Sebelum membaca novel ini di harapkan membaca novel Setulus cinta Karin.
...****************...
Seperti janjinya kepada sang adik yaitu Karin, Farhan mendatangi kediaman Ana. Ketika berada di halaman rumah wanita itu, dia tersenyum kecut mengingat bahwa beberapa tahun yang lalu dia sering berkunjung ke rumah ini.
Setelah sekian lama, ini pertama kalinya Farhan menginjakkan kakinya di rumah ini lagi. Dia lansung tersadar saat ia membayangkan masa lalu.
Farhan mencekal bel yang ada di pintu rumah. Rumah ini nampak agak sepi dari biasanya. Dia juga tidak melihat security di posnya.
Pintu terbuka memperlihatkan seorang wanita yang nampak semakin kurus dan pucat. Wanita itu nampak kaget saat melihat kehadiran Farhan di rumahnya.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ana sedang malas berurusan dengan lelaki yang pernah mengisi hidupnya.
"Aku mau bicara, bolehkan aku masuk?" tanya Farhan serius.
"Tapi bukankah tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi?" Ana balik bertanya.
"Ada di antara kita yang belum selesai dan harus segera di selesaikan, aku kesini karena permintaan Karin juga." jawab Farhan jujur.
Sebenarnya Farhan takut kejujurannya membuatnya akan ditolak mentah-mentah oleh wanita ini. Namun dia tidak punya pilihan selain untuk jujur.
"Apakah kita akan bicara di pintu ini? baik jika begitu maumu." ucap Farhan menatap mata Ana.
Dia merasa ada yang salah ketika menatap mata itu. Mata itu melambangkan kerapuhan. Walaupun Farhan tau bahwa wanita ini sedang sakit, namun ia tidak tau separah apa penyakit wanita ini.
"Baik masuklah, jika anda datang untuk menghina saya atau cari masalah maka saya akan usir anda dari rumah saya."jawab Ana CV semakin ketus.
Karin masuk kedalam rumah dan di ikuti oleh Farhan. Mereka duduk di ruang tamu yang nampak masih sama dengan waktu dulu.
"Bicaralah, aku tidak punya waktu." ucap Ana sambil memegang kepalanya.
"Kamu sakit kepala?" tanya Farhan melihat Ana sibuk mengurut kepalanya.
"Sekarang cepat katakan ada urusan apa kesini?" tanya Ana tanpa menjawab pertanyaan Farhan.
"Baiklah jika kamu ingin tau maksud kedatangan ku kesini, aku datang kesini untuk meminta menjadikan kamu sebagai istri."
Ana kaget dengan penuturan lelaki yang ada di rumahnya. Lelaki yang kemaren - kemaren sangat membencinya. Lelaki yang menolaknya saat itu bahkan menyuruhnya menjauhi dirinya.
"Aku tau kamu pasti kaget, ini juga permintaan dari Karin adikku." ucap Farhan lagi.
"Aku paham anda sangat ingin mengabulkan permintaan adik anda, tapi kamu menganggap saya apa sehingga dengan mudahnya anda bicara seperti itu seolah kita tidak pernah ada masalah." jawab Ana agak tersinggung dengan kejujuran Farhan.
"Jika kita menikah maka aku akan menyelamatkan perusahaan kamu dari kebangkrutan, bukannya kamu sedang dalam masalah? apakah kamu mau perusahaan keluarga kamu hancur begitu saja, apalagi yang saya dengar Arkarna grup juga menilai kerja sama dengan perusahaan kamu." jawab Farhan membuat Ana terdiam.
Ana memang tidak ingin perusahaan bangkrut dalam waktu dekat. Jika memang tidak ada yang menanamkan modal maka perusahaannya menang akan hancur dalam waktu dekat.
Akan tetapi dia tidak mau menjadi orang yang egois. Dia cukup tau diri mengingat penyakit yang ada di tubuhnya. Dia bisa akan membuat kecewa semua pihak karena ketamakannya.
"Saya tidak bisa." jawab Ana.
"Kenapa? apa kamu mau perusahaan kamu hancur begitu saja?"
"Tidak, tapi aku cukup tau diri."
"Bagaimana dengan nasib Gladys jika kamu tetap egois?"
"Egois? aku egois?" tanya Ana menatap Farhan dengan wajah yang agak marah.
Ia marah karena bisanya dengan mudah lelaki ini bilang bahwa dirinya egois. Dia tidak mau menerima lamaran dari lelaki yang terpaksa menikahinya. Dia tidak mau setelah terpaksa menikahinya lelaki itu akan semakin menyesal karena dia adalah wanita penyakit.
Dia rela tidak mengorbankan orang lain demi dirinya sendiri tapi masih di bilang egois.
Ana memegang kepalanya yang terasa sangat sakit. Dia tidak bisa berpikir dengan jernih karena sakitnya tidak tertahan.
"Kamu tidak apa - apa?" tanya Farhan melihat Ana semakin pucat.
"Saya tidak apa-apa, saya hanya sakit kepala mendengar apa yang kamu ucapkan, mungkin ada baiknya kamu pulang sekarang, saya mau istirahat." Ana berdiri dari tempat duduknya.
"Silahkan keluar, saya yakin anda masih ingat pintu jalan keluar di rumah ini." Ana meninggalkan Farhan.
Baru beberapa langkah, langkahnya terhenti karena ucapan Farhan.
"Kamu tidak bisa berkata tidak, kamu harus memikirkan nasib adik kamu, rumah ini akan di sita jika perusahaan kamu bangkrut, jika kamu siap miskin tinggal di jalan, maka kamu harus memikirkan adik kamu Gladys, dia tidak bisa hidup miskin, jangan karena gengsi yang ada pada diri kamu membuat adik kamu hancur."
"Cukup berkata seolah anda tau semua." jawab Ana membalikkan badannya.
"Saya akan datang beberapa hari lagi, kita akan menikah dalam waktu dekat, silahkan kamu mengajukan persyaratan untuk pernikahan kita, saya akan penuhi semua permintaan kamu."
"Sepertinya anda tidak bisa hidup tanpa saya sehingga anda memaksa saya seperti ini." ucap Ana tersenyum mengejek.
"Sudah saya bilang di awal, saya tidak mencintai kamu lagi, ini demi adik saya, dan kamu juga bisa melakukannya demi adik dan perusahaan kamu." jawab Farhan.
"Saya akan datang lagi nanti, silahkan siapkan jawaban." Farhan bangkit dari tempat duduknya.
Lalu Farhan berjala. keluar dari rumah itu. Ana menutup pintu rumahnya. Saat ia membalikkan badannya, ia kaget melihat Gladys berdiri di belakangnya.
"Sejak kapan kamu berdiri di situ?" tanya Ana ingin tau apakah Gladys mendengar ucapannya.
"Aku di sini sejak bang Farhan berniat melamar kakak, apa benar perusahaan kita sedang mau bangkrut?" tanya Gladys nampak agak shock mendengar perusahaan keluarganya sedang tidak baik - baik saja.
Ana hanya diam karena tidak tau harus bicara apa kepada adiknya.
"Kenapa kakak diam saja? apakah benar seperti itu?" tanya Gladys lagi.
Ana hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suaranya. Gladys kaget saat melihat anggukan kakaknya. Ia baru sadar kenapa kakaknya sangat menghemat uang bulanan belakang ini.
"Jadi kakak memilih menolak bang Farhan karena ego kakak? kenapa kakak tidak mau menerimanya? apakah kakak memang sudah tidak peduli dengan perusahaan keluarga kita? apakah kakak memang sangat ingin aku putus kuliah lalu hidup lantang - lantung di jalanan."
"Kakak sakit." jawab Ana dengan dengan cepat agar adiknya tidak banyak berharap kepadanya.
"Lalu dengan kakak sakit maka kakak tidak peduli dengan nasib aku? jika kakak matipun apakah kakak meninggalkan aku dengan kesengsaraan." jawab Gladys membuat Ana terdiam.
Dia tidak akan meninggalkan kesengsaraan bagi adiknya ketika dia pergi. Dia akan membuat adiknya senang saat dia pergi jauh.
"Baik, akan kakak pertimbangkan." ucap Ana lansung berjalan masuk ke kamar miliknya.
Gladys tau jika dia sangat egois memaksa kakaknya karena menyelamatkan perusahaan mereka. Tapi dia tidak punya pilihan berkata seperti itu agar kakaknya mau menerima Farhan.
Gladys tau bahwa kakaknya masih mencintai lelaki itu. Namun karena rasa sakit hatinya dan penyakit yang ada di tubuhnya membuat dia enggan menerima lamaran lelaki itu.
Gladys mencoba bagaimanapun caranya agar kakaknya bisa menikahi Farhan. Selain menyelamatkan perusahaan, dia yakin lelaki itu akan menjaga kakaknya dengan baik. Walaupun saat ini lelaki itu masih mengesalkan bagi kakaknya, Gladys tau bahwa Farhan lelaki yang tepat untuk kakaknya. Dia yakin bahwa lelaki itu masih menyimpan cinta untuk kakaknya saat ini.
Farhan hanya belum bisa menghilangkan kekecewaannya terhadap Ana karena di khianati di masa lalu.
Gladys berjalan masuki kamarnya dengan lunglai. Pikirannya saat ini adalah bagaimana caranya mengobati kakaknya agar cepat pulih kembali. Dia rela melakukan apapun demi kesembuhan kakaknya.
...****************...
Hari berlalu dengan cepat. Setelah memikirkan dengan matang akhirnya Ana menemui Farhan di kantornya. Dia tidak ingin apa yang ia bicarakan dengan Farhan di dengar oleh Gladys ataupun pembantu di rumahnya. Untuk itu dia memilih kantor Farhan karena dia yakin di ruangan lelaki itu privasi terjaga.
Ana di antar oleh sekretaris Farhan menuju ruangannya. Setelah pintu terbuka, Ana melihat Farhan sedang duduk di kursi kebesarannya.
"Wow tidak di sangka akhirnya Putri Ana akhirnya berkunjung ke kantor kamu." ujar Farhan berdiri sambil tersenyum.
"Saya kesini juga terpaksa."
"Saya suka dengan keterpaksaan anda." ucap Fargan kembali duduk di kursinya.
"Silahkan duduk." ucap Farhan lagi.
Ana duduk di kursi yang ada di hadapan Farhan. Ana sekilas menatap wajah Farhan yang semakin hari semakin gagah. Dulu ia selalu berdoa kepada Tuhan agar dia berjodoh dengan lelaki ini. Ana tidak tau apakah dia memang berjodoh atau tidak dengan lelaki ini sesuai dengan doanya.
"Bagaimana? apakah sudah menemukan titik terang?" tanya Farhan memperhatikan wanita itu.
"Saya tidak akan bertele - tele, jadi saya akan bicara satu kali saja, mohon di dengarkan dengan baik."
"Baiklah jika begitu."
"Saya saat ini sedang sakit, saya tidak tau berapa lama saya akan bertahan, saya tidak mau anda tertipu dengan kondisi saya saat ini."
"Baik, saya sudah tau."
"Bagus jika anda tau, saya ingin suatu saat nanti anda menjaga adik saya Gladys." ucap Ana.
"Tentu."
"Bukan menjaga seperti teman atau kerabat, tapi ketika saya meninggalkan dunia ini, anda harus berjanji menikahi dia demi aku." ucap Ana yakin dengan keputusannya.
"Nikahi dia demi kamu? kamu nggak salah memberi syarat seperti itu? aku bukan lelaki sebaik itu yang akan mengabulkan permintaan kamu." jawab Farhan dengan agak kesal.
Bagaimana ia tidak kesal, ini kedua kakinya seorang perempuan memintanya agar menikahi wanita lain. Mereka pikir dia lelaki apa, yang bisa menikahi seorang wanita karena sebuah permintaan.
"Itu syarat dari saya, jika tidak maka saya tidak punya alasan untuk menikahi anda." jawab Ana dengan lantang.
"Kamu punya alasan yaitu perusahaan yang nantinya juga akan menyangkut adik kamu." jawab Farhan.
"Tapi saya akan lebih tenang jika dia di jaga oleh orang yang tepat."
"Wow aku terharu karena kamu sendiri yang bilang bahwa aku adalah orang yang tepat." ucap Farhan tersenyum menatap Ana.
Farhan sudah mendengar tentang masa lalunya wanita yang duduk di depannya. Dia sudah tau bahwa wanita itu menikah diam-diam demi menyelamatkan perusahaannya. Dia kesal dengan wanita itu yang bertindak bodoh saat itu tanpa menceritakan masalahnya saat itu.
Jika bukan karena Karin, dia tidak akan bersedia menyelidiki apa yang terjadi dengan wanita itu. Dia tidak akan mencari tau kenapa wanita itu tega mengkhianati dirinya saat itu.
Putri Ana adalah sahabat dan pacarnya sejak SMA. Farhan, Ana dan Aldo bersahabat sejak duduk di bangku SMA. Farhan dan Ana berpacaran kurang lebih 5 tahun. Ana adalah wanita pertama baginya. Dan dia juga lelaki pertama bagi Ana. Karena wanita ini juga membuat Farhan terjerumus kepada dunia malam. Dia menghabiskan waktunya dengan wanita yang tidak jelas karena ingin menghilangkan rasa sakit hati yang ada di dirinya.
"Bagaimana?" tanya Ana mengagetkan Farhan yang sedang melamun memikirkan wanita itu.
"Baiklah, saya setuju." jawab Farhan akhirnya menyetujui permintaan wanita itu.
"Baik, tapi saya mohon ini akan menjadi rahasia kita berdua, saya tidak mau siapapun yang tau, termasuk Karin, Aldo atau Gladys." ucap Ana.
"Baik." jawab Farhan.
Dia tidak habis pikir dengan pemikiran wanita ini. Saat sakit seperti ini pun dia masih memikirkan adiknya. Farhan tersentuh dengan kasih sayang yang di berikan oleh Ana kepada adiknya.
"Kapan kita akan menikah?" tanya Ana lagi.
"Lusa,lebih cepat lebih baik."
"Kenapa secepat itu?" tanya Ana kaget mendengar jawab Farhan.
Dia tau akan menikah dalam waktu depan, tapi bukan secepat itu juga.
"Jika kamu maunya hari ini atau besok, aku juga akan bersedia, tapi jika mundur dari waktu yang ku sebutkan tadi maka tidak bisa."
"Baiklah lusa, setidaknya saya juga butuh persiapan." jawab Ana.
"Persiapan yang seperti apa?" tanya Farhan mencoba menggoda wanita itu.
Entah kenapa Farhan sangat ingin menggoda wanita itu saat ini. Sudah lama sudah dia berpisah dengan wanita itu.
"Saya rasa saya tidak perlu memberi tau kamu." jawab Ana berdiri dari kursinya.
"Mau kemana?" tanya Farhan kaget saat melihat Ana berdiri.
"Mau pulang."
"Kita belum bahas tentang pernikahan kita."
"Saya rasa anda tidak akan mengurusnya sendiri, jadi untuk apa kita bahas."
"Sial, kenapa dia tau." gumam Farhan dalam hatinya.
"Anda pasti akan menyuruh asisten anda, hubungi saya jika sudah selesai semuanya, saya akan menerima bersih, termasuk tentang gaun pengantin." jawab Ana membuat Farhan terdiam.
Ana meninggalkan ruangan Farhan dengan anggun. Sedangkan Farhan hanya terdiam sambil menatap punggung wanita itu meninggalkan ruangannya.
Farhan menelpon asistennya untuk menyiapkan pesta pernikahan lusa hari.
"Tolong kamu siapkan pesta pernikahan saya lusa di hotel mewah milik keluarga Adha, saya mau pernikahan saya di hotel itu lusa, dan kamu siapkan gaun pengantin untuk ukuran Ana besok juga, saya tunggu laporannya secepatnya." perintah Farhan.
"Lusa bos? tapi...."
"Saya tidak menerima penolakan, silakan kamu suruh orang kamu menyelesaikan secepatnya."
"Baik bos."
Farhan menutup telponnya saat itu juga. Dia lansung menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Dia tidak tau apakah ini adalah pilihan yang tepat. Dia berharap hanya akan menikah satu kali saja seumur hidupnya. Dia akan memberikan upaya agar istrinya cepat sehat dari sakitnya nanti.
Hari pernikahan Farhan dan Ana sudah tiba. Ana sudah memakai gaun yang di pesan oleh asisten Farhan. Walaupun ini acara dalam waktu kurang lebih satu hati namun nampak mewah.
Undangan yang di buat lewat elektronik sudah jadi dalam waktu beberapa menit dan di kirim ke seluruh klien dan saudara dalam jam itu juga.
Bagi rekan dan keluarga mereka tidak kaget lagi mengingat Ana dan Farhan memang pernah menjalin asmara. Namun bagi yang tidak tau agak kaget karena terkesan mendadak.
"Gila ya, diam - diam eh hebohnya udah kirim undangan pernikahan." begitulah kata - kata yang keluar dari beberapa orang yang belum tau hubungan mereka.
Banyak yang datang ke acara pernikahan mereka. Di sana juga kedatangan tamu Daffin Arkarna bersama dengan istrinya Mezza sang istri. Mereka nampak serasi sekali. Ana yang menjadi pengantin wanita merasa kagum melihat kecantikan seorang nyonya muda dari keluarga Arkarna.
"Kenapa bengong gitu melihat kehadiran mereka?" tanya Farhan.
"Kamu kenal mereka?" tanya Ana menatap tamu istimewa itu.
"Mezzaluna itu pernah menjadi teman aku waktu kuliah di Swiss." jawab Farhan.
"Ohw pas S2 ya?" tanya Ana karena dia tau Farhan S1 di negaranya sendiri.
"Iya, dia memang terkenal baik, jika nggak cinta mati sama kamu waktu itu, mungkin aku akan gaet dia jadi pacar."
"Jadi kamu cinta mati sama aku?" tanya Ana.
"Jika nggak, nggak mungkin aku jadi lelaki player." jawab Farhan kesal mengingat masa lalunya.
"Tapi bukankah dia dokter?"
"Emang anak kedokteran nggak boleh teman dengan kami pebisnis ini, kami satu kampus, biasalah anak dari satu negara biasa mengadakan perkumpulan di sana."
"Aku juga teman Daffin sih,tapi...."
"Jangan membual, Jika dia teman kamu maka proyek kamu akan di pertimbangkan."
"Kan aku belum selesai bicaranya, dalam mimpi, tapi setidaknya aku sudah kenal dia secara tidak lansung karena tender kemaren."
"Cie cie yang sudah panggil aku kamu." ujar Gladys mendekat ke arah Ana.
"Bising ah, duduk aja di sana." jawab Ana kesal ketika di ledek oleh adiknya.
"Namanya udah sah, masa panggil saya lagi, kamu ini resek betul." kali ini Farhan membantu Ana memberikan jawaban.
"Cie yang sudah punya Abang pembela, wah aku harus cari seseorang yang rela membela aku nih." jawab Gladys.
"Makanya cari pacar." ucap Farhan
"Udah." jawab Gladys
"Tidak boleh, kamu tidak boleh pacaran sampai lulus kuliah." jawab Ana dengan cepat.
"Ih kakak ini lucu, kakak aja dulu pacaran sejak SMA, kenapa kakak larang - larang aku pacaran sekarang." jawab Gladys.
"Jika kakak nggak boleh ya nggak boleh." jawab Ana.
"Udahlah an, biarin aja dia cari pacar."
"Kamu lupa dengan perjanjian kita? jika dia punya pacar maka akan sulit nanti menerima kamu sebagai suami." jawab Ana berbisik ke telinga Farhan.
"Tapi hidup nggak ada yang tau, bagaimana jika kamu sehat selalu sampai tua nanti." jawab Farhan dengan berbisik balik.
"Aku sudah sakit parah."
"Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak." jawab Farhan menenangkan Ana.
Ana hanya diam mendengar ucapan suaminya. Tidak lama kemudian Daffin dan Mezza naik ke pelaminan menyalami pengantin.
"Selamat ya Farhan, semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah." ucap Daffin setelah cipika-cipiki.
"Terimakasih udah datang pak." jawab Farhan.
"Selamat Han, akhirnya kamu nikah juga." ucap Mezza di sambut oleh Farhan dengan senyuman.
"Terimakasih telah menyempatkan waktu, jika nggak sibuk kita nanti bisa jumpa di Kafe atau dimana gitu." ucap Farhan mendapat pelototan dari mata Daffin.
"Boleh pak Daffin juga ikut." ucap Farhan lagi ketika mendapat pelototan dari Daffin.
"Nanti saya atur waktu saya." jawab Daffin.
Setelah Daffin dan istrinya turun, Farhan dan Ana berjalan menuju tempat Aldo dan Karin. Mereka berdua sibuk makan sedari tadi. Dengan perut Karin tampak sebentar lagi melahirkan.
"Kapan perkiraan Rin lahir?" tanya Ana.
"Sudah nunggu hasil lahiran aja." jawab Karin.
"Semoga lancar selalu, dan cepat pulih nanti." dia Ana lansung di aminkan oleh keluarga yang duduk tidak jauh.
"Semoga keluarga kakak juga selalu dalam lindungan Allah SWT, semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah."
"Aamiin." jawab Farhan dan Aldo.
"Kamu bawa aja Karin beristirahat di kamar do, takutnya dia malah lahir lebih cepat pula." ujar Farhan menyuruh Aldo dan Karin beristirahat.
'Iya, maaf ya kaki Karin sakit, Karin harus istirahat duluan." ucap Karin memohon maaf.
Karin dan Aldo sudah berjalan menuju kamar hotel yang di sewakan hari ini. Sedangkan Farhan dan Ana menyicip makanan yang di hidangkan. Para Tamu sudah mulai banyak yang pamit pulang sejak tadi.
Vina membawakan kakak dan kakak iparnya makanan. Dia juga di suruh oleh tantenya. Tantenya dan pamannya masih duduk di pelaminan. Masih banyak pengunjung yang pamit pulang ke pelaminan.
"Makan yang banyak agar cepat sembuh." ucap Farhan menyuapkan Ana.
Ana enggan untuk menolak suapan lelaki itu. Dia tidak ingin lelaki itu malu di khalayak ramai. Farhan tersenyum saat Ana menerima suapannya.
...****************...
Di dalam kamar Karin sudah mengeluh kesakitan. Harusnya menurut keterangan bahwa anaknya akan lahir dua Minggu lagi.
"Mana yang sakit?" tanya Aldo dengan lembut.
"Pinggang ini sakit banget mas, ini kaki juga udah bengkak mas."
"Sini mas urut pelan - pelan ya." ucap Aldo mengusap pinggang Karin.
Sebenarnya Aldo saat ibu sedang mengusap dengan kasih sayang. Tidak ada terasa tenaga yang di berikan namun mampu membuat Karin agak rileks.
"Gimana?" tanya Aldo.
"Lumayan mas, elus terus ya mas sampai aku tidur." ucap karin dnegan agak manja.
"Iya sayang, pejam aja matanya, mas akan tunggu kamu di sini." jawab sang suami.
Aldo mengelus pinggang sang isteri. Namun sang istri belum juga tidur. Tidak sampai 30 menit, Karin akhirnya duduk kembali dari baring. Aldo juga kaget melihat Karin bangun sambil meringis kesakitan.
"Mas sakit banget." ucap Karin.
"Ayo kita kerumah sakit saja ya sayang, nanti kamu kenapa-kenapa pula - pula." jawab Aldo lansung memapah sang istri.
Aldo menelpon asistennya agar mempersiapkan segalanya karena dia sudah tidak sempat lagi. Ketika mereka lewat, Farhan dan yang lainnya agak kaget. Namun mereka belum bisa meninggalkan pesta malam ini.
Aldo membawa mobil sendiri tanpa bantuan sopir. Dia membawa mobil menuju rumah sakit dengan kencang. Dia sudah tidak tahan melihat kesakitan yang di rasakan oleh istrinya.
"Sabar sayang, tahan sebentar ya, hampir sampai." ucap Aldo.
"Sakit mas." rengek Karin.
"Tahan ya sayang."
Mobil masuk kedalam halaman rumah sakit. Aldo memarkir mobilnya di depan UGD. Para perawat berlarian membawa brankar. Karin naik di atas Brankar. Dia tidak tahan lagi dengan semua sakit yang ia rasakan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!