Gadis berjilbab dengan berpakaian seragam yang terlihat sudah kusut. Dengan senyuman lebar tercetak jelas di bibir nya. Di senyuman nya terlihat gigi gisul nya dan lesu pipi gadis itu, sungguh sangat manis jika gadis tersenyum. Apalagi senyuman lebar nya membuat para laki yang melihat nya akan terpanah dengan senyuman dan kecantikannya.
"Tullah kenak karma kamu kan. Akibat gak shalat" Gadis berjilbab putih tergelak tertawa menampakkan gigi nya tertata rapi dan gigi gisul nya jangan lupa lesu pipi nya. Di jilbab Kurung putih panjang tertulis name tag LUZIANA AFRIANI.
"Ngejek Lo." Sentak nya dengan mata mendelik tajam. Terlihat name tag baju gadis dengan rambut sepanjang sepunggung, tertulis Karina.
Luziana menertawakan temanya bukan tanpa sebab. Luziana sudah berkali-kali mengajak teman karibnya untuk shalat sebelum pulang. Berbagai alasan keluar dari mulut karina. Alasannya karena bajunya kotor lah, Lebih enak shalat di rumah lah. Bilang aja ujung-ujungnya karena malas.
Kenapa Luziana menertawakan sahabat karibnya?. Waktu Luziana shalat, Karina menunggu Luziana siap shalat di luar mushalla. Ada seorang anak laki lari terbirit-birit, seorang anak laki itu lari terbirit-birit karena di kejar teman nya. Sampai mushalla laki-laki itu berdiri di lantai mushalla, dan teman nya yang kejar berdiri tanah. Dari tadi cowok yang berdiri di lantai mushalla, tak henti henti mengejek temanya yang berdiri di tanah. Kesabaran cowok yang berdiri di tanah pun sudah abis. Ia pun mengambil sepatu yang punya laki-laki berdiri di lantai mushalla. Sepatu itu ia lempar, saat di lempar pas banget Karina berdiri. Gadis itu berdiri setelah melihat karibnya keluar dari mushalla. Lemparan pun tempat kenak sasaran muka Karina. Tapi yang kenak muka Karina adalah kaos kaki nya. Kemudian tawa orang di sekitar pun pecah. Karina pun menutup mukanya sebab saking malunya.
"Bau banget pula tu kaos kaki kayak bau terasi. Tu kaos kek nya gak pernah di cuci deh. Sampai seratus tahun" Ucap Karina sambil mengusap hidungnya.
"Gapapa itu. Sebagai pewangi yang di kasih langsung dari malaikat untuk kau." Cibir Luziana dengan diakhiri tertawa terbahak-bahak.
"Wangi wangi matamu. Bau bau terasi gitu di bilang wangi. Cih" Karina memutar bola matanya dengan sinis. Melihat teman karibnya tidak henti-henti menertawakan diri nya.
"Duuh gatal banget ni hidung gue. Gara gara kaos kaki bau terasi setan itu." Gumam Karina sambil mengusap hidungnya.
"Hei kalian berdua di suruh kumpul di lapangan."
"Buat apa?".
"Gak tau tuh. Tadi di bilang sama Vian suruh kumpul di lapangan"
"Ouh oke."
Dua gadis itu pun pergi menuju ke lapangan outdoor. Di lapangan outdoor sudah banyak murid berdiri. Para murid, berdiri di terik matahari panas nya siang matahari dan ada juga duduk di bawahnya pepohonan rindang.
"Ada acara apa sih. Suruh kumpul kumpul di lapangan, mau aja baru sampai rumah. Dah suruh kembali sekolah lagi." Ujar frustasi salah satu murid.
******
"Halo pak Anto." Panggil seorang gadis di sebrang telepon.
"Ya non. Ada apa?." Tanya pak Anto berkerja sebagai sopir di keluarga Hervandez.
"Nantik pak Anto, tolong jemput saya ntar sore ya." pintanya di seberang telefon.
"Baik non." Balas pak Anto sambil mengangguk paham walaupun tidak terlihat di sebrang telepon.
Gadis dengan rambut nya yang sebahu berwarna hitam kecoklatan. Bernama meysa Fiola Hervandez. Meysa mengakhiri panggilan nya dan berjalan menuju lapangan.
Para murid semua pun sudah berkumpul lapangan outdoor. OSIS yang notabene bukan anggota berdiri di depan menghadap para murid. Orang yang berdiri depan lapangan berjumlah empat orang. Yaitu Vian ber notabene sebagai ketua OSIS, Luziana ber notabene sebagai wakil osis, Meysa notabene sebagai sekretaris, Jihan sebagai bendahara.
Meysa menatap gak suka pada Luziana. Yang berdiri di samping Jihan. Begitu sebaliknya juga Luziana menatap malas pada mesya.
"Ada apa sih. Panggil panggil kita ke lapangan Vian." Tanya Jihan. Soalnya gak kayak biasa nya mereka ngumpul dadakan gini. Sampai para murid yang baru sampai di rumah harus kembali ke sekolah. Bahkan pakaian mereka ada yang gak memakai seragam karena sudah mengganti pakaian dengan baju sehari-hari. Dan gak mau mau para murid yang sudah menganti pakaian seragam dengan baju sehari-hari. Terpaksa kembali sekolah dengan memakai baju sehari-hari itu.
"Kita mulai kembali Ekskul Harini. Jadi kalian menuju ketempat kelas Ekskul kalian masing masing." Pinta Vian pada seluruh murid.
"Gajelas banget sih."
"Apanya yang gajelas."
"Kok dadakan banget mulai Ekskul nya".
"Gak dadakan mulai Ekskul nya. Kan dah di kasih tahu kemarin sudah mulai masuk ekskulnya. Tapi hari nya aja kasihnya tahu nya gajelas ." Ucap Vian. Jihan pun mangut mangut kepalanya. Soal nya mereka sudah beberapa Minggu berlibur sekarang sudah mulai masuk semester genap. Bahkan sudah satu seminggu para murid sekolah. Sekarang sudah Minggu kedua mereka sekolah. Jihan pun melenggang pergi menuju kelas Ekskul.
Luziana berjalan menuju ketempat kelas Ekskul. Tiba-tiba dengan sengaja meysa menyenggol lengan gadis itu. Membuat Luziana menjadi Emosi.
"Ngapain Lo nyenggol nyenggol gue." Sentak Luziana marah, sambil menatap nyalang terhadap meysa yang di depan nya.
"Upss sorry ya rakyat jelata." Cibir meysa dengan wajah sinis.
"Gausah kamu buat buat wajah kayak gitu mirip monyet tau." Ledek Luziana dengan gaya mulai terlihat santai yang tadi nya marah. Kini terlihat santai. Karina yang di samping Luziana sampai ingin tertawa mendengarkan ledekan Luziana. Namun di tahan olehnya, yang ada nantik ada nantik ia juga kenak maki sama meysa.
Tangan meysa mengepal kuat. "Maksud Lo apa hah rakyat jelata. Udah miskin belagu lagi." Balas meysa dengan sikap sombong dan angkuh nya.
"Hei telur busuk. Siapa yang belagu kamu, tu yang belagu. Lo Sebenarnya iri kan sama gue. Karena aku tu lebih pintar daripada kamu." Balas Luziana.
Meysa sudah naik pitam ingin sekali menjambak rambut Luziana yang berbalut jilbab itu. Namun tidak ia lakukan, Karena seorang laki-laki datang menghampiri dan melerai pertikaian antara mereka.
"Apa-apaan sih kalian. Bukannya masuk kelas Ekskul kalian masing masing. Malah bertengkar kalian disini. Apa kalian mau saya hukum. Kalian tu dah kelas sebelas seharusnya kalian berdua itu. Kasih contoh baik baik untuk adik adik kelas kalian. Bukannya seperti ini. Apalagi kalian berdua itu OSIS. " Vian menatap mereka berdua dengan bergantian dengan sorot mata tajam. Dari dulu sampai sekarang mereka berdua tidak jauh dari kata bertengkar. Pasti ada ada aja mereka ributkan. Sampai guru sekolah disini. Angkat tangan menghadapi dua perempuan itu.
"Lo juga Karina. Seharusnya jadi pencerahan buat mereka. Bukannya malah nonton." Ucap Vian sambil jari telunjuknya kearah Karina. Dia yang tadi diam aja sekarang kaget sekaligus gak terima.
"Eh lu Vian. Gue bukan nya gak melerai pertikaian mereka. Gue tu takut kenak imbasnya tau." Ujar Karina kesal sambil menyibak rambutnya. Vian hanya menghela nafas panjang. Percuma aja dia memberikan nasihat, tetap aja dua gadis itu akan bertengkar.
"Dah kalian bubar sana." Pinta Vian.
Meysa dan Luziana dengan tatapan muka tidak bersahabat. Melenggang pergi dari tempat itu juga menuju ke kelas Ekskul masing masing. Beberapa Jam berlalu. Sekarang jam menunjukkan pukul empat sore.
Tring
Tring
Tring
Bel pulang pun berbunyi. Para murid semua berhamburan keluar menuju ke parkiran dan ada juga menunggu di depan pagar untuk menunggu jemputan oleh orang tua.
Mobil warna hitam berhenti dekat perempuan mengunakan hijab putih. Dan kaca mobil pun terbuka."Luziana gue pulang duluan ya." Pamit Karina. Melihat teman karibnya yang sedang ingin mengeluarkan motor nya dari parkiran.
"Iyahh. hati hati di jalan ya Karina." Balas Luziana Seraya tersenyum ramah.
"Oke. Lu juga jangan bawa Honda nya ngebut ngebut ya." Ucap Karina memperingatkan. Luziana mengangguk kepalanya sebagai jawaban. Kaca mobil pun tertutup mobil. Karina segera melaju mobil nya pergi dari tempat itu juga.
Luziana yang sedang membawa Honda nya menuju keluar pagar . Tiba tiba ia berhenti, Karena banyak kendaraan yang keluar dari pagar sekolah. Mata Luziana dan meysa bertemu. Gadis dengan rambut sebahu menatap sinis kearah Luziana. Ia menjulurkan lidahnya kearah perempuan berjilbab itu. Dan meysa membuka pintu mobil sport nya dan masuk kedalam mobil tersebut.
Luziana memutar bola matanya jengah. Dari dulu sampai sekarang mereka itu tidak ada namanya teman akrab yang ada mereka berdua itu selalu bermusuhan. Jika mereka berdua bertemu selalu bertengkar mulut. Ntah apa yang selalu dua gadis itu mempermasalahkan selalu. Sampai gak pernah sedikitpun mau baikan.
Di depan pagar kendaraan sudah tidak ada lagi. Gadis itu pun segera menarik gas. Honda nya melaju dengan kencang. Apa yang di peringkat kan oleh teman karibnya nya tadi jangan ngebut itu hanya sebagai angan angan belakang bagi Luziana.
*****
"Eh sayang... Kok tumben pulang sekolah nya telat." Tanya mommynya meysa bernama Liona. Kini mereka berada di dapur. Mommynya tadi sedang menghidangkan makanan di atas meja untuk makan nantik malam. Liona berhenti setelah melihat putrinya menuju tempat nya dengan wajah suram.
Meysa mengangkat tangan kanannya untuk menyalami mommynya. "Ada Ekskul mom di sekolah tadi." Jawabnya dengan tidak semangat. Setelah selesai menyalami mommynya.
Mommy nya mengangguk paham."Dah sekarang kamu ganti baju terus mandi. Abis tu balik lagi kesini biar kita makan malam bersama." Titah Liona-mommynya.
"Baik mommy." Sahut Mesya dengan lesu.
"Kamu kenapa sih meysa sayang. Kok lesu amat. capek? apa ada masalah di sekolah tadi." Tanya Liona melihat anak nya yang tidak begitu semangat. Menjawab pertanyaan dari nya aja kek orang gak punya semangat hidup.
"Kesal aja tadi di sekolah sama si rakyat jelata tu." Jawabnya. Mommynya mengeryitkan dahinya bingung.
"Mommy tau kan tadi di sekolah. Dia tu dan nyenggol meysa. Tapi meysa yang kenak di marahin. Gimana gak kesal coba." Cerita meysa membalikkan fakta.
"Siapa yang berani marahin. Anak kesayangan mommy." Ucap Liona dengan ekspresi marah di buat buat.
"Si rakyat jelata tu. Luziana namanya." sahut meysa sedikit semangat.
Mommy Liona terkekeh melihat putrinya. Tangan nya terangkat mengusap pucuk kepala meysa. "Nantik ya mommy marahin dia habis habisan. Sekarang kamu ganti baju abistu mandi. Dan balik kesini lagi biar kita makan bareng sama papi." Titahnya dengan senyuman terukir di bibirnya.
Muka meysa langsung berubah menjadi merenggut sekaligus sedih."Ah. mommy bohong. Selalu bilang gitu, nantik datang ke sekolah biar nantik mommy marahin dia habis habisan. Nyatanya apa!. Mommy gak pernah tuh datang sekolah buat marahin dia. Mommy beda dengan kak Al. Kalau ada kak Al disini pasti dia gak bilang omong kosong kek mommy." Ujar meysa panjang lebar dengan suara yang tercekat. Benar apa yang di bilang meysa. Mommy nya hanya bilang omongan kosong. Mommy nya bukan gak mau datang. Itu kan cuman hal sepele biasa anak remaja sekarang. Ada marahan, abis tu musuhan. Lama lama baikan sendiri. Lagipun itu sesama perempuan. Kalau cewek sama lelaki itu beda lagi ceritanya.
Liona menatap kepergian putrinya menuju kelantai dua. Dengan raut wajahnya sedih. Sedih bukan karena atas perkataan pedas putrinya. Melainkan tentang perkataan putrinya tentang Al, Renaldy dirgantara HERVANDEZ , Panggilan keluarga disingkat menjadi Al. Putra sulung keluarga Hervandez. Sudah sepuluh tahun lamanya putranya meninggalkan mereka. Meninggalkan bukan sebab mati, Tepatnya ia pergi menempuh latihan menjadi tentara. Kabar, berita, tentang dirinya gak pernah sampai di telinga orang tua nya. Bagaimana kabar putra sulung nya itu. Apakah baik baik saja atau tidak, gak pernah sampai di telinga kedua orang tuanya. Sebagai orang tua tentu saja merasa khawatir tentang anaknya. Tapi mau gimana lagi, menjadi tentara itu adalah keinginan putranya sejak dulu. Walaupun sudah dah beberapa kali orang tuanya tidak mengizinkan putranya pergi. Apalagi menjadi tentara. Renaldy tetap pada pendiriannya menjadi seorang tentara. Segala bujukan ia berikan kepada orang tuanya, tidak mudah bagi orang tua melepaskan anaknya. Karena ini adalah jalan terbaik dan keinginan putranya. Dengan berat hati mereka berdua mengizinkan nya dan Sampai gak pernah pulang pulang. Sekedar kasih kabar pun tidak ada.
Gak terasa satu bulir air mata jatuh dari matanya."Bagaimana kabar mu sekarang Al. Mommy harap kamu di sana baik baik saja. Dan ingat lah pulang mommy disini sangat merindukanmu."
Meysa dengan pakaian sudah di ganti dengan baju rumahan dan rambutnya sedikit basah. Menatap bingkai foto yang ia pengang. Difoto itu terlihat keluarga bahagia. Ada mommy papi dan kak Renaldy yang badannya berbalut baju tentara. Itu adalah kenangan terakhir sebelum berangkat Renaldy berlatih menjadi tentara. Kakak laki-laki nya itu sungguh sangat tampan.
"Kak Al kapan pulang kesini lagi. Biar kita bisa ngumpul bareng lagi." Monolog nya sambil memengang kaca foto itu. "Meysa disini sangat merindukan kakak". Air mata berlinang membasahi pipi mungil nya. Renaldy sosok Kakak yang paling diimpikan seorang adik. Baik, ramah, apa yang selalu ia minta selalu di kasih, dan selalu melindungi adiknya pada orang yang ingin berbuat jahat pada adik perempuan nya itu. Renaldy terlalu memanjakan adik perempuan nya itu. Sehingga kepergian nya membuat hidup nya menjadi terasa hampa.
Terlihat beberapa pasukan tentara berbaris rapi dengan baju tentara berbalut di badan mereka. Di depan pasukan tentara ada dua orang dengan badan tegap dan kekar menghadap para pasukannya.
"Hormat senjata." Suara begitu lantang terdengar di alam terbuka. Para pasukan itu sekarang, berada di hutan. Berapa lamanya mereka hanya menghabiskan waktu hanya di hutan untuk berlatih atau melakukan tugas lainnya.
Dor...
Dor...
Dor..
Suara tembakan terdengar begitu memekakkan telinga. Tentara menembakan senjata itu ke atas langit. Setelah melakukan itu salah satu di antara dua orang di hadapan tentara mempersilahkan yang di sampingnya untuk berbicara.
"Di hari ini juga, adalah malam terakhir kita berada tempat ini. Dan waktu istirahat kita hanya sampai enam bulan. Setelah enam bulan kita akan kembali berkumpul lagi. Dengan menjalankan misi tugas kita sebagai abdi negara." Suara berat lelaki tampan itu dengan badan kekar dan tubuh nya tegap menghadap para pasukan nya. Di atas bahu lelaki tubuh tegap dan kekar itu tergambar empat bintang. Maknanya ia berpangkat jenderal.
"Siap Jenderal." Balas seluruh pasukan dengan kompak.
"Hanya itu saya ingin sampai kan. Saya harap kalian mempergunakan waktu libur enam bulan sebaik mungkin. Dan tidak ada yang bikin menghambat kalian kembali berkumpul disini. Dah itu saja ia sampai kan"
"Terimakasih jenderal."
Jenderal bintang empat itu bernama Renaldy dirgantara Hervandez. Yang di sampingnya letnan jenderal tiga bintang bernama Arya.
"Udah kalian bubar sana. Sekalian siap-siap untuk besok pulang rumah masing masing."
******
Malam yang terasa dingin di hutan, menerpa kulit seorang yang duduk di depan api unggun. Menatap bintang yang berkelap-kelip.
"Jenderal pas pulang dari ini ngapain." Tanya Arya yang duduk bersebelahan dengan Renaldy.
"Gausah panggil jenderal panggil aja Renaldy" Balas lelaki itu yang kurang suka waktu istirahat begini di panggil pakai embel-embel jenderal.
Arya yang di sampingnya terkekeh pelan menatap Jenderal nya. Sekaligus teman selama ia menjadi tentara.
"Oke." Balas nya sambil mengangguk kepalanya. "Kamu Renaldy pas pulang ini dari sini ngapain." Ucapnya melempar pertanyaan yang sama lagi.
Menghela nafas panjang. "Ntah saya kurang tau" Balas Renaldy dengan pandangan lurus ke depan.
"Pas pulang ini lo ada niat nikah." Pertanyaan yang di lontarkan nya. Membuat beberapa orang duduk di antara mereka ikut menyimak Perbicangan mereka.
Renaldy mengerutkan dahinya heran.
"Umur kamu kan dah matang. Seharusnya dah boleh nikah kan" Jelas Arya yang melihat Renaldy, bingung atas penuturan nya. Bukan sudah boleh nikah, tapi memang seharusnya sudah menikah.
"Kapan Jenderal mau nikah. Undang-undang kita kita dong" Seloroh salah satu seseorang yang duduk diantara mereka.
"Saya belum ada niat menikah. Apalagi berkeluarga." Balas Renaldy dengan penuh penekanan. Padahal umurnya sudah cukup terbilang sudah matang. Tapi dirinya tetap saja tidak ada niatan menikah apa lagi berkeluarga. Ia suka dengan status single bukan suka. Tapi lebih ingin fokus dengan dunia tentara nya dan seorang jenderal.
"Kenapa, Kamu takut di selingkuhi kah" Tanya Arya. Kerja sebagai tentara pastinya akan pergi di luar daerah atau negara. Apalagi di antara mereka juga pernah mengalami seperti itu sendiri tentang perselingkuhan.
"Enggak." Sahut datar Renaldy. Buat apa dirinya takut selingkuhi. Menikah aja dirinya gak mau. Yang ada pasti nya cewek itu akan menyesal pernah selingkuhi lelaki seperti nya. Sebab, cowok tu sudah tampan kaya raya lagi.
"Terus kau gak mau nikah nikah gitu" Ntah kenapa para tentara ini sangat kepo dengan kehidupan jendral ini. Padahal banyak rata-rata dari mereka sudah menikah atau sudah punya tunangan. Sedangkan cowok itu boro-boro nikah. Dekat sama cewek aja gak pernah kecuali dengan keluarga nya.
"Aku gak ingin ada yang menghambat misi kita" Misi kali pastinya akan lebih berat. Tapi sebelumnya para tentara itu juga sudah pernah melakukan misi berat. Namun sekarang berbeda, Ia tidak ingin aja ada menghalangi misi sebagai jenderal ini. Cukup orang tuanya aja yang menghalanginya misinya.
Selain tidak ingin menghalangi misinya. Dia, juga tidak ingin pas gugur di daerah perang istrinya itu nantik jadi janda, dan terlebih lagi mengandung darah nya daging nya. Sementara waktu mereka habiskan sampai enam bulan bersama istrinya jika ia menikah. Renaldy gak sanggup memikirkan hal itu terjadi di pernikahan nya nantik.
Mereka mengangguk paham. Malam pun semakin larut mereka pun tertidur di dalam tenda. Karena mereka besok akan pulang menuju rumah masing masing. Dan berkumpul bersama keluarga yang sudah beberapa tahun. Para tentara itu tidak pernah berkumpul bareng bersama keluarga seperti ayah dan ibu atau istri dan anak anak mereka.
*****
Angin berhembus kencang berapa helaian rambutnya berterbangan mengikuti arah angin. Lelaki berdiri tegap dan wajahnya terlihat, sungguh sangat tampan rahang yang kokoh. Tubuhnya tegap dan kekar. Ia menatap sekitar. Sudah beberapa tahun ia meninggalkan tempat kelahiran nya. Dirinya sungguh sangat merindukan tempat kelahiran nya ini. Apalagi tempat ia pijak ini. Di mana dirinya berpisah sama orang tuanya hanya untuk menempuh latihan sebagai tentara.
Lelaki itu adalah Renaldy. Kini ia sudah sampai di kota A tempat kelahirannya dan tempat tinggal orang tuanya berada termasuk dirinya. Sebuah mobil berhenti tempat di depan Renaldy. Cowok tu pun membuka pintunya dan masuk ke dalam mobil tersebut. Cowok itu pun memberi tahu sebuah alamat yang mana harus dia antar kan diri nya.
Mobil berlaju sedang membelah jalan yang cukup padat. Beberapa jam mobil itu melaju. Ia pun sampai di sebuah mansion yang begitu mewah. Banyak pepohonan rindang sekitarnya dan juga ada bunga begitu indah. Bahkan halaman mansion itu sangat luas. Di depan mansion berjarak beberapa meter ditengah nya ada air mancur.
Penjaga satpam mansion itu melihat sosok lelaki tubuh tegap di luar pagar. Satpam itu mencoba-coba mengingat sesuatu karena wajah nya tidak terlihat asing.
"Den, Renaldy." Ada yang memanggil namanya padangan cowok itu langsung di mana suara itu berada. Pak satpam bernama Tio langsung membuka pintu pagar dan mempersilahkan anak tuanya masuk.
"Den apa kabar." Tanya pak Tio kepada Renaldy yang berada di hadapannya. Renaldy menyalami terlebih dahulu pak Tio lelaki paruh baya yang sudah beberapa tahun berkerja jadi satpam di rumahnya.
"Saya baik pak. Gimana keadaan pak Tio." Pak Tio sedikit menjadi kaget melihat anak tuanya itu masih mengingat namanya. Sedangkan dirinya aja hampir aja melupakan anak tuanya itu. Maklum pak tio sudah berkepala empat. Terlebih lagi Renaldy sudah beberapa tahun gak pernah pulang.
"Saya baik Den." Jawab pak Tio dengan ramah.
"Mommy sama papi ada." Tanya Renaldy penasaran apakah orang tuanya ada di rumah atau tidak.
"Ada Den. Den Renaldy masuk aja. Pasti tuan sama nyonya sudah sangat ingin bertemu Den." Ujar pak Tio. Renaldy pun berpamitan dengan pak Tio sebelum pergi masuk kedalam mansion.
"Papi apa Al, sudah meninggal dalam perang." Tanya Liona pada suaminya yang berada duduk di sofa tunggal.
"Heih. Mommy ngomong jangan nya begitu. Gak mungkin Al sudah meninggal. Jangan pikir yang enggak enggak mommy." Balas suami nya bernama Devan yang tidak suka atas penuturan istrinya.
"Mommy bukannya ngomong yang enggak enggak. Lihat Al sekarang gak pernah pulang pulang. Semenjak pergi berlatih jadi tentara itu. Sekedar kasih kabar pun enggak." Ujar Liona dengan raut wajah terlihat sedih. Devan pun juga merasa khawatir kepada putra sulung nya. Namun ia tetap berpikir positif tentang putranya itu. Bahwa putranya itu akan baik baik aja.
"Doain aja mommy. Kalau Al di sana baik baik aja. Dan moga aja Al cepat pulang dan berkumpul bareng kita lagi" Ucap Devan seraya menggapai tangan istrinya. Liona pun mengangguk paham sebagai jawaban.
"Assalamualaikum".
Mendengar suara yang begitu mereka kenali dan sangat sangat mereka rindukan. Dua pasangan paruh baya langsung berdiri dan menghadap di mana suara itu berada. Belum apa apa Air matanya langsung jatuh.
"Al." Pekik Liona melihat putranya. Betapa dirinya hancur mengetahui putra nya ingin menjadi tentara dan ingin meninggalkan dirinya. Namun itu sudah kemauan putranya sejak dulu. Berat hati liona mendukung keputusan putranya itu. Setelah cowok itu pergi berlatih. Putranya tidak pernah kasih kabar sudah sampai sana. Bahkan gak pernah pulang-pulang. Sekarang orang yang sangat ia rindukan berada di hadapannya.
Renaldy berjalan mendekati mommy nya yang sudah melahirkan nya ke dunia dan membesarkan dirinya dengan penuh kasih sayang. Dirinya juga sama hal dengan liona. Ia sangat rindu sosok orang yang telah melahirkan nya ke dunia dan orang yang juga orang telah menafkahi nya. Ia adalah mommy liona dan papi Devan. Mereka saling berpelukan melepaskan kerinduan dan kekhawatiran yang ada di hati mereka.
"Kamu kenapa gak pernah pulang." Ucap Liona dengan buliran air mata membasahi pipi nya setelah melepaskan pelukan putranya yang cukup lama mereka berpelukan.
"Al berlatih jadi tentara mommy. Sekaligus udah di angkat jadi tentara di sana dah lama, sekalian kerja juga terus, di sana makanya Al gak pernah pulang pulang." Ujar Renaldy seraya menghapuskan air mata ibu mengunakan jari jempol.
"Terus kenapa gak kasih kabar. Kamu gak tau mommy khawatir di sini dengan keadaan kamu." Ucapnya dengan iringan tangisan.
"Maafin Al." Balas Renaldy dengan rasa bersalah. Ia tidak tau kalau orang tuanya bakal sampai khawatir begini dengan nya.
"Udah sayang jangan sedih lagi. Sekarang Al sudah ada disini. Seharusnya kamu tu bahagia kalau Al itu udah balik" Ucap Papi Devan yang seharusnya menjadi kebahagiaan kini menjadi perdebatan tentang putra nya gak pulang pulang.
Mommy Liona pun menghapus air mata nya. Dan menatap putranya yang begitu tinggi darinya sampai ia harus mendongak melihat putranya itu.
Renaldy Pun berpelukan dengan papinya."Selamat ya Al! Apa yang kamu inginkan. Sejak dulu, sekarang sudah tercapai" Ucap Papi Devan setelah melepaskan pelukan putranya.
"Makasih papi" Balas Renaldy dengan tersenyum tipis.
"Sayang tau. Kalau Al pangkat nya jadi apa?" Tanya Devan. Melihat gambar bintang di atas bahu baju tentara putranya.
"Tentara." Sahut Liona bingung atas pertanyaan suaminya.
"Bukan sayang pangkatnya loh." Ucap Devan yang melihat istrinya tidak mengerti apa ia tanyakan.
"Gak tau. Emang pangkat apa." Ucap liona melontarkan pertanyaan kepada suaminya.
"Pangkat apa Al" Tanya Devan. Dirinya tidak ingin mengasih tahu langsung kepada istrinya, yang ia ingin adalah biar Renaldy memberi tahu pangkatnya sendiri pada mommynya.
"Jenderal mom" Sahut nya.
"Apa jenderal" Pekik kaget Liona. Sampai teriakan itu melenggar satu rumah. Renaldy mengangguk mengiyakan apa mommy nya bilang.
"Anak kita jadi jenderal papi." Teriak penuh kebahagiaan istrinya.
"Iya sayang papi tau. Gausah teriak teriak gitu ah. Malu di dengar tetangga sebelah." Ucap Devan sambil merasa risih. Karena teriakan istrinya.
"Gpp. Papi, namanya juga senang orang tua kalau anak nya jadi jenderal." Kata Renaldy yang gak terima atas perkataan atas papinya.
"Dengar tu papi. Al aja bilang gpp." Ucap Liona dengan nada mengejek.
"Iya iya seterah kalian ah." Ucap Devan yang tidak mau berdebat. Biarkan istrinya bersenang-senang atas keberhasilan putra nya, menjadi tentara. Dan tidak nanggung nanggung jadi jenderal.
"Malam ini mommy mau undang-undang orang orang. Buat acara atas keberhasilan kamu." Renaldy mengangguk sebagai jawaban. Biarkanlah apa yang dilakukan mommy, asalkan mommy nya itu bahagia
"Mommy Meysa mana?" Yang dari tadi tidak melihat keberadaan adik kesayangannya itu. Biasanya adiknya itu langsung menemui dirinya. Seperti waktu pas sebelum jadi tentara. Kalau dirinya pulang, pasti ada adiknya menyambut kehadirannya. Namun sekarang ia tidak melihat sedikit pun, batang hidung adiknya kemana kah adiknya itu.
...----------------...
BERI DUKUNGAN NYA
LIKE
VOTE
DAN KOMEN AGAR AUTHOR SEMANGAT MELANJUTKAN KARYA NYA.
Perkumpulan anak sekolah yang tinggal beberapa orang. Berkumpul di satu tempat mengelilingi orang lagi bertengkar.
"Dasar anak gak pernah di didik sama orang tua." Cibir meysa pada Luziana, dengan bersedekap dada . Waktu pulang sekolah sebenarnya sudah beberapa menit yang lalu. Ntah ada masalah apa mereka sampai berdebat begini. Sampai orang gak mau pulang hanya untuk menonton pergaduhan ini .
"Gausah bawa bawa nama orang tua ya!." Balas gak suka Luziana. Ia tidak mau permasalahan seperti ini membawa nama orang tuanya. Padahal orang tuanya tidak, melakukan kesalahan-kesalahan apa-apa. Kenapa harus di bawa bawa.
"Udah Lun." Ucap Karina yang berada di sampingnya. Ia seharusnya sudah ada di rumah. Kini masih berada di sekolah. Karena pertengkaran Luziana dengan meysa. Sejak tadi Karina ingin melerai pertikaian mereka. Yah gimana dua gadis itu gak ada mau ngalah sedikit pun. Yang biasanya di lerai sama Vian. Kini pastinya cowok itu sudah pulang.
"Kenapa gak suka. Dengerin ya, Lo tu dah miskin. Lo sekolah sini karena beasiswa dari keluarga gue. Karena apa, orang tua Lo tu gak mampu bayarin Lo sekolah." Ucapan yang sungguh menyakitkan sampai ke hulu hati. Ia tidak tau seberapa banyak malam begadang gadis itu hanya belajar, dan berusaha mendapatkan beasiswa. Mendapatkan beasiswa, gak mudah seperti balik telapak tangan. Tapi dengan kegigihan nya, ia berhasil. Masuk sekolah paling elit dengan gratis. Dan mendapatkan beasiswa itu dari siapa?. Dari keluarga Hervandez. Kalau di bilang orang tua Luziana. Sebenarnya sangat mampu membiayai ia bersekolah. Tapi orang tuanya tidak pernah peduli dengan nya. Kalau ingin masuk sekolah yang elit. Yah berusaha mendapatkan itu. Bahkan kejuaraan yang di dapat kan tidak pernah di apresiasi kan oleh orang tuanya. Beda dengan adiknya yang selalu di sayang padahal adiknya tidak pernah mendapat juara apapun. Terlebih lagi Adiknya juga masuk sekolah elit yang di biayai oleh orang tua nya sendiri. Tidak seperti dirinya yang haru berusaha masuk sekolah elit itu.
"Hei meysa. Ngomong itu kira-kira." Ucap Karina yang tidak suka dengan perkataan perempuan itu.
"Kenapa. Emang benar itu kenyataannya kan." Balas meysa dengan tersenyum sinis.
"Ouh ya. Emang apa yang kau bilang itu benar. Kalau aku itu dapat beasiswa dari keluarga Lo. Asal Lo tau, emang lu bisa keluarin gue dari sekolah ini. Anak yang pintar di kelas yang mendapat kan rangking satu. Sedangkan Lo ranking dua." Luziana bukan tipe, orang mempamerkan kepintarannya. Soalnya ini lagi mendesak dari pada di injak-injak lebih baik kita lawan.
Benar apa yang di bilang Luziana. Ia tidak pernah bakal bisa, mengeluarkan gadis itu dari sekolah elit ini. Padahal beasiswa itu dari keluarga nya. Bukannya gak bisa orang tuanya tidak mengizinkan nya. Masalah pribadi jangan bawa-bawa dalam hal beasiswa. Itu kata yang di sering di ucapkan oleh orang tuanya.
"Sombong banget lu." Meysa tertawa meremehkan. Menatap gadis yang begitu tinggi darinya. Sedangkan dirinya pendek.
"Seharusnya Lo yang sadar meysa." Balas Karina. Kalau yang sombong itu adalah meysa, bukan Luziana. Dan sebaiknya cewek tu ngaca dulu sebelum menjelekkan orang.
Perkataan dari Karina tidak di gubris oleh meysa. Ia cuman punya masalah hanya sama Luziana bukan Karina.
"Ingat Lo gak bakal pernah jadi orang kaya raya seperti keluarga gue. Lo bakal tetap jadi rakyat jelata." meysa mendorong tubuh Luziana. Hampir aja gadis itu jatuh kalau tidak segera mengimbangi tubuhnya. Luziana yang tidak mau kalah juga balik mendorong meysa. Hingga gadis itu terjatuh.
"Kurang ajar loh yah." Meysa melayangkan tangan nya untuk menampar pipi mungil Luziana.
Plak
Suara begitu nyaring terdengar. Para anak sekolah yang menonton pergaduhan itu, menutup mulut nya dengan tangan melihat tamparan dari meysa. Luziana ingin membalas balik. Namun segera di cekal oleh Karina.
Kenapa Karina tidak terlalu ikut campur pertengkaran Luziana dan meysa. Karena gadis itu malas melerai pertikaian mereka yang tidak ada habisnya. Lebih baik dia diam. Tapi bukan nya dia diam tidak membela teman karibnya. Karina juga sudah di larang oleh Luziana. Jangan terlalu lalu ikut campur urusan nya dengan meysa. Kata Luziana. Dan gadis itu tidak mau teman karibnya terbawa masalah karena dirinya.
Bola mata Karina membulat sempurna. Melihat cowok yang begitu ia kenalin dan sekarang makin begitu tampan saja. Dengan tubuh nya yang tegap dan kekar. Berjalan mendekati mereka. Ia mencekal lengan Luziana. Karena apa!. masalah nya bakal akan jadi rumit. Jika cowok itu melihat nya. Bahkan bukan dirinya saja. Orang sama hal kaget melihat lelaki tampan itu. Sampai para wanita yang berkumpul disitu ternganga melihat nya. Para cowok SMA yang masih situ juga menatap kagum pada lelaki itu. Sekolah SMA yang bernama Harvard. Yang dimana para mereka menimbang ilmu, termasuk. Luziana, meysa, Karina dan perkumpulan anak sekolah yang menonton pergaduhan tersebut. Murid yang berada disitu sangat mengenali siapa sebenarnya lelaki tubuh tegap dan kekar itu.
"Ck' apa sih lu ah. Karina." Berdecak kesal Luziana karena tangan nya di cekal. Melihat para orang yang berkumpul disitu mancam kaget melihat sesuatu. Meysa segera membalikkan badan dan menatap seseorang yang ia sangat rindu kan.
Mata meysa langsung berbinar-binar melihat kakaknya datang menghampiri nya. "Kak Al." Pekik meysa seraya berlari mendekati kakak tersayang nya. Al langsung merentangkan tangannya dan membalas kan pelukan adik tersayang nya.
Renaldy datang sekolah SMA Harvard itu hanya ingin menjemput adik tersayang nya adalah meysa Fiola Hervandez.
Flash back
"Mommy Meysa mana?." Yang dari tadi tidak melihat keberadaan adik kesayangannya itu. Biasanya adiknya itu langsung menemui dirinya. Seperti waktu pas sebelum jadi tentara. Kalau dirinya pulang, pasti ada adiknya menyambut kehadiran nya. Namun sekarang ia tidak melihat sedikit pun, batang hidung adiknya kemana kah adiknya itu.
"Ouh meysa lagi di sekolah." Balas Liona. Ia melihat jam di dinding yang sudah pukul waktu pulangnya meysa dari sekolah."Meysa dah waktu nya pulang sekolah. Mommy panggil pak Anto dulu ya. Untuk suruh jemput meysa di sekolah." Sambung nya lagi.
"Gausah mommy. Biar Al jemput aja meysa." Ucap Renaldy menawarkan diri untuk menjemput adiknya.
"Gausah. kan, Al baru pulang pasti capek kan. Lebih baik pak Anto aja yang jemput." Nolak Liona atas tawaran putranya. Ia ingin putra sulung beristirahat karena baru pulang dari perjalanan jauh.
"Gpp mommy. Biar Al aja jemput meysa. Al gak capek kok" Balas kekeuh Renaldy. Ia tetap berusaha ingin sendiri yang menjemput adiknya itu.
Papi Devan memberikan isyarat kepada istri agar memperbolehkan, Renaldy menjemput meysa.
Liona menghela nafas panjang. "Yaudah kamu boleh jemput. Tapi kamu harus ganti baju kamu dulu oke." Pinta Liona dengan lembut. Renaldy mengangguk kepalanya sebagai jawaban. Cowok itu pun melenggang pergi. Namun beberapa langkah Liona memanggil Renaldy. Dan cowok itu memberhentikan langkah nya.
"Al kamu tau kan. Sekolah meysa dimana." Tanya Liona dengan nada sedikit tinggi.
"Tau. Meysa di SD Nusantara." Balas Renaldy. Tawa dua pasangan paruh baya itu pecah. Mendengar kalau Al menganggap adiknya masih SD. Melihat orang tuanya ketawa, Renaldy menjadi heran.
"Umur kamu berapa." Tanya Liona. Dan jangan sampai putra nya itu lupa dengan umur nya sendiri.
"26". Sahut Renaldy datar. Apa yang tadi pikiran tentang putranya. Bahwa ia lupa dengan lupa umur sendiri. Ternyata salah lupanya putranya masih ingat dengan umurnya.
"Ter-." Belum selesai perkataan nya. Namun sudah di potong oleh suaminya.
"Adik mu. Sudah SMA Al." Potong Devan dengan nada naik beberapa oktaf. Sampai diakhir kalimat lelaki paruh baya itu terkekeh. Melihat putranya lupa dengan meysa. Yang sekolah sudah mencapai ke jenjang apa. Dan menganggap bahwa meysa masih SD. Karena pas terakhir dirinya masih belum menjadi tentara. Adiknya itu aja masih jenjang SD.
Mommy Liona merenggut melihat suaminya asal main potong perkataannya."Ihh papi kenapa potong perkataan mommy sih." Ucap kesal Liona. Devan cengengesan sekaligus takut terhadap istri nya.
"SMA mana." Tanya Renaldy datar.
"SMA Harvard Al." Sahut mommy Liona. Cowok itu pun segera pergi kelantai atas dimana kamarnya berada. Setelah selang beberapa menit. Cowok itu pun selesai membersihkan tubuhnya. Ia pun menuju ke garasi dan menyetir mobil sport nya. lelaki itu pun pergi dari tempat itu juga menuju SMA Harvard.
"Sayang".
"Iya ada apa."
"Umur al kan. Dah dua puluh enam tahun. Gimana Al kita nikahi aja." Ujar Papi Devan. Mengetahui umur putranya yang sudah menginjak usia dua puluh enam tahun. Rasanya ingin ia sekali menikah kan putranya dengan anak perempuan sahabat nya itu.
"Boleh juga. Emang Al mau?"
FLASH OFF
Iri, pengen. Itulah orang yang lagi rasakan sekarang. Melihat adegan itu, mereka semua menjadi terharu melihat pelukan adik dan seorang kakak. Saling melepaskan kerinduan yang pernah didalam hati. Sedangkan Luziana melongo heran, menatap adegan itu. Soalnya ia tidak kenal sama sekali sama lelaki itu. Bahkan hampir seluruh murid SMA Harvard mengenali Renaldy dirgantara HERVANDEZ. Seorang anak sulung pengusaha paling terkaya. Dan juga pemilik yayasan sekolah elit SMA Harvard. Luziana menggaruk kepala yang berbalut jilbab dengan bingung. Ia menatap Karina, tengah menangis melihat adegan tersebut.
"Kak Al sejak kapan kakak pulang. Kenapa selama ini kak kak Al gak pernah kasih kabar kepada kami. Apa kak Al gak sayang lagi sama meysa." Pertanyaan mengebu-ngebu ia lontarkan kepada Renaldy. lelaki itu mengangkat jemarinya untuk menghapus air mata adiknya.
"Nanti ya! Pas di dalam mobil kakak jelasin ya." Pinta Renaldy. Meysa mengangguk kepalanya sebagai jawaban. Dan segera mendekati perkumpulan yang tadi menonton pergaduhan dan adegan tersebut. Untuk mengambil tas nya yang berada di lantai.
Meysa mengambil tas ransel nya berwana pink tergeletak di lantai. "Rakyat jelata jelata. Lebih baik Lo tau diri. Sebelum ingin lawan gue. Karena apa?! Lo gak bakal sebanding dengan gue. Encamkan itu". Ucap pelan meysa. Namun mampu di dengar beberapa dari orang yang menonton pergaduhan tersebut.
"Lo ki-." Belum melanjutkan perkataannya. Mulut nya sudah di tutup oleh Karina dengan tangan nya.
"Lebih baik kau diam. Kalau masih ingin melihat matahari pagi besok." Ucap penuh penekanan Karina. Jangan sampai banget, Luziana mengasari atau beradu mulut dengan meysa di depan Renaldy. Pastinya ia akan besoknya tidak melihat matahari hari pagi lagi.
Mata Renaldy dan Luziana bertemu. Tatapan diantara mereka berdua susah ucapkan dengan kata kata. Tangan Karina yang menutup mulut teman karibnya terlepas. Meysa dan Renaldy yang baru berjalan beberapa langkah. Kini berhenti mendadak.
"Banyak omong lu meysa. Dasar telur busuk" Pekik kesal Luziana. Karina berada di samping Luziana rasanya pengen menghilang dari bumi. Kenapa teman karibnya itu susah di bilangin.
"Yang lu lawan bukan meysa lagi oii.. Sedih banget aku bilang nya. Moga aja tuhan memberikan hidayah pada umat seperti mu. Aku lebih baik bobo cantik aja." Gumam Karina yang rasanya ingin nanggis. Luziana sebenarnya bisa sampai kapan pun, bisa adu mulut sama meysa. Gak bakal terjadi apa-apa kok.Tapi-.
"Ada Kakaknya oi Luziana. Ya Allah ampunilah dosa temanku satu ini. Moga nantik dia pergi dengan tenang. Karena Dia sangat tol*l. Apalagi Kakaknya tentara pula hiks hiks. Pengen rasanya insaf terus. Nengok badannya aja yang kekar. Aku dah ketar ketir ni Cok. Bismilah mati." Karina menutup muka dan mata Luziana dengan kasar.
"Aduh." Ringgis Luziana muka nya pukul pakai tangan dan tangan itu masih berdiam di muka nya. Hingga sampai ia tidak bisa melihat karena ada tangan itu menghalanginya.
Luziana menghempas tangan Karina dengan susah payah. "Apaan sih Karina. asal main Ngemplak muka orang aja." Ucap kesal Luziana.
Karina tersenyum sangat lebar. Dan senyuman mulut nya itu seperti hampir robek karena terlalu lebar nya."Lo mending pura pingsan gitu, atau pura pura mati kek. Karena malaikat Izrail lagi di depan lu. Sekarang gausah banyak omong lagi, sebentar lagi kau menghadap ilahi." Tangan Karina terangkat mengusap wajah Luziana.
Luziana mencebik kesal. karena tangan Karina asik mengusap wajahnya aja. Jarak yang tidak jauh terlihat Meysa memutar bola matanya malas melihat mereka yang gajelas menurut nya. Sedangkan perkumpulan murid yang nonton itu. Tengang atas perkataan Luziana, dan merasa lucu mencampur aduk menjadi satu.
Renaldy menatap mereka dengan tatapan yang susah di artikan.
"Kak Al." Panggil meysa.
"Hmm. Iya ada apa." Sahut lembut Renaldy.
"Cewek itu kan-".
"Astagfirullah gempa, gempa bumi." Pekik Karina heboh sendiri. Sambil menggoyang tubuh Luziana. Mereka semua menjadi siap siaga. Namun kok gak ada rasa gempa. Batin mereka semua.
Perkataan meysa yang putus. Mencebik kesal. Ia tahu, kalau karina. Ingin ia tidak bisa mengungkapkan apa yang telah gadis itu lakukan padanya.
"Mana gempa gempa." Ucap Luziana juga ikut panik.
"Cepat lari lun." Teriak Karina sambil menarik tangan Luziana. Sebelum itu ia membungkuk badannya sebagai tanda permintaan maaf pada Renaldy. Sedangkan Luziana dengan polosnya heboh, dan takut sendiri. Padahal gak ada gempa.
Mereka semua menahan ketawa setengah mati. Rasanya ingin tertawa sekencang kencangnya. Melihat kelucuan Karina dan Luziana. Namun mereka tahan. Karena ada Renaldy.
Renaldy menatap datar kepergian dua gadis itu. Yang menurut nya aneh, padahal gak ada terasa sedikit pun gempa. Paling mengganjal adalah kenapa?. Cewek gadis berjilbab itu seperti tadi menjelekkan adiknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!