung dibalas dengan anggukan Ismail.
Begitu Ismail keluar, Kemal menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi santai dia menghela nafas panjang sambil menatap langit-langit plafon dengan warna putih bersih.
"Aaagggrrr? Siapa yang bisa gue jadiin tumbal biar gue nggak tersisih dari posisi gue saat ini?" geram Kemal sambil mengacak rambutnya.
Malam makin pekat ada duka di keluarga Safitri ada galau di hati Kemal tapi semua muara dari duka dan permasalahan dua insan yang berbeda latar belakang keluarga adalah sama, antara memperjuangkan hidup untuk tetap hidup dan mempertahankan kemewahan hidup agar tidak terenggut.
Yuk kepoin lagi kisah Safitri dan Kemal di episode berikut pengen tahu kan bagaimana mereka dipertemukan?
Terima kasih banyak untuk yang sudah mampir jangan lupa like favorit rate dan juga komentarnya Kaka 🙏🤗
BRAKKK!!
Bunyi pukulan tangan yang melayang di atas meja seketika membuat orang yang ada di rumah juragan Teten tersentak kaget, tak ada mulut yang terbuka atau suara yang terdengar semuanya diam tertunduk dalam rasa takut.
"KEHED SIA BAHRUL SAGALA MAOT! Heh maneh berdua, tarik kulawarga bahrul bangsat kaluar ti pikeun mayar hutang na!( sialan Bahrul pake mati segala! Heh kalian berdua usir semua keluarga Bahrul dari gubuknya buat bayar hutang nya!!")
"Tapi punten juragan, sekarang jenazah belum dikuburkan baru dikuburkan besok pagi!" ucap Asep salah satu anak buah Teten yang memberikan laporan tentang kematian Bahrul.
"Ya sudah lamun Kitu. Besok pagi saya tidak mau tahu rumah itu harus sudah kosong dan ingat kalau saya cek rumah itu masih ada isinya walaupun cuma kucing kalian semua aku pecat! PAHAM!" bentak Teten dengan mata mendelik ke arah anak buahnya
"Ba baik juragan." jawab anak buahnya serempak.
Setelah kedua anak buah Teten keluar dari rumahnya, teteh berjalan masuk ke ruang kerjanya. Salah satu ruangan yang tidak boleh sembarang orang boleh memasukinya kecuali dirinya dan istri dan Asep anak buah sekaligus orang kepercayaannya.
Teten duduk di kursi kebesarannya, lalu tangannya meraih laci meja yang persis ada di samping kanannya dan mengambil sebuah amplop warna coklat dari dalam laci.
"Hahahaha. Rezeki gak kemana, sedikit demi sedikit semua tanah dan perkebunan yang ada di desa Cijulang wetan akan jadi milikku. Teten juragan tanah orang paling kaya nomor satu di desa Cijulang wetan." ucapnya sombong sambil menyeringai sambil kedua jari telunjuk dan jempol menyentil amplop itu beberapa kali.
"Apa, apa nggak sebaiknya kita biarkan keluarga Mirah tetap di rumah itu, kasihan mereka baru saja kehilangan tulang punggung keluarganya." ucap Laras tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar kerja Teten.
Melihat kehadiran Laras istrinya tanpa diundang datang membuat Teten terlihat kesal.
"Lain kali kalau masuk ketuk pintu dulu, dan satu lagi. Jangan ikut campur urusan Apa. urus saja anak kamu yang bangor dan dapur!" Bentak Teten terlihat tidak suka dengan apa yang dilakukan Laras.
"Tapi Pa-"
"KELUAR! SEBELUM AKU SERET KELUA!" Hardik Teten membuat Laras terhenyak kaget dan seketika dia keluar pergi meninggalkan ruang kerja Teten suaminya
"Dasarna pamajikan sia ngan jadi parasit!( dasar istri tak berguna cuma jadi benalu!)" gerutu Teten masih terlihat kesal.
**
Kemal berjalan menaiki sebuah panggung yang megah di sebuah acara akbar perayaan ulang tahun, wajahnya terlihat bahagia dengan senyum terkembang hingga terlihat barisan gigi putih nya
Persis di tengah panggung tanpa seorang wanita cantik dengan baju berwarna putih nan elegan tersenyum manis dan penuh sayang menyambutnya naik ke panggung.
Kemal membentangkan kedua tangannya, ada buket bunga cantik di tangan kanannya buket bunga yang ingin dipersembahkan untuk wanita itu yang tak lain adalah mamanya.
"Mamaa!" teriak riangnya dari ujung panggung sambil berlari dan tersenyum bahagia menyambut rentangan tangan sang mama.
Langkah Kemal tiba-tiba berhenti saat dia menatap ke atas di mana lampu sorot yang ada tepat di tengah atas panggung sedikit bergoyang dengan tali pengait yang hampir putus.
Wajah kemal seketika pucat dengan mata membulat bergantian menatap tali pengait lampu di atas dan mamanya yang tepat persis di bawah lampu.
BRUUKKK
"MAMAAAA!!" teriak Kemal sekuat tenaga.
Kemal melompat menubruk tubuh sang mama saat lampu sorot itu jatuh hingga sang mama terpental dua langkah menjauh dari tempat lampu itu jatuh, tapi naas lampu itu tiba-tiba
Cling hilang
"Aaarrggg!" erang Kemal terlihat gelisah dalam tidurnya.
Mimpi buruk tiba-tiba kembali hadir dalam tidurnya, mimpi yang sudah lebih dari 4 tahun tidak pernah muncul malam ini tiba-tiba muncul kembali hingga membuat tubuh Kemal lama-lama lemas dan tak sadarkan diri dalam tidur.
***
Di rumah Safitri
Malam makin larut udara dingin di lereng gunung honje tak sebanding dengan duka yang membalut keluarga Safitri malam, itu juga Bahrul dimakamkan diiringi oleh isak tangis dari anaknya juga istrinya.
Tak tampak keramaian acara tahlilan ataupun pengajian di rumah Safitri malam ini, rumah berbilik bambu yang terasnya diterangi lampu 5 watt terlihat sepi dan tertutup rapat. Dari luar sayup-sayup terdengar suara orang mengaji.
"Mak, makan dulu ya Fitri suapin." Ucap Safitri lembut sambil mengusap lengan Mirah yang berbaring miring di atas dipan kayu beralas tikar bambu di kamarnya.
"Hiks hiks hiks." Mirah tak menjawab dengan kata-kata hanya isak tangis yang keluar dari bibirnya.
"Emak makan ya? Kalau sampai emak nggak mau nanti sakit Fitri takut Mak, kita baru saja kehilangan bapak Fitri nggak mau terjadi hal buruk sama Emak. Yang sedih nggak cuma emak tapi juga Fitri dan adik-adik juga sedih kehilangan bapak jadi Fitri mohon emak harus kuat untuk kita bertiga. Kita sekarang cuman punya emak. Fitri mohon emak makan ya beberapa suap aja." bujuk Safitri mengambil sesendok nasi dengan lauk tempe goreng dan sayur bayam untuk disebabkan kepada Mirah.
Bujukan Safitri tidak membuat Mirah bergeming dari posisinya, duka yang dalam karena kepergian sang suaminya yang mendadak membuatnya tak mampu berpikir. Yang ada hanya perasaan putus asa dan juga kehilangan.
Safitri menarik nafas dalam, matanya mulai kembali tergenang. Apa yang dirasakan oleh ibunya pasti tidak jauh beda dengan apa yang dirasakan dirinya. Jangankan untuk berselera makan rasa ngantuk pun tak ada, duka yang dalam membuat mereka tidak merasakan lapar sedikitpun padahal dari siang mereka belum makan.
Waktu tak terasa merambat, hingga tau-tau sudah menjelang fajar tiba. Safitri bangun dari tidur ayam nya berjalan gontai dari kamar nya menuju ruang tamu yang tampak lengang.
Saat mata Safitri menatap lantai terhampar tikar plastik tepat di bekas jenasah Bahrul di letakkan kembali air mata meluncur di pipinya tanpa bisa dicegah.
"Tenang lah bapak di sisi Allah, sekarang bapak tidak perlu capek dari bangun tidur sampai mau tidur untuk bekerja menafkahi kita, ya Allah berikan bapak tempat yang terbaik di sisiMu setelah lelah dan letihnya bertahun-tahun untuk kami." ucap lirih doa Safitri.
Safitri mulai merapikan dan menggulung tikar tikar yang ada di lantai rumahnya, irisan daun pandan yang berceceran juga beberapa kapur barus dan serpihannya membuat ruangan terasa menyengat menusuk hidung yaitu bau khas rumah duka.
Begitu selesai merapikan ruang depan Safitri berjalan ke dapur melihat meja persegi empat panjang tempat biasa makanan disajikan masih tertutup rapi tudung saji. Safitri menghela napas panjang, pandangan matanya kemudian pindah pada tumpukan beberapa kain batik panjang yang terumbu di atas bak yang ada di pojok dekat kamar mandi di dapur bekas penutup jenazah Bahrul.
"Lebih baik aku beberes rumah dulu baru mencuci kain-kain itu." monolog nya.
Dia pun melangkah ke kamar mandi belakang rumahnya dan mengambil air wudhu dari sebuah gentong besar yang ada di sudut kamar mandi.
begitu selesai salat Subuh dan merapikan rumah Safitri lalu mengumpulkan kain-kain batik bekas penutup jenazah dan beberapa baju kotor dalam bak yang lumayan besar lalu dia pergi ke sungai.
***
"Ahh segarnya! Nyenyak banget tidur gue semalam." ucap Kemal begitu membuka jendela kamarnya.
Wajah tampannya masih tak berubah walaupun baru bangun tidur.
"Asik nih kayanya kalo buat joging udaranya dingin dingin gerrr. Dah lah mending gue cabut sekarang aja sambil cari sarapan." monolog kemal sambil menyambar jaketnya.
Begitu pintu kamar Kemal dibuka, Ismail yang sudah bersiap menanti Tuannya di depan pintu kamar dibuat terkejut dengan penampilan Kemal sampai matanya membulat sempurna tak percaya.
"Rico?" satu kata pertanyaan yang mewakili keterkejutannya.
"Pagi bang Is, tuh biji mata napa ampe mau keluar gitu kaya habis liat hantu bang? Kuy temenin joging yuk." ucap Kemal friendly menyapa Ismail yang masih terbenam dengan perubahan Kemal.
"I iya mas." saut Ismail tergagap.
So, apa yang terjadi dengan Kemal? mau tahu kan yuk ikutin episode berikutnya dijamin makin seru insya Allah 🤭
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!